Karakterisasi Membran Pengolahan Limbah Dari Unit Deoiling Ponds

66 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 menghitung fluks. Kemudian dilakukan uji verifikasi dengan menghitung nilai residu terkecil dari model yang disusun.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem operasi yang diterapkan pada percobaan adalah sistem operasi dengan mode looping yaitu permeat dan retentat yang telah dihasilkan dialirkan kembali ke tangki umpan dengan tujuan mempertahankan konsentrasi umpan agar proses berjalan dengan steady state. Larutan umpan berupa limbah PKS dari unit Deoiling ponds yang disaring pre-filter dengan kain kassa yang berukuran 15-20 µm yang bertujuan agar molekul yang berukuran lebih dari 20 µm tertahan dan tidak ikut masuk ke membran. Perlakuan ini perlu dilakukan untuk mengurangi dan memperlambat terjadinya fouling pada membran mikrofiltrasi yang berukuran mesh 200 atau 75-100 µm.

4.1. Karakterisasi Membran

Material membran yang digunakan dalam kajian eksperimental ini adalah keramik yang dibuat dari oksida logam alumina Al 2 O 3 . Membran keramik dibuat melalui beberapa proses yaitu pemilihan bahan mentah, pengadonana, pembentukan pencetakan, pengeringan, dan pembakaran sintering. Setiap tahap pemrosesan 67 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 sangat mempengaruhi porositas membran keramik. Ukuran partikel dan pori cenderung meningkat dengan meningkatnya temperatur sintering dan lamanya waktu sintering. Sedangkan fluks membran keramik secara langsung berhubungan dengan porositas. Membran keramik yang baik adalah membran dengan porositas tinggi tetapi tidak menurunkan kekuatan mekanik membran tersebut. Karakteristik membran pada penelitian ini diperlihatkan dalam tabel 8 berikut ini : Tabel 8. Karakteristik Membran yang Digunakan Material membran Keramik Bahan Modul Al 2 O 3 Konfigurasi Tubular ceramic, multy channel Diameter Pori 250 A Ukuran Pori 0,2 m Ketebalan 10 m Luas Permukaan 0,24 m 2 Sumber : GDP Filter Berdasarkan tabel karakterisasi tersebut diperlihatkan bahwa membran yang digunakan dalam penelitian ini termasuk membran mikroporous atau mikrofiltrasi karena ukuran pori berada dalam rentang 0,05 – 10 m. Begitu juga dengan ketebalan membran masih dalam rentang yang disarankan untuk mikrofiltrasi yaitu 10 – 200 m. 68 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008

4.2. Pengolahan Limbah Dari Unit Deoiling Ponds

4.2.1. Hubungan Antara Fluks Permeat Dengan Beda Tekanan TMP Fluks permeat adalah laju alir bagian umpan yang menembus membran per satuan luas membran. Fluks permeat merupakan salah satu parameter yang menentukan kehandalan atau efisiensi membran. Fluks akan meningkat seiring dengan naiknya TMP. Adapun variasi beda tekanan atau TMP yang dilakukan adalah 0,2 ; 0,4; 0,6 ; dan 0,8 Bar. Secara teori proses mikrofiltrasi dapat dilakukan pada beda tekanan dibawah 2 bar, dan karena keterbatasan alat yang digunakan pada penelitian ini maka beda tekanan hanya dapat dilakukan sampai 0,8 bar. Membran yang baik adalah apabila mempunyai waktu yang relatif lama mencapai nilai fluks yang konstan. Artinya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk terjadinya fouling. Fouling biasanya disebakan oleh polarisasi konsentrasi yang merupakan permasalahan utama pada membran mikrofiltrasi. Hal ini dapat menghambat unjuk kerja membran. Fouling dapat diperlambat dengan melakukan pretreatment atau prefilter pada umpan masuk membran dan dengan pemilihan pola lairan cross-flow pada umpan membran. Pada penelitian ini dilakukan prefilter umpan masuk membran dengan menggunakan kain kassa berukuran mesh 200 atau 75-100 m. 69 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 Berikut ini akan ditampilkan grafik hubungan antara fluks permeat terhadap beda tekanan. 70 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 Gambar 12. Hubungan Antara Fluks Permeat Dengan Beda Tekanan Pemilihan TMP optimum didasarkan dua syarat yaitu pertama penurunan fluks harus stabil tidak naik turun, kedua fluks konstan dicapai pada waktu yang relative lebih lama, artinya proses fouling yang lebih lama Mulder, 1996. Dari Gambar 12. di atas terlihat bahwa pada TMP 0,2 bar dan 0,6 bar diperoleh penurunan fluks yang lebih stabil dari TMP lainnya, namun hanya TMP 0,6 bar yang memiliki fluks yang lebih lama mencapai waktu konstan yaitu pada menit ke-60, sedangkan pada TMP 0,2 bar pada menit ke-40 telah mencapai titik konstan. Oleh karena itu TMP 0,2 bar tidak dapat memenuhi syarat kedua, sehingga TMP optimum adalah 0,6 bar. Penurunan fluks merupakan fungsi waktu. Penurunan fluks ini disebabkan adanya fouling pada membran sehingga proses harus dihentikan. Setelah itu membran harus dibackwash untuk mengembalikan kondisi seperti semula. 4.2.2. Rejeksi COD Terhadap Waktu Operasi Pada TMP 0,6 Bar Penurunan nilai COD terhadap waktu terlihat menurun secara signifikan. Hal ini terjadi karena pada umpan tersebut kandungan padatan tersuspensi dan padatan terlarut masih tinggi sehingga terjadi penahanan makromolekul pada membran yang menyebabkan deposisi partikel pada membran lebih mudah terbentuk. Deposisi partikel pada permukaan membran akan membentuk lapisan gel dan terbentuknya 71 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 lapisan cake dan secara tidak langsung memberikan efek penyaringan bagi umpan berikutnya yang akan melewati membran, sehingga sejalan bertambahnya waktu maka kualitas permeat yang dihasilkan semakin baik. Namun pada jangka waktu tertentu penurunannya mencapai titik konstan pada kisaran waktu 220 menit. Grafik penurunan COD terhadap waktu pada TMP optimum ditunjukkan oleh gambar di bawah ini : 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 Waktu menit CO D m g l Gambar 13. Rejeksi COD Terhadap Waktu Operasi Pada TMP 0,6 Bar Dari Gambar 13 di atas terlihat bahwa pada awal proses COD terukur sebesar 39.117 mgl dan pada akhir proses menit ke 240 kandungan COD sebesar 12.540 mgl, Persentase penurunan COD adalah 67,94 . Penurunan COD ini sudah baik untuk membran mikrofiltrasi karena secara teori membran mikrofiltrasi kurang efektif 72 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 untuk menahan soluble COD sehingga persentase penyisihan COD berkisar 60–70 saja Wenten, 2001. Hal ini disebabkan karena ukuran pori membran mikrofiltrasi masih relatif lebih besar jika dibandingkan membran lainnya, terutama membran ultrafiltrasi dan nanofiltrasi. 4.2.3.Rejeksi Total Solid TS Terhadap Waktu Operasi Pada TMP 0,6 Bar Total solid TS adalah jumlah total padatan yang terkandung dalam suatu sampel, baik berupa padatan tersuspensi, padatan koloidal, maupun padatan terlarut. Padatan tersuspensi TSS merupakan padatan dengan ukuran lebih besar dari 1 m yang mampu mengendap sendiri tanpa bantuan zat tambahan koagulan, meskipun dalam jangka waktu yang agak lama. Padatan koloidal merupakan padatan dengan ukuran 1 milimikron sampai 1 m yang tidak dapat mengendap sendiri tanpa bantuan zat tambahan koagulan. Sedangkan padatan terlarut merupakan padatan dengan ukuran yang lebih kecil dari 1 milimikron yang terjadi dari senyawa organik atau anorganik, dalam larutan berupa ion-ion. TS juga mengalami penurunan seiring dengan pertambahan waktu. 73 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 Grafik penurunan TS terhadap waktu disajikan pada Gambar 14 di bawah ini : 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 22,000 24,000 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 Waktu menit T S m g l Gambar 14. Rejeksi Total Solid TS Terhadap Waktu Operasi Pada TMP 0,6 Bar Dari Gambar 14 di atas terlihat bahwa pada tahap awal proses total solid terukur sebesar 21.960 mgl dan pada akhir proses yaitu pada menit ke 240 sebesar 11.800 mgl. Persentase penurunannya dari menit pertama sampai akhir proses 74 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 berkisar 46,26 . Pada menit ke 200 penurunan TS sudah mencapai titik konstan, hal ini disebabkan karena permukaan membran seluruhnya sudah hampir tertutupi oleh cake atau padatan terlarut yang terdapat dalam umpan. Membran umumnya lebih mampu menahan padatan tersuspensi TSS yang terdapat dalam limbah daripada padatan koloidal dan padatan terlarut. Hal ini disebabkan karena ukuran TSS yang jauh lebih besar daripada ukuran pori membran mikrofiltrasi yang digunakan. 4.2.4. Rejeksi Total Suspended Solid TSS Terhadap Waktu Operasi Pada TMP 0,6 Bar Total suspended solid TSS mengalami penurunan yang sangat signifikan terhadap waktu. Grafik penurunan TSS terhadap waktu disajikan pada gambar di bawah ini : 100 200 300 400 500 600 700 800 900 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 Waktu menit TS S m g l Gambar 15. Rejeksi Total Suspended Solid TSS Terhadap Waktu Operasi Pada TMP 0,6 Bar 75 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 Pada Gambar 15 di atas terlihat bahwa penurunan TSS sangat tajam dari menit pertama ke menit ke 20 yaitu dari 875 mgl menjadi 35 mgl. Pada waktu berikutnya penurunannya sangat kecil hingga pada menit ke-240 sebesar 10 mgl. Persentasi penurunan TSS mencapai 96 . Penurunan ini terjadi sangat cepat karena pada menit pertama sampai menit ke-20 hampir seluruh padatan melayang dalam umpan tertahan oleh membran. Hal ini sesuai dengan teori yang menerangkan bahwa membran dengan modul tubular dapat bekerja sangat efisien dalam menyisihkan padatan dibandingkan dengan membran modul lainnya Wenten, 2001. Hal ini disebabkan karena ukuran TSS yang lebih besar dari ukuran pori membran sehingga hampir keseluruhan partikelnya tertahan pada permukaan membran bahkan pada menit ke-0 nilai peyisihan padatan tersuspensi TSS sudah mencapai 89,71 . Namun pada jangka waktu tertentu nilai ini akan mencapai titik konstan yang dalam penelitian ini yaitu pada menit ke-200. Hal ini juga disebabkan karena banyaknya cake atau padatan yang sudah menutupi hampir seluruh permukaan membran sehingga membran tidak mampu lagi memisahkan permeat dan retentatnya. 76 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 4.2.5. Kenaikan pH Hasil pengukuran pH yang dilakukan terhadap sampel awal dan permeat ditampilkan pada gambar di bawah ini : Gambar 16. Kenaikan pH Permeat Pada Berbagai Waktu 77 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 Dari Gambar 16 diatas terlihat bahwa nilai pH tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, nilainya hanya berkisar antara 4,6 – 5,9. Hal ini disebabkan pori-pori membran mikrofiltrasi yang berukuran 0,2 µm tidak begitu baik dalam menyaring ion-ion yang terdapat dalam limbah. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul dari ion-ion yang terdapat dalam limbah umunya lebih kecil dari ukuran pori membran sehingga molekul tersebut akan terbawa bersama aliran permeat. 4.2.6. Profil Penentuan VCR Volume Concentration Ratio VCR atau rasio perbandingan volume ini merupakan nilai perbandingan volume tangki umpan dengan retentat yang dihasilkan dari proses membran. Percobaan penentuan VCR ini bertujuan untuk memekatkan retentat dari membran mikrofiltrasi untuk pakan ternak. VCR yang dapat dilakukan pada penelitian ini hanya VCR 2-6. Hal ini disebabkan karena Membran Mikrofiltrasi sudah mencapai fouling sehingga jika VCR dilanjutkan tidak akan memberikan hasil yang lebih baik karena fluks permeat semakin kecil dan akan membutuhkan waktu operasi yang sangat lama untuk memekatkan limbah sehingga tidak efisien bila ditinjau dari waktu dan energi yang dibutuhkan. Nilai VCR ini dapat dihubungkan dengan kandungan total solid karena pada pemekatan kandungan padatannya akan bertambah dan jumlahnya dapat ditentukan dengan menghitung TS. 78 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 Hubungan antara VCR dengan TS dapat dilihat pada Gambar 17 berikut ini : 3 6 9 12 15 18 21 24 27 1 2 3 4 5 6 VCR T S m g l Permeat Retentat Gambar 17. Hubungan VCR Dengan TS Dari Gambar 17 di atas terlihat bahwa nilai TS pada permeat semakin menurun terhadap waktu, sedangkan pada retentat nilai TS akan semakin meningkat dan pada VCR 6 nilai TS pada retentat mencapai 22,92 mgl. Hal ini disebabkan 79 Farida Hanum : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dari Unit Deoiling Ponds Menggunakan Membran Mikrofiltrasi, 2009 USU Repository © 2008 karena tujuan penentuan VCR adalah untuk pemekatan limbah sehingga dengan pertambahan VCR maka akan dihasilkan retentat yang lebih pekat dan kandungan TS yang semakin besar, sebaliknya pada permeat kandungan TS akan semakin rendah. Perolehan akhir pada VCR 6 mempunyai volume retentat 33,3 liter dari volume tangki umpan awal 200 liter. Retentat ini dapat langsung dikeringkan dengan rotary dryer untuk dijadikan pakan ternak.

4.3. Penyusunan Model Untuk Proses Mikrofiltrasi