56 hampir tidak ada yang memiliki pengetahuan tentang musik klasik Hindustani,
namun daya tarik mereka di masyarakat sangat menarik. Sekelompok Dhadhi terdiri dari dua atau tiga penyanyi, satu bermain Sarangi, yang lain bermain di Dhadh, dan
ketiga dapat adalah pemimpin mereka, yang membacakan isi lagu-lagu mereka. Meskipun mereka diharapkan untuk menyanyikan Vaar dari Kitab Suci, mereka
biasanya menyanyikan komposisi puitis mereka sendiri sebagai penghargaan atas keberanian prajurit Sikh dan para martir.
Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan, jenis musisi yang dipakai adalah Ragi, sesuai dengan kebutuhan para masyarakat Sikh di tempat tersebut.
3.4. Tujuan Mengadakan Ibadah
Menurut wawancara yang dilakukan penulis dengan Pendeta, pemusik dan juga jemaat Sikh, ibadah dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :
1 Sebagai pemenuhan kebutuhan rohani jemaat dan cara jemaat untuk
berhubungan atau berkomunikasi dengan Waheguru. 2
Sebagai cara jemaat untuk saling bersosialisasi yang dilakukan di akhir ibadah saat makan bersama di Langar.
3 Menghimpun dana yang didapat dari persembahan setiap jemaat dan
digunakan sebagai biaya perawatan Gurdwara, tambahan gaji para Pendeta dan biaya makan bersama jemaat.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB IV ANALISIS TEKSTUAL
4.1 Pengenalan
Dalam setiap seni pertunjukan music di dunia ini, termasuk Kirtan terjadi komunikasi di antara seniman religi dan para jemaah, dengan berbagai interpretasi
penafsiran terhadap pertunjukan yang terjadi. Berbagai aktivitas komunikasi dalam peristiwa seni pertunjukan keagamaan ini berdasarkan kepada pola-pola
budaya Punjab dan agama Sikh yang telah wujud selama berabad-abad. Dalam konteks komunikasi pertunjukan keagamaan ini, komunikasi
pertunjukan itu mencakup: a lirik atau teks Kirtan, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal dengan bahasa seharian, b inteyeksi atau kata-kata
seru untuk memperkuat suasana pertunjukan, c kata-kata pendeta bhai dalam setiap pertunjukan upacara keagamaan. Komunikasi lisan dalam seni pertunjukan
masyarakat Sikh biasanya menggunakan kata-kata pilihan yang berasal dari Kitab Suci. Komunikasi lisan ini juga menjadi bahagian dari Amrit Kirtan yang tentu saja
terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti nada, irama, rentak, melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu distilisasi
untuk lebih menghayati dan kekhusukkan dalam melakukan ibadah mingguan ini. Teks Amrit kirtan yang dilakukan pada Kirtan ini ada yang sifatnya eksplisit,
yaitu mudah dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks yang sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena teks yang bersifat rahasia, diberi gaya bahasa, dan
sifatnya lebih tertutup implisit. Oleh karena itu, teks keagamaan Sikh ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-nilai budaya yang
hidup di dalam kebudayaan masyarakat Sikh secara umum, yaitu budaya India Utara khususnya Punjabi. Walau bagaimana pun, secara umum teks lirik Kirtan ini
Universitas Sumatera Utara
58 memainkan peran utama dalam budaya Sikh. Sehingga dapat dikatakan bahwa teks
Kirtan sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.
4.2 Logogenik
Menurut pengalaman penulis sebagai mahasiswa etnomusikologi FIB USU, salah satu aspek yang sangat penting dalam lagu-lagu atau musik India Punjabi
ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol. Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan musik Punjabi. Lagu-lagu India Utara
Hindustani termasuk Punjabi, umumnya berdasarkan kepada aturan-aturan puisi di kawasan ini. Sementara Kirtan berdasar kepada Kitab Suci Guru Granth Sahib.
Dengan kedudukan sedemikian rupa, maka penulis mengkategorikannya sebagai “musik” yang logogenik. Artinya bahwa pertunjukan Kirtan sangat mengutamakan
wujud verbal atau bahasa, dalam pertunjukannya lihat Malm, 1977. Dengan demikian, komunikasi lisan dalam Kirtan memegang peranan utama. Komunikasi
lisan ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu, disertai berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional
masyarakat Sikh. Di sisi lain, ada pula kebudayaan musik yang lebih mengutamakan aspek
ritme dan melodi musik, misalnya tradisi gordang atau gondang pada masyarakat Mandailing, Angkola, Toba, Simaungun dan Dairi di Sumatera Utara. Budaya musik
yang sedemikian ini dapat dikategorikan sebagai muzik melogenik. Dalam Bab IV ini, penulis akan mengkaji teks lirik Kirtan yang digunakan
dalam ibadah Mingguan umat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan. Kajian ini menggunakan teori semiotik, yang mencakup makna intrinsik lagu, kajian
Universitas Sumatera Utara
59 mengenai tanda-tanda lagu itu sendiri, seperti kualitas nyanyian, aktualisasi lagu, dan
pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada referensi lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang mungkin, yang memfokuskan
kepada signifikasi nyanyian dengan objek yang lebih luas. Selepas itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang
berhubungan dengan pelbagai interpretannya, yang memfokuskan perhatian kepada aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir
ini terdiri daripada: persepsi musik, persembahan, dan intelektualisasi.
4.3 Analisis Semiotik Tekstual
Kirtan
Lirik Kirtan yang diambil penulis untuk dianalisis berasal dari kitab Amrit Kirtan halaman 363. Berikut ini adalah liriknya dan artinya dalam bahasa Indonesia.
Artinya ini diterjemahkan oleh informan kunci penulis yaitu Guru Raj Bir. Demikian pula analisis semiotij ini adalah berdasarkan kepada tafsiran-tafsiran beliau terhadap
tekstual Kirtan yang disajikan. 1.
Par Berm Hoa Shai Kba Kirtn Suke Dahi || Maha Tuhan Allah telah menjadi penolong dan teman saya; khotbah dan
Kirtan-Nya dari Pujian-Nya telah membawa kedamaian pada saya. 2.
Gur Pure Ki Bani Jap Anande Keroh Nit Parni ||1|| Nyanyian Firman Guru Bani yang sempurna, serta senantiasa dalam
kebahagiaan, ya fana. ||1|| 3.
Har Saca Simeroh Phai || Mengingat Tuhan yang benar dalam meditasi, ya saudara dalam takdir.
4. Sadeh Sangh Seda Sok Paiyeh Her Biser Na Kabehu Jaih ||Rehao||
Universitas Sumatera Utara
60 Dalam Sangat Saadh, persekutuan dari perdamaian, kekekalan kudus
diperoleh, dan Tuhan tidak pernah terlupakan. | | Jeda | | 5.
Amret Namo Parmeser Tera Jo Simereh So Jiwe || Nama Mu, ya Tuhan yang sukar dipahami, adalah madu bunga; siapapun
yang merenungkannya, hidup. 6.
Jes Nu Kerim Perapete Howe So Jan Nermel Tiwe ||2|| Orang yang diberkati dengan Kasih Karunia Tuhan - pelayan yang
rendah hati menjadi bersih dan murni. ||2|| 7.
Begen Benasen Sabe Doke Nasen Gor Cereni Mano Laga || Hambatan dihapus, dan semua rasa sakit dihilangkan; pikiran saya
melekat pada kaki Guru. 8.
Gone Gawte Acote Abe nasi Ane deno Her Range Jaga ||3|| Bernyanyi serta memuji keagungan Tuhan yang tenang dan kekal, satu
tetap terjaga untuk mencintai Tuhan, siang dan malam. 9.
Mou Iceh Sehi Vele Pae Har Ke Ketah Suheli || Dia memperoleh buah dari keinginan batinnya, mendengarkan khotbah
penghiburan Tuhan. 10.
Adeh Ant Nide Nanek Koh So Prbe Howa Beli ||4||16||27|| Di awal, tengah, dan akhir, Tuhan adalah teman terbaik Nanak.
Teks pada Amrit Kirtan halaman 363 merupakan ungkapan pujian atas kebesaran Tuhan yang ditulis oleh Guru Nanak dan dibawakan di pagi hari. Secara
singkat, Kirtan yang dinyanyikan di atas memberitahu pengikut Sikh untuk melakukan naam meditasimengingat Tuhan yang ditanamkan dalam pikiran.
Universitas Sumatera Utara
61 Setiap Kirtan akan diakhiri dengan kata-kata: “Waheguru Ji Ka Khalsa
Waheguru Ji Ki Fateh.” Arti kalimat ini adalah bahwa Sikh milik yang Maha Kuasa, kemenangan ada pada yang Maha Kuasa.
Di bawah ini merupakan tulisan aksara Gurmukhi dari lirik Kirtan di atas. Tulisan ini discanning langsung dari tulisan tangan pemain musik Gurdwara tersebut
karena keterbatasan komputer penulis untuk memasukkan aksara Gurmukhi.
Universitas Sumatera Utara
62 Secara struktural, teks Amrit Kirtan di atas terdiri dari 10 bait kalimat.
Kesepuluh baris itu menjadi satu kesatuan dalam penyajian Kirtan. Teks ini disajikan dengan menggunakan vocal, aspek melodi seperti tangga nada, wilayah nada, nada
dasar, formula melodi, interval, nada, dan kontur. Sepuluh baris teks Kirtan tersebut disajikan dengan penuh khidmat dan khusuk.
Baris pertama yaitu terdiri dari kalimat: Par Berm Hoa Shai Kba Kirtn Suke Dahi. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Maha Tuhan Allah telah menjadi
penolong dan teman saya; khotbah dan Kirtan-Nya dari Pujian-Nya telah membawa kedamaian pada saya. Dalam baris ini secara eksplisit dinyatakan bahwa Tuhan telah
menjadi penolong sekali gus teman orang Sikh. Artinya adalah bahwa Tuhan itu Maha Kuasa, Ia yang menciptakan alam dan manusia. Bagi yang selalu
mendekatkan diri kepada Tuhan, maka ia akan menjadi teman Tuhan, dan Tuhan akan selalu menyayanginya sebagaimana layaknya seroang teman. lebih lanjut lagi
baris ini mengemukakan bahwa khotbah, Kirtan, dan pujian kepada Tuhan telah membawa seseorang yang melakukannya menjadi tenang dan damai dalam dirinya,
karena ia selalu mengingat Tuhan, dan ada yang melindunginya. Selanjutnya baris kedua, yang terdiri dari kalimat Gur Pure Ki Bani Jap
Anande Keroh Nit Parni, artinya adalah Nyanyian Firman Guru Bani yang sempurna, serta senantiasa dalam kebahagiaan, ya fana. Bahwa Kirtan ini
dilantunkan oleh sang pendeta yaitu Guru Bani yang telah sempurna tingkat ilmu dan penghayatan agamanya. Selanjutnya umat Sikh perlu memberikan salam dan
pengharapan agar sang pendeta senantiasa dalam kebahagiaan, termasuk di alam dunia yang fana ini, juga di akhirat kelak.
Kemudian baris ketiganya, selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Har Saca Simeroh Phai. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Mengingat Tuhan yang benar
Universitas Sumatera Utara
63 dalam meditasi, ya saudara dalam takdir. Kalimat ini juga ditujukan kepada sang
pendeta, dan juga pujian bagi beliau. Bahwa Guru Bani itu dalam mengingat Tuhan adalah benar senantiasa. Juga beliau selalu benar dalam memimpin meditasi, yaitu
berupa pendekkatan diri dengan Tuhan. Demikian pula Tuhan telah memberikan takdirnya kepada sang pendeta untuk selalu membimbing umat.
Selanjutnya kata-kata pada baris keempat selengkapnya adalah Sadeh Sangh Seda Sok Paiyeh Her Biser Na Kabehu Jaih. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut: Dalam Sangat Saadh, persekutuan dari perdamaian, kekekalan kudus diperoleh, dan Tuhan tidak pernah terlupakan. Bahwa dalam Sangat Saadh ibadah
Sikh persekutuan atau integrasi umat Sikh yang berdasar kepada perdamaian, maka kekekalan yang suci kudus akan diperoleh. Dengan demikian, maka Tuhan akan
selalu dikenang di dalam diri umat Sikh, Tuhan akan selalu dikenang. Setelah itu, baris kelima, terdiri dari klalimat sebagai berikut: Amret Namo
Parmeser Tera Jo Simereh So Jiwe. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Nama Mu, ya Tuhan yang sukar dipahami, adalah madu bunga; siapapun yang
merenungkannya, hidup. Kalimat ini menjelaskan bahwa nama Tuhan yang itu merujuk kepada sifat-sifat Tuhan sulit difahami bagi yang tidak merenungkan
eksistensi Tuhan itu seperti apa. Oleh karena itu kontemplasi terhadap sifat-sifat Tuhan ini perlu terus diasah oleh seorang penganut Sikh. Jika seseorang Sikh itu
telah dapat mengenali sifat-sifat Tuhan maka ia akan menyadari betapa lezat dan manisnya kebenaran Tuhan itu, seperti yang dilambangkan sebagai madu bunga. Jika
setiap orang dapat merenungkannya maka ia akan selamat dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ini kira-kira tafsiran semiosis terhadap baris kelima
Kirtan ini.
Universitas Sumatera Utara
64 Selanjutnya pada baris keenam, yang selengkapnya berbunyi: Jes Nu Kerim
Perapete Howe So Jan Nermel Tiwe, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah: Orang yang diberkati dengan Kasih Karunia Tuhan--pelayan yang rendah hati
menjadi bersih dan murni. Maknanya adalah jika seseorang telah dapat merenungkan dan memahami sifat-sifat Tuhan, maka selanjutnya ia akan diberkati kasih dan
karunia Tuhan secara langsung, Tuhan akan saying dan kasih kepadanya. Selanjutnya ia akan menjadi pelayan kepada semua manusia dengan sifat-sifat yang
mulia, teruma rendah hati, tidak sombong, bersih, dan sucilah jiwanya. Setelah itu, pada baris ketujuh, kata-kata yang diucapkan adalah berupa
kalimat sebagai berikut. Begen Benasen Sabe Doke Nasen Gor Cereni Mano Laga artinya dalam bahasa Indonesia adalah, Hambatan dihapus, dan semua rasa sakit
dihilangkan; pikiran saya melekat pada kaki Guru. Maknanya bahwa dengan mendekatkan diri kepada Tuhan selalu, maka seseorang itu akan cinta kepada Tuhan,
tidak mengutamakan kepentingan duniawi yaitu menghapus hambatan-hambatan yang menyebabkan terganggunya hubungan manusia dengan Tuhan. Demikian pula
tidak ada alas an apapun dalam melakukan pendekatan dengan Tuhan, termasuk rasa sakit pun hilang dengan sendirinya. Cara pendekatan diri kepada Tuhan ini adalah
melalui perantaraan Guru, yang disimbolkan dengan pikiran umat Sikh melekat pada kaki Guru. Di sini terlihat bahwa Guru memainkan peran penting dalam hubungan
manusia dengan Tuhan. Guru adalah sebagai unsur perantara umat dengan Tuhan. Artinya Guru memegang peran penting dalam mengarahkan jalan menuju Tuhan.
Berikutnya baris kedelapan, selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Gone Gawte Acote Abe nasi Ane deno Her Range Jaga. Artinya dalam bahasa Indonesia
Bernyanyi serta memuji keagungan Tuhan yang tenang dan kekal, satu tetap terjaga untuk mencintai Tuhan, siang dan malam. Bahwa setiap umat Sikh dengan panduan
Universitas Sumatera Utara
65 Guru Bhai mengingat Tuhan dengan teknik bernyanyi dalam konteks memuji
Tuhan. Dalam keadaan ini, teks Kirtan perlu diberi sentuhan estetika berupa unsur melodi dan ritme yang didasari pada kebudayaan di mana ia hidup, dalam hal ini
sistem raga dan tala India. Tuhan itu adalah kekal dan abadi, dengan memujinya akan memebrikan ketenangan di dalam jiwa. Setiap umat Sikh perlu terus menerus
mengingat Tuhan, baik di kala siang maupun malam. Seterusnya baris kesembilan adalah sebagai berikut. Mou Iceh Sehi Vele Pae
Har Ke Ketah Suheli. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Dia memperoleh buah dari keinginan batinnya, mendengarkan khotbah penghiburan Tuhan. Maknanya
seorang penganut Sikh jika telah daoat menghayati dan memahami sifat Tuhan, senantiasa memuji Tuhan melalui bimbingan Guru, maka ia akan memperoleh buah
kedamaian di dalam batinnya. Kemudian juga selalu mendengarkan khotbah keagamaan dan mendapatkan penghiburan dari Tuhan, yang menyelamatkannya di
dalam kehidupan ini. Baris yang kesepuluh selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Adeh Ant Nide
Nanek Koh So Prbe Howa Beli. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Di awal, tengah, dan akhir, Tuhan adalah teman terbaik Nanak. Maknanya secara religius
adalah bahwa Nanak itu adalah utusan dan teman Tuhan di dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Nanak adalah pendiri agama Sikh, dan guru yang
pertama agama Sikh. kalimat ini menegaskan bahwa sejak awal, kini, dan nanti Nanak adalah utusan terbaik Tuhan di dunia ini dalam menyampaikan ajaran-ajaran
Tuhan Waheguru. Demikian kira-kira tafsiran semiosis terhadap sepuluh teks Kirtan yang disajikan dalam iabadah mingguan umat Sikh pada lokus penelitian di
Polonia Medan, Sumatera Utara, Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
66
BAB V LATAR BELAKANG BUDAYA MUSIK,
TRANSKRIPSI, DAN ANALISIS MELODI
KIRTAN
5.1 Kebudayaan Musik India
Menurut Malm 1977 music seni India biasanya selalu dikatakan dimulai dengan himne yang dilatarbelakangi oleh tradisi Veda, yaitu berupa teks suci
masyarakat Arya, dan materi-materi lainnya yang dapat ditambahkan dan berkembang selama beberapa abad. Rig Veda adalah bentuk tradisi Veda yang paling
awal dan tetap dipertahankan hingga kini. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sementara itu Sama Veda terdiri dari teks-
teks pilihan dari sumber yang sama dengan yang dipergunakan pada upacara keagamaan. Di sisi lain Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda,
diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera. Tradisi Veda dianggap hanya untuk budaya kasta yang lebih tinggi, dan disebabkan alam
kegamaannya, yang memiliki tulisan-tulisan singkat yang begitu kuat mengkoreksi pertunjukan.
Secara metafisis, getaran fisik yang menghasilkanb suara musikal yang disebut nada, tidak akan terselasaikan dengan cara menghubungkannya dengan dunia
spiritual. Hukum-hukum nyanyian Rig Veda dilekatkan kepada nyanyian silabik dengan memperhatikan aksentuasi pada kata-kata.
Universitas Sumatera Utara
67 Walaupun seluruh tradisi Veda agak jarang dipertunjukan pada masyarakat
India pada masa sekarang ini, berbagai istilah dan beberapa padangan musikalnya digunakan untuk pertunjukan religius dan epos syair kepahlawanan sekuler, yang
diperuntukkan kepada kasta-kasta yang lebih rendah di India. Natya Sastra dianggaap sebagai cerita jenis sage yang dikarang oleh Bharata sekitar abad kelima Masehi. Ia
mengatakan bahwa ada sejenis karya yang menghasilkan bentuk-bentuk teater dalam tradisi ini, yang disebut dengan Veda. Buku-buku ini paling banyak dijumpai pada
abad kelima, meskipun di beberapa tempat ditemui pada awal abad kedua Seb. M. Sisa-sisa dari tradisi ini memperlihatkan adanya hubungan antara musik India Lama
dan musik klasik sampai sekarang ini, musik dan tariannya dikatakan mempunyai berbagai variasi unsur dramatis. Berbagai sumber teori penting lainnya untuk musik
India adalah karya Matanga, yang bertajuk Brhaddesi pada abad kesepuluh. Juga karya Sangaradewa, yang bertajuk Sangita Ratnakara, pada abad ketiga belas, ditulis
sejak datangnya ide-ide musik dari Timur Tengah yang dibawa oleh pemerintahan Moghul. Ahli-ahli teori musik India dari abad keenambelas sampai abad kedua puluh
secara kontinu mencoba mensintesis kedua budaya ini dan kemudian menstandardisasinya Malm dalam terjemahan Takari 1993:153-154.
Kalau kita berbicara musik India maka yang paling menonjol adalah ide dan terapan dimensi waktu yang disebut tala, juga dimensi ruang yang disebut dengan
raga. Baik praktik musik lama dan modern, secara umum menghasilkan tujuh svara, pada sebuah oktaf saptaka. Ketujuh svara tersebut mempunyai nama-nama khusus,
tetapi hanya silabis pertamanya dari tiap-tiap namanya yang umum dipergunakan untuk menuliskan nada-nada ini. Silabis sa, ri, ga, ma, pa, dha, ni, seperti do, re, mi
pada musik Barat, datang dari sebuah istilah dasar untuk mendiskusikan atau menyanyikan musik India.
Universitas Sumatera Utara
68 Pada teori lama, tujuh svara dimainkian bersama-sama dengan sebuah
grama, sebuah tangga nada. Tiga tangga nada induk sadjagrama, madhyamagrama, dan gandharagrama dikatakan sebagai dasar tangga nada “induk,” pada musik
India, tetapi pada masa Natya sastra hanya dau tangga nada pertama yang disebutkan. dalam konsep musik India, maka terdapat beberapa istilah sebagai
berikut: a nada yaitu getaran suara, b sruti yaitu interval-interval mikroton dengan berbagai ukuran, c svara yaitu interval-interval musik nyata yang dibentuk
dari kombinasi-kombinasi sruti, d grama yaitu perbendaharaan tonal dasar, yang dibentuk dari tujuh svara terdiri dari sa, ga, dan ma grama, e murchana yaitu
tangga nada yang dibentuk dari dua buah tangga nada induk; f jati yaitu modus- modus dasar, klasifikasi akhir dari sebuah modus oelh nomor-nomor nadanya, g
raga adalah bentuk melodi dari tangga nada, didasari oleh berbagai jati, h melakarta dan that yaitu kelompok-kelompok nada yang berhubungan dengan raga.
Istilah raga rag di India Utara atau ragam dalam bahasa Tamil dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pengukur scalar melodi, yang mencakup baik
itu tangga nada dasar atau struktur melodi dasar. Istilah ini diambil dari akar kata bahasa Sanskerta, ranj, yang berarti mewarnai dengan emosi. Selanjutnya istilah itu
mempengaruhi keadaan dalam mewujudkan nada-nada yang sebenarnya. Karena itu, aspek-aspek ekstramusikal menjadi penting untuk beberapa ahli musik dalam
mempertunjukan raga. Selanjutnya dimensi waktu dalam musik India disebut dengan tala.
Biasanya berkait erat dengan siklus birama. Hal ini dapat dikatakan siklus sebab karakteristik dasarnya adalahh terus menerus memunculkan garapan waktu. Tempo
atau laya musik India dapat dibentuk dari yang sangat cepat druta, sampai yang sedang madhya, dan yang lambat vilambita. Pada sistem tala ini, kelompok-
Universitas Sumatera Utara
69 kelompok ritmik disebut dengan anga yang dapat dikategorikan kepada tiga tipe.
Yang pertama adalah anudruta, yang biasanya hanya terdiri dari satu ketukan. Kedua druta yang terdiri dari dua ketukan. Yang ketiga adalah laghu, yang terdiri dari salah
satu ketukan ini yaitu 3, 4, 5, 7, atau 9 ketukan. Dalam konteks Kirtan maka ketukan dasarnya adalah empat.
Dimensi ruang yang disebut raga dan dimensi waktu yang disebut tala atau taal itu, menjadi dasar dalam penggarapan melodi dan ritme Kirtan yang disajikan
oleh pembawa Kirtan, pemain harmonium, dan tabla. walaupun ketika penulis tanya apakah mereka menerapkan dan memahami tala dan raga mereka dengan jelas
menyebutkan tidak begitu paham, mereka hanya sesuai dengan perasaan saja dalam menyajikannya. Namun demikian, ketika mereka ditanya apakah rasa musikal
tersebut berakar dari tradisi musik klasik India, mereka membenarkannya. Inilah fenomena yang terjadi dalam pertunjukan Kirtan di Kota Medan.
5.2 Teknik Transkripsi
Untuk menganalisis melodi Kirtan, penulis akan menggunakan teknik transkripsi notasi deskriptif. Lagu yang akan dianalisa diambil dari kitab Amrit
Kirtan hal 363 yang ditulis oleh Guru Nanak. Penulis terlebih dahulu merekam video Kirtan tersebut dengan menggunakan
Camera Sony T Vario dan merekam suaranya dengan menggunakan MP4 Advance. Setelah itu penulis meminta Pendeta tersebut untuk menuliskan teks Kirtan-nya
beserta dengan artinya dalam bahasa Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
70
5.2.1 Simbol dalam Notasi