KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR TEKSTUAL DAN MELODI

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OL NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM: 070707016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012

KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR MELODI DAN TEKSTUAL SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OL NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM : 070707016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhamad Takari, M.Hum, Ph.D. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. NIP. 196512211991031001

NIP.195703131991031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya< Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal : Hari

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP

Panitia Ujian:

Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. 3.Drs. Bebas Sembiring, M.Si.

4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si.

5. Drs. Kumalo tarigan, M.A.

DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

NIP 196512211991031001

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan menganalisis Kirtan yang disajikan dalam ibadah mingguan masyarakat Sikh, di rumah ibadah Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan, dalam dua fokus utama yaitu tekstual dan melodi. Perlu diketahui bahwa Kirtan merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan- keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Agama Sikh berdiri di penghujung abad ke-15 dan awal abad ke-16. Kata Sikh sendiri berarti “murid” atau “pengikut.”

Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya penulis melakukan pengamatan terlibat, peneliti sebagai partisipant observer, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online dalam jejaring dunia maya), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan penafsiran-penafsiran berdasarkan kaidah ilmiah yang disebut dengan pendekatan etnik oleh penulis.

Dari metode dan teknik tersebut di atas didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. (a) Teks Kirtan merupakan teks yang diambil dari kitab suci agama Sikh yang diberi nama Guru Granth Sahib. Isinya secara umum adalah puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Waheguru. (b) Struktur melodinya secara umum adalah strofik yaitu melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang terus menerus berbeda, karena itu dapat diklasifikasikan sebagai musik logogenik. Tangga nada yang digunakan adalah berasal dari sistem raga India, khususnya menggunakan interval-interval mikrotonal. Ritmenya berdasar kepada sistem tala yang menggunakan meter 4 yang disebut dengan laghu. Dengan demikian, struktur melodi berakar dari tradisi musik India, khususnya Hindustani (India Utara).

ABSTRACT

Thoroughout this thesis, I will be analyzed Kirtan which is performing in Sikh socio-religious sosciety weekly praying in Gurdwara Tegh Bahadar Temple, Polonia Medan temple, especially in two main focuses, textual and melody. For the reader knowing, that Kirtan is a terminology in Sanskrit language which mean activity to praying the One God. This activity is fill by the religious chanting text which its thema about the Great of God and the Holy Name in Sikh religious systems. Kirtan or sankirtan mean praying in the group, which aim to the goal of the holy and peace heart. The Sikh relligion

began in the end of 15 th century or the first decade of 16 century. The word Sikh in the gramatical means as “student” or “followers.”

th

The scientific approaches, I use qualitative research method. In the work process the writer use partisipant observation as a partisipant observer, interview, literature study (and online literature in the internet), recording of activities, transcription, and laboratory analysis. This research focused in the informants view in the context of emic study, but I use the explain basic on scientific procedures which called etic approach.

Basic on these methods and technics, the writes discovere from this research as follows. (a) The Kirtan texts is come from Sikh Holy Book called Guru Granth Sahib. The thema of this texts are praying to The One God, called Waheguru. (b) The melodic structure, generally can be classified as strophic, which use same or near form melody and differetnt texts, we will be catogorized it as logogenic music. The Kirtan melodic basic on raga system in India music culture, specifically use the microtonal intervals. The rhythm of Kirtan melody, basic on time dimensions tala system in India music, use meter 4 which called laghu. In generally, Kirtan melody can be speak rooted from India music tradition, especially Hindustani (North India) music.

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan anugrah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup penulis, memberikan kebaikan-kebaikan lebih dari penulis bayangkan dan minta. Bahkan dalam penyelesaian skripsi ini kekuatan dan pengertian yang baru penulis selelu peroleh dari-Nya.

Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual dan Melodi.” Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, ayahanda Pdt. Antoni Silaban, M.Th. dan ibunda Ruslan Samosir. Terima kasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terima kasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi- motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada abang terkasih Eben Ezer Silaban, S.Sn/ dan juga kepada adik-adik Jepri Silaban, Philip Silaban, dan Joice Sania Silaban yang terkasih. Terimakasih buat doa, dukungan, dan semangat yang telah kalian berikan kepada saya.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Begitu juga segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah Bapak berikan kepada saya selama berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kepada yang terhomat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan Bapak.

Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lencarnya administrasi kuliah saya selama ini, serta ilmu yang diberikan. Begitu pula untuk Ibu Adry Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan pendekatannya.

Terima kasih juga ditujukan kepada yang terhormat seluruh seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemahaman-pemahaman baru dan wawasan kepada penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D., Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum..

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti Bapak/Ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa Bapak/Ibu sekalian.

Kepada semua informan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini; Ibu Raj Bir, Maninder Singh, dan Balwant Singh dan informan-informan lain yang tidak bisa saya sebutkan. Sungguh pengalaman yang berharga bisa berkenalan dengan kaum Sikh yang sangat ramah. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian.

Kepada abang rohani dan sekaligus juga pemurid saya Daniel Limbong, S.Sn. yang yang senantiasa memotivasi, mendoakan, dan membantu saya bahkan dalam segala kesibukannya sekalipun. Kepada teman-teman KTB IMPERATIF Jepri Supomo Purba, S.E. dan Jansudin Saragih, S.S., walaupun kalian jauh dan sibuk dalam pekerjaan tapi tetap bisa memberikan waktu untuk mendoakan dan memotivasi saya. Serta kepada murid dan adik-adik rohani saya Daniel Zai, Denata Rajagukguk, dan Bincar Pasaribu terima kasih buat doa dan dukungan kalian.

Kepada semua Abang/kakak, adik-adik dan saudara/i saya di IMPERATIF (Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif) yang telah mengajari saya tentang proses hidup, segala suka dan duka bersama dengan kalian semakin mengasah karakter saya untuk menjadi pribadi yang benar dan dewasa, ucapan terima kasih mungkin tidak akan cukup untuk menggantikan semua itu. Semoga kita tetap setia kepada Tuhan Yesus dan tetap menjaga nilai-nilai kita yang sudah kita pelajari selama ini dimanapun kita berada.

Kepada rekan saya ketika penelitian yaitu Andro Mahardika, S.Sn. dan Marini Pratiwi Sinaga, S.Sn. terimakasih atas kerjasama yang telah kita bangun. Kepada saudara- saudari saya Etno 2007: Adi Suranta Ginting, Arah, Batoan Sihotang, Beripana Sitepu,

Bonggud Tyson Sidabutar, Chrismes Manik, Dussel, Evendy Waruwu, Freddy Purba, Fuad Tahan Simarmata, Jakup Sinulingga, Jaya Surbakti, Jeremia Barus, Kiki Alpinsyah, Risky Syahreza, Salmon Sembiring, Tumpal Saragih, terimakasih buat tahun-tahun yang telah kita miliki di Etnomusikologi. Saya sangat bangga bisa menjadi bagian orang-orang hebat seperti kalian. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bisa menjadi bagian hidup kalian. Hal tersebut merupakan kenangan yang tidak bisa saya lupakan. Saya percaya kita semua akan menjadi orang-orang yang hebat. Semoga kita tetap bersahabat dan menjadi orang-orang yang berhasil di masa mendatang. Juga kepada senior dan junior di Etnomusikologi terutama stambuk 2004-2012 terimakasih buat hari-hari saya di perkuliahan yang begitu bersemangat karena kalian semua.

Terima kasih juga kepada teman-teman band saya, Old fellas dan The One Purpose; Paul Oktavianus Manik, Alfred William, Richard, Risa Hutapea dan bang Sophian. Saya sangat bangga dan terhormat bisa bermain musik bersama-sama dengan kalian, semoga cita-cita kita kedepan dapat terwujud. Kepada seluruh teman-teman saya di GSJA Sukacita Polonia dan keluarga yang selalu mendoakan saya, saya mengucapkan terimakasih buat seluruh doa dan dukungannya.

Medan, Desember 2012 Penulis,

Nehemia Herwinka Silaban

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI v ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR

vii

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR ISTILAH

xii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Pokok Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.4 Konsep dan Teori

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Studi Kepustakaan

1.5.2 Penelitian Lapangan

1.5.2.3 Perekaman atau Dokumentasi

1.5.3 Kerja Laboratorium

1.6 Lokasi Penelitian

BAB II: MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

2.1.1 Letak Geografis Kota Medan

2.1.3 Luas Wilayah

2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan

2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh

2.2.2 Sistem Kekerabatan

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian

2.3 Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar

2.3.1 Definisi Sikh

2.3.2 Pokok Ajaran Sikh

2.3.3 Ciri-ciri penampilan Pengikut Agama Sikh

2.3.4 Hari-hari Besar Sikh

2.4 Gurdwara Tegh Bahadar

2.4.1 Riwayat Singkat Gurdwara Tegh Bahadar

2.4.2 Komponen dan Denah Bangunan Gurdwra Tegh Bahadar

40

BAB III: DESKRIPSI KIRTAN PADA IBADAH MINGGU SIKH

49

3.1 Pengertian Kirtan

51

3.2 Komponen Ibadah

51

3.2.1 Tempat Ibadah

51

3.2.2 Waktu Ibadah

52

3.2.3 Benda dan Peralatan Ibadah

52

3.2.4 Pemimpin dan Peserta Ibadah

54

3.3 Jenis Musisi dalam Sikh

3.4 Tujuan Mengadakan Ibadah

57

BAB IV: ANALISIS TEKSTUAL

4.3 Analisis Semiotik Tekstual Kirtan

BAB V: LATAR BELAKANG BUDAYA MUSIK,TRANSKRIPSI, DAN ANALISIS

66

66

5.1 Kebudayaan Musik India

69

5.2 Teknik dan Simbol Transkripsi

5.3 Analisis Melodi

72

5.3.1 Tangga Nada (Scale)

73

5.3.2 Nada Dasar (Pitch Center)

74

5.3.3 Wilayah Nada (Range)

74

5.3.4 Jumlah Nada (Frequency of note)

75

5.3.5 Jumlah Interval

76

5.3.6 Pola Kadensa (Cadence Partterns)

76

5.3.6.1 Pola yang Terdapat di Akhir Melodi

76

5.3.6.2 Pola yang Terdapat di Pertengahan Melodi

76

5.4 Formula Melodi (Melody Formula)

77

5.4.1 Analisis Bentuk, Farsa, dan Motif Pada Kirtan

5.5 Analisis Siklus Ayat-ayatAmrit Kirtan Halaman 363

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN 84

DAFTAR PUSTAKA

87 DAFTAR INFORMAN

89

DAFTAR ISTILAH

Amrit Kirtan: Kitab yang berisi lagu-lagu Kirtan yang liriknya diambil

dari kitab Guru Granth Sahib.

Analisis: Penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Ardas: Doa. Asadivaar: nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib, lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut Bhai: Sebutan untuk pemimpin agama Sikh. Chanani: Kanopi yang menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji. Chanting: Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal. Chaur sahib: Bendera Sikh. Gurdwara: Tempat beribadah agama Sikh.

Gurmukhi:

Aksara Sikh.

Golak: sistem manajemen keuangan di setiap gurdwara Gurbani:

Firman Tuhan.

Hymne :

Nyanyian pujian.

Ilmiah:

Memenuhi syarat ilmu pengetahuan.

Identifikasi:

Tanda pengenalan diri.

Kirtan: Pembacaan Kitab Suci Sikh secara musikal. Kaur: Nama belakang yang dipakai untuk perempuan Sikh.

Khalsa :

Peraturan pada agama Sikh.

Katha: Membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dan menjelaskan. Kesh:

Rambut panjang yang tidak dipangkas. Kangha:

Sisir.

Kara:

Gelang besi

Kachha :

Celana panjang dalam

Kirpan :

Pedang atau pisau kecil.

Kirt temai : Memperoleh penghasilan dengan bekerja keras, kreatif, produktif dan jujur.

Langar: Dapur bebas yang terletak di setiap gurdwara. Logogenic:

Nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada melodi.

Majemuk: Terdiri dari beberapa bagian atau beragam. Musikal:

Bersifat musik.

Manji sahib: Tempat tidur kecil untuk meletakkan Sri Guru Granth Sahib Ji.

Naam Japna: Mengingat nama Tuhan dengan beribadah. Nam:

Nama Tuhan.

Nishan sahib : Serat buatan manusia yang ditempelkan dalam logam yang ditempatkan di pegangan kayu.

Patrilineal: Garis keturunan ditentukan oleh seorang laki-laki. Palki sahib:

Tempat Sri Guru Granth Sahib Ji.

Pribumi :

Penghuni asli.

Religi: Suatu kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia.

Referensi:

Sumber acuan.

Rumala : Kain untuk menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji. Sangat:

Lembaga suci.

Sabad: : Himne religius yang terdapat dalam Sri Guru Granth Sahib Ji.

Sat:

Kebenaran abadi. SingH: Nama belakang yang dipakai untuk laki-laki Sikh.

Stropic: Nyanyian atau melodi yang diulang dengan teks yang berbeda.

Sikh: Agama yang berasal dari daerah Punjab oleh Guru

Nanak pada abad ke-16.

Suku bangsa: Golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan

identitas akan kesatuan budaya.

Sri Guru Granth

Sahib Ji: Kitab suci agama Sikh

Tekstual:

Yang berhubungan dengan teks. Vaisakhi: Hari jadi agama Sikh. Waheguru: Sebutan Tuhan dalam agama Sikh. Wand Chekna: Membagikan makanan atau makan bersama-sama

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki budaya, yang digunakan sebagai respon dalam menjawab tantangan alam. Kebudayaan ini mencakup semua unsurnya seperti bahasa, organisasi sosial dan politik, teknologi, pendidikan, ekonomi, kesenian, dan agama atau sistem religi. Kesemua unsur ini diwujudkan dalam bentuk gagasan atau ide, aktivitas atau kegiatan, dan juga benda-benda atau artefak.

Dalam sistem religi misalnya, sebelum datangnya agama-agama besar dunia di Sumatera Utara, masyarakat di kawasan ini mempercayai adanya makhluk- makhluk gaib yang menghuni tempat-tempat tertentu. Mereka juga mempercayai roh-roh nenek moyang yang dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu mereka selalu memuja roh-roh nenek moyangnya. Sistem kepercayaan dinamisme dan animisme seperti itu masih dapat dilacak sisa-sisanya pada berbagai sistem religi yang dianut masyarakat natif Sumatera Utara, misalnya dalam Pemena, Parmalim, atau juga Perbegu.

Setelah datangnya agama-agama besar dunia seperti Hindu, Budha, Islam, dan Kristen, maka sebahagian besar etnik di Sumatera Utara menganut agama ini, terutama Islam dan Kristen (Protestan dan Katolik). Namun berbagai unsur agama Hindu juga masih bisa dilacak dalam kebudayaan etnik di Sumatera Utara ini. Berbagai konsep dan terapan agama Hindu ini wujud dalam sistem religi Pemena. Begitu juga adanya hubungan budaya Hindu dengan masyarakat di Sumatera Utara dapat dilacak melalui keturunan seperti marga Sembiring Brahmana, Colia, juga Setelah datangnya agama-agama besar dunia seperti Hindu, Budha, Islam, dan Kristen, maka sebahagian besar etnik di Sumatera Utara menganut agama ini, terutama Islam dan Kristen (Protestan dan Katolik). Namun berbagai unsur agama Hindu juga masih bisa dilacak dalam kebudayaan etnik di Sumatera Utara ini. Berbagai konsep dan terapan agama Hindu ini wujud dalam sistem religi Pemena. Begitu juga adanya hubungan budaya Hindu dengan masyarakat di Sumatera Utara dapat dilacak melalui keturunan seperti marga Sembiring Brahmana, Colia, juga

Namun demikian, Sumatera Utara sebagai daerah tujuan migrasi berbagai etnik Nusantara dan Dunia, mengalami berbagai polarisasi keagamaan. Masyarakat natifnya menganut agama Islam dan Kristen, dengan berbagai kontinuitasnya yang diperoleh dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Selain itu ada pula kelompok- kelompok etnik pendatang yang membawa budaya dan agamanya di kawasan ini. Misalnya orang Bali membawa agama Hindu Dharma Bali, orang-orang dari Indonesia Timur mmembawa agama Kristen Protestan yang terintegrasi dalam Gereje Protestan Indonesia Bahagian Barat (GPIB), orang-orang Tionghoa yang membawa agama Budha (berkarakter budaya China) juga Taoisme, Konfusianisme, dan lainnya. Demikian pula masyarakat yang berasal dari India seperti suku Tamil, Hindustani, dan lainnya membawa agama Hindu, Islam, dan Sikh, yang tentu saja berkkarakter budaya India. Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan, dengan fokus perhatian pada kajian struktur melodis dan tekstual.

Sikh merupakan agama yang berasal dari Punjab India yang didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji 1 (1469-1539) pada akhir abad 15 dan awal abad 16. Tujuan ia

mendirikan agama baru ini adalah menjadikan semua agama yang diterima oleh semua orang India (agar tidak terjadi konflik antara Islam dan Hindu), dengan demikian ia menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Hindu dan Islam, yaitu memakai

1 Guru Nanak Dev Ji adalah Guru pertama dan juga salah satu pendiri agama Sikh. Beliau hidup di masa pertengahan abad kelima belas sampai tiga dasawarsa awal abad keenambelas. Beliau

dianggp orang suci, yang membawa perintah-perintah Tuhan Yang maha Esa untuk keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat nantinya.

ritual keagamaan terutama dari agama Hindu dan memiliki konsep monoteisme (bertuhan satu saja) seperti agama Islam.

Sikh berkembang dengan pesat dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan Indonesia. Masuk melalui pedagang-pedagang India asal Punjabi pada awal abad 19. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Di Indonesia, agama Sikh berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Tengku Luckman Sinar (1991) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Suku bangsa Punjabi yang ada di Sumatera Utara ini juga membawa serta kebudayaannya antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat 1980:203-204).

Ada tiga bagian dalam setiap ibadah Sikh, yaitu : (1) Asadivaar, (2) Kirtan, dan (3) Ardas. Asadivaar, adalah nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24

bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib, 2 lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik

yang membawakan Asadivaar tersebut. Kirtan adalah bagian kedua pada ibadah Sikh, Kirtan lebih bersifat kontekstual, artinya lirik dan melodi tergantung pada upacara/ibadah apa yang sedang berlangsung di Gurdwara. Apabila upacara kematian maka lirik dan melodi

Guru Granth Sahib adalah nama kitab suci agama Sikh, isinya berasal dari ajaran-ajaran 10 guru pendiri agama tersebut yang terdiri dari 1430 halaman. Agak berbeda dengan agama-agama lain seperti Kristen yang kitab sucinya adalah Injil (Bibel), Islam kitab sucinya Al-Qur’an, Yahudi kitab sucinya Taurat, maka umat Sikh memandang kitabnya adalah rangkaian yang terintegrasi dengan para sepuluh gurunya. Bahkan Kitab Guru Granth Sahib ini merupakan “guru yang kesebelas.” Guru Granth Sahib adalah nama kitab suci agama Sikh, isinya berasal dari ajaran-ajaran 10 guru pendiri agama tersebut yang terdiri dari 1430 halaman. Agak berbeda dengan agama-agama lain seperti Kristen yang kitab sucinya adalah Injil (Bibel), Islam kitab sucinya Al-Qur’an, Yahudi kitab sucinya Taurat, maka umat Sikh memandang kitabnya adalah rangkaian yang terintegrasi dengan para sepuluh gurunya. Bahkan Kitab Guru Granth Sahib ini merupakan “guru yang kesebelas.”

Kemudian Ardas adalah bagian terakhir pada setiap ibadah umat Sikh. Ardas adalah pembacaan ayat tanpa menggunakan alat musik oleh Bhai. 3 Gaya

membacanya dapat dideskripsikan sebagai teknik chanting yaitu penyajian teks-teks keagamaan yang dibawakan secara melodis.

Menurut penjelasan para informan, setiap harinya penganut agama Sikh di India melakukan ketiga bagian ibadah ini di Gurdwara. Di Indonesia agak berbeda, yaitu dipusatkan pada hari minggu di setiap Gurdwara, karena hari tersebut adalah hari libur nasional.

Ardas, Kirtan, dan Asadivaar merupakan cara masyarakat Sikh untuk dekat kepada Waheguru. 4 Asadivaar dan Kirtan adalah nyanyian yang diiringi oleh melodi

musik harmonium, ritme tabla, dan terkadang juga dengan iringan simbal kecil sebagai pembawa tempo. Sedangkan Ardas merupakan doa penutup yang berisi permohonan maaf sekiranya saat ibadah mereka melakukan kesalahan dan harapan mereka terhadap Waheguru.

Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji tentang Kirtan pada Ibadah mingguan Sikh. Kirtan merupakan salah satu ritual penting dalam kehidupan

keagamaan Sikh yang diturunkan oleh kesepuluh Guru 5 pendiri agama ini. Kirtan

Istilah ini merujuk kepada pengertian yaitu pendeta pada agama Sikh. Tgas pokoknya adalah menyampaikan ajaran-ajaran guru Sikh kepada umatnya. Juga mempimpin ibadah-ibadah agama Sikh baik di Gurdwara atau tempat-tempat lainnya.

4 Waheguru adalah nama Tuhan penganut agama Sikh. Penyebutan nama-nama Tuhan ini, dalam konteks agama-agama di dunia juga muncul berbagai sebutan. Dalam agama Islam, Tuhan

mereka disebut dengan Allah. kemudian pada umat Yahudi, Tuhan ini disebut dengan Yahweh. Dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Kuasa disebut dengan Sang Hyang Widhi (dalam agama Hindu Dharma Bali ditambahi dengan Sang Hyang Widhi Wase). Dalam religi Parrmalim di Sumatera Utara, Tuhan disebut dengan Debata Mula Jadi na Bolon.

5 Dalam konteks sejarah dan kepercayaan agama Sikh ini ada sepuluh guru dalam ajaran Sikh, yaitu: (1) Sri Guru Nanak Dev Ji, (2) Sri Guru Anggad Dev Ji, (3) Sri Guru Amardas Ji, (4) Sri

Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji, Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji,

dianjurkan di dalam Kitab Veda 6 untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Dalam Kirtan mereka menyanyikan Gurbani 7 yang berasal dari kitab Guru Granth Sahib 8 dan buku Amrit Kirtan . Gurbani merupakan peninggalan dari

kesepuluh Guru Sikh pendahulu mereka. Bhai menyanyikan Kirtan sambil memainkan harmonium, dan diiringi dengan pemain tabla oleh Bhai yang lain sambil menyanyikan Kirtan. Setiap orang dapat melakukan Kirtan, tidak ada batasan dan aturan tertentu dalam melakukannya. Saat Bhai melakukan Kirtan, para jemaah dapat juga menyanyikannya bersama-sama.

Gurdwara 9 (tempat ibadah Sikh) merupakan pusat peribadatan kaum Sikh, setiap minggunya selalu ada ibadah yang dilakukan disini. Dimulai dari kegiatan

Asadivar, Kirtan dan Ardas, setiap kaum Sikh datang untuk melakukan kegiatan ini,

(8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji.

6 Kitab suci agama Hindu disebut Veda atau dalam sebutan bahasa Indonesia Weda. Kitab initerdiri dari: Rig Veda, Yajur Veda, Atharva Veda, dan Sama Veda. Menurut Malm (1977) Rig Veda

adalah teks suci keagaamn Hindu dalam bentuk yang paling awal dan tetap dipertahankan. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sama Veda terdiri dari teks-teks pilihan dari sumber yang yang dipergunakan pada upacara keagamaan Hindu. Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda, diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera. Rig Veda dan Sama Veda di India dapat dianalogikan dengan lagu-lagu tradisi keagamaan di barat pada Gereja Katolik dan Kristen Ortodoks, meskipun kedua bentuk ini nyatanya dipertunjukkan dan diketahui oleh hanya sekelompok orang tertentu saja. Teks-teks dan teori awalnya dianggap sebagai dasar dari beberapa gaya yang lebih akhir. 7

Gurbani adalah tulisan suci kaum Sikh, Gurbani dapat diartikan juga sebagai kata-kata Tuhan. Gurbani ini dipandang sebagai wahyu dan perkataan Tuhan yang dijelmakan dalam bentuk tulisan, yang diajarkan dari satu generasi ke generasi umat Sikh berikutnya.

8 Amrit Kirtan adalah buku yang berisikan lirik-lirik Kirtan yang diambil dari kitab induknya yaitu Guru Granth Sahib.

9 Gurdwara adalah tempat beribadah kaum Sikh, wara artinya gerbang, Gurdwara atinya gerbang menuju Guru. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan tiang bendera yang tinggi yang

diujungnya berkibar bendera Nishan Sahib (bendera kaum Sikh).

walaupun tidak semua hal dipertahankan seperti aslinya, misalnya kegiatan Asadivar yang seharusnya dilakukan pada pagi-pagi subuh sebelum matahari terbit tetapi pada Gurdwara Polonia dilakukan pada pukul 09.00 WIB untuk menunggu kedatangan

umat terlebih dahulu. 10 Berdasarkan wawancara dengan Maninder Singh dan Balwant Singh (Bhai

sementara di Gurdwara Tegh Bahadar), setiap orang dapat melakukan Kirtan, mereka dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja, walaupun ternyata setelah wawancara lebih lanjut Kirtan itu dinyanyikan berdasarkan waktu-waktu tertentu. Kirtan adalah cara dimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, dalam Kirtan kita memuji Tuhan, memuliakan keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah. Ini disebut strofik. Atau dengan kata lain, Kirtan lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic (logogenik). 11

Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi, didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong orang melakukan tindakan- tindakan yang bersifat religi (Koentjaraningrat 1990: 376-378). Emosi keagamaan

10 Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara yang penulis lakukan dengan para informan dan jemaah di Gurdwara Tegh Bahadar.

11 Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan

secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Ada kalanya bersifat rahasia seperti pada mantra. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan pada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyian lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa dijejaki melalui pemikiran mereka (lihat Malm, 1977).

yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak pada Kirtan yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritme, dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar di Kelurahan Polonia Medan.

Dari kenyataan religius, sosial, dan budaya seperti tergambar di atas, maka pembacaan Kirtan dalam ibadah mingguan umat Sikh di Medan amatlah menarik untuk dikaji menurut etnomusikologi, sebagai ilmu dasar penulis selama kuliah di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bahwa pembacaan Kirtan mengandung unsur-unsur musik baik dimensi ruang maupun waktu. Lebih menarik lagi secara sainntifik Kirtan ini memiliki dimensi religius, sejarah, sosial, dan budaya.

Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terang- terangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964).

Disiplin etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi (stimulus) baik terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya pada

kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan masalah- masalah simbolisme (perlambangan) di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang perilaku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial.

Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu- ilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni, musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu- ilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni, musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan

Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3- 4).

Berdasarkan kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan

penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi- fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Dengan demikian meneliti musik religi umat Sikh berarti pula ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar yang akan difokuskan pada nyanyian Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Studi Deskriptif Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur Melodi dan Tekstual.

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai beriku:

1. Bagaimana proses jalannya kegiatan pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh dan komponen-komponen pendukungnyadi Gurdwara Tegh Bahadar Kecamatan Medan Polonia? Pokok masalah ini akan dijawab dengan deskripsi persiapan ibadah, jalannya ibadah, dan sesudah ibadah. deskripsi yang penulis lakukan berasal dari pengamatan lapangan yang dilakukan berulang kali, untuk dapat menyiasati pola-pola yang digunakan dan kemungkinan penambahan dan pengurangannya.

2. Bagaimana struktur melodi dan tekstual Kirtan yang disajikan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan? Untuk menjawab struktur melodi Kirtan penulis akan mentranskripsi dan menganalisisnya berdasarkan delapan unsur melodi yaitu: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, jumlah nada, interval, formula melodi, pola-pola kadensa, dan kontur. Sementara pokok masalah tentang struktur tekstual Kirtan akan dijawab dengan analisis strutur teks yang menjadi bahagian dari Kitab Suci Guru Granth Sahib, garapan kalimat, frase, suku kata, dan tentu saja makna teks dalam konteks pemikiran dan penafsiran umat Sikh, terutama yang dijelaskan oleh para informan kunci.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh hasil deskripsi jalannya kegiatan Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.

2. Memperoleh hasil analisis melodis dan tekstual Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdawara Tegh Bahadar Polonia Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang jalannya kegiatan Kirtan pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian terhadap ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.

4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Dapat memberikan gambaran bagaimana ibadah dalam agama Sikh yang menyebar keluar wilayahnya dan memasuki wilayah baru, yaitu dari Punjab India ke Medan Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995:37), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Ibadah rutin mingguan Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Kirtan yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan

bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8). 12 Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung

unsur musik. Kirtan pada Ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian. Di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

12 Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh Muhammad

Takari, Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993.

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995:1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah sebagai berikut.

people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

Artinya secara harfiah, orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang- orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: s k , berasal dari bahasa Sansekerta yaitu i ha