50
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan nilai: 1. Volume backscattering strength SV dasar perairan untuk substrat pasir
berkisar antara -10,62 dB sampai -18,51 dB dan substrat pasir berlumpur berkisar antara -16,58 dB sampai -25,42 dB, sedangkan nilai bottom
surface backscattering strength SS untuk substrat pasir memiliki nilai yang berkisar antara -20,70 dB sampai -28,58 dB dan substrat pasir
berlumpur berkisar antara -26,64 dB sampai -35,49 dB 2. Hasil perhitungan nilai echo level EL menunjukkan bahwa untuk substrat
pasir memiliki nilai echo level EL sebesar 177,23 ± 8,99 dB dan substrat pasir berlumpur sebesar 168,08 ± 6,78 dB dengan nilai source level SL
sebesar 214 dB. Adanya perbedaan nilai backscattering pada tiap jenis dasar perairan salah satunya disebabkan karakteristik fisik sedimen
tersebut, dimana sedimen yang memiliki kenampakan makroskopis tentunya akan memberikan nilai backscattering yang lebih besar.
Keberadaan cangkang kerang dan pecahan karang di dasar perairan diduga mempengaruhi nilai backscattering dasar perairan, sehingga keberadaannya
diduga turut serta dalam memberikan pantulan dasar perairan. Kondisi sampel yang sudah berada dalam keadaan terganggu turut mempengaruhi nilai
pengukuran densitas dan porositas sehingga mungkin hasil yang diperoleh di laboratorium tidak sesuai dengan kondisi in situ.
5.2. Saran
Penelitian ini hanya mendapatkan beberapa tipe substrat di lokasi penelitian pasir dan pasir berlumpur. Oleh karena itu sebaiknya perlu dilakukan penelitian
lanjutan dengan tipe substrat yang lebih beragam sehingga diperoleh hasil yang akurat. Selain itu, ada baiknya dilakukan perlakuan integrasi dengan ketebalan
lapisan dasar perairan yang berbeda yang disertai dengan pengambilan contoh sedimen dengan ketebalan berbeda pula. Kondisi sampel sebaiknya tidak
mengalami gangguan sehingga dapat meminimalkan pengaruh yang berasal dari faktor luar sedimen itu sendiri sehingga dapat dihasilkan pengukuran yang akurat
terhadap hasil pengukuran sedimen.
52
DAFTAR PUSTAKA
Allo, O.A.T. 2008. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik Simrad EY 60 di Perairan Sumur, Pandeglang
Banten. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Burczynski, J. 2002. Bottom Classification. BioSonics, Inc. Tersedia pada:
www.BioSonics.com . [diunduh 10 Maret 2011] Chakraborty, B., Mahale, V., Navelkar, G., Rao, B.R., Prabhudesai, R.G., Ingole,
B., dan Janakiraman, G. 2007. Acoustic Characterization of Seafloor Habitats on The Western Continental Shelf of India. ICES Journal of Marine
Science, 643: 551-558.
Collins W, dan R.A. McConnaughey. 1998. Acoustic Classification of The Seafloor to Address Essential Fish Habitat and Marine Protected Area
Requirements. Proceedings of the Canadian Hydrographic Conference. Victoria, B.C., Canada. Hal 369-377.
Flood, R.D, dan Ferrini, V.L. 2005. The Effect of Fine Scale Surface Rougness and Grain Size on 300 Khz Multibeam Backscatter Intensity in Sandy
Marine Sedimentary Environment. Marine Geology Journal. 228: 153-172. Garrison, T. 2005. Oceanography: An Invitation to Marine Science, 5
th
ed. Thomson Learning, Inc. Rockville. USA.
Hamilton, L.J. 2001. Acoustic Seabed Classfication Systems. DSTO-TN-0401. DSTO Aeronautical and Maritime Research Laboratory. Sydney. Australia.
Jackson, D.R, Baird A.M, Crisp J.J, dan Thompson P.A. 1986. High-Frequency Bottom Backscatter Measurement in Shallow Water, J. Acoust. Soc. Am.
804: 118-1199. Jackson, D.R., dan M.D. Richardson. 2001. High Frequency Seafloor Acoustics.
Springer: New York. Legendre L, Legendre L. 1998. Numerical Ecology, 2
nd
. Elsevier Publishing co. Amsterdam.
MacLennan, D.N., dan Simmonds, E.J. 2005. Fisheries Acoustics. Chapman R, Hall. Aberdeen. UK.
Manik, H.M., M. Furusawa., dan K. Amakasu. 2006. Measurement of Sea Bottom Surface Backscattering Strength by Quantitative Echo Sounder. Fisheries
Science 2006, Vol 72. No.3, hal.503-512. The Japanese Society of Fisheries Science. Tokyo. Japan.
Manik, H.M. 2009. Rancang Bangun Sistem Informasi Data Hidroakustik Berbasis Web. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi
2009 SNATI 2009, Yogyakarta. Hal 12-16. Manik, H.M. 2011. Underwater Acoustic Detection and Signal Processing Near
The Seabed. Biology and Marine Science Sonar Applications. Sonar Systems. Chapter 12. Intech Open. Rijeka, Croatia.
Moustier, C.D. dan Matsumoto, H. 1993. Seafloor Acoustic Remote Sensing with Multibeam Echo-sounder and Bathymetric Sidescan Sonar System.
Mar Geophys Res, Vol. 15: 27-42.
Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik Untuk Pendugaan Klasifikasi Tipe Substrat Dasar Perairan dan Hubungannya Dengan Komunitas Ikan
Demersal. Disertasi Tidak dipublikasikan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnawan, S. 2009. Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan
Seribu Thesis. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Preston, J.M., Christney, A.C., Beran, L.S., dan Collins, W.T. 2004. Statistical Seabed Segmentation from Images and Echoes to Objective Clustering.
Proceedings of The Seventh European Conference on Underwater Acoustics, Delft, The Netherlands.
Richardson, M.D., dan Briggs, K.B. 1993. On The Use of Acoustic Impedance Values to Determine Sediment Properties. Proceeding of the Intitute of
Acoustic.Vol. 15 part 2, hal 15-24.
Siwabessy, P.J.W. 2001. An Investigation of The Relationship between Seabed Type and Benthic and Bentho-pelagic Biota Using Acoustic Techniques.
Curtin University of Technology. Perth, Western Australia.
Siwabessy, P.J.W. 2005. Acoustic Techniques for Seabed Classification. The Coastal Water Habitat Mapping CWHM Project of The Cooperative
Research Centre for Coastal Zone. Sydney. Australia. Simrad. 1993. Simrad EP 500 Operational Manual. Horten Norway.
Thorne, P.D., Pace, N.G., Al-Hamdani, Z.K.S. 1988. Laboratory Measurements
of Backscattering from Marine Sediments. J. Acoust. Soc. Am.,84 1: 303-309.
Tsemahman, A.S., Collins, W.T., dan Prager, B.T. 1997. Acoustic Seabed Classification and Correlation Analysis of Sediment Properties by QTC
View. In: Proceedings of T he OCEANS’97 MTSIEEE Symposium.
Halifax. Urick, R.J. 1983. Principles of Underwater Sound, 3
rd
ed. Mc-Graw-Hill. New York.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan
Scientific Echosounder Simrad EY 60 Kapal Survei
Pipa Paralon berdiameter 7,6 cm 3 inch dan Sekop
Dongle Echoview
Lampiran 2. Foto Tipe Substrat Dasar Perairan di Lokasi Penelitian
Substrat Pasir Substrat Pasir berlumpur
Lampiran 3. Alat Pengukur Parameter Fisik Sedimen
Shaker ASTM E – 11. USA Standard
Timbangan Digital
Lampiran 4. Listing Program Matlab Rick Towler untuk menampilkan Grafik Echogram, SV dan SS Purnawan, 2009
readEKRaw_EY60.m ----------------------------------------------------------
Rick Towler National Oceanic and Atmospheric Administration
Alaska Fisheries Science Center Midwater Assesment and Conservation Engineering Group
rick.towlernoaa.gov ----------------------------------------------------------
Dimodifikasi oleh Manik, H.M Dosen Akustik, P.S. Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
readEKRaw_ChunkExample.m define paths to example raw and bot files
rawFile = nama_file.raw
; botFile =
nama_file.bot ;
awal=input masukkan ping awal =
; akhir=input
masukkan ping akhir = ;
membaca file .raw - hanya pada frekuensi 120 kHz disp
membaca .raw file... ;
[header, rawData] = readEKRawrawFile, SampleRange
, [1 500], ...
PingRange , [awal akhir];
calParms = readEKRaw_GetCalParmsheader, rawData; membaca file .bot - data yang kembali sebagai range
disp membaca .bot file...
; [header, botData] = readEKBotbotFile, calParms, rawData,
... ReturnRange
, true; konversi power ke Sv
data = readEKRaw_Power2SvrawData, calParms; konversi sudut electrical ke sudut physical
data = readEKRaw_ConvertAnglesdata, calParms; mensortir kembali data yang digunakan
sehingga mempermudah dalam pengolahan data dasar perairan c=1546.35;
kecepatan suara tau=0.000128;
panjang gelombang x=data.pings.number;
y=data.pings.range; Z=data.pings.Sv;
Z= Sv logaritma z=10.Z10;
ss=zctau2; ini untuk cari ss
SS=10log10ss; in untuk cari SS log
along=data.pings.alongship; sudut alongship
athw=data.pings.athwartship; sudut athwartship
Svbottom=Z; along1=along;
bd=botData.pings.bottomdepth; [k l]=sizeZ;
data tbd pada 1 ping terakhir memberikan nilai yang tidak akurat sehingga perlu dihilangkan
l=l-1; for
ll=1:l; m=0;
for kk=1:k;
mengambil data dasar perairan, dari permukaan hingga 12 meter data yang lainnya diberikan pada kedalaman lain adalah nol
if ykk,1bd1,ll+0.05;
Svbottomkk,ll=-1000; svbottomkk+1,ll=0;
along1kk,ll=0; elseif
ykk,1bd1,ll+0.5; Svbottomkk,ll=-1000;
along1kk,ll=0; else
svbottomkk,ll=Zkk,ll; along1kk,ll=alongkk,ll;
mengambil data hanya pada dasar perairan hingga setengah meter, svbonly
m=m+1; Svbottomonlym,ll=Zkk,ll;
along2m,ll=alongkk,ll; end
; end
; end
; agar jumlah data tiap kolom sama
ditentukan ketebalan lapisan yang digunakan, hlyr hlyr=0.1;
for ll=1:l;
for i=1:m;
if yi,1=hlyr;
Svbonlyi,ll=Svbottomonlyi,ll; along3i,ll=along2i,ll;
end ;
end ;
end Svbottommean=meanmeanSvbonly;
[i l]=sizeSvbonly; for
ll=1:l;Zmaxll=-999; for
ii=1:i; if
Svbonlyii,ll Zmaxll ; Zmaxll = Svbonlyii,ll;
alongmaxll=along3ii,ll; end
end end
zmax=10.Zmax10; linier func
ratazmax=meanzmax; ssmax=zmaxctau2;
ssmean=meanssmax; SSmax=10log10ssmean
stdsv=stdzmax; rataZmax=10log10ratazmax
stdSv=10log10stdsv; membuat gambar echogram dan anglogram
disp Plotting...
; nFreqs = lengthdata.pings;
for n=1:nFreqs
plot echogram readEKRaw_SimpleEchogramSS,x,y,
Threshold , [-50,0];
disini ngerubahnya plot the bottom
hold on
plotdata.pingsn.number, botData.pings.bottomdepthn,:, c
; hold
off plot anglogram
readEKRaw_SimpleAnglogramdata.pingsn.alongship, ...
data.pingsn.athwartship, data.pingsn.number, ...
data.pingsn.range, Title
, ...
[ Angles
num2strcalParmsn.frequency]; plot bottom
hold on
plotdata.pingsn.number, botData.pings.bottomdepthn,:, c
; hold
off end
akhir=akhir-1; mengembalikan nilai dari akhir di atas
Zmax1=0; alongmax1=0; untuk merubah kembali pingnya sp=akhir-l;
selisih ping yang dimasukkan dengan untuk looping for
ll=awal:akhir; Zmax1ll=Zmaxll-sp;
alongmax1ll=alongmaxll-sp; end
figure subplot2,1,1; plotZmax1;
axis[awal akhir -30 0] xlabel
ping ,
fontsize ,16;
ylabel Scattering volume dB
, fontsize
,16; legend
Sv max dB subplot2,1,2; plotalongmax1;
axis[awal akhir -10 10] xlabel
ping ,
fontsize ,16;
ylabel sudut derajat
, fontsize
,16; legend
sudut alongship derajat figure
plot SS:,1,y, r
hold on
plot Z:,1,y, b
legend SS
, Sv
xlabel Intensitas acoustic backscattering strength dB
ylabel Depth m
Lampiran 5. Listing Program Matlab untuk menampilkan Echo Envelope
readEKRaw_EY60.m ----------------------------------------------------------
Rick Towler National Oceanic and Atmospheric Administration
Alaska Fisheries Science Center Midwater Assesment and Conservation Engineering Group
rick.towlernoaa.gov ----------------------------------------------------------
Dimodifikasi oleh Manik, H.M Dosen Akustik, P.S. Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
readEKRaw_ChunkExample.m define paths to example raw and bot files
rawFile = nama_file.raw
; botFile =
nama_file.bot ;
ping_awal = input masukkan ping awal =
; ping_akhir = input
masukkan ping akhir = ;
disp Reading .raw file...
; read in the first chunk of the file using PingRange to define
chunk size. Note that we specify the optional 3rd return argument rstat
that will contain the reader state when the function exits.
also note that we do not read in angle data [header, firstRaw, rstat] = readEKRawrawFile,
Frequencies ,
120000, ...
SampleRange ,[1 800],
PingRange ,[ping_awal
ping_akhir], Angles
,false; extract calibration parameters from the first raw data
structure calParms = readEKRaw_GetCalParmsheader, firstRaw;
disp Reading .bot file...
; read in the .bot file - by passing the optional 3rd argument we
force readEKBot to only return data for pings contained in the
firstRaw structure. again, we set the rstat return argument.
[header, firstBot, rstat] = readEKBotbotFile, calParms, firstRaw, ...
ReturnRange , true;
convert power to Sv firstRaw = readEKRaw_Power2SvfirstRaw, calParms;
plot up the two blocks of data disp
Plotting... ;
plot the first chunk echogram readEKRaw_SimpleEchogramfirstRaw.pings1.Sv,
firstRaw.pings1.number, ...
firstRaw.pings1.range, Threshold
, [-70,0], Title
, ...
[ Sv
]; hold
on plot the bottom
plotfirstRaw.pings1.number, firstBot.pings.bottomdepth1,:, c
; hold
off
colorbar; colorbar
YTickLabel ,{
-70 dB ,
-58 dB ,
-47 dB ,
-35 dB ,
-23 dB
, -12 dB
} xlabel
Ping ylabel
Depth m plot echo envelope digunakan setelah selesai menampilkan
echogram Sv1=firstRaw.pings.Sv;
Sv1mean=meanSv1; plotSv1mean;
xlabel Time ms
ylabel Intensitas energi backscattering strength dB
Lampiran 6. Gambar Grafik Echogram L anjutan…
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 5 Stasiun 6
Stasiun 7
Lampiran 7. Gambar Grafik Pola SV dan SS L anjutan…
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 5 Stasiun 6
Stasiun 7
Lampiran 8. Gambar Grafik Intensitas Energi Backscattering L anjutan…
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 5 Stasiun 6
Stasiun 7
Lampiran 9. Hasil Olahan Fraksi Sedimen di Balai Penelitian Tanah Laboratorium Fisika Tanah IPB Bogor
No. Tekstur
Urut Seri Substrat Liat
Lanau Lanau
Lanau Pasir
Pasir Pasir
Pasir Pasir
– 2 μm 2 –10 μm 10 – 20 μm 20 – 50 μm 50 – 100 μm 100 – 200 μm 200 – 500 μm 50 – 1000 μm 1000 – 2000 μm
1. 11 F STA 1
0.9 3.27
5.67 12.98
7.58 11.27
23.57 29.87
4.89 2.
11 F STA 2 0.82
4.31 6.83
15.67 4.57
13.61 20.15
31.26 2.78
3. 11 F STA 3
1.15 2.63
5.61 8.25
12.78 15.65
29.33 17.85
6.75 4.
11 F STA 4 0.89
2.39 6.62
11.74 4.56
7.88 53.57
7.84 4.51
5. 11 F STA 5
1.08 2.13
4.55 9.84
6.41 5.58
23.65 31.28
15.48 6.
11 F STA 6 1.28
3.67 6.88
15.31 14.64
19.84 21.38
12.36 4.64
7. 11 F STA 7
0.24 0.95
4.25 7.58
4.43 18.47
34.12 17.58
12.38 8.
11 F STA 8 0.73
1.25 2.13
5.63 20.34
16.94 31.26
18.45 3.27
9. 11 F STA 9
0.38 1.78
3.6 9.35
5.16 13.62
35.41 22.14
8.56
PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN
SPLIT BEAM ECHOSOUNDER
KORSUES LUMBAN GAOL
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT
KORSUES LUMBAN GAOL. Measuring Acoustic Backscattering Strength
of Seabed Around Seribu Islands Using Split Beam Echosounder. Supervised
by HENRY M. MANIK.
The purpose of this research is to compute the backscattering strength of the seabed by measuring volume backscattering strength SV, bottom surface
backscattering strength SS, and the echo level EL from seabed using split beam echosounder. The research was conducted from 29
th
January to 3
rd
February 2011, around the Seribu Islands: Pramuka island, Panggang island, Karya island and Semak Daun island, North Jakarta.
Acquisition of acoustic data was conducted using the SIMRAD EY 60 instrument. Acoustic data obtained from 9 stations simultaneously with sediment
sampling. Acoustic processing data was conducted by Rick Towler program with Matlab based. The SV and SS were analyzed Manik et al, model by using.
Sediment sampling station consisted of 9 stations: Pramuka island there are 1 station Station 1, Karya island there are 2 stations Station 2, and Station 3,
Panggang island there are 3 stations Station 4, Station 7, Station 9, and Semak Daun island there are 3 stations Station 5, Station 6, Station 8. Sediment
classified based on the sediment texture. Seabed surface sediments were separated into 3 types, they are: sand, mud, and clay. This analysis showed that
the location of the 9 stations observation is dominated by sand fraction with the percentage of 80.85. Mud and clay fractions had the average percentage value
of 18.32 and 0.83, respectively. The backscattering value SV of sand substrate ranged -10.62 to -18.51 dB with the average of -13.91 dB, and the
muddy sand substrate ranged from -16.58 to -25.42 dB with the average -20.57 dB.
The value of SS for the sand substrate ranged from -20.70 to -28.58 dB with the average value of -23.98 dB. Muddy sand substrate has a value of SS in
the range of -26.64 to -35.49 dB with the average SS of -30.64 dB, from this research, the classification of seabed type using hydroacoustic technology was
possible. Keywords:
volume backscattering strength, bottom surface backscattering strength, echo level, hydroacoustic technology.
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan gelombang suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian.
Teknologi hidroakustik memiliki beberapa kelebihan diantaranya, yaitu: informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat real time, dan secara
langsung di wilayah deteksi in situ, serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti pada frekuensi tertentu, karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh
dengan menggunakan suara underwater sound. Metode ini merupakan solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air
Jackson et al. 1986. Dasar laut memiliki karakteristik memantulkan dan menghamburkan
kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan laut Urick, 1983. Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah
variasi lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik Thorne et al. 1988; Moustier and Matsumoto 1993; Chakraborty et al.
2007. Pendugaan dasar perairan dengan metode akustik telah dilakukan dan dikenal
sebagai teknik pengklasifikasian sedimen. Penelitian lebih lanjut telah dilakukan terhadap beberapa parameter sedimen yang berpengaruh seperti, ukuran sedimen
grain size, densitas, porositas, kompresional dan absorbsi serta kekasaran permukaan sedimen.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai klasifikasi dasar perairan dengan metode hidroakustik di Indonesia sudah dilakukan melalui pengukuran dasar laut
berdasarkan nilai surface backscattering strength dengan teknik integrasi echo dasar dan pengembangan model numerik ring surface scattering menggunakan
quantitative echo sounder di perairan selatan Jawa Manik et al., 2006. Selanjutnya informasi pengklasifikasian dasar perairan di Perairan Sumur, Banten
dengan menggunakan nilai kekasaran dan kekerasan juga telah dilakukan oleh Allo 2008. Penelitian terbaru oleh Manik 2011, yaitu pengukuran dasar laut
menggunakan multi-frekuensi akustik 38, 70, and 120 kHz dalam mengestimasi respon dari target sea bottom berdasarkan backscattering strength SS dan
kuantifikasi ikan di pulau selatan Jakarta, Indonesia. Tipe substrat dasar perairan dipengaruhi oleh adanya pengendapan partikel
sedimen yang disebabkan oleh adanya kecepatan arus dan ukuran butiran partikel sedimen. Partikel dengan ukuran yang lebih besar akan mengendap terlebih
dahulu seperti kerikil, sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil seperti pasir akan lebih mudah terbawa oleh air dan baru mengendap kemudian.
Dilanjutkan dengan pengendapan sedimen dengan ukuran parikel lebih halus seperti lanau dan lempung. Proses ini menyebabkan timbulnya tipe-tipe substrat
yang berbeda dan khas di perairan. Metode akustik dianggap mampu memberikan solusi dalam pendugaan
karakteristik dasar perairan yang mengakibatkan sejumlah penelitian lanjutan mengenai dasar perairan dilakukan. Tingginya variasi yang terjadi pada dasar
perairan membuat banyak hal yang masih belum jelas dalam pendugaan karakteristik dasar perairan dengan menggunakan metode akustik.
Penambahan persyaratan untuk perekaman data pantulan pertama first echo dan pantulan kedua second echo dapat memberikan beberapa informasi tentang