1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kerusakan terumbu karang Indonesia saat ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kegiatan manusia yang bersifat merusak seperti penangkapan
ikan dengan bahan peledak dan racun, reklamasi pantai, serta pencemaran limbah, di samping kontribusi kerusakan oleh alam itu sendiri. Akibat hal
tersebut, diperlukan metode untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang. Pengembangan metode rehabilitasi terumbu karang telah banyak dilakukan.
Salah satu metode tersebut adalah Mineral Accretion akresi mineral atau lebih
dikenal dengan sebutan biorock.
Penerapan metode biorock telah dilakukan di beberapa negara, antara lain
di Maldives, Thailand, Meksiko, Papua New Guinea, dan Indonesia. Biorock ini
telah sukses diaplikasikan di Pemuteran, Bali pada November 2005 serta dapat menjadi alternatif rehabilitasi terumbu karang dalam skala besar Hilbertz,
2005a. Biorock sedang dikembangkan di daerah Tanjung Lesung, Banten pada
tahun 2007 mengingat kerusakan terumbu karang yang terjadi di sana. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kecamatan Panimbang, Banten tahun 2004
menunjukkan bahwa 70 terumbu karang di daerah wisata bahari Tanjung Lesung, Kecamatan Panimbang telah rusak.
Biorock didasarkan pada prinsip elektrolisis, yaitu mineral terlarut yang ada di dalam air laut dirubah menjadi padatan CaCO
3
dan MgOH
2
yang memiliki kekuatan yang sama dengan terumbu asli. Beberapa keuntungan dari metode ini
adalah memacu pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dan pembuatan struktur yang relatif mudah. Struktur
biorock kokoh dan memiliki nilai artistik karena strukturnya dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan Hilbertz, 2005b.
Oleh karena struktur kokoh ini, sejumlah besar ikan akan tertarik untuk datang memanfaatkan sebagai habitat baru bagi komunitas ikan karang.
Ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya paling melimpah di daerah terumbu karang. Selain itu, komunitas ini merupakan penyokong
hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang. Berbagai jenis ikan karang memiliki ketergantungan tinggi terhadap terumbu karang sebagai
habitatnya. Komunitas ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat berlindung
shelter, tempat mencari makan feeding ground, tempat berkembang biak
spawning ground, dan daerah asuhan nursery ground. Informasi mengenai kondisi ekosistem terumbu buatan
biorock saat ini masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengangkat topik
penelitian mengenai komunitas ikan karang di habitat terumbu buatan biorock.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Medriko Desistiano mengenai perbandingan kelimpahan ikan karang pada terumbu buatan
biorock dengan transplantasi karang yang dilakukan pada Agustus-November 2007 di Tanjung
Lesung, Banten.
1.2. Tujuan