Perkembangan KHI KEDUDUKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

yang dipersamakan dengan peraturan presiden dan ada yang bersifatnya menetapkan beschikking. 20

D. Perkembangan KHI

Pada awal terbitnya KHI yang rencananya akan dijadikan Undang- Undang, akan tetapi rencana itu belum terwujud karena situasi politik waktu itu belum memungkinkan. Baru, setelah tiga tahun kemudian, keluarlah Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang isinya memerintahkan Menteri Agama untuk menyosialisasikan KHI agar sedapat mungkin digunakan oleh masyarakat yang memerlukan Seperti yang telah diketahui bahwa Kompilasi Hukum Islam dijadikan rujukan oleh para hakim Pengadilan Agama dalam memutus perkara. Akan tetapi dalam pelaksanaannya para hakim tersebut ada yang memakai KHI, ada juga yang tidak. Ini dikarenakan hakim tidak terikat pada KHI itu. Inilah menurut Direktur Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama Wahyu Widiana yang melatar belakangi mengapa diperlukan hukum terapan peradilan agama. 21 Meski landasan hukumnya tidak kuat untuk dijadikan pedoman karena bersifat fakultatif, tidak imperatif, tetapi dalam kenyataan di lapangan KHI 20 Perbedaan Kepres dan Inpres, lebih lengkap baca: http:www.hukumonline.comklinikdetaillt50cf39774d2ecperbedaan-keputusan-presiden- dengan-instruksi-presiden. diakses pada tanggal 31 Maret 2015 pukul 21:00 21 Kompas, “RUU Terapan Peradilan Agama Digodok”, http:www2.kompas.comkompascetak031001utama596638.htm, diakses pada 21 April 2009 tampak sangat efektif digunakan oleh para hakim agama, pejabat KUA, dan sebagian umat Islam. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama pada tahun 2001, hampir 100 secara implisit dan 71 secara eksplisit hakim pada Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama menjadikan KHI sebagai sumber dan landasan hukum dalam keputusan-keputusannya. 22 Efektifitas ini bisa dipahami karena KHI disusun dengan bahasa Indonesia yang jelas dan pasti untuk sebuah keputusan hukum. Karena efektivitas ini dan atas tuntutan UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas 2000-2004, Departemen Agama melalui Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama sejak tahun 2002 berupaya menjadikan KHI menjadi Rancangan Undang-Undang RUU Hukum Terapan Peradilan Agama Bidang Perkawinan dan Perwakafan. RUU ini merupakan upaya pemerintah untuk menaikkan status KHI dari Inpres menjadi UU. Pada tahun 2004, pemerintah mempersiapkan Rancangan Undang- Undang Hukum Terapan Peradilan Agama Bidang Perkawinan dan Perwakafan100 tersebut yang didalamnya diatur segala aspek dari perkawinan, mulai dari peminangan, perkawinan, poligami, perceraian, sampai pengingkaran 22 Eko Bambang S, Pokja Pengarusutamaan Gender Depag Keluarkan Counter Legal Draft KHI,http:www.jurnalperempuan.comyjp.jpo?act=berita7C-1787CN, diakses pada 21 April 2009 terhadap anak. 23 Draf rancangan undang-undang RUU ini, menurut Direktur Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama Wahyu Widiana, disusun oleh Badan Pembinaan dan Pengkajian Hukum Islam BPPHI Departemen Agama. Sebuah tim yang diketuai Direktur Jenderal Dirjen Bimbingan Islam dan Urusan Haji BIUH Taufik Kamil dengan dua wakil, yakni Mochtar Zarkasyi dan Rifyal Ka’bah, bekerja dengan bantuan dewan pakar. Dewan pakar itu terdiri atas mantan hakim agung Bustanul Arifin, ahli tata negara Ismail Sunny, Dirjen Perundang-undangan Departemen Kehakiman Abdul Gani, dosen dan mantan Direktur Peradilan Agama Ichtianto, dan mantan hakim agung Taufik. 24 Pada akhir tahun 2004, tepatnya setelah lebaran menurut Wahyu Widiana, Departemen Agama akan mengajukan draft RUU Hukum Terapan Tentang Perkawinan Islam ke Sekratriat Negara. Akan tetapi perkembangan selanjutnya tidak ada kejelasan apakah Rancangan Undang-Undang tersebut sudah dibahas atau belum oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR, yang jelas faktanya sampai saat ini Dewan Perwakilan Rakyat DPR tidak pernah mengeluarkan Undang- Undang Hukum Terapan Peradilan Agama tentang Perkawinan Islam . Karena perkembangan di masyarakat serta adanya keinginan menjadikan KHI sebagai hukum positif dengan mengundangkannya segera, maka Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender PUG Departemen Agama yang dipimpin Dr 23 Kompas, “RUU Terapan Peradilan Agama Digodok”, http:www2.kompas.comkompascetak031001utama596638.htm, diakses pada 21 April 2009 24 Kompas, “RUU Terapan Peradilan Agama Digodok”, http:www2.kompas.comkompascetak031001utama596638.htm, diakses pada 21 April 2009 Siti Musdah Mulia, MA, sebagai staf ahli Menteri Agama bidang Hubungan Organisasi Keagamaan Internasional sejak masa Said Agil Husein al-Munawwar, diserahi tugas oleh Direktorat Peradilan Agama Departemen Agama RI untuk melakukan pengkajian, penelitian, dan perumusan ulang terhadap materi hukum KHI dan menyusun draft pembaruan revisi atau counter legal draft terhadap Kompilasi Hukum Islam yang diberlakukan berdasarkan Instruksi Presiden Inpres No. 1 tahun 1991. PUG sendiri dibentuk berdasarkan Inpres No. 9 tahun 2001, yang di dalamnya tertuang pernyataan bahwa seluruh program kegiatan pemerintah harus mengikutsertakan PUG dengan tujuan untuk menjamin penerapan kebijakan yang berperspektif gender Dalam Pengkajiannya, Tim Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender PUG Departemen Agama menggunakan empat perspektif utama, yaitu gender, pluralisme, hak asasi manusia, dan demokrasi. Perspektif ini niscaya dilakukan untuk mengantarkan hukum Islam menjadi hukum publik yang dapat diterima oleh semua kalangan, kompatibel dengan kehidupan demokrasi modern, dan dapat hidup dalam masyarakat yang plural, sebagai bagian dari cita-cita kita untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan demokratis. 25 Setelah melakukan pengkajian dan penelitian terhadap KHI selama dua tahun, akhirnya Tim Pokja PUG menghasilkan sebuah Draft revisi KHI atau 25 Eko Bambang S, Pokja Pengarusutamaan Gender Depag Keluarkan Counter Legal Draft KHI, http:www.jurnalperempuan.comyjp.jpo?act=berita7C-1787CN, diakses pada 21 April 2009 Counter Legal Draft KHI yang terdiri dari tiga bagian yaitu Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan, dan Buku III tentang Perwakafan. Dan masing-masingnya memuat RUU tentang Hukum Perkawinan Islam, RUU tentang Kewarisan Islam, dan RUU tentang Hukum Perwakafan Islam1. Counter Legal Draft terhadap KHI ini mengundang kontroversi yang hebat di masyarakat. Menurut Dr. Rifyal Ka’bah, MA hal-hal mendasar yang menimbulkan kontroversi adalah bahwa pembaruan KHI yang diajukan oleh yang diajukan oleh Tim Pokja PUG bukanlah dalam konteks tajdid pemurnian atau ishlah perbaikan terhadap yang rusakfasad, namun masuk dalam pengertian bid’ah penyimpangan dan taghyir perubahan dari hukum Islam yang asli. 26 Seperti yang telah dijelaskan diatas Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam CLD KHI ini rupanya mengundang kontroversi yang hebat di masyarakat, sehingga Menteri Agama saat itu, Prof. DR. H. Said Agiel al- Munawar, menyampaikan teguran keras kepada tim penulis Pembaruan Hukum Islam, melalui suratnya tanggal 12 Oktober 2004, No.: MA2712004, untuk tidak mengulangi lagi mengadakan seminar atau kegiatan serupa dengan melibatkan serta mengatasnamakan team Departemen Agama, dan semua draf 26 Skripsi Nuryamin, Eksistensi Kompilasi Hukum Islam Dalam Peraturan Perundang- undangan Negara Republik Indonesia, Malang: UIN Malang, 2009, hal. 62 atau naskah asli Counter Legal Draft atas Kompilasi Hukum Islam CLD-KHI agar diserahkan kepada Menteri Agama RI. 27 Pasca setelah itu, perkembangan terkait rancangan Undang-Undang Kompilasi Hukum Islam menjadi hukum terapan Peradilan Agama atau yang biasa disebut dengan HTPA. Draft tersebut menjadi prioritas di Prolegnas program legislasi nasional periode 2004-2009. Namun berakhir periode tersebut, draft resmi RUU HTPA belum terlihat lagi, 28 bisa dibilang tidak terdengar lagi hingga sekarang. Oleh sebab itu perlu upaya non-struktural berupa presure penekanan kepada pemerintah yang dilakukan oleh kalangan akademisi, praktisi, maupun Ormas Islam —yang konsen terhadap upaya penerapan syariat Islam di Indonesia, sangat urgen untuk saat ini. Ringkasnya, perjalanan KHI menjadi RUU HTPA menjadi tidak jelas arah serta pembahasannya. Hingga ini Peradilan Agama masih tetap menggunakan hukum materil KHI berdasarkan Instruksi Presiden Inpres No. 1 tahun 1991, bukan Kompilasi Hukum Islam yang menjadi Undang-Undang dan bukan pula Kompilasi Hukum Islam yang ditawarkan oleh Tim Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender PUG Departemen Agama, yakni Counter Legal Draft KHI CLD KHI. Namun Instruksi Presiden Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang KHI yang dipergunakan saat ini masih berkiblat pada UU No. 12 Tahun 2011 27 Skripsi Nuryamin, Eksistensi Kompilasi Hukum Islam Dalam Peraturan Perundang- undangan Negara Republik Indonesia, Malang: UIN Malang, 2009, hal. 70 28 Lihat lebih lengkap http:badilag.mahkamahagung.go.idpengaduan315-berita- kegiatan4283-ketua-ma-sambut-positif-ruu-hukum-materiil-pa-bidang-perkawinan.html. Dikakses pada tanggal 23 Agustus 2013 Pukul 06.13 WIB tentang Hirarki Peraturan Perundang-Undangan yang secara otomatis hal itu tidak mempunyai kedudukan kuat dalam Peradilan Agama. 46

BAB IV PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM TENTANG KEDUDUKAN