Gambaran Industri Kulit Manding

seperti pendirian koperasi berbadan hukum pertama untuk pengusaha kulit di Manding, diklat kepada 40 pengusaha kulit, serta bantuan bahan baku kulit. Tahun 1979 hingga tahun 90-an Manding mampu mengekspor produk mereka hingga ke Spanyol. Aneka Produk kerajinan berbahan dasar kulit hewan dihasilkan oleh tangan- tangan terampil dari Manding. Kerajinan kulit Manding tidak semata-mata menggunakan bahan kulit sebagai bahan kerajinan tetapi juga memadukan kulit dengan bahan baku lain seperti serat alam pandan, mendong, enceng gondok, agel dan lidi. Hasil kerajinannya meliputi jaket, sepatu, sandal, dompet, wayang, tas, topi, sabuk, gantungan kunci, kipas, serta hiasan kulit lainnya. Kerajinan kulit Manding memiliki mutu dan nilai seni yang mampu menembus pasar nasional seperti Jakarta, Solo, Semarang dan bali, bahkan menembus pasar ekspor seperti Spanyol dan Australia. Paguyuban pengusaha kulit Manding pertama kali diresmikan pada tanggal 12 Januari 1985 dengan nama Paguyuban Setiyo Rukun”. Seiring bertambahnya pengusaha yang tidak hanya berada di Manding, namun juga diseluruh Desa Sabdodadi, maka paguyuban dipecah menjadi dua, paguyuban pengusaha Manding yang baru bernama “Paguyuban Karya sejahtera”. Peran paguyuban tersebut dirasa masih kurang maksimal, karena kegiatan yang berjalan hanya sebatas arisan dan simpan pinjam antar pengusaha, belum ada kegiatan yang berhubungan langsung dengan perkembangan industri kulit disana, seperti penetuan harga standar produk yang dirasa sama, maupun penetuan strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan. Pada pertengahan tahun 1997, sentra industri kulit Manding mengalami keterpurukan akibat krisis moneter yang melanda Indonesia. Krisis menyebabkan harga bahan baku kulit meningkat tajam, serta diikuti penurunan jumlah pasokan bahan kulit mentah, karena sebagian kulit mentah lebih dirasa menguntungkan jika langsung di ekspor, bukan digunakan untuk industri dalam negeri. Ini terjadi karena harga kulit mentah di pasar ekspor jauh lebih tinggi dibanding harga dalam negeri, sehingga memacu pelaku industri kulit untuk mengkombinasi produk kulitnya dengan bahan baku lain seperti serat alam pandan, mendong, enceng gondok, agel dan lidi. Pada tahun 2007 Disperindagkop Kabupaten Bantul memberikan bantuan fisik berupa pemberian mesin seharga Rp8.500.000,00 serta bantuan pinjaman dana Rp 4.500.000,00 untuk setiap pengusaha kulit. Pada tahun 2007 pula Bank Indonesia memberikan bantuan yang cukup besar bagi perkembangan sentra industri kulit Manding, yaitu; gapura selamat datang, pembangunan area parker, gedung pertemuan, gorong-gorong, bak sampah, dan toilet umum. Bantuan non fisik antara lain ; pelatihan bahasa inggris, pelatihan manajemen, dan pelatihan pengelolaan showroom. Pada tahun 2008 Kantor Pemuda dan Olahraga Pemerintah daerah Bantul memberikan diklat pembuatan bola sepak Disperindagkop Kab. Bantul, 2012. Saat ini Manding dikenal sebagai pusatnya kerajinan kulit di Yogyakarta selain itu Manding merupakan sentra kerajinan kulit yang menjadi tujuan utama bagi wisatawan yang ingin mencari souvenir yang terbuat dari kulit. Manding tergabung dalam kawasan Kawasan Wisata Gabusan-Manding- Tembi GMT. Visi dan misi Kawasan Wisata Gabusan-Manding-Tembi GMT yang dirumuskan melalui Lokakarya ”Penyusunan Grand Design Pengembangan Kawasan Wisata Gabusan Manding Tembi GMT” adalah sebagai berikut; Visi ”Menjadikan GMT sebagai kawasan wisata yang menawarkan produk dan pengalaman unik berbasis masyarakat dan budaya lokal” Misi ”Memberdayakan masyarakat, mensinergikan usaha, memberikan produk dan pelayanan berbudaya, peningkatan pendapatan dan sumber pendanaan dalam rangka mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya di kawasan wisata GMT.” Terdapat perspektif strategis penting dalam penerjemahan visi dan misi menjadi sasaran- sasaran strategis kawasan wisata berbasis masyarakat ini. Perspektif tersebut adalah : ”Memberdayakan dan mensinergikan potensi-potensi masyarakat, memberikan produk dan pelayanan berbudaya, peningkatan pendapatan dan sumber-sumber pendanaan rangka mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya di kawasan wisata GMT.” Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit samak asli yang berasal dari hewan, seperti sapi, domba, kambing, dan ikan pari. Bahan baku diperoleh dari Yogyakarta dan sebagian dari magetan jawa timur. Kulit sapi banyak dibuat menjadi tas, sepatu, dan topi, sedangkan kulit kambing kebanyakan digunakan untuk jaket dan berbagai produk lainya, seperti sovenir. Harga jual produk kulit bervariasi tergantung Desain, tingkat kerumitan, dan terutama bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan selain kulit asli hewan, juga menggunakan bahan baku kulit sintetis atau vinyl, merupakan lembaran kulit tiruan dengan permukaan halus, mempunyai kontruksi pori-pori menyerupai rajah kulit asli, terbuat dari polivinil klorida atau poliuretan sebagai lapisan atas dan kain sebagai lapisan dasar atau penguat. Bahan baku kulit vinyl dapat diperoleh didaerah Yogyakarta. Bahan pembantu merupakan bahan yang digunakan sebagai bahan pendukung dihasilkannya produk kulit. Bahan pembantu terdiri dari lem lem lateks, lem kuning, lem karet, cat kulit cat dasar, cat finishing, benang benang nylon, benang mesin, lak, semir, kain, busa, karton, dan triplek. Asesoris yang digunakan untuk pelengkap dapat berupa ring, gesper, knob, mangnet, risleting, dan keling. Proses Produksi Produk industri kulit memiliki jenis dan produk yang berbeda-beda, namun secara umum prosesnya adalah; 1. Penyiapan bahan baku Bahan baku kulit yang digunakan tergantung dari Desain pemesan dan harga jual produk. Kulit yang digunakan adalah kulit samak yang masih berupa lembaran. 2. Pengecatan Awal Pengecatan dilakukan hanya dilakukan pada kulit sapi, sedangkan kulit kambing langsung menempuh proses pembuatan pola. Pengecatan dilakukan dengan menggunakan cat khusus untuk kulit, serta menggunakn kompresor sehingga cat dapat merata pada seluruh permukaan kulit. 3. Penjemuran Proses penjemuran berfungsi untuk mempercepat pengeringan cat. Penjemuran dilakukan langsung dibawah matahari membutuhkan waktu 2 hari untuk 20-30 lembar kulit sapi. 4. Pengepresan Penyetrikaan Proses pengepresan dilakukan untuk memperhalus tekstur bahan kulit, proses ini dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembagan Kulit, Karet dan Plastik yang berada di Jalan Sukonandi no.9 Yogyakarta. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengepresan adalah satu jam. Tahapan proses 1-4 sudah jarang dilakukan pengusaha kulit Manding saat ini, karena meraka telah membeli bahan kulit jadi yang siap dipola. 5. Pembuatan Pola Pembuatan pola sepatu diawali dengan pembuatan pola dasar menggunakan kertas manila, selanjutnya pembuatan pola jadi. Pola jadi merupakan pola dasar yang diberi penambahan pada disetiap lipatan, untuk lipatan biasa ditambahkan 1- 3 mm, untuk tumpangan dalam penjahitan diberi penambahan 5-10 mm, sedangkan untuk bagian bawah atau lasting diberi penambahan 30-50 mm. Pola jadi yang sudah dibuat kemudian dipolakan pada bahan pokok yang digunakan seperti kulit, kain pelapis, kertas karton, atau sesuai dengan bahan baku pembantu yang digunakan. 6. Pemotongan Pemotongan dilakukan sesuai dengan pola yang telah dibuat. Pemotogan bahan lebih baik menggunakan pisau cutter agar permukaan hasil pemotongan lebih rapi, dibanding pemotongan dengan gunting. Untuk produk dari kulit sapi, setelah proses pemotongan dilakukan penyesetan dengan mesin seset untuk menghaluskan permukaan potongan kulit, sehingga lebih mudah untuk dijahit. 7. Pengecatan Pengecetan dilakukan agar cat kulit lebih awet dan tidak mudah pudar. Khusus kulit pari, sebelum proses pegecaran dilakukan proses penggerindaan dan pengamplasan atau buffing. Penggerindaan adalah proses penghilangan sisik ikan pari sesuai dengan pola jahitan menggunakan mesin gerinda. Setelah penggerindaan dilakukan proses pengampasan atau buffing pada bagian mutiaranya. Proses buffing bertujuan agar pengecatan lebih optimal dan merata. Selanjutnya dilakukan proses pengecatan, untuk bahan kulit pari pengecatan dilakukan dua tahap, tahap pertama pengecatan menggunakan cat air, tahap ini cat dioleskan menggunakan kuas pada bagian mutiaranya, kemudian kering anginkan. Tahap kedua merupakan pengecatan dengan cat minyak dicampur hardener secukupnya, pengecatan tahap kedua dilakukan dengan spray gun. 8. Pengeleman Komponen produk kulit yang telah dicat kemudian dirangkai membentuk produk yang dikehendaki menggunakan lem selanjutnya dijahit menjadi produk kulit. Adapun lem yang biasa digunakan adalah lem fox dan lem lateks. Pengeleman dilakukan untuk memperkuat sambungan dari bagian-bagian produk serta mempermudah proses penjahitan. 9. Pemasangan Kain Proses ini diperlukan untuk produk yang memerlukan lapisan kain dalam seperti tas, topi, dan boks. Kain pelapis dalam dapat dipasang dengan proses pengeleman atau penjahitan tergantung dari jenis produknya. 10. Penjahitan Penjahitan dilakukan dengan mesin jahit, sedangkan untuk bahan yang lebih tebal dilakukan dengan mesin bumbung, penjahitan juga dapat dilakukan secara manual sebagai peleengkap asesoris seperti pada produk souvenir. Produk sepatu kulit setelah proses penjahitan akan mengalami proses lasting dan memasangan sol sepatu. 11. Perangkaian asesoris Asesoris yang yang digunakan terdiri dari berbagai jenis dan ukuran sesuai dengan desain awal, berupa ring, gesper, resliting, knob, kancing dan gesper. 12. Pengecekan ulang Pengecekan ulang dilakukan untuk memastikan kerapian jahitan, dan kesempurnaan penempelan bagian-bagian produk. Permukaan produk dibersihkan dari sisa bahan baku dan bahan pembantu seperti benang, sisa asesoris, dan lem. 13. Finishing Pada proses ini diberikan bahan Lak agar permukaan produk terlihat mengkilap dan halus. Penambahan bahan tersebut dilakukan dengan menggunakan kompresor sehingga hasilnya lebih rapi dan merata diseluruh permukaan produk. Untuk produk yang mempunyai mutu lebih rendah seperti kulit kambing tidak ada penambahan lak. Setelah proses finishing selesai, produk jadi siap untuk dikemas dan disimpan. Pemasaran Secara umum pemasaran produk kulit Manding dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu ; 1. Pemasaran lokal Produk kulit Manding juga dijual di sekitar Yoyakarta, seperti daerah Malioboro, pasar Bringharjo, dan daerah wisata seperti Borobudur dan Prambanan, karena lokasi tersebut dirasa strategis untuk memasarkan produk kulit Manding. Di Dusun Manding juga berdiri showroom-showroom yang menjual produk kulit kepada konsumen yang datang langsung ke lokasi. Lokasi Manding yang strategis, yaitu yang dilewati jalur wisatawan ke pantai Parangtritis, serta nama besar Dusun Manding yang dikenal masyarakat sebagai penghasil produk kulit. 2. Pemasaran luar kota Pemesanan dilakukan oleh pihak luar kota Yogyakarta, baik secara perorangan maupun pihak toko yang akan dijual kembali. Pasar luar kota produk Manding meliputi Lampung, Jakarta, Jatijajar, Magelang, Pati, Aceh, Magetan, Kalasan, Sumatra, Purwokerto, Semarang, Cilacap, Kalimantan, dan Papua. Sebagian besar produk kulit Manding dipasarkan ke Bali karena beberapa pembuat produk kulit Manding pada awalnya bekerja di Bali sebagai pengrajin dan kembali ke Manding untuk mendirikan UKM sendiri sehingga memiliki jaringan pemasaran di Bali. Selain itu bali merupakan daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan asing sehingga strategis untuk dijadikan pasar produk kulit Manding. 3. Pemasaran ekspor Produk dipesan dari buyer luar negeri, biasanya buyer perorangan. Jumlah, mutu dan Desain sesuai dengan keinginan pemesan. Dalam hal ini pelaku bisnis berhubungan langsung dengan pemesan tersebut. Saat ini pasar ekspor produk kulit Manding meliputi negara Jerman, Belgia, Cina, Amerika, Eropa, Korea, Jepang, Singapura, Denmark, dan Turki. Promosi yang dilakukan pelaku industri kulit Manding masih sangat minimal, yaitu melalui kartu nama, dan terkadang mengikuti pameran yang diselenggarakan Pemerintah daerah Bantul. Media internet masih belum digunakan. Struktur Organisasi Sistem kelembagaan atau struktur organisasi merupakan kerangka yang menunjukan batasan tugas dan wewenang masing-masing personil dalam kelompok organisasi, yang dilakukan untuk menghindari tumpang tindihnya suatu tugas serta untuk memperjelas tugas masing-masing jabatan pada suatu perusahaan. Selain itu juga mempermudah pelaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum, struktur organisasi industri Manding sangat sederhana, karena memang IKM. Struktur organisasi terdiri dari pemimpin sebagai pemilik usaha, yang membawahi bagian produksi dan bagian penjualan. Ketenagakerjaan Pengusaha kulit Manding umumnya memiliki pekerja antara 5 sampai 19 orang tenaga kerja, bahkan juga yang hanya memiliki 4 pekerja. Ini menunjukan pengusaha Manding umumnya berskala kecil. Pekerja pria difokuskan untuk produksi, sedangkan pekerja wanita ditugaskan untuk melayani pembeli, mengepack produk, finishing produk, dan membersihkan showroom dan ruang produksi. Dari segi pendidikan 56 pengrajin berpendidikan SD; 6,6 berpendidikan SLTA; 30 berpendidikan SMA dan sisanya berpendidikan diatas SMA. Identifikasi permasalahan pada penelitian ini dilakukan dengan diskusi dengan empat pakar industri kulit di Kabupaten Bantul, penyebaran kuesioner terhadap lima pelaku industri kulit di Manding, 30 konsumen produk kulit Manding, serta data sekunder berdasarkan penelitian sebelumnya dan teori terkait. Permasalah utama yang dihadapi industri kulit Manding adalah masalah pemasaran. Permasalahan dalam bidang pemasaran memang dikeluhkan sebagian besar pelaku industri kulit di Manding, dari hasil survey yang dilakukan dinas perindustrian Kabupaten Bantul kepada seluru pengrajin kulit Manding yang berjumlah 30 orang,diperoleh hasil yaitu 51,1 pengrajin memiliki permasalahan dalam hal pemasaran, 28,9 memiliki permasalahan permodalan, 20 permasalahan lain-lain. Permasalahan lain-lain umumnya menyangkut kurangnya tenaga kerja terampil. Menurut para pakar kondisi persaingan industri kulit di Bantul cukup ketat melihat jumlah permintaan dan jumlah produsen, namun pengrajin Manding masih buruk dalam hal pemasaran, promosi, dan inovasi Desain produk. Pengrajin Manding tidak agresif dan hanya menunggu konsumen atau buyer datang terlihat dengan rendahnya kegiatan promosi yang dilakukan. Sempitnya jaringan kerjasama juga penyebab rendahnya penjualan. Inovasi Desain produk masih sangat rendah, para pengrajin masih tergantng pada model yang diinginkan buyer dalam jumlah besar. Seharusnya dengan mutu baik dan harga yang bersaing serta nama besar yang dimiliki Manding, para pengrajin dapat menarik banyak konsumen. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam mengelola keuangan dan administrasi juga menjadi permasalahan para pelaku industri kulit di Manding. Permasalahan bahan baku yang dirasa mahal disebabkan penyesuaian harga jual kulit dalam negeri dengan harga jual kulit yang dieksport, ini juga disebabkan kecilnya modal pengrajin sehingga harga bahan baku dirasa mahal, dan bagi pengrajin kulit di Manding harga bahan baku merupakan komponen utama penentuan harga jual produk. Permasalahan ini juga terlihat dari saran konsumen yang banyak menyinggung kurangnya inovasi model produk yang sesuai trend, serta masih minimnya informasi yang didapatkan tentang produk-produk industri kulit Manding di media cetak maupun media internet. Kuesioner untuk konsumen merupakan sumber masukan bagi industri kulit di Manding. Beberapa saran konsumen antara lain: pemberian merk dagang sebagai identitas produk asli pengrajin Manding 15 konsumen; peningkatan model produk sesuai trend 10 orang; pertahankan mutu produk 9 orang; pertahankan harga bersaing 7 orang; tingkatkan promosi dan sebaiknya disediakan penjualan online 5 orang; serta masukan tentang kualitas pelayanan, sarana prasarana, dan pertahankan daya tahan produk. Hasil penyebaran kuesioner kepada 30 responden sebagai konsumen produk Manding yang menjaring informasi mengenai penilaian presepsi produk kulit, dibandingkan dengan harapan konsumen untuk produk kulit, dengan variabel penilaian produk meliputi model, warna, harga, daya tahan, kenyamanan, jahitan, bahan, dan ketersediaan. Maka diperoleh data bahwa variabel model dan warna memiliki nilai yang cukup jauh dari harapan. Variabel model harapan konsumen mencapai nilai 3,87 sedangkan penilaian produk Manding hanya 3,40. Variabel warna harapan konsumen mencapai nilai 3,87 sedangkan penilaian produk Manding 3,40. Variabel kenyamanan dan variabel jahitan memiliki nilai harapan konsumen 3,97 sedangkan nilai produk Manding 3,57. Variabel daya tahan nilai harapan konsumen 3,97 sedangakan nilai produk Manding 3,60. Variabel bahan nilai harapan konsumen 3,87 sedangakan nilai produk Manding 3,50. Variabel harga nilai harapan konsumen 3,83 sedangkan nilai produk Manding 3,50. Variabel ketersediaan produk nilai harapan konsumen mencapai 3,80 sedangakan nilai produk Manding 3,63. Variabel asesoris produk Manding justru memiliki nilai yang lebih tinggi dari harapan, yaitu 2,83 untuk harapan sedangkan nilai produk Manding 3,07, Sehingga dapat disimpulkan konsumen Manding lebih menyukai produk yang simple asesoris, sedangkan produk Manding menawaarkan produk dengan asesoris yang sedikit berlebih. Skala yang digunakan dalam penilaian adalah 1 = Tidak Baik; 2 = Kurang Baik; 3 = Baik; 4 = Sangat Baik. Variabel model dan warna terkait dengan pengembangan atau inovasi Desain produk. Data ini menunjukan bahwa variabel model dan warna produk kulit Manding diluar harapan konsumen, sehingga sangat penting untuk diperbaiki. Hasil diskusi dengan pengrajin dan pakar menunjukan bahwa rendahnya pengembangan produk disebabkan rendahnya pengetahuan pelaku industri tentang trend model yang sedang digemari, serta masih tergantungnya pelaku industri pada buyer yang biasanya menginginkan model sesuai pesanan, sehingga pelaku industri kurang berinisiatif untuk berkreasi menghasilkan model-model baru, selain itu pengrajin juga kurang mampu untuk memodifikasi model yang telah ada. Permasalahan lain yang masih menyangkut pengembangan produk adalah saat ada pemesan yang menginginkan produk kulit dengan kombinasi kulit ikan pari, pelaku industri mengaku memiliki keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun peralatan khusus untuk mengolah kulit pari. Permasalahan di Manding juga diungkap oleh Tobing 2009 dimana hanya 30 pengrajin yang mendapatkan pinjaman modal dari bank, sedangkan 70 mengandalkan modal sendiri dari hasil penjualan tanah atau ternak. Ini disebabkan administrasi peminjaman modal dibank dirasa rumit, bunga pinjaman dinilai cukup tinggi, serta pengrajin umumnya tidak memiliki agunan untuk peminjaman. Promosi yang dilakukan juga cukup sederhana, yaitu 43 pengrajin hanya melalui omongan orang ke orang yang berjualan di Malioboro atau Bringharjo, dan 57 pengrajin dengan mengikuti pameran yang diselenggarakan pemerintah daerah Kabupaten Bantul. Peneliti menyimpulkan permasalahan yang menyebabkan rendahnya daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding adalah permasalahan pemasaran, permodalan serta rendahnya ketrampilan tenaga kerja dalam mengelola bisnis. Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya tingkat inovasi Desain produk, serta kurangnya kegiatan promosi. Masalah modal disebabkan kesukaran administrasi pengajuan pinjaman, tidak memiliki agunan pinjaman, serta tingginya harga bahan baku. Masalah kurang trampilnya tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang relatif rendah, kurangnya pelatihan, serta sifat pasif tenaga kerja dalam berinovasi dan menarik konsumen. Permasalahan ini sesuai dengan permasalahan IKM pada umumnya yang diungkapkan Lestari 2005 bahwa Sebagai entitas bisnis maka IKM juga menghadapi beberapa masalah, yaitu masalah permodalan, masalah administrasi keuangan, masalah kaderisasi dan masalah pengelolaan tunggal, hanya saja permasalahan utama di sentra industri kulit Manding adalah permasalahan pemasaran.

4.3. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

Terdapat lima sampel pelaku industri kulit di Manding yang dijadikan objek penelitian ini, yaitu: 1. Suyono pemilik showroom Shely Kusuma, jumlah pegawai 4 orang, produk yang dihasilkan souvenir dompet koin. 2. Joko Sudibyo pemilik showroom Dwi Jaya, jumlah pegawai 7 orang, produk yang dihasilkan sepatu kulit untuk dewasa dan anak-anak. 3. Ekwanto Iswan pemilik showroom Laras, jumlah pegawai 5 orang, produk yang dihasilkan tas dan jaket. 4. Subandriyono pemilik showroom Wenys, jumlah pegawai 8 orang, produk yang dihasilkan sepatu drumband. 5. Surahman pemilik showroom Anda, jumlah pegawai 3 orang, produk yang dihasilkan sabuk dan tas dompet. Shely Kusuma dan Anda mewakili industri kulit berskala mikro, sedangkan Dwijaya, Laras, dan wenys mewakili industri kecil. Klasifikasi skala industri menurut Badan Pusat Statistika BPS bahwa pengelompokan perusahaan atau usaha industri pengolahan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam yaitu : 1. Industri rumah tangga, jumlah tenaga kerja 1 – 4 karyawan. 2. Industri kecil, jumlah tenaga kerja 5 - 19 karyawan. 3. Industri menengah, jumlah tenaga kerja 20 - 99 karyawan. 4. Industri besar, jumlah tenaga kerja 100 karyawan lebih. Analisis Internal Menurut David 2009, lingkungan internal adalah suatu kondisi perusahaan yang dapat berpengaruh langsung terhadap kelangsungan perusahaan. Mempelajari lingkungan internal, maka perusahaan dapat menentukan apa yang harus mereka lakukan untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan. Tujuan mengenali lingkungan di dalam industri adalah untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal organisasi. Evaluasi internal menekankan pada identifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, yaitu manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen.