Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
i
PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
GEDI (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) MELALUI APLIKASI
PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK
RAHMAT HADI WIBOWO
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peningkatan
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.)
dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Rahmat Hadi Wibowo
NIM A24070029
iv
ABSTRAK
RAHMAT HADI WIBOWO. Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik.) melalui Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA dan JUANG
GEMA KARTIKA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan pupuk
organik dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi gedi
(Abelmoschus manihot (L) Medik.). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan Agustus 2011 di Unit Lapang Cikabayan, Institut Pertanian Bogor,
Indonesia. Bahan tanam merupakan stek gedi yang berasal dari Sorong, Papua
Barat. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak
Kelompok Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan yaitu dosis pupuk.
Terdapat delapan taraf pupuk yang dicobakan 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 pupuk organik
dan 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 pupuk organik + NPK. Pupuk organik yang dipakai
adalah pupuk kandang ayam dan pupuk anorganik yang dipakai adalah NPK 1515-15. Hasil penelitian menunjukkan pupuk organik dengan dosis 30.39-34.04
ton.ha−1 akan memberikan hasil yang optimum. Dosis pupuk optimum pupuk
organik + NPK belum dapat ditentukan. Namun, penambahan pupuk NPK pada
pemupukan organik dapat meningkatkan hasil panen tanaman.
Kata kunci: dosis pupuk, gedi, pertumbuhan, produksi
ABSTRACT
RAHMAT HADI WIBOWO. Application of organic fertilizer and anorganic
fertilizer for increasing the growth and yield of Gedi (Abelmoschus manihot (L)
Medik.). Supervised by ANAS DINURROHMAN SUSILA dan JUANG GEMA
KARTIKA.
The objective of this research was to study the effect of organic fertilizer
and anorganic fertilizer rate to the growth and yield of gedi (Abelmoschus manihot
(L.) Medik.). This research was conducted at Cikabayan Farm, Institut Pertanian
Bogor, Indonesia from February to August 2011. The material plant was collected
from Sorong, West Papua. The experiment was arranged in Completely
Randomized Block Design with fertilizer rate as a single factor treatment. There
were eight fertilizer rate treatments such as 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 organic
fertilizer and 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 organic fertilizer + NPK. The organic fertilizer
was used chicken manure and anorganic fertilizer NPK 15-15-15. The result of
this research showed that using 30.39-34.04 ton.ha-1 of organic fertilizer rate will
reached the optimum yield. The optimum rate of organic fertilizer + NPK
fertilizer was not determined yet. But, by using of NPK fertilizer could increase
the harvest.
Keywords: fertilizer dose, gedi, growth, production
v
PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
GEDI (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) DENGAN APLIKASI
PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK
RAHMAT HADI WIBOWO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
vii
Judul Skripsi : Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi (Abelmoschus
manihot (L.) Medik.) dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik
Nama
: Rahmat Hadi Wibowo
NIM
: A24070029
Disetujui oleh
Dr Ir Anas D Susila, MS
Pembimbing I
Juang Gema Kartika, SP MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi yang berjudul “Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik.) Melalui Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih terutama
penulis sampaikan kepada Bapak Anas Dinurrohman Susila dan Ibu Gema Juang
Kartika selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran,
bimbingan, serta pengarahan selama penulisan skripsi penelitian ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Endah Retno Palupi selaku dosen
penguji yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi untuk skripsi ini.
Untuk Ibu, Bapak, dan Anis serta keluarga besar atas seluruh dukungan, cinta dan
doanya. Untuk Ibu Heni Purnamawati atas segala nasihat dan dukungan semangat.
Untuk Hesti Paramita Sari atas segala bantuan, saran dan selalu menjadi
pendengar yang baik. Untuk Febriana Widiastuti atas segala bantuannya selama di
lapang dan laboratorium, dukungan semangat dan kesabarannya yang sangat luar
biasa. Kepada teknisi dan pegawai kebun Unit Lapangan Cikabayan, University
Farm IPB yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Serta
kepada para sahabat, dan rekan-rekan seperjuangan penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang
membaca.
Bogor, Oktober 2013
Rahmat Hadi Wibowo
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Habitat Gedi
2
Botani dan Mofologi Gedi
3
Perbanyakan dan Pertumbuhan Gedi
4
METODE
4
Tempat dan Waktu
4
Bahan dan Alat
4
Metode Pelaksanaan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Penelitian
8
Hasil Analisis Tanah
9
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang
9
Panen
12
Pembahasan
18
KESIMPULAN DAN SARAN
20
Kesimpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
38
x
DAFTAR TABEL
1. Skoring tingkat serangan
2. Analisis tanah di lokasi penelitian Cikabayan (2011)
3. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap tinggi tanaman pada
rata-rata 5 tanaman contoh
4. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah daun pada ratarata 5 tanaman contoh
5. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah cabang pada
rata-rata 5 tanaman contoh
6. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak
dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada rata-rata 5
tanaman contoh
7. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak
dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada total panen
bedengan
8. Estimasi bobot panen per hektar
9. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering dan bobot
basah tanaman
8
9
10
11
12
13
15
17
18
DAFTAR GAMBAR
1. Perkiraan pusat keanekaragaman gedi (Johns 1995)
2. Variasi bentuk daun dari tanaman gedi (Preston 1998)
3. Daun layak pasar: (A) daun utama, (B) daun yang tumbuh di bawah
daun utama, (C) daun pucuk tunas
4. Daun tidak layak pasar
5. Batang yang ikut terpangkas saat panen
6. Respon jumlah daun terhadap bahan organik dan pupuk anorganik pada
4 MST
7. Respon panen 1+2 terhadap bahan organik
8. Respon bobot per bedeng pada bahan organik
9. Respon estimasi panen per hektar dengan bahan organik
3
3
6
7
7
11
14
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data iklim makro wilayah Dramaga, Bogor bulan Maret sampai Juli
2011
2. Data cuaca harian wilayah Dramaga. Bogor bulan April 2011
3. Data cuaca harian wilayah Dramaga. Bogor bulan Mei 2011
4. Data cuaca harian wilayah Dramaga. Bogor bulan Juni 2011
5. OPT pada gedi: kutu putih (A), rayap (B), ulat jengkal (C), Aphididae
(D), serangan Colletotrichum sp. (E)
23
24
25
26
27
xi
6. Tunas aksilar (A), pemangkasan panen merangsang pertumbuhan tunas
aksilar (B), tunas yang telah menjadi cabang yang kokoh (C)
7. Lahan tanaman gedi di Sorong, Papua Barat (A), petani setempat sedang
memanen tanaman gedi (B)
28
29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli pada daerah tertentu atau berasal
dari wilayah atau ekosistem tertentu, termasuk spesies atau varietas yang sudah sekian
lama berevolusi dari materi pendatang/introduksi dari wilayah geografis lain (Hidayat et.
al. 2009). Biasanya sayuran ini hanya diusahakan sebagai tanaman pagar yang akan
dikonsumsi untuk kebutuhan dapur dan tidak ada teknik budidaya secara khusus yang
dilakukan untuk merawat sayuran indigenous ini. Sayuran ini seringkali digunakan
sebagai obat-obatan maupun jamu-jamuan karena mengandung senyawa fitokimia yang
berfungsi sebagai antioksidan (Exarchou et al. 2002).
Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) diklasifikasikan ke dalam kelas
Magnoliopsida, Ordo Malvales, Famili Malvaceae (Rubatzky and Yamaguchi 1999).
Gedi adalah tanaman semak tahunan, dan kemungkinan berasal dari daerah Asia tropika.
Tanaman ini banyak ditanam secara luas di daerah kepulauan Pasifik Selatan, Indonesia,
dan wilayah lain Asia tropika. Sebuah survei dari literatur etanobotani menunjukkan
bahwa akar, biji dan bagian aerial tanaman Abelmoschus manihot banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan bronkitis kronis, sakit gigi, vulnerary
(pasta dari kulit kayu yang digunakan untuk mengobati luka) (Onakpa 2013).
Pemanfaatan tanaman gedi saat ini tidak hanya sebagai tanaman sayuran namun
juga untuk medis. Sebagai tanaman sayuran, gedi dimanfaatkan sebagai bahan utama
masakan seperti bubur Manado, yang merupakan masakan khas daerah Sulawasi Utara
(Tambahani 2002). Sedangkan untuk medis daun gedi juga telah diuji dapat mencegah
ovariectomy-induced femoral ostopenia (kondisi densitas mineral tulang yang lebih
rendah dari batas normal pada bagian sendi tungkai akibat operasi pengangkatan
rahim/ovarium) dan beberapa masalah pengeroposan tulang lainnya (Puel et al. 2005; Wu
et al 2007; Jain et al. 2009). Tanaman gedi juga dapat meningkatkan fungsi penyaringan
glomerular, mengurangi proteinuria, hyperplasia messangium yang dapat mengurangi
kerusakan jaringan ginjal (Zhang et al. 2006; Xue et al. 2010).
Beberapa penelitian tentang metabolit sekunder gedi yang pernah dilakukan di
Indonesia diantaranya penelitian Tresnabudi (1992) yang menunjukkan bahwa
kandungan senyawa flavanoid pada tanaman ini cukup tinggi. Flavanoid sendiri dalam
dunia farmasi dikenal sebagai zat antioksidan yang dapat mengurangi risiko terkena
serangan jantung dan sebagai penghambat bahkan pembunuh sel kanker (Ren et al.
2003). Selanjutnya Pine et al. (2011) melakukan penelitian untuk mendapatkan
standardisasi mutu ekstrak tanaman gedi agar diperoleh keseragaman mutu, keamanan,
dan khasiatnya sebagai antioksidan.
Budidaya sayuran organik saat ini sedang digemari oleh masyarakat. Minat peneliti
untuk mengetahui dampak kesehatan dari konsumsi pangan organik meningkat (Huber et
al. 2011). Kelebihan sayuran organik adalah kandungan nitrat yang rendah dan tingginya
kandungan senyawa fenolik dan vitamin C yang bermanfaat untuk kesehatan seperti
antikarsinogenik (Rembialkowska 2007).
Meningkatnya pemanfaatan gedi dalam berbagai kegunaan belum diikuti dengan
informasi tentang budidaya yang tepat. Sampai saat ini tanaman gedi hanya ditanam
sebagai tanaman pagar. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui cara
budidaya tanaman gedi yang baik untuk meningkatkan hasil yang baik. Salah satu cara
2
budidaya yang penting adalah pemupukan. Ghosh et al. (2004) mengungapkan
penggunaan pupuk kandang akan menguntungkan jika pada aplikasinya dicampurkan
atau dipadukan dengan pupuk anorganik. Selain itu, hasil panen berkala tanaman gedi
dapat berkisar dari 5-15 ton ha-1 sedangkan jika terairi dan dipupuk kandang dengan baik
maka panen dapat mencapai 40-60 ton ha-1 (Gurnah 1994).
Penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan penggunaan pupuk organik
(pupuk kandang ayam) dan pupuk anorganik (NPK) dalam upaya untuk mengetahui dosis
pupuk yang memberikan pertumbuhan dan hasil panen yang maksimal pada tanaman
gedi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari respon tanaman gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) terhadap
pemupukan.
2. Mempelajari taraf dosis pupuk organik terbaik pada pertumbuhan dan produksi
sayuran indigenous gedi.
3. Memelajari pengaruh penambahan pupuk anorganik pada aplikasi pupuk organik
terhadap hasil dan pertumbuhan sayuran indigenous gedi.
TINJAUAN PUSTAKA
Habitat Gedi
Tanaman gedi tumbuh dengan jangkauan iklim yang luas tetapi iklim yang utama
adalah tropis dataran rendah hingga 1 200 m di atas permukaan laut. Pertumbuhannya
akan lebih lambat pada ketinggian yang lebih tinggi. Gedi membutuhkan curah hujan 1
200 mm/tahun yang merata untuk produksi terbaik. Gedi juga sensitif terhadap
kehilangan air dan menyukai tanah yang berdrainase baik dengan pH 5.5-7.0 (Gurnah,
1994).
Gedi tumbuh tersebar luas ke berbagai wilayah. Tanaman ini banyak ditemukan
daerah kepulauan Pasifik, India, Tenggara Cina, dan Asia Tenggara. Pusat
keanekaragaman (centre of origin) tanaman gedi sendiri masih belum jelas, namun Johns
(1995) menduga pusat keanekaragaman gedi dengan memetakan wilayah seperti pada
gambar berikut ini.
3
.
Gambar 1 Perkiraan pusat keanekaragaman gedi (Johns 1995)
Botani dan Mofologi Gedi
Gedi termasuk dalam famili Malvaceae dan satu genus dengan okra
(Abelmoschus esculentus). Gedi diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, kelas
Magnoliopsida, Ordo Malvales, Famili Malvaceae Genus Abelmoschus, dan Spesies
Abelmoschus manihot (L.) Medikus.
Tanaman ini tumbuh tegak dengan banyak cabang. Akar berupa akar serabut
dengan kedalaman 30-40 cm di dalam tanah. Tinggi tanaman bervariasi dari 1.5 m hingga
3 m, tetapi dapat tumbuh hingga 7.5 m. Warna daun hijau terang hingga hijau gelap
dengan bentuk dan ukuran daun yang bervariasi. Daun agak berlendir saat diolah untuk
konsumsi. Tanaman ini memiki kebutuhan lengas yang agak tinggi.
Gambar 2 Variasi bentuk daun dari tanaman gedi (Preston 1998)
4
Perbanyakan dan Pertumbuhan Gedi
Gedi dapat diperbanyak dengan benih tetapi lebih mudah dengan stek potongan
batangnya. Secara tradisional di Papua dan Papua New Guinea, perbanyakan dengan
menggunakan potongan sepanjang 30-60 cm (4-8 mata tunas). Jika bahan tanam sedikit,
maka dapat menggunakan potongan lebih pendek namun tetap terdapat 3-4 mata tunas.
Penanaman bahan stek langsung di lapang menyebabkan setengah dari panjang bahan
tanamnya (2-6 mata tunas) terbakar/mengering (Preston, 1998).
Jarak tanam yang dipakai biasanya 25-100 cm dalam barisan dan 100 cm antar
barisan sehingga terdapat 10 000-40 000 tanaman/ha. Penanaman biasanya dilakukan
pada awal musim hujan. Stek yang tidak muncul tunas dalam tiga minggu harus diganti
(disulam). Tanaman mulai dapat dipanen pada 80-90 hari setelah tanam dan dapat
berlangsung selama setahun, tetapi umumnya dilakukan penanaman kembali setiap tahun
(Gurnah, 1994).
Pemanenan merangsang pertumbuhan cabang, yang menyebabkan pertumbuhan
menyemak kompak, dan cenderung menunda pembungaan. Sekitar 15 cm pucuk tajuk
lembut beserta daunnya dipanen dan umumnya dikonsumsi pada hari itu juga karena
umur simpannya yang sangat pendek. Hasil keseluruhan panen berkala berkisar dari 15
ton/ha hingga 60 ton/ha (Rubatzky, V. E. and M. Yamaguchi, 1999).
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Februari sampai dengan Agustus 2011 di
Unit Lapangan Cikabayan. Lahan ini berada pada ketinggian 250 mdpl dengan jenis
tanah Inceptisol. Penimbangan hasil panen dilakukan di Laboratorium Pascapanen,
Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek gedi berukuran ±30 cm.
Pupuk kandang ayam sebagai bahan organik, pupuk NPK 15-15-15, insektisida dengan
bahan aktif Fipronil dan fungisida dengan bahan aktif Difenokonazol. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan budidaya pertanian, perlengkapan panen,
dan alat ukur.
Metode Pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
dengan satu faktor perlakuan yaitu dosis pupuk. Terdapat delapan taraf perlakuan dosis
pupuk yang akan di lakukan yaitu;
5
P0 : tanpa bahan organik
P1 : bahan organik 20 ton.ha−1
P2 : bahan organik 40 ton.ha−1
P3 : bahan organik 60 ton.ha−1
P4 : tanpa bahan organik + NPK
P5 : bahan organik 20 ton.ha−1 + NPK
P6 : bahan organik 40 ton.ha−1 + NPK
P7 : bahan organik 60 ton.ha−1 + NPK
Pupuk organik yang dipakai adalah pupuk kandang ayam. Dosis pupuk NPK yang
digunakan adalah 2 500 kg.ha−1. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 24
satuan percobaan. Satu unit percobaan terdiri dari 20 tanaman gedi dengan sampel
pengamatan setiap unitnya berjumlah 5 tanaman sehingga jumlah tanaman yang diamati
120 tanaman. Petak percobaan berupa bedengan dengan ukuran 1.5 × 5 m.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez and Gomez
1984):
Yij = + i + j + ij
Keterangan :
Yij
i
j
ij
= nilai pengamatan pengaruh perlakuan dosis pupuk ke-i dan ulangan
ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan perlakuan dosis pupuk ke-i (i=1, 2, 3, 4, ..., 8)
= pengaruh perlakuan ulangan ke-j (j=1, 2, 3)
= pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dari penelitian ini diuji menggunakan uji F pada taraf = 5%.
Bila terdapat pengaruh nyata dari peubah maka setiap taraf perlakuan akan dibandingkan
dengan menggunakan uji kontras. Untuk optimalisasi dosis pupuk dilakukan dengan
analisis regresi.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan tanam dimulai dengan pengolahan tanah satu minggu sebelum tanam.
Petak yang digunakan sebanyak 24 petak dengan luas masing-masing petak 5 × 1.5 m.
Pada saat pengolahan tanah diberikan pupuk organik sesuai dosis perlakuan. Pemberian
pupuk dilakukan dengan cara disebar di atas tanah, kemudian di campur dan dibentuk
bedengan.
Bahan tanam yang digunakan berupa stek batang yang diperoleh dari Sorong,
Papua Barat. Panjang stek batang yang digunakan yaitu ±30 cm dengan 3-4 mata tunas.
Bahan stek dibibitkan di dalam nethouse. Sebelum ditanam, stek dicelupkan dalam
larutan Fipronil 5 g/liter sebagai insektisida dan Difenokonazol 250 g/liter sebagai
fungisida. Bibit gedi dipindah lapang setelah 3 minggu setelah mengeluarkan 4-5 daun.
Bibit gedi ditanam di lapang dengan jarak tanam 50 cm × 50 cm. Aplikasi pupuk NPK
dilakukan setiap minggu dari 1 MST hingga 10 MST penelitian dengan dosis 9.4
g/tanaman setiap aplikasi. Pemupukan dilakukan dengan cara tugal di sekeliling tanaman.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiraman secara
manual menggunakan gembor, penyiangan gulma secara manual, dan pengendalian hama
dan penyakit tanaman menggunakan insektisida. Panen dilakukan mulai minggu ke-8
setelah tanam. Cara panen yang dilakukan yaitu dengan memotong pucuk atau cabang
6
yang masih muda, dan dilakukan secara berkelanjutan pada minggu-minggu berikutnya.
Pada penelitian ini dilakukan dua kali panen.
Pengamatan
Pengamatan peubah vegetatif dilakukan terhadap 5 tanaman contoh dari setiap
satuan percobaan dan dilaksanakan setiap minggu hingga memasuki waktu panen yang
meliputi :
1. Jumlah cabang dihitung pada 3 sampai 8 MST, yaitu jumlah cabang yang tumbuh dari
setiap batang utama.
2. Jumlah daun dihitung pada 3 sampai 8 MST, yaitu jumlah helaian daun yang masih
aktif (warna daun hijau) dan berukuran besar.
3. Tinggi tanaman diukur pada 3 sampai 8 MST, yaitu panjang batang utama mulai dari
permukaan tanah sampai ujung tunas tertinggi.
4. Bobot basah tanaman, yaitu keseluruhan bagian tanaman yang telah dipisahkan dari
kotoran lain dan ditimbang menggunakan timbangan analitik pada minggu terakhir
panen 17 MST.
5. Bobot kering, yaitu keseluruhan bagian tanaman yang telah ditimbang bobot
basahnya kemudian dioven dengan suhu 80ºC selama 3 × 24 jam, lalu ditimbang
dengan timbangan analitik.
Pada saat panen dilakukan pengamatan produksi tanaman contoh dan tanaman per
petak yang meliputi :
1. Bobot daun layak pasar tanaman contoh dan non contoh. Bobot daun layak pasar
yaitu daun yang penampilannya bagus (Gambar 3).
2. Bobot daun tidak layak pasar tanaman contoh dan non contoh. Bobot daun tidak layak
pasar yaitu daun yang penampilannya jelek (Gambar 4).
3. Bobot batang tanaman contoh dan non contoh. Bobot batang merupakan bagian
batang yang ikut terpangkas saat panen (Gambar 5).
A
B
C
Gambar 3 Daun layak pasar: (A) daun utama, (B) daun yang tumbuh di bawah daun
utama, (C) daun pucuk tunas
7
Gambar 4 Daun tidak layak pasar
Gambar 5 Batang yang ikut terpangkas saat panen
8
Pengamatan tingkat serangan OPT dilakukan dengan metode skoring untuk
menentukan tingkat serangan (Tabel 1).
Tabel 1. Skoring tingkat serangan
Skor
Keterangan
0
Tidak ada bagian tanaman yang terserang
1
Bagian tanaman yang terserang 75 %
Rumus untuk menghitung tingkat serangan adalah:
∑ n. i
] 100
Intensitas Penyerangan (IP) [
Keterangan:
N
= jumlah tanaman yang terserang dengan skor ke-i
Vi
= skor hama
N
= jumlah total tanaman contoh yang diamati per bedeng
V
= skor tertinggi
Pada saat panen dilakukan pengamatan produksi tanaman contoh dan tanaman per
petak yang meliputi : Bobot daun layak pasar, bobot daun tidak layak pasar, dan batang
tanaman. Analisis hara tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah,
Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Data klimatologi selama penelitian diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor. Pada saat penelitian, curah hujan
tertinggi mencapai 361.7 mm/bulan di bulan Mei, sedangkan curah hujan terendah yaitu
140.0 mm/bulan di bulan Juli. Suhu harian berkisar antara 25.6 – 26.6oC, suhu
maksimum 32.3oC dan suhu minimum 22.1oC. Berdasarkan data curah hujan tersebut
selama penelitian berlangsung dapat digolongkan sebagai bulan basah.
Awalnya tanaman yang digunakan terdiri dari dua genotipe, yaitu batang merah
dan batang hijau. Penggunaan dua genotipe tersebut merupakan penelitian yang terpisah.
Pada 2-3 MST terdapat serangan busuk batang oleh cendawan Colletotrichum sp. dengan
tingkat serangan 5-20 % pada batang hijau dan 51-90 % pada batang merah sehingga
penelitian yang dilanjutkan hanya genotipe batang hijau. Memasuki panen kedua
ditemukan serangan kutu daun (Aphididae) pada tanaman dengan tingkat serangan 817 %. Serangan kutu daun ini belum menurunkan kuantitas hasil panen tetapi
menurunkan kualitas hasil panen. Tanaman mengalami gejala klorosis, terjadi malformasi
pada daun, daun rontok dan tanaman yang menjadi kerdil.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) lain yang mengganggu selama penelitian
diantaranya adalah belalang (Valanga nigricornis), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat
pemakan daun (Plutella xylostella (L.)), dan rayap tanah dari famili Termitidae.
9
Hasil Analisis Tanah
Keadaan tanah berdasarkan hasil analisis pada lokasi lahan penelitian disajikan
pada Tabel 2. Dari hasil analisis tanah diketahui bahwa tanah termasuk kelas tekstur
berliat, dengan fraksi liat yang mencapai 69 %, fraksi debu 15 %, dan fraksi pasir 17 %.
Gedi akan tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik dengan pH 5.5-7.0
(Gurnah 1994). Hasil uji tanah menunjukkan pH di lahan penelitian berkisar 4.3.
Berdasarkan ketiga sampel hasil analisis tanah tersebut, pH lahan yang digunakan kurang
sesuai dengan pH lingkungan hidup gedi. Pengapuran tidak dilakukan karena hasil
analisis tanah diperoleh beberapa bulan setelah pengambilan sampel untuk diuji di Balai
Tanah.
Hasil uji tanah juga menunjukkan lahan penelitian merupakan lahan yang miskin
hara. Ini ditunjukkan dengan kandungan N, P, dan K yang rendah. Kandungan N beriksar
0.07 %, P2O5 (bray 1) 11.8 ppm, dan K2O (HCl 25 %) 12 mg/100g. Kriteria yang
digunakan pada Tabel 2 merupakan kriteria kesesuaian lahan pada komoditas tanaman
padi yang diperoleh dari Balai Tanah.
Tabel 2. Analisis tanah di lokasi penelitian Cikabayan (2011)
Ciri tanah
Nilai
Sampel
Kriteria
Tekstur:
Pasir
Debu
Liat
17%
15%
69%
Berliat
pH H2O
4.3
Sangat masam
pH KCl
C
3.9
0.76%
Rendah
N
0.07%
Sangat Rendah
C/N
P2O5 (bray 1)
11
Rendah
11.8 ppm
Rendah
94
P2O5 (HCl 25%)
Tinggi
mg/100g
K2O Morgan
112
12
K2O (HCl 25%)
Rendah
mg/100g
KTK
19.86
Sedang
Sumber: Hasil Pengujian dari Balai Tanah (2011)
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang
Pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang dilakukan semenjak
3 MST hingga tanaman memasuki masa panen untuk pertama kalinya, pada umur 8 MST.
10
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik tidak mempengaruhi tinggi tanaman
kecuali pada umur 3 MST. Penambahan NPK pada bahan organik mempengaruhi tinggi
tanaman umur 3 MST. Penambahan bahan organik tanpa pupuk anorganik meningkatkan
tinggi tanaman secara kuadratik. Hasil uji kontras menunjukkan terdapat beda nyata
antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman. Aplikasi
bahan organik dengan penambahan pupuk NPK dapat meningkatkan rataan tinggi
tanaman (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap tinggi tanaman pada
rata-rata 5 tanaman contoh
Dosis pupuk
4
5
6
7
8
25.7
29.2
32.5
36.5
39.7
42.2
31.2
33.7
38.9
44.3
42.5
46.1
pupuk organik (P2)
31.3
34.1
39.9
50.7
44.6
49.3
pupuk organik (P3)
30.2
33.7
38.7
48.1
45.6
47.3
30.9
31.4
35.2
41.5
43.3
48.7
pupuk organik + NPK (P5)
31.5
33.9
37.0
43.9
48.5
53.2
pupuk organik + NPK (P6)
32.5
34.3
37.5
45.2
47.4
51.7
pupuk organik + NPK (P7)
33.8
37.2
44.3
47.6
46.0
49.4
*
tn
tn
tn
tn
tn
29.6 - 32.2*
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
−1
0 ton.ha pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
Tinggi tanaman (MST)
3
Uji F
Organik vs anorganik
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
L**Q**
tn
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik tidak mempengaruhi jumlah daun
tanaman kecuali pada umur 4 dan 5 MST. Penambahan NPK pada bahan organik
mempengaruhi jumlah daun tanaman gedi umur 4 dan 5 MST. Penambahan bahan
organik saja secara kuadratik meningkatkan jumlah daun tanaman. Namun dengan
penambahan pupuk anorganik peningkatan dosis pupuk kandang meningkatkan jumlah
daun tanaman secara linier (Tabel 4).
11
Tabel 4. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah daun pada ratarata 5 tanaman contoh
Jumlah daun (MST)
Dosis pupuk
3
4
5
6
7
8
6.5
14.0
18.1
28.2
44.2
35.1
8.2
18.1
28.8
42.3
55.9
52.8
pupuk organik (P2)
10.9
23.1
32.9
47.9
55.6
53.1
pupuk organik (P3)
9.1
19.2
26.3
39.9
55.2
47.9
7.2
14.6
20.5
33.7
52.8
53.1
pupuk organik + NPK (P5)
8.3
15.9
22.7
39.5
61.7
54.1
40 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P6)
9.2
17.9
26.1
41.7
58.5
54.1
10.0
21.6
37.1
52.9
63.0
68.8
Uji F
tn
*
*
tn
tn
tn
Organik vs anorganik
-
tn
tn
-
-
-
L*Q*
Q*
L*
L*
-
-
-
−1
0 ton.ha pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
pupuk organik + NPK (P7)
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
-
Gambar 6 menunjukkan respon pupuk organik dan penambahan pupuk anorganik
terhadap jumlah daun pada 4 MST. Kurva organik yang terbentuk pada 4 MST
merupakan kurva kuadratik dengan parabola terbuka ke bawah. Berdasarkan fungsi
kuadrat tersebut diperoleh titik maksimum ketika pupuk organik yang diberikan 36.66
ton.ha-1. Nilai R2 pada persamaan tersebut sebesar 0.3878. Kurva respon pupuk anorganik
terhadap jumlah daun yang ditunjukkan pada merupakan kurva linier. Artinya belum
diperoleh titik optimal dimana peningkatan dosis pupuk tidak akan meningkatkan nilai
variabel yang diamati. Nilai variabel yang diamati cenderung meningkat seiring
peningkatan dosis pupuk. Nilai R2 pada persamaan tersebut sebesar 0.3957.
35
y = -0.005x2 + 0.4055x + 13.51
R² = 0.3878
Jumlah daun (Helai)
30
Organik
25
Anorganik
20
15
y = 0.115x + 14.033
R² = 0.3957
10
Poly.
(Organik)
Linear
(Anorganik)
5
0
0
20
40
60
80
Pupuk organik (ton.ha-1)
Gambar 6. Respon jumlah daun terhadap pupuk organik dan pupuk anorganik
pada 4 MST
12
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik tidak mempengaruhi jumlah
cabang tanaman kecuali pada umur 6 dan 8 MST. Penambahan NPK pada bahan organik
mempengaruhi jumlah cabang tanaman umur 6 dan 8 MST. Penambahan bahan organik
dan pupuk anorganik secara kuadratik meningkatkan jumlah cabang tanaman pada 6
MST. Pada 8 MST, penambahan bahan organik saja tidak meningkatkan jumlah cabang
tanaman. Pada pupuk anorganik peningkatan dosis pupuk kandang meningkatkan jumlah
cabang tanaman secara linier (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah cabang pada rata-rata 5
tanaman contoh
Dosis pupuk
Jumlah cabang (MST)
3
4
5
6
7
8
2.3
2.7
2.6
2.6
2.6
2.5
2.3
3.3
3.7
3.9
4.0
5.2
pupuk organik (P2)
2.3
3.1
3.7
3.9
3.5
5.2
pupuk organik (P3)
2.3
3.0
3.1
3.3
3.6
4.5
2.3
2.7
2.8
2.9
2.7
3.0
pupuk organik + NPK (P5)
2.4
2.5
2.5
2.6
2.8
2.9
pupuk organik + NPK (P6)
2.5
2.9
2.7
2.8
2.9
3.7
pupuk organik + NPK (P7)
2.6
3.6
4.1
4.4
4.0
5.8
Uji F
tn
tn
tn
*
tn
*
Organik vs anorganik
-
-
-
tn
-
tn
-
-
-
−1
0 ton.ha pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
Q*
L**
tn
-
L*
Panen
1.1 Bobot daun per 5 tanaman contoh
Perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel panen kecuali
pada variabel daun layak pasar panen kedua. Hasil uji kontras menunjukkan terdapat beda
nyata antara perlakuan organik dan anorganik pada daun layak pasar panen kedua, daun
layak pasar 1+2, batang panen pertama, batang panen kedua dan batang 1+2 (Tabel 6).
Penambahan bahan organik dan pupuk anorganik secara kuadratik meningkatkan
hasil panen daun layak pasar kecuali pada panen kedua untuk organik dan panen pertama
untuk anorganik. Pada panen kedua daun layak pasar penambahan bahan organik saja
tidak meningkatkan hasil panen, sedangkan pada pupuk anorganik peningkatan dosis
pupuk kandang meningkatkan hasil panen secara linier.
Pada variabel panen daun tidak layak pasar, perlakuan bahan organik saja tidak
memberikan respon yang nyata kecuali pada panen kedua. Penambahan bahan organik
saja memberikan respon yang linier terhadap hasil daun tidak layak pasar.
13
Tabel 6. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada
rata-rata 5 tanaman contoh
Bobot daun pertanaman (g)
Daun layak pasar
Dosis pupuk
D. tidak layak pasar
Batang
Panen KeI
II
I + II
I
II
I + II
I
II
I + II
91.2
71.7
162.9
25.8
23.2
49.0
31.8
17.9
49.7
20 ton.ha pupuk organik (P1)
167.9
86.3
254.1
22.1
22.6
44.7
63.8
20.1
83.9
40 ton.ha−1 pupuk organik (P2)
161.6
81.8
243.4
23.4
32.1
55.5
49.7
17.7
67.4
60 ton.ha−1 pupuk organik (P3)
144.6
63.8
208.4
15.5
30.6
46.0
30.0
21.6
51.6
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
90.3
102.8
193.1
14.2
24.4
38.6
82.1
20.6
102.7
20 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P5)
173.5
163.4
336.9
23.4
25.8
49.3
43.1
47.5
98.1
40 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P6)
102.2
34.8
136.9
19.1
11.1
30.2
48.1
11.6
52.2
196.9
218.6
415.4
26.1
48.5
74.5
59.7
66.7
126.3
Uji F
**
**
**
tn
**
**
**
**
**
Organik vs anorganik
tn
75.78 vs
129.98**
217.175 vs
270.577**
tn
tn
tn
43.83 vs
58.24**
19.33 vs
36.59**
63.155 vs
94.837**
L**Q**
tn
Q**
tn
L*
tn
Q**
tn
Q**
L*
L*
L**
tn
L*
L**
tn
L**
tn
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
−1
−1
−1
60 ton.ha pupuk organik + NPK (P7)
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
13
14
Perlakuan aplikasi bahan organik dengan pupuk anorganik memberikan
respon yang kuadratik terhadap hasil pada seluruh panen batang kecuali pada
panen kedua. Pada panen kedua aplikasi bahan organik saja peningkatan dosis
tidak berpengaruh terhadap hasil panen batang (Tabel 6).
300
Hasil panen (g)
250
y = -0.0789x2 + 5.3634x + 166.73
R² = 0.6653
200
Daun Layak Pasar
150
Batang
100
Poly. (Daun Layak
Pasar)
Poly. (Batang)
50
y = -0.0312x2 + 1.8182x + 52.304
R² = 0.5896
0
0
20
40
Pupuk organik
60
80
(ton.ha-1)
Gambar 7 Respon panen 1+2 terhadap pupuk organik
Gambar 7 menunjukkan respon aplikasi penambahan bahan organik
terhadap hasil panen 1+2 pada variabel panen daun layak pasar dan panen batang.
Kedua kurva tersebut menunjukkan pola respon hasil panen yang kuadratik
terhadap penambahan bahan organik. Dosis optimal bahan organik pada variabel
daun layak pasar adalah sebesar 33.98 ton ha-1. Pada variabel batang diperoleh
nilai titik optimum pada saat pupuk yang diberikan adalah 29.13 ton ha-1. Nilai
R2 dari daun layak panen adalah 0.6653 dan pada batang adalah 0.5896.
Hasil uji kontras antara pupuk organik dengan pupuk organik+anorganik
pada panenan pertama berbeda sangat nyata pada variabel batang, 43.83 g untuk
pupuk organik dan 58.24 g untuk pupuk anorganik. Hasil uji kontras antara pupuk
organik dengan pupuk anorganik pada panenan kedua berbeda sangat nyata pada
variabel panen daun layak pasar dan batang, sedangkan pada variabel panen daun
tidak layak pasar tidak terdapat beda nyata. Pada daun layak pasar rataan untuk
pupuk organik 75.78 g dan 129.98 g untuk pupuk organik+anorganik. Sedangkan
pada variabel panen batang rataan untuk pupuk organik dan pupuk anorganik
secara berurutan adalah 19.33 g dan 36.59 g.
Pada perhitungan panen 1+2 hasil uji kontras antara pupuk organik dengan
pupuk anorganik pada panenan kedua berbeda sangat nyata pada variabel panen
daun layak pasar dan batang, sedangkan pada variabel panen daun tidak layak
pasar tidak terdapat beda nyata. Pada daun layak pasar rataan untuk pupuk organik
15
217.175 g dan 270.577 g untuk pupuk anorganik, sedangkan pada variabel panen
batang rataan untuk pupuk organik dan pupuk anorganik secara berurutan adalah
63.155 g dan 94.837 g.
1.2 Bobot Per Bedeng
Perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap ketiga variabel panen
pada perhitungan bobot per bedeng. Hasil uji kontras pupuk organik dengan
pupuk anorganik pada bobot per bedeng menunjukkan berbeda nyata pada
variabel panen daun layak pasar. Nilai rataan untuk pupuk organik adalah
2 177.5 g dan 2 875.8 g untuk pupuk anorganik. Sedangkan pada variabel panen
daun tidak layak pasar dan batang uji kontras menunjukkan berbeda sangat nyata
antara pupuk organik dengan pupuk anorganik. Pada daun tidak layak pasar nilai
rataan untuk pupuk organik adalah 344.44 g dan 679.30 g untuk pupuk anorganik.
Pada variabel panen batang nilai rataan untuk pupuk organik 591.95 g dan
920.65 g untuk pupuk anorganik (Tabel 7).
Tabel 7 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak
dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada total panen
bedengan
Dosis pupuk
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
Daun layak
pasar
396.3
Bobot per bedeng (g)
Daun tidak
layak pasar
238.3
Batang
109.5
4395.1
448.5
946.4
pupuk organik (P2)
2704.2
489.7
960.4
pupuk organik (P3)
1210.5
201.3
351.5
0 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P4)
3290.1
663.2
1058.7
20 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P5)
1788.0
818.5
583.0
pupuk organik + NPK (P6)
1725.3
302.4
587.0
pupuk organik + NPK (P7)
4699.8
933.1
1453.9
**
2176.5 vs
2875.8*
**
344.44 vs
679.30 **
**
591.95 vs
920.65**
Q**
Q**
Q**
tn
tn
tn
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
Uji F
Organik vs anorganik
Respon tanaman terhadap pupuk
organik
Respon tanaman terhadap pupuk
organik + NPK
Pupuk organik menunjukkan respon yang sangat kuadratik pada pada
ketiga variabel panen yaitu daun layak pasar, daun tidak layak pasar dan batang.
Berbeda dengan pupuk organik, respon yang tidak nyata ditunjukkan oleh pupuk
anorganik pada ketiga variabel panen. Kurva dari respon pupuk organik disajikan
pada Gambar 6.
16
6000
Daun Layak Pasar
Bobot panen (g)
5000
Daun Tidak Layak Pasar
y = -2.6867x2 + 182.93x + 786.25
R² = 0.5306
4000
Batang
Poly. (Daun Layak Pasar)
3000
Poly. (Daun Tidak Layak
Pasar)
2000
y = -1.0514x2 + 69.345x + 219.01
R² = 0.5879
Poly. (Batang)
1000
y = -0.4525x2 + 30.485x + 190.67
R² = 0.362
0
0
20
40
60
-1
Pupuk organik (ton.ha )
80
Gambar 8 Respon bobot per bedeng pada pupuk organik
Gambar 8 menunjukkan respon kuadratik total panen per bedeng terhadap
peningkatan dosis pupuk organik. Ketiga variabel panen menunjukkan pola
parabola yang terbuka ke bawah. Dari persamaan fungsi tiap variabel panen
diperoleh titik optimum 34.04 ton ha-1 untuk daun layak pasar, 32.98 ton ha-1
untuk batang, dan 33.69 ton ha-1 untuk daun tidak layak pasar. Nilai R2 pada daun
layak pasar, batang dan daun tidak layak pasar secara berurutan adalah 0.5306,
0.5879, dan 0.362.
1.3 Estimasi Panen Per Hektar
Perhitungan perkiraan panen dalam skala hektar tersaji pada Tabel 8.
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh sangat nyata pada
seluruh variabel panen. Hasil uji kontras antara organik dan anorganik
menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada variabel panen daun layak pasar dan
menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata pada variabel daun tidak layak
pasar dan variabel batang. Nilai rataan pupuk organik pada daun layak pasar
adalah 2.902 ton dan 3.834 ton pada pupuk anorganik. Rataan untuk daun tidak
layak pasar adalah 0.459 ton untuk organik dan 0.905 ton untuk anorganik.
Sedangkan untuk batang adalah 0.789 ton untuk organik dan 1.227 ton untuk
anorganik.
17
Tabel 8 Estimasi bobot panen per hektar
Estimasi bobot panen per hektar (ton)
Daun layak
Daun tidak
Batang
pasar
layak pasar
0.5284
0.3178
0.146
Dosis pupuk
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
20 ton.ha−1 pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
5.8601
0.5978
1.2619
pupuk organik (P2)
3.6056
0.6529
1.2806
pupuk organik (P3)
1.614
0.2684
0.4687
4.3868
0.8843
1.4116
pupuk organik + NPK (P5)
2.384
1.0914
0.7773
pupuk organik + NPK (P6)
2.3004
0.4032
0.7827
pupuk organik + NPK (P7)
6.2665
1.2441
1.9385
**
**
2.902 vs
3.834*
0.459 vs
0.905**
Q**
Q**
**
0.789
vs
1.227**
Q**
tn
tn
tn
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
Uji F
Organik vs anorganik
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
Peningkatan dosis pupuk organik menunjukkan hasil yang kuadratik
terhadap hasil panen diseluruh variabel panen. Respon aplikasi pupuk organik
tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Dari persamaan fungsi kurva tersebut dapat
diperoleh titik optimum 30.39 ton ha-1 untuk daun layak pasar, 32.17 ton ha-1
untuk batang, dan 30.62 ton ha-1 untuk daun tidak layak pasar. Nilai R2 pada daun
layak pasar, batang, dan daun tidak layak pasar secara berurutan adalah 0.7835,
0.9178, dan 0.6973.
7
y = -0.0046x2 + 0.2796x + 0.9209
R² = 0.7835
Daun Layak Pasar
6
Daun Tidak Layak
Pasar
Batang
Panen (ton)
5
4
3
Poly. (Daun Layak
Pasar)
Poly. (Daun Tidak
Layak Pasar)
Poly. (Batang)
y = -0.0012x2 + 0.0772x + 0.1593
R² = 0.9178
y = -0.0004x2 + 0.0245x + 0.307
R² = 0.6973
2
1
0
0
20
40
Pupuk organik
60
80
(ton.ha-1)
Gambar 9 Respon estimasi panen per hektar dengan pupuk organik
18
1.4 Bobot Basah dan Bobot Kering
Perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot
kering tanaman. Perlakuan P7 menunjukkan nilai rataan tertinggi pada bobot
basah dan bobot kering dengan nilai 541.1 g untuk bobot basah dan 161.6 g pada
bobot kering. Perlakuan P0 menunjukkan nilai rataan terendah baik pada bobot
basah (108.0 g) maupun bobot kering (27.6 g). Uji kontras antara pupuk organik
dengan pupuk anorganik pada bobot basah dan bobot kering hanya berbeda nyata
pada bobot basah. Rataan pupuk organik pada bobot basah adalah 203.2 g dan
309.5 g pada pupuk anorganik (Tabel 9).
Tabel 9 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering dan bobot
basah tanaman
Bobot (g)
Dosis pupuk
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
20 ton.ha−1 pupuk organik (P1)
40 ton.ha−1 pupuk organik (P2)
60 ton.ha−1 pupuk organik (P3)
0 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P5)
40 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P6)
60 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P7)
Uji F
Organik vs Anorganik
Basah
Kering
108.0
271.7
268.9
164.3
209.0
233.6
281.3
514.1
*
203.22 vs
309.53*
27.6
83.9
90.7
41.7
63.8
77.3
74.8
161.6
*
tn
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis tanah yang telah dilakukan, pH lahan penelitian
yang digunakan kurang sesuai dengan syarat tumbuh gedi. Derajat keasaman
lahan berkisar 3.9 pH KCl dan 4.3 pH H2O. Tanah pada lahan penelitian memiliki
drainase yang kurang baik, tanah akan retak bila kondisi kering dan menjadi berat
bila turun hujan. Gedi membutuhkan curah hujan 1 200 mm/tahun yang merata
untuk produksi terbaik. Curah hujan di lahan tidak merata pada bulan awal tanam,
kondisi tidak ada hujan pada tiga minggu pertama lalu hujan dengan intensitas
tinggi pada minggu keempat. Gedi juga sensitif terhadap kehilangan air dan
menyukai tanah yang berdrainase baik dengan pH 5.5-7.0 (Gurnah 1994).
Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman sekitar
satu ruas jari. Sisi tanaman yang diberikan pupuk selalu berbeda tiap minggunya.
Aplikasi secara langsung tersebut sangat berhubungan dengan cuaca harian saat
aplikasi. Pupuk dapat menguap bila cuaca terik dan tak ada hujan setelah aplikasi
dilakukan. Sedangkan pupuk dapat tercuci (terbawa aliran air) bila turun hujan
sangat lebat setelah aplikasi pupuk dilakukan.
19
Secara umum perlakuan dosis pupuk memberikan respon yang hampir
sama terhadap semua pertumbuhan vegetatif gedi. Pada tinggi tanaman dosis
pupuk hanya berpengaruh nyata pada awal penelitian sedangkan selanjutnya tidak
menunjukkan pengaruh nyata. Hasil uji kontras antara pupuk organik dengan
pupuk anorganik juga hanya berbeda nyata pada variabel tinggi tanaman (3 MST).
Pada jumlah daun dan jumlah cabang menunjukkan perlakuan pupuk
memberikan pengaruh yang nyata pada pertengahan dan akhir pengamatan
vegetatif. Pengamatan vegetatif sendiri berakhir ketika kondisi tanaman sudah
menjelang masa panen. Pada variabel pengamatan vegetatif jumlah daun dan
jumlah cabang, uji kontras menunjukkan tidak ada beda nyata antara pupuk
organik dengan pupuk anorganik. Penambahan NPK meningkatkan nilai
pengamatan vegetatif tanaman.
Umumnya pertumbuhan vegetatif yang baik akan diikuti dengan
peningkatan komponen produksi (bobot panen). Tanaman gedi yang digunakan
pada penelitian merupakan sayuran yang dikonsumsi bagian vegetatifnya (daun),
sehingga semakin banyak cabang dan daun pada tanaman akan semakin tinggi
hasil per tanaman yang dipanen. Pemanenan pada daun gedi dilakukan dengan
cara mamangkas pucuk batang yang masih muda. Akibat pemangkasan tersebut
akan memacu perkembangan kuncup samping. Kuncup apikal akan memberikan
pengaruh menekan pertumbuhan kuncup samping. Pematahan dominansi apikal
akan merangasang percabangan baru yang berasal dari tunas aksilar (Acquaah
2004).
Perhitungan panen meliputi panenan pertama, panenan kedua dan total
panen 1+2 ( 5 tanaman contoh), bobot per bedeng dan estimasi panen per hektar.
Bila dilihat secara keseluruhan, hasil uji kontras antara pupuk organik dengan
pupuk anorganik berbeda nyata hampir pada semua perhitungan panen. Pupuk
anorganik mempunyai nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
rataan pupuk organik. Respon tidak berbeda nyata hanya ditunjukkan pada
variabel panen daun layak pasar pada panen pertama dan keseluruhan panen
(panenan pertama, panenan kedua dan total panen 1+2) variabel panen daun tidak
layak pasar pada (Tabel 6).
Penambahan NPK meningkatkan hasil panen tanaman dibandingkan
dengan perlakuan yang hanya dipupuk organik saja. Hal ini diduga karena
perbedaan waktu aplikasi pupuk. Pemberian pupuk organik diaplikasikan diawal
pengolahan lahan sementara penambahan pupuk anorganik diaplikasikan setiap
minggu selama penelitian. Aplikasi pupuk anorganik ditiap minggunya
mengurangi risiko pencucian hara di lahan penelitian.
Keadaan lahan penelitian yang miskin hara membuat tanaman
mengandalkan pemberian pupuk sebagai sumber haranya. Sedangkan kondisi
fisiologis yang dialami tanaman berbeda tiap minggunya, terlebih ketika panen
dimana tanaman melakukan recovery akibat pemangkasan. Penambahan pupuk
anorganik menjadi sumber hara bagi tanaman disaat hara yang tersedia sudah
sangat minim.
Koefisien determinasi atau R2 dari persamaan diberbagai perhitungan
panen cukup bervariasi. Nilai R2 dari panen 1+2 pada variabel panen daun layak
pasar adalah 66 % dan batang adalah 58 %. Pada perhitungan total panen per
bedeng nilai R2 pada variabel daun layak pasar, daun tidak layak pasar dan batang
berturut-turut adalah 53 %, 58 %, dan 36 %. Pada perhitungan estimasi panen per
20
hektar nilai R2 yang diperolah dari variabel panen daun layak pasar, daun tidak
layak pasar dan batang cukup tinggi yaitu 78 %, 91 %, dan 69 %. Nilai-nilai
tersebut menunjukkan ketepatan yang dapat diperoleh dari persamaan regresi.
Koefisien determinasi panen total bedengan daun layak pasar 53 % berarti
persamaan regresi yang diperoleh mampu menjelaskan sebaran data yang
diperoleh dengan ketepatan data 53 %. Artinya persamaan regresi mampu
menjelaskan 53 % pengaruh pupuk terhadap hasil panen, sedangkan 47 % sisanya
dijelaskan olah faktor-faktor diluar persamaan.
Dosis optimal pupuk organik yang direkomendasikan berdasarkan hasil
penelitian ini adalah 30.39 – 34.04 ton ha-1. Bobot panen daun layak pasar yang
diperoleh adalah 3 900.05 g per bedeng atau 5.1696 ton per hektar. Dosis yang
direkomendasikan merupakan dosis pupuk organik optimal dari perhitungan bobot
panen per bedeng dan estimasi panen panen per hektar pada variabel daun layak
pasar tanpa mengesampingkan perhitungan vegetatif dan panen lainnya. Dosis
pupuk rekomendasi yang dipilih merupakan dosis pupuk optimal pada variabel
daun layak pasar karena pada tanaman gedi, daun merupakan bagian yang dapat
dimakan sedangkan batang merupakan bagian yang ikut terpangkas ketika panen.
Dosis bahan organik dengan penambahan pupuk anorganik terbaik belum
dapat ditentukan dari penelitian ini karena secara umum bahan organik + NPK
masih memunjukkan respon linier. Respon linier menunjukkan bahwa
peningkatan dosis pupuk masih akan meningkatkan hasil pengamatan pada
variabel tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa gedi responsif terhadap pemupukan.
Pemupukan organik (kandang ayam) yang direkomendasikan adalah 30.39 –
34.04 ton.ha-1. Penambahan pupuk NPK pada aplikasi pupuk organik dapat
meningkatkan produksi namun, dosis optimum yang direkomendasikan dari
pemupukan organik dengan penambahan NPK belum dapat ditentukan karena
hingga dosis pupuk organik 60 ton.ha-1 respon yang ditunjukkan masih linier.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang kaitan kondisi kimia dan fisika tanah
dengan pertumbuhan dan produksi gedi. Selain itu, sebaiknya saat menanam gedi
dilakukan pada saat musim hujan untuk mengurangi tanaman kekurangan air pada
periode stek awal.
21
DAFTAR PUSTAKA
Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. West Sussex (UK):
Blackwell Publishing.
Exarchou V, Nenadis N, Tsimidoi M, Gerothanassis IP, Troganis A, Boskou D.
2002. Antioxidant activities and phenolic composition of extract from greek
oregano, greek sage, and summer savory. J Agric Food Chem. 50(19):53945299.
Ghosh PK, Ramesh P, Bandyopadhyay KK, Tripathi AK, Hati KM, Misra AK,
Acharya CL. 2004. Comparative effectiveness of cattle manure, poultry
manure, phosphocompost and fertilizer-NPK on three cropping systems in
vertisols of semi-arid tropics. I. Crop yields and system performance.
Bioresource Technology. 95:77–83.
Gomez KA, Gomez AA. 1984. Stastistical Procedures for Agricultural Research.
New York (US): John Wiley & Sons.
Gurnah AM. 1994. Abelmoschus manihot (L). Medikus. Di dalam: Siemonsma J,
Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia No. 8. PROSEA:
Vegetables. Bogor (ID) p 60-244.
Hidayat IM, Kirana R, Gaswantoro R, Kusmana. 2006. Petunjuk teknis budidaya
dan produksi benih beberapa sayuran indigenous. Lembang (ID): Balai
Penelitian Tanaman Sayuran.
Huber M, Rembialkowska E, Srednicka D, Bugel S, Van de Vijver LPL. 2011.
Organic food and impact on human health: Assesing the status quo and
prospects of research. NJAS-Wageningen J. Life Sci. 58:103-109
Jain PS, Bari SB, Surana SJ. 2009. Isolation of stigmasterol and sitosterol from
petroleum ether of woody stem of Abelmoschus manihot. Asian Journal of
Biological Sciences. 2(4):112-117.
Johns DR. 1995. Malesia – an introduction. Curtis’s botanical magazine.
Blackwell. 12(2):52-62.
Onakpa MM. 2013. Ethnomedicinal, phytochemical and pharmacological profile
of genus Abelmoschus. Phytopharmacology. 3(4):648-663.
Pine ATD, Alam G, Attamim F. 2011. Standardisasi mutu ekstrak daun gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) dan uji efek antioksidan dengan metode
DPPH. e_journal Program Pascasarjana UNHAS.
Preston SR. 1998. Aibika/bele. Abe
PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
GEDI (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) MELALUI APLIKASI
PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK
RAHMAT HADI WIBOWO
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peningkatan
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.)
dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Rahmat Hadi Wibowo
NIM A24070029
iv
ABSTRAK
RAHMAT HADI WIBOWO. Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik.) melalui Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA dan JUANG
GEMA KARTIKA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan pupuk
organik dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi gedi
(Abelmoschus manihot (L) Medik.). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan Agustus 2011 di Unit Lapang Cikabayan, Institut Pertanian Bogor,
Indonesia. Bahan tanam merupakan stek gedi yang berasal dari Sorong, Papua
Barat. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak
Kelompok Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan yaitu dosis pupuk.
Terdapat delapan taraf pupuk yang dicobakan 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 pupuk organik
dan 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 pupuk organik + NPK. Pupuk organik yang dipakai
adalah pupuk kandang ayam dan pupuk anorganik yang dipakai adalah NPK 1515-15. Hasil penelitian menunjukkan pupuk organik dengan dosis 30.39-34.04
ton.ha−1 akan memberikan hasil yang optimum. Dosis pupuk optimum pupuk
organik + NPK belum dapat ditentukan. Namun, penambahan pupuk NPK pada
pemupukan organik dapat meningkatkan hasil panen tanaman.
Kata kunci: dosis pupuk, gedi, pertumbuhan, produksi
ABSTRACT
RAHMAT HADI WIBOWO. Application of organic fertilizer and anorganic
fertilizer for increasing the growth and yield of Gedi (Abelmoschus manihot (L)
Medik.). Supervised by ANAS DINURROHMAN SUSILA dan JUANG GEMA
KARTIKA.
The objective of this research was to study the effect of organic fertilizer
and anorganic fertilizer rate to the growth and yield of gedi (Abelmoschus manihot
(L.) Medik.). This research was conducted at Cikabayan Farm, Institut Pertanian
Bogor, Indonesia from February to August 2011. The material plant was collected
from Sorong, West Papua. The experiment was arranged in Completely
Randomized Block Design with fertilizer rate as a single factor treatment. There
were eight fertilizer rate treatments such as 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 organic
fertilizer and 0, 20, 40, 60 ton.ha−1 organic fertilizer + NPK. The organic fertilizer
was used chicken manure and anorganic fertilizer NPK 15-15-15. The result of
this research showed that using 30.39-34.04 ton.ha-1 of organic fertilizer rate will
reached the optimum yield. The optimum rate of organic fertilizer + NPK
fertilizer was not determined yet. But, by using of NPK fertilizer could increase
the harvest.
Keywords: fertilizer dose, gedi, growth, production
v
PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
GEDI (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) DENGAN APLIKASI
PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK
RAHMAT HADI WIBOWO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
vi
vii
Judul Skripsi : Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi (Abelmoschus
manihot (L.) Medik.) dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik
Nama
: Rahmat Hadi Wibowo
NIM
: A24070029
Disetujui oleh
Dr Ir Anas D Susila, MS
Pembimbing I
Juang Gema Kartika, SP MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi yang berjudul “Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik.) Melalui Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih terutama
penulis sampaikan kepada Bapak Anas Dinurrohman Susila dan Ibu Gema Juang
Kartika selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran,
bimbingan, serta pengarahan selama penulisan skripsi penelitian ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Endah Retno Palupi selaku dosen
penguji yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi untuk skripsi ini.
Untuk Ibu, Bapak, dan Anis serta keluarga besar atas seluruh dukungan, cinta dan
doanya. Untuk Ibu Heni Purnamawati atas segala nasihat dan dukungan semangat.
Untuk Hesti Paramita Sari atas segala bantuan, saran dan selalu menjadi
pendengar yang baik. Untuk Febriana Widiastuti atas segala bantuannya selama di
lapang dan laboratorium, dukungan semangat dan kesabarannya yang sangat luar
biasa. Kepada teknisi dan pegawai kebun Unit Lapangan Cikabayan, University
Farm IPB yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Serta
kepada para sahabat, dan rekan-rekan seperjuangan penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang
membaca.
Bogor, Oktober 2013
Rahmat Hadi Wibowo
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Habitat Gedi
2
Botani dan Mofologi Gedi
3
Perbanyakan dan Pertumbuhan Gedi
4
METODE
4
Tempat dan Waktu
4
Bahan dan Alat
4
Metode Pelaksanaan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Penelitian
8
Hasil Analisis Tanah
9
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang
9
Panen
12
Pembahasan
18
KESIMPULAN DAN SARAN
20
Kesimpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
38
x
DAFTAR TABEL
1. Skoring tingkat serangan
2. Analisis tanah di lokasi penelitian Cikabayan (2011)
3. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap tinggi tanaman pada
rata-rata 5 tanaman contoh
4. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah daun pada ratarata 5 tanaman contoh
5. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah cabang pada
rata-rata 5 tanaman contoh
6. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak
dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada rata-rata 5
tanaman contoh
7. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak
dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada total panen
bedengan
8. Estimasi bobot panen per hektar
9. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering dan bobot
basah tanaman
8
9
10
11
12
13
15
17
18
DAFTAR GAMBAR
1. Perkiraan pusat keanekaragaman gedi (Johns 1995)
2. Variasi bentuk daun dari tanaman gedi (Preston 1998)
3. Daun layak pasar: (A) daun utama, (B) daun yang tumbuh di bawah
daun utama, (C) daun pucuk tunas
4. Daun tidak layak pasar
5. Batang yang ikut terpangkas saat panen
6. Respon jumlah daun terhadap bahan organik dan pupuk anorganik pada
4 MST
7. Respon panen 1+2 terhadap bahan organik
8. Respon bobot per bedeng pada bahan organik
9. Respon estimasi panen per hektar dengan bahan organik
3
3
6
7
7
11
14
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data iklim makro wilayah Dramaga, Bogor bulan Maret sampai Juli
2011
2. Data cuaca harian wilayah Dramaga. Bogor bulan April 2011
3. Data cuaca harian wilayah Dramaga. Bogor bulan Mei 2011
4. Data cuaca harian wilayah Dramaga. Bogor bulan Juni 2011
5. OPT pada gedi: kutu putih (A), rayap (B), ulat jengkal (C), Aphididae
(D), serangan Colletotrichum sp. (E)
23
24
25
26
27
xi
6. Tunas aksilar (A), pemangkasan panen merangsang pertumbuhan tunas
aksilar (B), tunas yang telah menjadi cabang yang kokoh (C)
7. Lahan tanaman gedi di Sorong, Papua Barat (A), petani setempat sedang
memanen tanaman gedi (B)
28
29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli pada daerah tertentu atau berasal
dari wilayah atau ekosistem tertentu, termasuk spesies atau varietas yang sudah sekian
lama berevolusi dari materi pendatang/introduksi dari wilayah geografis lain (Hidayat et.
al. 2009). Biasanya sayuran ini hanya diusahakan sebagai tanaman pagar yang akan
dikonsumsi untuk kebutuhan dapur dan tidak ada teknik budidaya secara khusus yang
dilakukan untuk merawat sayuran indigenous ini. Sayuran ini seringkali digunakan
sebagai obat-obatan maupun jamu-jamuan karena mengandung senyawa fitokimia yang
berfungsi sebagai antioksidan (Exarchou et al. 2002).
Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) diklasifikasikan ke dalam kelas
Magnoliopsida, Ordo Malvales, Famili Malvaceae (Rubatzky and Yamaguchi 1999).
Gedi adalah tanaman semak tahunan, dan kemungkinan berasal dari daerah Asia tropika.
Tanaman ini banyak ditanam secara luas di daerah kepulauan Pasifik Selatan, Indonesia,
dan wilayah lain Asia tropika. Sebuah survei dari literatur etanobotani menunjukkan
bahwa akar, biji dan bagian aerial tanaman Abelmoschus manihot banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan bronkitis kronis, sakit gigi, vulnerary
(pasta dari kulit kayu yang digunakan untuk mengobati luka) (Onakpa 2013).
Pemanfaatan tanaman gedi saat ini tidak hanya sebagai tanaman sayuran namun
juga untuk medis. Sebagai tanaman sayuran, gedi dimanfaatkan sebagai bahan utama
masakan seperti bubur Manado, yang merupakan masakan khas daerah Sulawasi Utara
(Tambahani 2002). Sedangkan untuk medis daun gedi juga telah diuji dapat mencegah
ovariectomy-induced femoral ostopenia (kondisi densitas mineral tulang yang lebih
rendah dari batas normal pada bagian sendi tungkai akibat operasi pengangkatan
rahim/ovarium) dan beberapa masalah pengeroposan tulang lainnya (Puel et al. 2005; Wu
et al 2007; Jain et al. 2009). Tanaman gedi juga dapat meningkatkan fungsi penyaringan
glomerular, mengurangi proteinuria, hyperplasia messangium yang dapat mengurangi
kerusakan jaringan ginjal (Zhang et al. 2006; Xue et al. 2010).
Beberapa penelitian tentang metabolit sekunder gedi yang pernah dilakukan di
Indonesia diantaranya penelitian Tresnabudi (1992) yang menunjukkan bahwa
kandungan senyawa flavanoid pada tanaman ini cukup tinggi. Flavanoid sendiri dalam
dunia farmasi dikenal sebagai zat antioksidan yang dapat mengurangi risiko terkena
serangan jantung dan sebagai penghambat bahkan pembunuh sel kanker (Ren et al.
2003). Selanjutnya Pine et al. (2011) melakukan penelitian untuk mendapatkan
standardisasi mutu ekstrak tanaman gedi agar diperoleh keseragaman mutu, keamanan,
dan khasiatnya sebagai antioksidan.
Budidaya sayuran organik saat ini sedang digemari oleh masyarakat. Minat peneliti
untuk mengetahui dampak kesehatan dari konsumsi pangan organik meningkat (Huber et
al. 2011). Kelebihan sayuran organik adalah kandungan nitrat yang rendah dan tingginya
kandungan senyawa fenolik dan vitamin C yang bermanfaat untuk kesehatan seperti
antikarsinogenik (Rembialkowska 2007).
Meningkatnya pemanfaatan gedi dalam berbagai kegunaan belum diikuti dengan
informasi tentang budidaya yang tepat. Sampai saat ini tanaman gedi hanya ditanam
sebagai tanaman pagar. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui cara
budidaya tanaman gedi yang baik untuk meningkatkan hasil yang baik. Salah satu cara
2
budidaya yang penting adalah pemupukan. Ghosh et al. (2004) mengungapkan
penggunaan pupuk kandang akan menguntungkan jika pada aplikasinya dicampurkan
atau dipadukan dengan pupuk anorganik. Selain itu, hasil panen berkala tanaman gedi
dapat berkisar dari 5-15 ton ha-1 sedangkan jika terairi dan dipupuk kandang dengan baik
maka panen dapat mencapai 40-60 ton ha-1 (Gurnah 1994).
Penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan penggunaan pupuk organik
(pupuk kandang ayam) dan pupuk anorganik (NPK) dalam upaya untuk mengetahui dosis
pupuk yang memberikan pertumbuhan dan hasil panen yang maksimal pada tanaman
gedi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari respon tanaman gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) terhadap
pemupukan.
2. Mempelajari taraf dosis pupuk organik terbaik pada pertumbuhan dan produksi
sayuran indigenous gedi.
3. Memelajari pengaruh penambahan pupuk anorganik pada aplikasi pupuk organik
terhadap hasil dan pertumbuhan sayuran indigenous gedi.
TINJAUAN PUSTAKA
Habitat Gedi
Tanaman gedi tumbuh dengan jangkauan iklim yang luas tetapi iklim yang utama
adalah tropis dataran rendah hingga 1 200 m di atas permukaan laut. Pertumbuhannya
akan lebih lambat pada ketinggian yang lebih tinggi. Gedi membutuhkan curah hujan 1
200 mm/tahun yang merata untuk produksi terbaik. Gedi juga sensitif terhadap
kehilangan air dan menyukai tanah yang berdrainase baik dengan pH 5.5-7.0 (Gurnah,
1994).
Gedi tumbuh tersebar luas ke berbagai wilayah. Tanaman ini banyak ditemukan
daerah kepulauan Pasifik, India, Tenggara Cina, dan Asia Tenggara. Pusat
keanekaragaman (centre of origin) tanaman gedi sendiri masih belum jelas, namun Johns
(1995) menduga pusat keanekaragaman gedi dengan memetakan wilayah seperti pada
gambar berikut ini.
3
.
Gambar 1 Perkiraan pusat keanekaragaman gedi (Johns 1995)
Botani dan Mofologi Gedi
Gedi termasuk dalam famili Malvaceae dan satu genus dengan okra
(Abelmoschus esculentus). Gedi diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, kelas
Magnoliopsida, Ordo Malvales, Famili Malvaceae Genus Abelmoschus, dan Spesies
Abelmoschus manihot (L.) Medikus.
Tanaman ini tumbuh tegak dengan banyak cabang. Akar berupa akar serabut
dengan kedalaman 30-40 cm di dalam tanah. Tinggi tanaman bervariasi dari 1.5 m hingga
3 m, tetapi dapat tumbuh hingga 7.5 m. Warna daun hijau terang hingga hijau gelap
dengan bentuk dan ukuran daun yang bervariasi. Daun agak berlendir saat diolah untuk
konsumsi. Tanaman ini memiki kebutuhan lengas yang agak tinggi.
Gambar 2 Variasi bentuk daun dari tanaman gedi (Preston 1998)
4
Perbanyakan dan Pertumbuhan Gedi
Gedi dapat diperbanyak dengan benih tetapi lebih mudah dengan stek potongan
batangnya. Secara tradisional di Papua dan Papua New Guinea, perbanyakan dengan
menggunakan potongan sepanjang 30-60 cm (4-8 mata tunas). Jika bahan tanam sedikit,
maka dapat menggunakan potongan lebih pendek namun tetap terdapat 3-4 mata tunas.
Penanaman bahan stek langsung di lapang menyebabkan setengah dari panjang bahan
tanamnya (2-6 mata tunas) terbakar/mengering (Preston, 1998).
Jarak tanam yang dipakai biasanya 25-100 cm dalam barisan dan 100 cm antar
barisan sehingga terdapat 10 000-40 000 tanaman/ha. Penanaman biasanya dilakukan
pada awal musim hujan. Stek yang tidak muncul tunas dalam tiga minggu harus diganti
(disulam). Tanaman mulai dapat dipanen pada 80-90 hari setelah tanam dan dapat
berlangsung selama setahun, tetapi umumnya dilakukan penanaman kembali setiap tahun
(Gurnah, 1994).
Pemanenan merangsang pertumbuhan cabang, yang menyebabkan pertumbuhan
menyemak kompak, dan cenderung menunda pembungaan. Sekitar 15 cm pucuk tajuk
lembut beserta daunnya dipanen dan umumnya dikonsumsi pada hari itu juga karena
umur simpannya yang sangat pendek. Hasil keseluruhan panen berkala berkisar dari 15
ton/ha hingga 60 ton/ha (Rubatzky, V. E. and M. Yamaguchi, 1999).
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Februari sampai dengan Agustus 2011 di
Unit Lapangan Cikabayan. Lahan ini berada pada ketinggian 250 mdpl dengan jenis
tanah Inceptisol. Penimbangan hasil panen dilakukan di Laboratorium Pascapanen,
Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek gedi berukuran ±30 cm.
Pupuk kandang ayam sebagai bahan organik, pupuk NPK 15-15-15, insektisida dengan
bahan aktif Fipronil dan fungisida dengan bahan aktif Difenokonazol. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan budidaya pertanian, perlengkapan panen,
dan alat ukur.
Metode Pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
dengan satu faktor perlakuan yaitu dosis pupuk. Terdapat delapan taraf perlakuan dosis
pupuk yang akan di lakukan yaitu;
5
P0 : tanpa bahan organik
P1 : bahan organik 20 ton.ha−1
P2 : bahan organik 40 ton.ha−1
P3 : bahan organik 60 ton.ha−1
P4 : tanpa bahan organik + NPK
P5 : bahan organik 20 ton.ha−1 + NPK
P6 : bahan organik 40 ton.ha−1 + NPK
P7 : bahan organik 60 ton.ha−1 + NPK
Pupuk organik yang dipakai adalah pupuk kandang ayam. Dosis pupuk NPK yang
digunakan adalah 2 500 kg.ha−1. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 24
satuan percobaan. Satu unit percobaan terdiri dari 20 tanaman gedi dengan sampel
pengamatan setiap unitnya berjumlah 5 tanaman sehingga jumlah tanaman yang diamati
120 tanaman. Petak percobaan berupa bedengan dengan ukuran 1.5 × 5 m.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez and Gomez
1984):
Yij = + i + j + ij
Keterangan :
Yij
i
j
ij
= nilai pengamatan pengaruh perlakuan dosis pupuk ke-i dan ulangan
ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan perlakuan dosis pupuk ke-i (i=1, 2, 3, 4, ..., 8)
= pengaruh perlakuan ulangan ke-j (j=1, 2, 3)
= pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dari penelitian ini diuji menggunakan uji F pada taraf = 5%.
Bila terdapat pengaruh nyata dari peubah maka setiap taraf perlakuan akan dibandingkan
dengan menggunakan uji kontras. Untuk optimalisasi dosis pupuk dilakukan dengan
analisis regresi.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan tanam dimulai dengan pengolahan tanah satu minggu sebelum tanam.
Petak yang digunakan sebanyak 24 petak dengan luas masing-masing petak 5 × 1.5 m.
Pada saat pengolahan tanah diberikan pupuk organik sesuai dosis perlakuan. Pemberian
pupuk dilakukan dengan cara disebar di atas tanah, kemudian di campur dan dibentuk
bedengan.
Bahan tanam yang digunakan berupa stek batang yang diperoleh dari Sorong,
Papua Barat. Panjang stek batang yang digunakan yaitu ±30 cm dengan 3-4 mata tunas.
Bahan stek dibibitkan di dalam nethouse. Sebelum ditanam, stek dicelupkan dalam
larutan Fipronil 5 g/liter sebagai insektisida dan Difenokonazol 250 g/liter sebagai
fungisida. Bibit gedi dipindah lapang setelah 3 minggu setelah mengeluarkan 4-5 daun.
Bibit gedi ditanam di lapang dengan jarak tanam 50 cm × 50 cm. Aplikasi pupuk NPK
dilakukan setiap minggu dari 1 MST hingga 10 MST penelitian dengan dosis 9.4
g/tanaman setiap aplikasi. Pemupukan dilakukan dengan cara tugal di sekeliling tanaman.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiraman secara
manual menggunakan gembor, penyiangan gulma secara manual, dan pengendalian hama
dan penyakit tanaman menggunakan insektisida. Panen dilakukan mulai minggu ke-8
setelah tanam. Cara panen yang dilakukan yaitu dengan memotong pucuk atau cabang
6
yang masih muda, dan dilakukan secara berkelanjutan pada minggu-minggu berikutnya.
Pada penelitian ini dilakukan dua kali panen.
Pengamatan
Pengamatan peubah vegetatif dilakukan terhadap 5 tanaman contoh dari setiap
satuan percobaan dan dilaksanakan setiap minggu hingga memasuki waktu panen yang
meliputi :
1. Jumlah cabang dihitung pada 3 sampai 8 MST, yaitu jumlah cabang yang tumbuh dari
setiap batang utama.
2. Jumlah daun dihitung pada 3 sampai 8 MST, yaitu jumlah helaian daun yang masih
aktif (warna daun hijau) dan berukuran besar.
3. Tinggi tanaman diukur pada 3 sampai 8 MST, yaitu panjang batang utama mulai dari
permukaan tanah sampai ujung tunas tertinggi.
4. Bobot basah tanaman, yaitu keseluruhan bagian tanaman yang telah dipisahkan dari
kotoran lain dan ditimbang menggunakan timbangan analitik pada minggu terakhir
panen 17 MST.
5. Bobot kering, yaitu keseluruhan bagian tanaman yang telah ditimbang bobot
basahnya kemudian dioven dengan suhu 80ºC selama 3 × 24 jam, lalu ditimbang
dengan timbangan analitik.
Pada saat panen dilakukan pengamatan produksi tanaman contoh dan tanaman per
petak yang meliputi :
1. Bobot daun layak pasar tanaman contoh dan non contoh. Bobot daun layak pasar
yaitu daun yang penampilannya bagus (Gambar 3).
2. Bobot daun tidak layak pasar tanaman contoh dan non contoh. Bobot daun tidak layak
pasar yaitu daun yang penampilannya jelek (Gambar 4).
3. Bobot batang tanaman contoh dan non contoh. Bobot batang merupakan bagian
batang yang ikut terpangkas saat panen (Gambar 5).
A
B
C
Gambar 3 Daun layak pasar: (A) daun utama, (B) daun yang tumbuh di bawah daun
utama, (C) daun pucuk tunas
7
Gambar 4 Daun tidak layak pasar
Gambar 5 Batang yang ikut terpangkas saat panen
8
Pengamatan tingkat serangan OPT dilakukan dengan metode skoring untuk
menentukan tingkat serangan (Tabel 1).
Tabel 1. Skoring tingkat serangan
Skor
Keterangan
0
Tidak ada bagian tanaman yang terserang
1
Bagian tanaman yang terserang 75 %
Rumus untuk menghitung tingkat serangan adalah:
∑ n. i
] 100
Intensitas Penyerangan (IP) [
Keterangan:
N
= jumlah tanaman yang terserang dengan skor ke-i
Vi
= skor hama
N
= jumlah total tanaman contoh yang diamati per bedeng
V
= skor tertinggi
Pada saat panen dilakukan pengamatan produksi tanaman contoh dan tanaman per
petak yang meliputi : Bobot daun layak pasar, bobot daun tidak layak pasar, dan batang
tanaman. Analisis hara tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah,
Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Data klimatologi selama penelitian diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor. Pada saat penelitian, curah hujan
tertinggi mencapai 361.7 mm/bulan di bulan Mei, sedangkan curah hujan terendah yaitu
140.0 mm/bulan di bulan Juli. Suhu harian berkisar antara 25.6 – 26.6oC, suhu
maksimum 32.3oC dan suhu minimum 22.1oC. Berdasarkan data curah hujan tersebut
selama penelitian berlangsung dapat digolongkan sebagai bulan basah.
Awalnya tanaman yang digunakan terdiri dari dua genotipe, yaitu batang merah
dan batang hijau. Penggunaan dua genotipe tersebut merupakan penelitian yang terpisah.
Pada 2-3 MST terdapat serangan busuk batang oleh cendawan Colletotrichum sp. dengan
tingkat serangan 5-20 % pada batang hijau dan 51-90 % pada batang merah sehingga
penelitian yang dilanjutkan hanya genotipe batang hijau. Memasuki panen kedua
ditemukan serangan kutu daun (Aphididae) pada tanaman dengan tingkat serangan 817 %. Serangan kutu daun ini belum menurunkan kuantitas hasil panen tetapi
menurunkan kualitas hasil panen. Tanaman mengalami gejala klorosis, terjadi malformasi
pada daun, daun rontok dan tanaman yang menjadi kerdil.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) lain yang mengganggu selama penelitian
diantaranya adalah belalang (Valanga nigricornis), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat
pemakan daun (Plutella xylostella (L.)), dan rayap tanah dari famili Termitidae.
9
Hasil Analisis Tanah
Keadaan tanah berdasarkan hasil analisis pada lokasi lahan penelitian disajikan
pada Tabel 2. Dari hasil analisis tanah diketahui bahwa tanah termasuk kelas tekstur
berliat, dengan fraksi liat yang mencapai 69 %, fraksi debu 15 %, dan fraksi pasir 17 %.
Gedi akan tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik dengan pH 5.5-7.0
(Gurnah 1994). Hasil uji tanah menunjukkan pH di lahan penelitian berkisar 4.3.
Berdasarkan ketiga sampel hasil analisis tanah tersebut, pH lahan yang digunakan kurang
sesuai dengan pH lingkungan hidup gedi. Pengapuran tidak dilakukan karena hasil
analisis tanah diperoleh beberapa bulan setelah pengambilan sampel untuk diuji di Balai
Tanah.
Hasil uji tanah juga menunjukkan lahan penelitian merupakan lahan yang miskin
hara. Ini ditunjukkan dengan kandungan N, P, dan K yang rendah. Kandungan N beriksar
0.07 %, P2O5 (bray 1) 11.8 ppm, dan K2O (HCl 25 %) 12 mg/100g. Kriteria yang
digunakan pada Tabel 2 merupakan kriteria kesesuaian lahan pada komoditas tanaman
padi yang diperoleh dari Balai Tanah.
Tabel 2. Analisis tanah di lokasi penelitian Cikabayan (2011)
Ciri tanah
Nilai
Sampel
Kriteria
Tekstur:
Pasir
Debu
Liat
17%
15%
69%
Berliat
pH H2O
4.3
Sangat masam
pH KCl
C
3.9
0.76%
Rendah
N
0.07%
Sangat Rendah
C/N
P2O5 (bray 1)
11
Rendah
11.8 ppm
Rendah
94
P2O5 (HCl 25%)
Tinggi
mg/100g
K2O Morgan
112
12
K2O (HCl 25%)
Rendah
mg/100g
KTK
19.86
Sedang
Sumber: Hasil Pengujian dari Balai Tanah (2011)
Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, dan Jumlah Cabang
Pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang dilakukan semenjak
3 MST hingga tanaman memasuki masa panen untuk pertama kalinya, pada umur 8 MST.
10
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik tidak mempengaruhi tinggi tanaman
kecuali pada umur 3 MST. Penambahan NPK pada bahan organik mempengaruhi tinggi
tanaman umur 3 MST. Penambahan bahan organik tanpa pupuk anorganik meningkatkan
tinggi tanaman secara kuadratik. Hasil uji kontras menunjukkan terdapat beda nyata
antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman. Aplikasi
bahan organik dengan penambahan pupuk NPK dapat meningkatkan rataan tinggi
tanaman (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap tinggi tanaman pada
rata-rata 5 tanaman contoh
Dosis pupuk
4
5
6
7
8
25.7
29.2
32.5
36.5
39.7
42.2
31.2
33.7
38.9
44.3
42.5
46.1
pupuk organik (P2)
31.3
34.1
39.9
50.7
44.6
49.3
pupuk organik (P3)
30.2
33.7
38.7
48.1
45.6
47.3
30.9
31.4
35.2
41.5
43.3
48.7
pupuk organik + NPK (P5)
31.5
33.9
37.0
43.9
48.5
53.2
pupuk organik + NPK (P6)
32.5
34.3
37.5
45.2
47.4
51.7
pupuk organik + NPK (P7)
33.8
37.2
44.3
47.6
46.0
49.4
*
tn
tn
tn
tn
tn
29.6 - 32.2*
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
−1
0 ton.ha pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
Tinggi tanaman (MST)
3
Uji F
Organik vs anorganik
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
L**Q**
tn
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik tidak mempengaruhi jumlah daun
tanaman kecuali pada umur 4 dan 5 MST. Penambahan NPK pada bahan organik
mempengaruhi jumlah daun tanaman gedi umur 4 dan 5 MST. Penambahan bahan
organik saja secara kuadratik meningkatkan jumlah daun tanaman. Namun dengan
penambahan pupuk anorganik peningkatan dosis pupuk kandang meningkatkan jumlah
daun tanaman secara linier (Tabel 4).
11
Tabel 4. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah daun pada ratarata 5 tanaman contoh
Jumlah daun (MST)
Dosis pupuk
3
4
5
6
7
8
6.5
14.0
18.1
28.2
44.2
35.1
8.2
18.1
28.8
42.3
55.9
52.8
pupuk organik (P2)
10.9
23.1
32.9
47.9
55.6
53.1
pupuk organik (P3)
9.1
19.2
26.3
39.9
55.2
47.9
7.2
14.6
20.5
33.7
52.8
53.1
pupuk organik + NPK (P5)
8.3
15.9
22.7
39.5
61.7
54.1
40 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P6)
9.2
17.9
26.1
41.7
58.5
54.1
10.0
21.6
37.1
52.9
63.0
68.8
Uji F
tn
*
*
tn
tn
tn
Organik vs anorganik
-
tn
tn
-
-
-
L*Q*
Q*
L*
L*
-
-
-
−1
0 ton.ha pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
pupuk organik + NPK (P7)
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
-
Gambar 6 menunjukkan respon pupuk organik dan penambahan pupuk anorganik
terhadap jumlah daun pada 4 MST. Kurva organik yang terbentuk pada 4 MST
merupakan kurva kuadratik dengan parabola terbuka ke bawah. Berdasarkan fungsi
kuadrat tersebut diperoleh titik maksimum ketika pupuk organik yang diberikan 36.66
ton.ha-1. Nilai R2 pada persamaan tersebut sebesar 0.3878. Kurva respon pupuk anorganik
terhadap jumlah daun yang ditunjukkan pada merupakan kurva linier. Artinya belum
diperoleh titik optimal dimana peningkatan dosis pupuk tidak akan meningkatkan nilai
variabel yang diamati. Nilai variabel yang diamati cenderung meningkat seiring
peningkatan dosis pupuk. Nilai R2 pada persamaan tersebut sebesar 0.3957.
35
y = -0.005x2 + 0.4055x + 13.51
R² = 0.3878
Jumlah daun (Helai)
30
Organik
25
Anorganik
20
15
y = 0.115x + 14.033
R² = 0.3957
10
Poly.
(Organik)
Linear
(Anorganik)
5
0
0
20
40
60
80
Pupuk organik (ton.ha-1)
Gambar 6. Respon jumlah daun terhadap pupuk organik dan pupuk anorganik
pada 4 MST
12
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik tidak mempengaruhi jumlah
cabang tanaman kecuali pada umur 6 dan 8 MST. Penambahan NPK pada bahan organik
mempengaruhi jumlah cabang tanaman umur 6 dan 8 MST. Penambahan bahan organik
dan pupuk anorganik secara kuadratik meningkatkan jumlah cabang tanaman pada 6
MST. Pada 8 MST, penambahan bahan organik saja tidak meningkatkan jumlah cabang
tanaman. Pada pupuk anorganik peningkatan dosis pupuk kandang meningkatkan jumlah
cabang tanaman secara linier (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah cabang pada rata-rata 5
tanaman contoh
Dosis pupuk
Jumlah cabang (MST)
3
4
5
6
7
8
2.3
2.7
2.6
2.6
2.6
2.5
2.3
3.3
3.7
3.9
4.0
5.2
pupuk organik (P2)
2.3
3.1
3.7
3.9
3.5
5.2
pupuk organik (P3)
2.3
3.0
3.1
3.3
3.6
4.5
2.3
2.7
2.8
2.9
2.7
3.0
pupuk organik + NPK (P5)
2.4
2.5
2.5
2.6
2.8
2.9
pupuk organik + NPK (P6)
2.5
2.9
2.7
2.8
2.9
3.7
pupuk organik + NPK (P7)
2.6
3.6
4.1
4.4
4.0
5.8
Uji F
tn
tn
tn
*
tn
*
Organik vs anorganik
-
-
-
tn
-
tn
-
-
-
−1
0 ton.ha pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
Q*
L**
tn
-
L*
Panen
1.1 Bobot daun per 5 tanaman contoh
Perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel panen kecuali
pada variabel daun layak pasar panen kedua. Hasil uji kontras menunjukkan terdapat beda
nyata antara perlakuan organik dan anorganik pada daun layak pasar panen kedua, daun
layak pasar 1+2, batang panen pertama, batang panen kedua dan batang 1+2 (Tabel 6).
Penambahan bahan organik dan pupuk anorganik secara kuadratik meningkatkan
hasil panen daun layak pasar kecuali pada panen kedua untuk organik dan panen pertama
untuk anorganik. Pada panen kedua daun layak pasar penambahan bahan organik saja
tidak meningkatkan hasil panen, sedangkan pada pupuk anorganik peningkatan dosis
pupuk kandang meningkatkan hasil panen secara linier.
Pada variabel panen daun tidak layak pasar, perlakuan bahan organik saja tidak
memberikan respon yang nyata kecuali pada panen kedua. Penambahan bahan organik
saja memberikan respon yang linier terhadap hasil daun tidak layak pasar.
13
Tabel 6. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada
rata-rata 5 tanaman contoh
Bobot daun pertanaman (g)
Daun layak pasar
Dosis pupuk
D. tidak layak pasar
Batang
Panen KeI
II
I + II
I
II
I + II
I
II
I + II
91.2
71.7
162.9
25.8
23.2
49.0
31.8
17.9
49.7
20 ton.ha pupuk organik (P1)
167.9
86.3
254.1
22.1
22.6
44.7
63.8
20.1
83.9
40 ton.ha−1 pupuk organik (P2)
161.6
81.8
243.4
23.4
32.1
55.5
49.7
17.7
67.4
60 ton.ha−1 pupuk organik (P3)
144.6
63.8
208.4
15.5
30.6
46.0
30.0
21.6
51.6
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
90.3
102.8
193.1
14.2
24.4
38.6
82.1
20.6
102.7
20 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P5)
173.5
163.4
336.9
23.4
25.8
49.3
43.1
47.5
98.1
40 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P6)
102.2
34.8
136.9
19.1
11.1
30.2
48.1
11.6
52.2
196.9
218.6
415.4
26.1
48.5
74.5
59.7
66.7
126.3
Uji F
**
**
**
tn
**
**
**
**
**
Organik vs anorganik
tn
75.78 vs
129.98**
217.175 vs
270.577**
tn
tn
tn
43.83 vs
58.24**
19.33 vs
36.59**
63.155 vs
94.837**
L**Q**
tn
Q**
tn
L*
tn
Q**
tn
Q**
L*
L*
L**
tn
L*
L**
tn
L**
tn
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
−1
−1
−1
60 ton.ha pupuk organik + NPK (P7)
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
13
14
Perlakuan aplikasi bahan organik dengan pupuk anorganik memberikan
respon yang kuadratik terhadap hasil pada seluruh panen batang kecuali pada
panen kedua. Pada panen kedua aplikasi bahan organik saja peningkatan dosis
tidak berpengaruh terhadap hasil panen batang (Tabel 6).
300
Hasil panen (g)
250
y = -0.0789x2 + 5.3634x + 166.73
R² = 0.6653
200
Daun Layak Pasar
150
Batang
100
Poly. (Daun Layak
Pasar)
Poly. (Batang)
50
y = -0.0312x2 + 1.8182x + 52.304
R² = 0.5896
0
0
20
40
Pupuk organik
60
80
(ton.ha-1)
Gambar 7 Respon panen 1+2 terhadap pupuk organik
Gambar 7 menunjukkan respon aplikasi penambahan bahan organik
terhadap hasil panen 1+2 pada variabel panen daun layak pasar dan panen batang.
Kedua kurva tersebut menunjukkan pola respon hasil panen yang kuadratik
terhadap penambahan bahan organik. Dosis optimal bahan organik pada variabel
daun layak pasar adalah sebesar 33.98 ton ha-1. Pada variabel batang diperoleh
nilai titik optimum pada saat pupuk yang diberikan adalah 29.13 ton ha-1. Nilai
R2 dari daun layak panen adalah 0.6653 dan pada batang adalah 0.5896.
Hasil uji kontras antara pupuk organik dengan pupuk organik+anorganik
pada panenan pertama berbeda sangat nyata pada variabel batang, 43.83 g untuk
pupuk organik dan 58.24 g untuk pupuk anorganik. Hasil uji kontras antara pupuk
organik dengan pupuk anorganik pada panenan kedua berbeda sangat nyata pada
variabel panen daun layak pasar dan batang, sedangkan pada variabel panen daun
tidak layak pasar tidak terdapat beda nyata. Pada daun layak pasar rataan untuk
pupuk organik 75.78 g dan 129.98 g untuk pupuk organik+anorganik. Sedangkan
pada variabel panen batang rataan untuk pupuk organik dan pupuk anorganik
secara berurutan adalah 19.33 g dan 36.59 g.
Pada perhitungan panen 1+2 hasil uji kontras antara pupuk organik dengan
pupuk anorganik pada panenan kedua berbeda sangat nyata pada variabel panen
daun layak pasar dan batang, sedangkan pada variabel panen daun tidak layak
pasar tidak terdapat beda nyata. Pada daun layak pasar rataan untuk pupuk organik
15
217.175 g dan 270.577 g untuk pupuk anorganik, sedangkan pada variabel panen
batang rataan untuk pupuk organik dan pupuk anorganik secara berurutan adalah
63.155 g dan 94.837 g.
1.2 Bobot Per Bedeng
Perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap ketiga variabel panen
pada perhitungan bobot per bedeng. Hasil uji kontras pupuk organik dengan
pupuk anorganik pada bobot per bedeng menunjukkan berbeda nyata pada
variabel panen daun layak pasar. Nilai rataan untuk pupuk organik adalah
2 177.5 g dan 2 875.8 g untuk pupuk anorganik. Sedangkan pada variabel panen
daun tidak layak pasar dan batang uji kontras menunjukkan berbeda sangat nyata
antara pupuk organik dengan pupuk anorganik. Pada daun tidak layak pasar nilai
rataan untuk pupuk organik adalah 344.44 g dan 679.30 g untuk pupuk anorganik.
Pada variabel panen batang nilai rataan untuk pupuk organik 591.95 g dan
920.65 g untuk pupuk anorganik (Tabel 7).
Tabel 7 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot daun yang layak
dipasarkan, daun tidak layak dipasarkan dan batang pada total panen
bedengan
Dosis pupuk
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
−1
20 ton.ha pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
Daun layak
pasar
396.3
Bobot per bedeng (g)
Daun tidak
layak pasar
238.3
Batang
109.5
4395.1
448.5
946.4
pupuk organik (P2)
2704.2
489.7
960.4
pupuk organik (P3)
1210.5
201.3
351.5
0 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P4)
3290.1
663.2
1058.7
20 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P5)
1788.0
818.5
583.0
pupuk organik + NPK (P6)
1725.3
302.4
587.0
pupuk organik + NPK (P7)
4699.8
933.1
1453.9
**
2176.5 vs
2875.8*
**
344.44 vs
679.30 **
**
591.95 vs
920.65**
Q**
Q**
Q**
tn
tn
tn
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
Uji F
Organik vs anorganik
Respon tanaman terhadap pupuk
organik
Respon tanaman terhadap pupuk
organik + NPK
Pupuk organik menunjukkan respon yang sangat kuadratik pada pada
ketiga variabel panen yaitu daun layak pasar, daun tidak layak pasar dan batang.
Berbeda dengan pupuk organik, respon yang tidak nyata ditunjukkan oleh pupuk
anorganik pada ketiga variabel panen. Kurva dari respon pupuk organik disajikan
pada Gambar 6.
16
6000
Daun Layak Pasar
Bobot panen (g)
5000
Daun Tidak Layak Pasar
y = -2.6867x2 + 182.93x + 786.25
R² = 0.5306
4000
Batang
Poly. (Daun Layak Pasar)
3000
Poly. (Daun Tidak Layak
Pasar)
2000
y = -1.0514x2 + 69.345x + 219.01
R² = 0.5879
Poly. (Batang)
1000
y = -0.4525x2 + 30.485x + 190.67
R² = 0.362
0
0
20
40
60
-1
Pupuk organik (ton.ha )
80
Gambar 8 Respon bobot per bedeng pada pupuk organik
Gambar 8 menunjukkan respon kuadratik total panen per bedeng terhadap
peningkatan dosis pupuk organik. Ketiga variabel panen menunjukkan pola
parabola yang terbuka ke bawah. Dari persamaan fungsi tiap variabel panen
diperoleh titik optimum 34.04 ton ha-1 untuk daun layak pasar, 32.98 ton ha-1
untuk batang, dan 33.69 ton ha-1 untuk daun tidak layak pasar. Nilai R2 pada daun
layak pasar, batang dan daun tidak layak pasar secara berurutan adalah 0.5306,
0.5879, dan 0.362.
1.3 Estimasi Panen Per Hektar
Perhitungan perkiraan panen dalam skala hektar tersaji pada Tabel 8.
Perlakuan aplikasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh sangat nyata pada
seluruh variabel panen. Hasil uji kontras antara organik dan anorganik
menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada variabel panen daun layak pasar dan
menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata pada variabel daun tidak layak
pasar dan variabel batang. Nilai rataan pupuk organik pada daun layak pasar
adalah 2.902 ton dan 3.834 ton pada pupuk anorganik. Rataan untuk daun tidak
layak pasar adalah 0.459 ton untuk organik dan 0.905 ton untuk anorganik.
Sedangkan untuk batang adalah 0.789 ton untuk organik dan 1.227 ton untuk
anorganik.
17
Tabel 8 Estimasi bobot panen per hektar
Estimasi bobot panen per hektar (ton)
Daun layak
Daun tidak
Batang
pasar
layak pasar
0.5284
0.3178
0.146
Dosis pupuk
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
20 ton.ha−1 pupuk organik (P1)
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
5.8601
0.5978
1.2619
pupuk organik (P2)
3.6056
0.6529
1.2806
pupuk organik (P3)
1.614
0.2684
0.4687
4.3868
0.8843
1.4116
pupuk organik + NPK (P5)
2.384
1.0914
0.7773
pupuk organik + NPK (P6)
2.3004
0.4032
0.7827
pupuk organik + NPK (P7)
6.2665
1.2441
1.9385
**
**
2.902 vs
3.834*
0.459 vs
0.905**
Q**
Q**
**
0.789
vs
1.227**
Q**
tn
tn
tn
−1
0 ton.ha pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha
40 ton.ha
60 ton.ha
−1
−1
−1
Uji F
Organik vs anorganik
Respon tanaman terhadap pupuk organik
Respon tanaman terhadap pupuk organik + NPK
Peningkatan dosis pupuk organik menunjukkan hasil yang kuadratik
terhadap hasil panen diseluruh variabel panen. Respon aplikasi pupuk organik
tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Dari persamaan fungsi kurva tersebut dapat
diperoleh titik optimum 30.39 ton ha-1 untuk daun layak pasar, 32.17 ton ha-1
untuk batang, dan 30.62 ton ha-1 untuk daun tidak layak pasar. Nilai R2 pada daun
layak pasar, batang, dan daun tidak layak pasar secara berurutan adalah 0.7835,
0.9178, dan 0.6973.
7
y = -0.0046x2 + 0.2796x + 0.9209
R² = 0.7835
Daun Layak Pasar
6
Daun Tidak Layak
Pasar
Batang
Panen (ton)
5
4
3
Poly. (Daun Layak
Pasar)
Poly. (Daun Tidak
Layak Pasar)
Poly. (Batang)
y = -0.0012x2 + 0.0772x + 0.1593
R² = 0.9178
y = -0.0004x2 + 0.0245x + 0.307
R² = 0.6973
2
1
0
0
20
40
Pupuk organik
60
80
(ton.ha-1)
Gambar 9 Respon estimasi panen per hektar dengan pupuk organik
18
1.4 Bobot Basah dan Bobot Kering
Perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot
kering tanaman. Perlakuan P7 menunjukkan nilai rataan tertinggi pada bobot
basah dan bobot kering dengan nilai 541.1 g untuk bobot basah dan 161.6 g pada
bobot kering. Perlakuan P0 menunjukkan nilai rataan terendah baik pada bobot
basah (108.0 g) maupun bobot kering (27.6 g). Uji kontras antara pupuk organik
dengan pupuk anorganik pada bobot basah dan bobot kering hanya berbeda nyata
pada bobot basah. Rataan pupuk organik pada bobot basah adalah 203.2 g dan
309.5 g pada pupuk anorganik (Tabel 9).
Tabel 9 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering dan bobot
basah tanaman
Bobot (g)
Dosis pupuk
0 ton.ha−1 pupuk organik (P0)
20 ton.ha−1 pupuk organik (P1)
40 ton.ha−1 pupuk organik (P2)
60 ton.ha−1 pupuk organik (P3)
0 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P4)
20 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P5)
40 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P6)
60 ton.ha−1 pupuk organik + NPK (P7)
Uji F
Organik vs Anorganik
Basah
Kering
108.0
271.7
268.9
164.3
209.0
233.6
281.3
514.1
*
203.22 vs
309.53*
27.6
83.9
90.7
41.7
63.8
77.3
74.8
161.6
*
tn
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis tanah yang telah dilakukan, pH lahan penelitian
yang digunakan kurang sesuai dengan syarat tumbuh gedi. Derajat keasaman
lahan berkisar 3.9 pH KCl dan 4.3 pH H2O. Tanah pada lahan penelitian memiliki
drainase yang kurang baik, tanah akan retak bila kondisi kering dan menjadi berat
bila turun hujan. Gedi membutuhkan curah hujan 1 200 mm/tahun yang merata
untuk produksi terbaik. Curah hujan di lahan tidak merata pada bulan awal tanam,
kondisi tidak ada hujan pada tiga minggu pertama lalu hujan dengan intensitas
tinggi pada minggu keempat. Gedi juga sensitif terhadap kehilangan air dan
menyukai tanah yang berdrainase baik dengan pH 5.5-7.0 (Gurnah 1994).
Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman sekitar
satu ruas jari. Sisi tanaman yang diberikan pupuk selalu berbeda tiap minggunya.
Aplikasi secara langsung tersebut sangat berhubungan dengan cuaca harian saat
aplikasi. Pupuk dapat menguap bila cuaca terik dan tak ada hujan setelah aplikasi
dilakukan. Sedangkan pupuk dapat tercuci (terbawa aliran air) bila turun hujan
sangat lebat setelah aplikasi pupuk dilakukan.
19
Secara umum perlakuan dosis pupuk memberikan respon yang hampir
sama terhadap semua pertumbuhan vegetatif gedi. Pada tinggi tanaman dosis
pupuk hanya berpengaruh nyata pada awal penelitian sedangkan selanjutnya tidak
menunjukkan pengaruh nyata. Hasil uji kontras antara pupuk organik dengan
pupuk anorganik juga hanya berbeda nyata pada variabel tinggi tanaman (3 MST).
Pada jumlah daun dan jumlah cabang menunjukkan perlakuan pupuk
memberikan pengaruh yang nyata pada pertengahan dan akhir pengamatan
vegetatif. Pengamatan vegetatif sendiri berakhir ketika kondisi tanaman sudah
menjelang masa panen. Pada variabel pengamatan vegetatif jumlah daun dan
jumlah cabang, uji kontras menunjukkan tidak ada beda nyata antara pupuk
organik dengan pupuk anorganik. Penambahan NPK meningkatkan nilai
pengamatan vegetatif tanaman.
Umumnya pertumbuhan vegetatif yang baik akan diikuti dengan
peningkatan komponen produksi (bobot panen). Tanaman gedi yang digunakan
pada penelitian merupakan sayuran yang dikonsumsi bagian vegetatifnya (daun),
sehingga semakin banyak cabang dan daun pada tanaman akan semakin tinggi
hasil per tanaman yang dipanen. Pemanenan pada daun gedi dilakukan dengan
cara mamangkas pucuk batang yang masih muda. Akibat pemangkasan tersebut
akan memacu perkembangan kuncup samping. Kuncup apikal akan memberikan
pengaruh menekan pertumbuhan kuncup samping. Pematahan dominansi apikal
akan merangasang percabangan baru yang berasal dari tunas aksilar (Acquaah
2004).
Perhitungan panen meliputi panenan pertama, panenan kedua dan total
panen 1+2 ( 5 tanaman contoh), bobot per bedeng dan estimasi panen per hektar.
Bila dilihat secara keseluruhan, hasil uji kontras antara pupuk organik dengan
pupuk anorganik berbeda nyata hampir pada semua perhitungan panen. Pupuk
anorganik mempunyai nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
rataan pupuk organik. Respon tidak berbeda nyata hanya ditunjukkan pada
variabel panen daun layak pasar pada panen pertama dan keseluruhan panen
(panenan pertama, panenan kedua dan total panen 1+2) variabel panen daun tidak
layak pasar pada (Tabel 6).
Penambahan NPK meningkatkan hasil panen tanaman dibandingkan
dengan perlakuan yang hanya dipupuk organik saja. Hal ini diduga karena
perbedaan waktu aplikasi pupuk. Pemberian pupuk organik diaplikasikan diawal
pengolahan lahan sementara penambahan pupuk anorganik diaplikasikan setiap
minggu selama penelitian. Aplikasi pupuk anorganik ditiap minggunya
mengurangi risiko pencucian hara di lahan penelitian.
Keadaan lahan penelitian yang miskin hara membuat tanaman
mengandalkan pemberian pupuk sebagai sumber haranya. Sedangkan kondisi
fisiologis yang dialami tanaman berbeda tiap minggunya, terlebih ketika panen
dimana tanaman melakukan recovery akibat pemangkasan. Penambahan pupuk
anorganik menjadi sumber hara bagi tanaman disaat hara yang tersedia sudah
sangat minim.
Koefisien determinasi atau R2 dari persamaan diberbagai perhitungan
panen cukup bervariasi. Nilai R2 dari panen 1+2 pada variabel panen daun layak
pasar adalah 66 % dan batang adalah 58 %. Pada perhitungan total panen per
bedeng nilai R2 pada variabel daun layak pasar, daun tidak layak pasar dan batang
berturut-turut adalah 53 %, 58 %, dan 36 %. Pada perhitungan estimasi panen per
20
hektar nilai R2 yang diperolah dari variabel panen daun layak pasar, daun tidak
layak pasar dan batang cukup tinggi yaitu 78 %, 91 %, dan 69 %. Nilai-nilai
tersebut menunjukkan ketepatan yang dapat diperoleh dari persamaan regresi.
Koefisien determinasi panen total bedengan daun layak pasar 53 % berarti
persamaan regresi yang diperoleh mampu menjelaskan sebaran data yang
diperoleh dengan ketepatan data 53 %. Artinya persamaan regresi mampu
menjelaskan 53 % pengaruh pupuk terhadap hasil panen, sedangkan 47 % sisanya
dijelaskan olah faktor-faktor diluar persamaan.
Dosis optimal pupuk organik yang direkomendasikan berdasarkan hasil
penelitian ini adalah 30.39 – 34.04 ton ha-1. Bobot panen daun layak pasar yang
diperoleh adalah 3 900.05 g per bedeng atau 5.1696 ton per hektar. Dosis yang
direkomendasikan merupakan dosis pupuk organik optimal dari perhitungan bobot
panen per bedeng dan estimasi panen panen per hektar pada variabel daun layak
pasar tanpa mengesampingkan perhitungan vegetatif dan panen lainnya. Dosis
pupuk rekomendasi yang dipilih merupakan dosis pupuk optimal pada variabel
daun layak pasar karena pada tanaman gedi, daun merupakan bagian yang dapat
dimakan sedangkan batang merupakan bagian yang ikut terpangkas ketika panen.
Dosis bahan organik dengan penambahan pupuk anorganik terbaik belum
dapat ditentukan dari penelitian ini karena secara umum bahan organik + NPK
masih memunjukkan respon linier. Respon linier menunjukkan bahwa
peningkatan dosis pupuk masih akan meningkatkan hasil pengamatan pada
variabel tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa gedi responsif terhadap pemupukan.
Pemupukan organik (kandang ayam) yang direkomendasikan adalah 30.39 –
34.04 ton.ha-1. Penambahan pupuk NPK pada aplikasi pupuk organik dapat
meningkatkan produksi namun, dosis optimum yang direkomendasikan dari
pemupukan organik dengan penambahan NPK belum dapat ditentukan karena
hingga dosis pupuk organik 60 ton.ha-1 respon yang ditunjukkan masih linier.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang kaitan kondisi kimia dan fisika tanah
dengan pertumbuhan dan produksi gedi. Selain itu, sebaiknya saat menanam gedi
dilakukan pada saat musim hujan untuk mengurangi tanaman kekurangan air pada
periode stek awal.
21
DAFTAR PUSTAKA
Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. West Sussex (UK):
Blackwell Publishing.
Exarchou V, Nenadis N, Tsimidoi M, Gerothanassis IP, Troganis A, Boskou D.
2002. Antioxidant activities and phenolic composition of extract from greek
oregano, greek sage, and summer savory. J Agric Food Chem. 50(19):53945299.
Ghosh PK, Ramesh P, Bandyopadhyay KK, Tripathi AK, Hati KM, Misra AK,
Acharya CL. 2004. Comparative effectiveness of cattle manure, poultry
manure, phosphocompost and fertilizer-NPK on three cropping systems in
vertisols of semi-arid tropics. I. Crop yields and system performance.
Bioresource Technology. 95:77–83.
Gomez KA, Gomez AA. 1984. Stastistical Procedures for Agricultural Research.
New York (US): John Wiley & Sons.
Gurnah AM. 1994. Abelmoschus manihot (L). Medikus. Di dalam: Siemonsma J,
Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia No. 8. PROSEA:
Vegetables. Bogor (ID) p 60-244.
Hidayat IM, Kirana R, Gaswantoro R, Kusmana. 2006. Petunjuk teknis budidaya
dan produksi benih beberapa sayuran indigenous. Lembang (ID): Balai
Penelitian Tanaman Sayuran.
Huber M, Rembialkowska E, Srednicka D, Bugel S, Van de Vijver LPL. 2011.
Organic food and impact on human health: Assesing the status quo and
prospects of research. NJAS-Wageningen J. Life Sci. 58:103-109
Jain PS, Bari SB, Surana SJ. 2009. Isolation of stigmasterol and sitosterol from
petroleum ether of woody stem of Abelmoschus manihot. Asian Journal of
Biological Sciences. 2(4):112-117.
Johns DR. 1995. Malesia – an introduction. Curtis’s botanical magazine.
Blackwell. 12(2):52-62.
Onakpa MM. 2013. Ethnomedicinal, phytochemical and pharmacological profile
of genus Abelmoschus. Phytopharmacology. 3(4):648-663.
Pine ATD, Alam G, Attamim F. 2011. Standardisasi mutu ekstrak daun gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) dan uji efek antioksidan dengan metode
DPPH. e_journal Program Pascasarjana UNHAS.
Preston SR. 1998. Aibika/bele. Abe