Jenis-Jenis Pembiayaan Syariah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

- Tanah - Bangunan - Kendaraan bermotor - Mesin-mesinperalatan - Barang dagangan - Tanamankebunsawah - Dan barang-barangberharga lainnya b. surat berharga - sertifikat saham - sertifikat obligasi - sertifikat tanah - sertifikat deposito - Wesel - Promes - Dan surat berharga lainnya c. Jaminan orang atau perusahaan Yaitu jaminan yang diberikan seseorang atau perusahaan kepada bank terhadap fasilitas kredit yang diberikan. Apabila kredit macet maka orang atau perusahaan yang memberikan jaminan itulah yang diminta pertanggungjawabannya atau menanggung resikonya. d. Tanpa jaminan Kredit tanpa jaminan maksudnya adalah bahwa kredit yang diberikan bukan dengan jaminan barang atau surat-surat berharga. Biasanya diberikan karena kredibilitas perusahaan yang dapat dipercaya. Kredit ini diberikan untuk perusahaan yang memang nenar-benar bonafit dan professional, sehingga kemungkinan kredit tersebut macet sangat kecil. Dapat pula kredit tanpa jaminan dengan penilaian terhadap prospek usahanya atau dengan pertimbangan untuk pengusaha-pengusaha ekonomi lemah.

E. Jenis-Jenis Pembiayaan Syariah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Menurut Pasal 19 ayat 1 UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah, Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: Universitas Sumatera Utara a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah danatau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; h. melakukan usaha kartu debit danatau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; i. membeli, dan menjual, surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah danatau Bank Indonesia; k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan ayat 2 kegiatan Unit Usaha Syariah UUS meliputi : Universitas Sumatera Utara a. menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa Giro, Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wasi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. b. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang persamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. c. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akadf musyarakah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. d. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad dalam, Akad istishna atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. e. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada bentuk ijarah muntahiya bittamblik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. h. Melakukan usaha kartu debit danatau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. i. Membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip syariah, antara lain seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, kafalah atau hawalah. j. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah danatau Bank Indonesia. k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah. l. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah. m. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah. n. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah, dan o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan dobidang social sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Universitas Sumatera Utara Pada Pasal 20 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah : 1 selain melakukan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 Bank Umum Syariah dapat pula : a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya. d. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pension berdasarkan prinsip syariah. e. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal. f. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik g. Menerbitkan, menawarkan dan mempertimbangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui uang. h. Menerbitkan, menawarkandan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal, dan i. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. 2 selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 UUS dapat pula : a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah b. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya. d. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik. e. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang, dan f. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Universitas Sumatera Utara 3 kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah, Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi: 1 menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: a. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan b. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 2 menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: a. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; b. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh; c. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan d. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; e. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah danatau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; f. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan g. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan : sebagian dari kegiatan Bank Umum Syariah bisa diperuntukkan bagi UMKM, sebagian dari kegiatanaktivitas pembiayaan Unit Usaha Syariah UUS bisa diperuntukkan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perkembangan dunia perbankan begitu kompleks, dengan berbagai macam jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Kekomplekan ini telah menciptakan suatu sistem dan pesaing baru dalam dunia perbankan, bukan hanya persaingan antar bank tetapi juga antara bank dengan lembaga keuangan. Sebuah fenomena nyata yang telah menuntut manajer keuangan bank untuk lebih antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam dunia perbankan. 1 Suatu perkembangan yang boleh dikatakan sangat mengembirakan, khususnya bagi umat Islam yang selama ini menginginkan investasi dan pendanaan tanpa unsur riba. Satu hal yang sangat menarik, yang membedakan antara manajemen Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah terletak pada pembiayaan dan pemberian balas jasa, baik yang diterima oleh bank maupun investor. Jika dilihat pada bank umum, pembiayaan disebut loan, sementara di Bank Syariah disebut financing. Sedangkan balas jasa yang diberikan atau diterima pada Bank Konvensional berupa bunga pinjaman interest of loan dalam presentase pasti. Sementara pada Bank Syariah dengan 1 H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Penerbit Mulia Sari, Jakarta, 1994, hal. 32 1 Universitas Sumatera Utara sistem syariah, hanya memberi dan menerima balas jasa berdasarkan perjanjian akad bagi hasil. 2 Selanjutnya dalam perbankan syariah dikenal istilah mudharabah, murabahah dan musyarakah untuk program pembiayaan. Bank Syariah akan memperoleh keuntungan berupa bagi hasil, dari proyek yang dibiayai oleh bank tersebut. Apabila proyeknya mandek, maka akan dicarikan solusi penyelesaian, misalnya dengan menjual aset proyek. Uang penjualan aset proyek yang dibiayai Bank Syariah, akan dibagi kepada bank dan nasabah sesuai penyertaan masing-masing pada usaha tersebut. Lalu bagaimanakah dengan mekanisme manajemen kredit yang dapat diberlakukan dalam Bank Syariah, dimana dalam mekanisme ini terjadi tarik-menarik kepentingan antara peminjam, bank dan investor. Dalam menjalankan operasinya, Bank Syariah tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan, serta selalu melakukan penyaluran dana pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sedangkan Bank Konvensional adalah bank berdasarkan bunga dan penyaluran dananya pada sektor yang menguntungkan, tetapi aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama. 3 Bagi peminjam dana borrowers, hal ini merupakan kesempatan emas dimana peminjam tidak terlalu terbebani atas bunga pinjaman tersebut. Tetapi bagi kalangan investor deposan atau penanam modal lainnya, sistem 2 Adi Warman Karim, “Menimbang Risiko Kredit di Bank Syariah”, Majalah Investor No.88 Tahun V. Jakarta, 2003, hal. 56 3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia UII, Yogyakarta, 2003, hal. 38 Universitas Sumatera Utara perbankan ini kurang menjanjikan. Para investor lenders menginginkan dana yang diinvestasikannya, memiliki pengembalian minimal sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, bank sebagai media perantara intermediasi bisa mengalami kesulitan untuk menggalang dana masyarakat. Kegiatan operasional bank dalam bentuk penyaluran kredit, dapat terhambat jika mobilisasi dana tidak sesuai dengan jumlah permintaan pendanaan. 4 Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Perbankan tidak cukup akomodatif untuk mengatur masalah kredit macet. Hal ini terbukti dari: a UU Perbankan No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 pasal yang mengatur tentang kredit macet; b UU Perbankan tidak mengatur jalan keluar dan langkah yang ditempuh perbankan menghadapi kredit macet; c UU Perbankan tidak menunjuk lembaga mana yang menangani kredit macet, dan sejauh mana keterlibatannya, dan d UU Perbankan tidak memberikan tempat yang cukup baik kepada komisaris bank sebagai badan pengawas. Untuk itu perlu dibentuk UU khusus tentang penanggulangan kredit macet pada usaha kecil baik dari segi hukum substantif, pengawasan preventif ataupun segi prosedural atau segi represif lainnya. Kredit macet itu sebenarnya tidak ada karena begitu piutang kredit tidak dilunasi oleh debitur, maka dapat ditutup dari hasil penjualan barang jaminan yang notabene nilainya lebih tinggi dari kredit. 5 4 Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal.45 5 Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2002, hal. 83 Universitas Sumatera Utara Usaha yang tidak bankable dipandang oleh bank mengandung default risk atau kredit macet. Pada prakteknya untuk menekan resiko kredit macet tersebut bank mewajibkan jaminan tambahan untuk kredit yang diberikan, baik mengasuransikan kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit meskipun usaha calon debitur memiliki prospek yang sangat memadai. Upaya menekan resiko kredit macet menjadi penghambat bagi upaya perluasan akses kredit bagi usaha yang feasible. Bagi usaha mikro, kecil, dan menengah kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan timbul ketika pengusaha mikro, kecil dan menengah tersebut dihadapkan kepada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank . Namun demikian, dalam perkembangannya bank syariah dalam tahun 1996 sampai dengan tahun 1999 menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan, khususnya dalam aspek penyaluran pembiayaan. Total penyaluran pembiayaan ditahun 1996 sebesar Rp.312,16 miliyar sedangkan ditahun 1997 sebesar Rp.459,21 miliyar. Kemudian ditahun 1998 total Universitas Sumatera Utara penyaluran pembiayaan sebesar Rp.462,09 miliyar dan ditahun 1999 sebesar Rp.423,06 miliyar. 6 Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Sedangkan menurut UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, istilah kredit diganti menjadi istilah pembiayaan yang memiliki makna yang berbeda satu sama lain. Pasal 1 butir 25 menyebutkan bahwa pembiayaan menurut sistem Bank Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah, untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah danatau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai danatau diberi fasilitas dana untuk 6 Heri Sudarsono, Op.Cit, hal. 42 Universitas Sumatera Utara mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bagi Bank Syariah. Namun demikian harus diingat bahwa bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh resiko, disamping menjanjikan kentungan yang besar jika dikelola dengan baik dan prudent hati-hati. Dikatakan sebagai bisnis penuh resiko full risk business karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito. 7 Oleh karena itu, penyaluran pembiayaan Bank Syariah harus memperhatikan prinsip kehati-hatian bank prudent banking principle. Prinsip kehati-hatian adalah suatu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 8

B. Perumusan Masalah