Peranan Asuransi Kredit Dalam Menanggulangi Kredit Macet Pada Kredit Usaha Kecil Di PT. Jasindo Cabang Medan

(1)

PERANAN ASURANSI KREDIT DALAM MENANGGULANGI

KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT.

JASINDO CABANG MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

IVAN BUDISANTOSA TRIHERTANTO

070200239

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERANAN ASURANSI KREDIT DALAM MENANGGULANGI

KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT.

JASINDO CABANG MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas Dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Universitas

Sumatera Utara Oleh :

IVAN BUDISANTOSA TRIHERTANTO

NIM : 070200239

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP.197501122005012002

(Windha, SH.MHum)

Pembimbing I

Pembimbing II

(Dr.T.Keizerina Devi,SH.CN.M.Hum.) (

NIP.197002012002122001

NIP. 197501122005012002

Windha, SH.MHum

)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “PERANAN ASURANSI KREDIT DALAM MENANGGULANGI KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT. JASINDO CABANG MEDAN”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dr. LYON ANDREAS, MPH dan Ibunda MARIA MARGARETHA INAWATI TIRTORAHARDJO, yang telah membesarkan dan mendidik saya tanpa pamrih sehingga saat ini saya mampu menyelesaikan perkuliahan saya di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Muhammad Husni, S.H. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II yang telah banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi yang dengan kesabaran menuntun penulis dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Bapak Ramli, S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi. S.H.,CN.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi yang dengan kesabaran menuntun penulis dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Kakak-kakak saya tersayang Eleonora Yovita Sriwahyuni,S.Psi.,M.Psi. dan Kristina Ratnasari Oktoviani Patricia yang telah banyak membantu saya dan memberi semangat kepada saya.

11. Kepada seluruh anggota IMAHMI Hukum USU yang telah banyak membantu dan memberi semangat kepada saya.

12. Kepada Jesie Olivia Principal Panggabean atas segala dukungan dan semangatnya.


(5)

13. Sahabat-sahabat saya (Andika Permana, M.Ferdian, Alamin S. Pelis, Satrya Wicaksono W.M., Siska Sitanggang, Chandra T.D., Torkis Sutanto, Putra Samuel Jese, Ivan Stevanus, Putri Purnama Sari, Dwi Rahmawati, dan sahabat-sahabat saya lainnya yang tak bisa kusebutkan satu per satu) yang senantiasa memberi saya semangat dan dukungan doa sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa juga kepada teman-teman lainnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah menemani penulis dalam suka dan duka selama lebih kurang 4 tahun terakhir ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua kebaikan yang telah diberikan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan baik dari struktur bahasa, maupun teknik penyajiannya, ini semua karena keterbatasan ilmu dan kemampuan yang ada pada penulis. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sehat yang bersifat membangun demi kesempurnaan isi skripsi ini, namun demikian penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Medan, Juni 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……… iv

ABSTRAKSI ……… vi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan Masalah 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 9

D. Keaslian Penulisan 10

E. Tinjauan Kepustakaan 11

F. Metode Penelitian 21

G. Sistematika Penulisan 24

BAB II : PENGATURAN HUKUM ASURANSI KREDIT TERHADAP USAHA KECIL

A. Dasar Hukum Asuransi Kredit 26

B. Pemberian Kredit Usaha Kecil 32

C. Syarat-syarat Pemberian Asuransi Kredit 45 D. Hambatan dalam Pemberian Asuransi Kredit 49

BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PEMBERIAN ASURANSI KREDIT


(7)

B. Pihak-pihak yang Terlibat di dalam Suatu

Asuransi Kredit 60

C. Hak Para Pihak dalam Pemberian Kredit 63 D. Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit 67 BAB IV : PERANAN ASURANSI KREDIT DALAM MENANGGULANGI

KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT. JASINDO CABANG MEDAN

A. Pelaksanaan Pemberian Asuransi Kredit

bagi Usaha Kecil 71

B. Penyebab Kredit Macet pada Kredit Usaha Kecil 79 C. Peranan Asuransi Kredit dalam Menanggulangi

Kredit Macet pada Kredit Usaha Kecil 86

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 91

B. Saran 92


(8)

PERANAN ASURANSI KREDIT DALAM MENANGGULANGI KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT. JASINDO CABANG

MEDAN

*) Dr. T. Keizerina Devi A., S.H.,C.N.,M.Hum. **) Windha, S.H.,M.Hum.

***) Ivan Budisantosa Trihertanto

ABSTRAKSI

Usaha Kecil (UK) sebagai bagian integral ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Namun UK sering mengalami hambatan dalam bidang permodalan. Dalam menghadapi hambatan ini UK dapat mengajukan permohonan kredit kepada bank. Namun pihak bank memiliki kecenderungan untuk tidak memfasilitasi kredit UK karena UK berisiko tinggi mengalami kredit macet. Untuk itulah hadir PT. Jasindo Cabang Medan dengan produk asuransi kredit untuk menjamin kredit usaha kecil. Hal ini melatarbelakangi penulis untuk membahas tentang peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil di PT. Jasindo Cabang Medan.

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah pengaturan hukum asuransi kredit terhadap usaha kecil, hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian asuransi kredit dan peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil di PT. Jasindo Cabang Medan.

Adapun metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data, dan pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun literatur yang berkaitan dengan penelitian, dimana hal ini bertujuan mengetahui mengetahui pengaturan hukum atas asuransi kredit terhadap usaha kecil dan mengetahui peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil di PT. Jasindo Cabang Medan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan hukum mengenai asuransi kredit mengacu kepada KUHD, KUHPerdata, UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship. Hak dan kewajiban para pihak diatur menurut KUHD, KUHPerdata dan kesepakatan para pihak yang tercantum dalam polis asuransi. Asuransi kredit berperan mengatasi kredit macet pada kredit usaha kecil secara tidak langsung, dengan melindungi bank dari efek kredit macet dengan menanggung kredit macet, meskipun kredit macet tetap ada.

Kata kunci : Asuransi kredit, Kredit macet, Usaha kecil *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia perbankan begitu kompleks, dengan berbagai macam jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Kekompleksan ini telah menciptakan suatu sistem dan pesaing baru dalam dunia perbankan, bukan hanya persaingan antar bank tetapi juga antara bank dengan lembaga keuangan. Sebuah fenomena nyata yang telah menuntut manajer keuangan bank untuk lebih antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam dunia perbankan.1

Perlu diketahui bahwa Undang No. 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan) tidak cukup akomodatif untuk mengatur masalah kredit macet. Hal ini terbukti dari: Pertama, UU Perbankan tidak mengatur jalan keluar dan langkah yang ditempuh perbankan menghadapi kredit macet; Kedua, UU Perbankan tidak menunjuk lembaga mana yang menangani kredit macet dan sejauh mana keterlibatannya; Dan ketiga, UU Perbankan tidak memberikan tempat yang cukup baik kepada komisaris bank sebagai badan pengawas.2

Usaha yang tidak bankable dipandang oleh bank mengandung default risk atau kredit macet. Pada prakteknya untuk menekan resiko kredit macet tersebut

1 H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, (Jakarta : Penerbit Mulia Sari, 1994), hal. 32.

2 Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Cetakan


(10)

bank mewajibkan jaminan tambahan untuk kredit yang diberikan, baik mengasuransikan kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit meskipun usaha calon debitur memiliki prospek yang sangat memadai. Upaya menekan resiko kredit macet menjadi penghambat bagi upaya perluasan akses kredit bagi usaha kecil yang feasible.

Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan.3

Namun demikian harus diingat bahwa bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh resiko, disamping menjanjikan kentungan yang besar jika dikelola dengan baik dan prudent (hati-hati). Dikatakan sebagai bisnis penuh resiko (full risk business) karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito.

Bagi usaha kecil, kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan timbul ketika pengusaha mikro, kecil dan menengah tersebut dihadapkan kepada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible, sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan aset dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank.

4

3 Suhardjono, Usaha Kecil dan Perkembangannya, (Jakarta : Penerbit Mulia Sari, 1996),

hal 73.

4 Mulhadi, Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka UU Perbankan di Indonesia, (Medan : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 2


(11)

Maka, penyaluran pembiayaan harus memperhatikan prinsip kehati-hatian bank (prudent banking principle). Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.5

5 Usman Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 18.

Pelaksanaan prinsip kehati-hatian ini merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menekan terjadinya kredit macet, disamping sistem/pola penanganan yang sudah dimiliki/disiapkan sendiri (kebijakan internal) masing-masing bank.

Dalam menanggulangi kredit macet, bank juga dibantu dengan adanya asuransi kredit. Asuransi kredit menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan dalam rentang tahun 1996 sampai dengan tahun 2011, khususnya dalam aspek penyaluran pembiayaan usaha kecil.

Perusahaan asuransi adalah suatu lembaga yang sengaja dirancang dan dibentuk sebagai lembaga pengambil alih dan penerima resiko. Dengan demikian, perusahaan asuransi pada dasarnya menawarkan jasa proteksi sebagai bentuk produknya kepada masyarakat yang membutuhkan, dan selanjutnya diharapkan akan menjadi nasabahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan asuransi akan mengajak setiap pihak untuk bergabung ataupun bekerjasama untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi yang biasanya tidak disadari dan tidak siap dihadapi.


(12)

Secara spesifik masing-masing perusahaan asuransi memiliki peran dan tujuan operasional yang khas untuk mencapai sasarannya. Dengan demikian, suatu perusahaan asuransi dirancang dan diatur sedemikian rupa agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pengambil alih dan penerima resiko pihak lain. Ada beberapa obyek yang dapat diasuransikan dalam suatu perjanjian kredit antara lain, asuransi jiwa debitur, asuransi terhadap barang jaminan (agunan) atas resiko kehilangan barang, musnah karena terbakar, dan resiko tidak terbayarnya hutang oleh debitur, sehingga untuk itu perlu dilakukan penutupan asuransi yang disyaratkan dalam satu pasal pada perjanjian kredit, sehingga apabila terjadi resiko kepentingan kreditur tetap terlindungi.6

Pada dasarnya kredit yang diberikan oleh bank, baik bank pemerintah maupun swasta tidak terlepas dari risiko kredit. Dalam hal ini apabila si penerima

Keamanan bagi bank diperlukan, karena dana yang disimpan pada bank perlu dilindungi, sebab bila bank tidak memperhatikan keamanan dana masyarakat tersebut, maka akan mempersulit pihak bank sendiri yaitu akan mengurangi kepercayaan masyarakat dalam menanamkan dananya pada pihak bank.

Selain itu keberadaan bank yang ada di lingkungan masyarakat, didirikan dengan tujuan selain untuk mencari keuntungan juga diharapkan dapat membantu mengembangkan usaha kecil menengah untuk meningkatkan pendapatan bagi usaha kecil menengah dengan menyediakan kredit.

6 R. Ali Rido, Hukum Dagang Tentang Prinsip & Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura & Asuransi Haji , (Bandung :


(13)

kredit tidak dapat mengembalikan kredit itu pada waktu yang telah ditentukan, maka timbullah kredit macet.

Salah satu lembaga keuangan non bank yang memiliki peranan dalam pengerahan dana masyarakat dan sekaligus sebagai lembaga yang menerima risiko adalah lembaga asuransi. Lembaga asuransi atau lembaga pertanggungan ini merupakan suatu lembaga pelimpahan risiko. Risiko dari pihak yang satu dengan adanya suatu perjanjian, dilimpahkan kepada pihak yang lain yaitu penanggung. Penanggung biasanya adalah perusahaan pertanggungan atau asuransi. Sesungguhnya lembaga peralihan risiko ini merupakan satu manifestasi dari usaha manusia untuk menghindari paling sedikit mengurangi serta menyebarkan risiko yang seharusnya ditanggung sendiri kemudian dialihkan kepada pihak lain yang bersedia menerimanya melalui perjanjian asuransi atau pertanggungan.7

Usaha Kecil (UK) sebagai bagian integral ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang strategis dalam perekonomian nasional. UK Pelaksanaan kredit yang diberikan oleh bank sangat berarti bagi masyarakat. Dengan adanya fungsi dan tujuan yang baik bagi masyarakat maka bank sebagai penyelenggara kredit menyediakan berbagai jenis kredit yang dibedakan menurut tujuan kegunaan, jangka waktu, macam, sektor perekonomian, agunan, golongan ekonomi, serta penarikan dan pelunasan. Salah satu jenis kredit yang dilaksanakan oleh bank yang berkaitan langsung dengan kegiatan perekonomian rakyat yaitu pemberian kredit kepada nasabah yang memiliki Usaha Kecil (UK).

7 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi & Perusahaan Asuransi, (Semarang : Sinar


(14)

merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.8

Kredit usaha kecil sebagai salah satu bentuk kredit yang diberikan kepada golongan tertentu khususnya para pengusaha kecil dalam prakteknya memiliki ketentuan-ketentuan khusus. Karena dalam bentuk kredit kecil dalam tujuan daripada pemberian kredit usaha kecil adalah meningkatkan kegiatan usaha kecil itu sendiri, meskipun dalam kenyataannya ada proses yang diterapkan dari mulai adanya permohonan kredit sampai kepada ditolak atau dikabulkannya permohonan kredit tersebut.

Pengertian Usaha Kecil diatur dalam berbagai ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil; adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

9

Proses pemberian kredit kepada usaha kecil pada dasarnya lebih menekankan kelayakan usaha yang diajukan tanpa melupakan keamanan kredit

8

Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 79

9 Gatot Supramono, Perbankan & Masalah Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta ;


(15)

yang diberikan. Tetapi meskipun demikian, dalam proses pemberian pinjaman kredit kepada usaha kecil, khususnya pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bank Tabungan Negara Cabang Medan, ditemukan suatu kenyataan bahwa terhadap nilai tertentu besarnya kredit dimohonkan atau disertakan jaminan. Padahal kenyataan yang ditemukan permasalahan jaminan inilah yang menjadi persoalan utama usaha kecil dalam memohonkan kreditnya.

Asuransi sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. PT. Jasindo Cabang Medan memberikan perlindungan kredit bagi nasabah kecil tersebut dengan suatu pendekatan yang adil dan tepat untuk menciptakan kondisi dimana pembayaran kredit nantinya tetap dapat dilakukan apabila terjadi kredit macet oleh nasabah, sehingga bank tetap dapat beroperasi secara konsisten.

Dalam kegiatannya tersebut PT. Jasindo Cabang Medan memberikan perlindungan asuransi dalam perjanjian kreditnya berupa asuransi jiwa, asuransi kerugian dan asuransi kredit. PT. Jasindo Cabang Medan berperan membantu pengamanan pinjaman yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara kepada para peminjam, khususnya kepada golongan pengusaha kecil menengah. Pengamanan tersebut dilakukan dengan menjamin pinjaman tersebut melalui penutupan


(16)

asuransi, sehingga apabila pinjaman tidak dikembalikan ke BTN sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. PT. Jasindo Cabang Medan akan menanggung sebagian dari jumlah pinjaman tersebut, akan tetapi bank tetap berusaha untuk memperoleh pengembalian kredit dari usaha kecil menengah tersebut.

Secara bisnis, hubungan antara asuransi dan bank (BTN) dalam pemberian kredit kepada usaha kecil menengah dituangkan dalam suatu perjanjian yang disepakati antara keduanya, yaitu PT. Jasindo Cabang Medan sebagai penanggung dan BTN sebagai Tertanggung, usaha kecil sebagai debitur dari tertanggung

Dalam pelaksanaan asuransi kredit perbankan untuk penyaluran kredit usaha kecil menengah ini, pihak pengusaha kecil menengah (debitur tertanggung) tidak mengetahui apabila kreditnya tersebut telah diasuransikan ke PT. Jasindo Cabang Medan oleh pihak bank. Hal ini dikarenakan untuk kepentingan keamanan pihak bank. Selain itu bila pihak debitur mengetahui kredit yang diherikan tersebut telah diasuransikan, maka debitur tersebut tidak dengan sungguh-sungguh akan mengembalikan kredit tersebut pada bank.

Tanggung jawab antara Penanggung dan Tertanggung akan dilaksanakan oleh para pihak tersebut, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian asuransi kredit yang dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan mengikat kedua belah pihak. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian asuransi kredit tersebut salah satu pihak ada yang melanggar isi perjanjian atau wanprestasi, maka akan diselesaikan berdasarkan musyawarah kedua belah pihak atau melalui jalur hukum.


(17)

Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Peranan Asuransi Kredit dalam Menanggulangi Kredit Macet pada Kredit Usaha Kecil di PT. Jasindo Cabang Medan.”

B. Permasalahan

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan hukum asuransi kredit terhadap usaha kecil?

2. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian asuransi kredit?

3. Bagaimana peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil di PT. Jasindo Cabang Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum asuransi kredit terhadap usaha kecil.

b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian asuransi kredit.


(18)

c. Untuk mengetahui peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil di PT. Jasindo Cabang Medan.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan kredit macet, khususnya mengenai peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil.

b. Secara Praktis

1) Agar masyarakat mengetahui proses pemberian asuransi kredit pada usaha kecil.

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang pengetahuan dan pemahaman hukum kredit macet pada usaha kecil. D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah Peranan Asuransi Kredit dalam Menanggulangi Kredit Macet pada Kredit Usaha Kecil di PT. Jasindo Cabang Medan. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di PT. Jasindo Cabang Medan, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(19)

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian asuransi sebagaimana tercantum di dalam Buku Kesatu Bab IX Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) adalah sebagai berikut, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk menberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.10

Asuransi meliputi 4 (empat) asas, yaitu:

Definisi yang lebih luas lagi daripada definisi pasal 246 KUHD adalah definisi pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian yamg menyatakan bahwa, asuransi atau pertanggungan itu adalah perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima suatu premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita pihak tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

11

10 KUHD Buku I

tanggal 10 Februari 2011.

11 Perjanjian Asuransi,


(20)

1. Asas Indemnitas (Principle of Indemnity).

Asas indemnitas adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempuyai tujuan utama dan spesifik untuk memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.

2. Asas Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Principle of Insurable Interest). Kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam

perjanjian asuransi atau pertanggungan. Maksudnya adalah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari sutu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.

3. Asas Kejujuran yang Sempurna (Utmost Good Faith)

Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.

4. Asas Subrogasi bagi Penanggung

Asas subrogasi bagi penanggung adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung, karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan. Artinya tertanggung disamping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga.


(21)

Asuransi pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bagian:12 1. Asuransi Kerugian terdiri dari:

a. Asuransi Kebakaran

b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan c. Asuransi Laut

d. Asuransi Pengangkutam e, Asuransi Kredit

2. Asuransi Sejumlah Uang (Asuransi Jiwa), terdiri dari: a. Asuransi Kecelakaan

b. Asuransi Kesehatan c. Asuransi Jiwa Kredit

Sementara menurut Djojosoedarso, jenis-jenis asuransi dapat dibedakan menjadi berbagai macam segi, yaitu:13

12 Dasar Asuransi,

1. Dari segi sifatnya:

a. Asuransi sosial atau asuransi wajib, dimana untuk ikut serta dalam asuransi tersebut terdapat unsur paksaan atau wajib bagi setiap warga negara.

b. Asuransi sukarela, dalam asuransi ini tidak ada paksaan bagi siapapun untuk menjadi anggota/pembeli.

diakses pada tanggal 10 Februari 2011

13 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Resiko, (Jakarta: Salemba Empat,


(22)

2. Dari segi jenis obyeknya:

a. Asuransi orang, yang meliputi antara lain asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, asuransi beasiswa, asuransi hari tua dan lain-lain dimana obyek pertanggungannya manusia.

b. Asuransi umum atau asuransi kerugian, yang meliputi antara lain asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan barang, asuransi kendaraan bermotor, asuransi varia, asuransi penerbangan dan lain-lain, dimana obyek pertanggungannya adalah hak/harta atau milik kepentingan seseorang.

Untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat dikualifikasikan sebagai subyek asuransi maka ada baiknya terlebih dahulu diketahui pengertian dari subyek hukum itu sendiri, yang dimaksud dengan subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban yang tersendiri dari manusia dan badan hukum. Di dalam suatu perjanjian selalu ada dua macam subyek hukum yaitu di satu pihak seorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk melakukan sesuatu dan di lain pihak ada seorang atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu, oleh karena itu di dalam setiap perjanjian selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak.

Akan tetapi berbeda halnya dalam perjanjian asuransi yang merupakan perjanjian timbal balik, dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dari sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak yang lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak berwajib melainkan menjadi pihak yang berhak pula terhadap kewajiban dari pihak pertama yang


(23)

harus dilaksanakan, yang disebut sebagai pihak penanggung dan pihak tertanggung.

Dalam asuransi ini ada suatu persetujuan perkumpulan yang terdiri dari semua para pihak terjamin selaku anggota. Mereka membayar premi melainkan membayar semacam iuran kepada pengurus perkumpulan. Polis itu tetap mempunyai arti yang besar bagi pihak tertanggung. Sebab polis itu merupakan bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan di dalam perjanjian pertanggungan itu. Tanpa polis maka pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas.

Dalam Pasal 246 KUHD terdapat klausa “dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi”. Dari klausa ini dapat diketahui bahwa premi adalah salah satu unsur penting dalam pertanggungan karena premi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Pada pertanggungan yang diadakan untuk jangka waktu tertentu atau untuk suatu perjalanan, premi dibayar lebih dahulu pada saat bahaya mulai berjalan. Tetapi pada pertanggungan yang diadakan untuk jangka waktu yang panjang, pembayaran premi dapat ditentukan secara periodik, misalnya tiap bulan dan pembayaran dilakukan pada permulaan tiap periodik.

Besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung ditentukan dengan suatu prosentase dari jumlah yang dipertanggungkan berdasarkan penilaian risiko yang dipikul oleh penanggung. Dalam prakteknya, penerapan besarnya jumlah premi itu diperjanjikan oleh pihak-pihak secara layak dan dicantumkan di dalam polis.


(24)

Premi yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung itu dapat dituntut pengembaliannya oleh tertanggung, baik untuk seluruhnya maupun sebagian, apabila pertanggungan baik itu untuk seluruhnya atau sebagian gugur atau menjadi batal, sedangkan tertanggung telah bertindak dengan itikad baik (te goeder trouw, in good faith). Premi yang harus dibayar kembali oleh penanggung itu disebut “premi restorno” (Pasal 281 KUHD). Hanya saja pada premi restorno ini ditekankan kepada syarat bahwa penanggung tidak menghadapi bahaya.

Suatu pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi: 14

1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);

2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD);

3. Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD);

14 Dasar-dasar Hukum Asuransi


(25)

4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD);

5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).

Suatu perjanjian asuransi dapat berakhir dikarenakan oleh hal-hal berikut:15

1. Bila asuransi telah selesai dengan tibanya waktu yang telah diperjanjikan; 2. Bila terjadi pemusnahan keseluruhan atau terjadi kerugian yang mencapai

jumlah yang dipertanggungkan;

3. Bila asuradur (penanggung) dibebaskan oleh verzekerdenya (tertanggung); 4. Bila perjanjian gugur karena :

a. obyek dari bahaya tidak lagi terancam bahaya (jika tidak ada kemungkinan lagi, bahwa tertanggung akan menderita kerugian terhadap mana telah diadakan asuransi).

b. penambahan bahaya

c. bila perjanjian asuransi diputuskan, sebab salah satu pihak melakukan wanprestasi.

Asuransi untuk membantu pengembangan usaha kecil di Indonesia dalam bentuk pemberian asuransi kredit. Alasan dasar yang dapat dipergunakan oleh


(26)

pemerintah untuk memfasilitasi pendirian asuransi kredit adalah kepercayaan pada industri kecil sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan juga untuk mewujudkan kesetaraan sosial.

Dengan alasan itu maka perlindungan bagi nasabah kecil merupakan suatu pendekatan yang adil dan tepat untuk menciptakan kondisi dimana bank dapat beroperasi secara konsisten dan dipercaya sehingga mampu menyediakan kredit dalam jumlah cukup untuk kesehatan perekonomian.

Dalam usaha asuransi kredit, pihak bank juga mensyaratkan adanya penjaminan. Sebagai penjaminan yang utama adalah nilai dan kelayakan usaha yang akan dibiayai dengan kredit yang dimohonkan. Apabila nilai dan kelayakan usaha bank kurang menjamin pengembalian kredit maka bank mensyaratakan harus menjamin pengembalian kredit yang berupa jaminan kebendaan.16

Untuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian, maka pemberi kredit menutup asuransi kredit yang diberikannya kepada nasabah. Sehingga bila ternyata kemudian hari benar-benar kredit itu tidak dapat diperoleh kembali dari nasabah, ia memperoleh ganti rugi dari penanggungnya.

.

17

Pada dasarnya yang dapat dipertanggungkan pada asuransi / pertanggungan kredit adalah penagihan (kepentingan yang berhubungan dengan penagihan). Penagihan dalam hal ini, haruslah diartikan sebagai pengertian yang luas, yaitu bukan yang hanya timbul dari suatu transaksi saja, tetapi setiap hal

16 Arisson Hendry, et, al, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, (Jakarta : Muamalat

Institute, 1999), hal. 67.

17 Radiks Purba, Memahami Asuransi Di Indonesia,(Jakarta : Pustaka Binaran,1995),hal


(27)

penagihan terhadap pembayaran (misal uang muka yang diberikan oleh suatu badan atau lembaga).

Asuransi kredit bertujuan melindungi pemberi kredit dari kemungkinan yang tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada nasabahnya. Disamping itu juga bertujuan membantu kegiatan, pengarahan dan keamanan perkreditan, baik kredit perbankan maupun kredit lainnya di luar perbankan. Dengan adanya asuransi kredit, akan mendorong bank lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. 18

Asuransi kredit juga membantu mengarahkan dan mengamankan perkreditan, misalnya dengan memasukkan syarat bahwa ganti rugi hanya diberikan kepada tertanggung bila kerugian disebabkan oleh perbuatan tidak pantas dari nasabah bank. Dengan adanya syarat yang demikian, maka bank tidak sembrono memberikan kredit kepada para pengusaha.19

Kredit dikategorikan sebagai kredit macet apabila, terjadi keterlambatan pembayaran atau angsuran pokok lebih dari 90 hari semenjak tanggal jatuh temponya, tidak dilunasi sama sekali, diperlukan negosiasi kembali atas syarat Kredit usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada usaha yang memenuhi kriteria usaha kecil, Artinya, asuransi melakukan suatu usaha kecil (judgement) dengan hanya mengakui fasilitas kredit untuk usaha kecil dan usaha yang omsetnya sampai dengan Rp 200 juta. Oleh karena itu, mungkin saja terdapat perbedaan pengertian kredit kepada kepada usaha kecil ini pada asuransi yang berbeda atau pada produk yang berbeda pada asuransi yang sama.

18 Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, (Yogyakarta :

Seksi Fakultas Hukum UGM, 1983), hal. 21


(28)

pembayaran kembali kredit yang tercantum dalam perjanjian kredit. Kredit macet dalam jumlah yang besar yang dihadapi oleh sebuah asuransi akan mempengaruhi kegiatan usaha asuransi itu sendiri serta akan menurunkan tingkat kesehatan operasi bank. Apabila penurunan mutu kredit dan profitibilitas bank yang bersangkutan demikian parahnya sehingga mempengaruhi likuiditas keuangan dan solvabilitas mereka, maka kepercayaan para penitip dana pada asuransi tersebut akan merosot.

Penyebab kredit macet dapat berhulu pada 3 macam sumber, yaitu faktor intern bank kreditur, ketidaklayakan debitur, dan faktor-faktor ekstern. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Usaha Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.20

Pada umumnya pihak bank telah menyediakan formulir kredit tertentu di sertai syarat-syarat yang harus di penuhi oleh pemohon kredit. Meskipun pemohon kredit sudah memenuhi syarat-syarat yang diajukan, belum tentu pihak bank memberikan fasilitas kredit. Pihak bank harus meneliti dan menganalisa keadaan pemohon kredit terlebih dahulu. Dalam memberikan kredit, pihak bank harus memperhatikan asas-asas pemberian kredit yang sehat untuk memperoleh keyakinan tersebut.21

Apabila nasabah sengaja untuk tidak melunasi hutangnya maupun tidak menepati batas waktu pengembalian hutang maka jaminan dapat digunakan untuk mengganti hutang. Jaminan kredit harus ada pada setiap pemberian kredit oleh

20 Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, (Bandung : Pustaka Binaman

Pressindo, 1997), hal 11-12.


(29)

bank. Di dalam prakteknya sering debitur mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya. Ini menjadikan nasabah tidak dapat mengembalikan pinjaman kredit yang telah di perolehnya dengan tepat pada waktunya. Dengan tidak dibayarnya hutang kepada kreditur, maka menyebabkan kredit menjadi macet. Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa kredit merupakan suatu perjanjian pinjam meminjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas hutangnya setelah jangka waktunya habis adalah wanprestasi.22

Dalam mengambil jaminan kredit pihak asuransi tidak boleh melakukan pemaksaan karena hal tersebut merupakan tindakan melawan hukum. Masalah kredit macet memerlukan penyelesaian yang bijaksana di mana para pihak tidak merasa dirugikan.

23

1. Jenis Penelitian F. Metode Penelitian

Dalam hal ini, apa yang dikemukakan dalam tulisan ini merupakan pengambilan bahan tidak terlepas dari kepustakaan mengingat tulisan ini kerap diaktualisasikan melalui kepustakaan. Maka haruslah menggunakan metode penulisan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut :

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif yaitu

22 Emmy Panggaribuan, Hukum Pertanggungan & Perkembangannya, (Yogyakarta :

Seksi Hukum Dagang FH UGM, 1983), hal. 19.


(30)

penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.24

2. Data dan Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Bahan-bahan primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari Peraturan Perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat antara lain Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yaitu kamus hukum dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library reseach).

24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hal. 33


(31)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (library reseach). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Metode library reseach adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.

4. Analisa Data

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisa data dilakukan dengan25

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

:

b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian.

c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.

25 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT.


(32)

d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada.

e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PENGATURAN HUKUM ASURANSI KREDIT TERHADAP

USAHA KECIL

Dalam bab ini berisi tentang Dasar Hukum Asuransi Kredit, Pemberian Kredit Usaha Kecil, Syarat-syarat Pemberian Asuransi Kredit, dan Hambatan dalam Pemberian Asuransi Kredit.

BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PEMBERIAN ASURANSI KREDIT

Bab ini berisikan tentang Perjanjian Pemberian Asuransi Kredit, Pihak-Pihak yang Terlibat didalam Suatu Asuransi Kredit, Hak


(33)

Para Pihak dalam Pemberian Kredit, dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit.

BAB IV : PERANAN ASURANSI KREDIT DALAM

MENANGGULANGI KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT. JASINDO CABANG MEDAN

Bab ini berisikan tentang Pelaksanaan Pemberian Asuransi Kredit bagi Usaha Kecil, Penyebab Kredit Macet pada Kredit Usaha Kecil dan Peranan Asuransi Kredit dalam Menanggulangi Kredit Macet pada Kredit Usaha Kecil.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab kesimpulan dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran.


(34)

BAB II

PENGATURAN HUKUM ASURANSI KREDIT TERHADAP

USAHA KECIL

A. Dasar Hukum Asuransi Kredit

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata ‘pertanggungan’. John M. Echols dan Hassan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan). Sedangkan asuransi dalam dunia Islam biasa dikenal dengan istilah takaful, ta’min, atau tadhamun.26

Asuransi merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau subtitusi kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti.27

Asuransi secara umum merupakan perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi), dengan menerima premi dari tertanggung (peserta), penanggung (perusahaan) berjanji akan membayar sejumlah pertanggungan ketika tertanggung mengalami kerugian, kerusakan dan kehilangan akan barang dan lainnya, dengan tertanggung

26

Hasbullah Thabrany. Asuransi di Indonesia. (Depok : Pusat Kajian Ekonomi FKMUI, 2001), hal. 23.

27 Freddy Harris, Nasabah dalam Asuransi, (Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada,


(35)

membayar premi sebanyak yang ditentukan penanggung setiap bulannya. Keberadaan asuransi di tengah-tengah masyarakat sangatlah dibutuhkan, melihat perkembangan hidup pada masyarakat yang sangat kompleks, khususnya dalam perekonomian yang sangat urgen dalam mengarungi kehidupan dalam rangka pensejahteraan umat.28

28 Adrian Hasymi. Pengantar Asuransi, Edisi Pertama, (Jakarta: Rajawali, 1993), hal. 21.

Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, pada satu sisi menjual jasa kepada pelanggan, sedangkan pada sisi lain, perusahaan asuransi adalah sebagai investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif. Secara umum memang dapat disebutkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi itu merupakan lembaga ekonomi yaitu suatu lembaga peralihan risiko. Risiko diartikan pula sebagai kerugian yang tidak pasti (uncertainty of financial loss) didalamnya terdapat dua unsur yaitu : ketidakpastian dan kerugian. Karena besarnya risiko ini dapat diukur dengan nilai barang yang mengalami peristiwa diluar kesalahan pemiliknya, maka risiko dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi kerugian dalam bentuk pembayaran klaim asuransi. Pengalihan risiko ini diimbangi dalam bentuk pembayaran premi kepada perusahaan asuransi kerugian (penanggung) setiap bulan atau tahun, tergantung pada perjanjian yang tertuang dalam polis. Manfaat peralihan risiko inilah yang diperoleh konsumen (tertanggung).

Perusahaan asuransi memiliki spesialisasi dalam hal penjaminan kredit (spesial guarantee) sehingga kalau sampai jatuh ke tangan swasta baik lokal maupun asing diperkirakan akan berdampak terhadap perekonomian terutama Usaha kecil.


(36)

Dalam membicarakan dasar hukum pemberian asuransi kredit maka tidak terlepas dari dasar hukum mengenai asuransi itu sendiri. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum asuransi adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian asuransi tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Pengaturan hukum terhadap asuransi dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1774 mengenai perjanjian untung-untungan, yang salah satunya adalah perjanjian pertanggungan. Pasal ini mengatur bahwa mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.29

Dalam KUHD asuransi diatur dalam pasal 246 hingga pasal 308. Pasal 246-286 berisi tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya. Menurut pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Pasal 287-308 berisi tentang asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran, terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni, dan tentang pertanggungan jiwa.30

29 R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004),

hal. 455.

Adapun pasal-pasal mengenai asuransi atau pertanggungan pada umumnya berlaku pula pada asuransi kredit.

30 KUHD Buku I,


(37)

Selain itu, pengaturan mengenai asuransi terdapat pula diluar KUHPerdata dan KUHD, antara lain UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.31 Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 menyatakan bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti.32 Sementara pasal 1 angka 1 PP No. 73 Tahun 1992 menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa,33

Adapun pengaturan mengenai asuransi kredit secara lebih eksplisit terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship. Pasal 1 angka (2) PMK tersebut menyatakan bahwa asuransi kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit.

34

31

Dasar Asuransi

diakses pada tanggal 10 Februari 2011

32 UU 02/199

pada tanggal 8 Maret 2011

33 PP 73/1992

pada tanggal 5 Maret 2011

34 Bisnis dan Investasi, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/, diakses pad tanggal 9


(38)

Asuransi kredit (credit insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam lingkungan asuransi jiwa dalam bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap risiko macetnya pelunasan sisa pinjaman akibat meninggalnya debitur. Asuransi ini dikenal pula dengan istilah credit life insurance (asuransi jiwa kredit) dan berdasarkan UU No. 2 tahun 1992, jenis bisnis asuransi yang terkait dengan hidup meninggalnya seseorang harus ditangani oleh perusahaan asuransi jiwa dan bukan oleh asuransi kerugian (general insurer). Asuransi kredit berkaitan erat dengan penjaminan kredit (credit guarantee).

Istilah penjaminan (guarantee) harus dibedakan dengan asuransi (insurance) karena karakteristik bisnis diantara keduanya berbeda. Pada asuransi hanya ada 2 (dua) pihak yang terlibat yaitu penanggung dan tertanggung, sedangkan dalam penjaminan terdapat 3 (tiga) pihak yaitu obligee, principal, dan bank atau surety company. Perbedaan yang lain antara asuransi dan penjaminan adalah bahwa dalam asuransi, risiko yang dihadapi adalah berupa accidental risk dan lebih bersifat pada risiko-risiko natural seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain, sedangkan dalam penjaminan, risiko yang dihadapi lebih banyak bersifat moral risk misalnya ketidakmampuan membayar cicilan pinjaman dari debitur kepada kreditur (kredit macet). Dengan demikian, tujuan utama dari asuransi adalah memberikan ganti rugi kepada tertanggung apabila terjadi musibah dari luar, sedangkan tujuan dari penjaminan adalah untuk memenuhi kebutuhan bonafiditas penerima pinjaman.

Penjaminan kredit sebagai salah satu produk financial guarantee, adalah jenis jaminan yang dikeluarkan oleh lembaga penjamin, baik bank atau asuransi,


(39)

untuk kepentingan obligee apabila principal melakukan wanprestasi. Biasanya jika memakai jasa bank, pihak principal harus menyediakan collateral atau jaminan, baik berupa barang bergerak atau tidak bergerak. Sementara jika ingin menggunakan jasa asuransi, pihak principal biasanya tidak perlu menyediakan collateral namun cukup menandatangani perjanjian ganti rugi kepada surety company (general agreement of indemnity to surety). Bentuk inilah yang lebih dikenal sebagai suretyship. Jadi antara bank guarantee dan surety bond hampir sama. Keduanya bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap pekerjaan principal kepada obligee. Biasanya dalam bank guarantee, pencairan jaminan dapat dilakukan atas permintaan obligee tanpa harus menunggu pembuktian kegagalan pada pihak principal. Sementara dalam surety bond, klaim hanya dapat dicairkan apabila terbukti bahwa principal telah melakukan kegagalan atau wanprestasi.

Asuransi Penjaminan Kredit (Credit Guarantee Insurance) pada dasarnya adalah bentuk gabungan dari asuransi kredit dan penjaminan kredit dimana jenis asuransi ini mengcover ketidak mampuan debitur dalam melunasi sisa pinjaman kepada kreditur sebagai akibat dari risiko-risiko : (1) meninggal dunia; (2) wanprestasi. Mekanisme asuransi berjalan pada saat terjadi meninggalnya debitur, sedangkan penjaminan akan berperan pada saat terjadi klaim non meninggal dunia.35

35 Antara Asuransi Kredit dan Penjamin, http://metablog-dj.blogspot.com/2010/02/


(40)

B. Pemberian Kredit Usaha Kecil

Dalam rangka perkembangan era globalisasi dewasa ini yang diikuti dengan percepatan arus teknologi dan informasi terutama di bidang ekonomi seperti dewasa ini masyarakat tidak akan maju bilamana tidak berhubungan dengan kredit. Kredit merupakan kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak.36

Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak kesepakatan pinjam-meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Kredit dalam pengertian lain dapat berarti percaya atau kepercayaan.37 Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa percaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai setengah mati. Hal ini sangat beralasan, sebab kata kredit itu sendiri berasal dari bahasa latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle dari kata credere, yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan.38

36 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

1996), hal. 5.

Pengertian kredit menurut UU Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

37 Asuransi Kredit

10 Februari 2011.

38 Rivai Hadiwidjadja dan Wirasasmita, Analis Kredit, (Bandung : Pionir Jaya,1997), hal


(41)

Menurut HMA Savelberg kredit mempunyai arti antara lain:39

1. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

2. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (commodatus, depositus regulare, pignus).

JA Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.40

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang

Dalam pemberian kredit ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU Perbankan disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit.

Selanjutnya menurut Surat Edaran BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil, dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

39 HMA Savelberg, Dasar Perkreditan Perbankan, Edisi Keempat, (Jakarta : Penerbit

Gramedia Pustaka Utama,1991), hal 9.


(42)

sama.41 Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.42

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.

Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.”

43

41

R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1979), hal. 1.

42 Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan

Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1997), hal. 89.

43 Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, http://www.google.com, diakses

tanggal 7 Februari 2011 .

Selama ini memahami arti perjanjian (communis opinio doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg).


(43)

Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur. Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab yang halal.

Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum, misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah.

Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian.

Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua


(44)

belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.

Dengan demikian, sesungguhnya kata kredit sudah berkembang kemana-mana terutama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara luas, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.

Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat dilihat bahwa dalam suatu perjanjian kredit terdapat beberapa unsur, antara lain:44 1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang

disebut sebagai perjanjian kredit.

2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman seprti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

3. Adanya unsur kepercayaan dan kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/cicilan kreditnya.

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur.

5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur.

6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.

44 D. Ganda Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional,


(45)

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur.

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan.

Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit, pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang kredit.45

Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau Fasilitas kredit kepada usaha kecil atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain.

45 Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, (Jakarta: PT. Bumi


(46)

kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada asas-asas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat.

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.

Pada prosedur pemberian kredit diatur melalui dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK


(47)

adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank.

Dari berbagai kajian kredit usaha kecil di Indonesia permasalahan pertimbangan pemberian kredit usaha kecil yang dihadapi antara lain meliputi: akses pasar, pembiayaan usaha, rendahnya kemampuan teknik produksi dan kontrol kualitas, manajemen secara umum, dan lain-lain. Berbagai permasalahan di atas, pada kenyataannya saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Pemahaman secara mikro / kondisi internal kredit yang lebih mendalam diperlukan pihak pembina agar pembinaan tidak hanya terfokus pada satu sisi saja misalnya upaya penyaluran modal kerja atau modal investasi namun juga harus diperhitungkan aspek yang lain misalnya: luas dan daya serap pasar untuk produk kredit, kemampuan manajerial pengusaha, kemudahan memperoleh bahan baku dan bahan penolong serta substitusinya, desain produk serta kualitasnya dan lain-lain. Tanpa memperhatikan serta melakukan pembinaan terhadap berbagai faktor yang saling terkait di atas pengalaman telah membuktikan hanya kegagalan yang akan terjadi. Pembinaan yang hanya menekankan penyediaan pembiayaan usaha saja akan menemui kegagalan, termasuk pengalaman kegagalan yang dialami sektor perbankan kita dalam membina kredit pada masa lalu.

Adapun prosedur pemberian kredit usaha kecil di Bank BTN, yakni : 1. Permohonan kredit

2. Berkas permohonan kredit 3. Pencatatan


(48)

Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register khusus yang disediakan.

4. Kelengkapan dan berkas permohonan.

Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan.

5. Formulir daftar isian permohonan kredit

Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, formulir neraca, daftar rugi/laba.

6. Penyidikan dan Analisa Kredit

Penyidikan (investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi: a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur.

b. Pengumpulan data yang berhubungan denagn permohonan kredit yang diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet.

c. Pemeriksaan/ penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh. d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah

dilaksanakan.

7. Keputusan atas permohonan kredit 8. Persetujuan permohonan kredit


(49)

Jika seseorang ingin memperoleh fasilitas kredit kecil maka seseorang tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, antara lain :46

1. Mempunyai Kartu Tanda Penduduk.

2. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali tidak dipersyaratkan harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai yang diatur dalam SE No. 064/DIR/BPK-KI/SE/96.

3. Pemohon harus menyediakan pembiayaan tersendiri sebesar minimum 20% dari proyek yang dibiayai dan apabila kredit tersebut digunakan untuk membeli/ pembangunan/ investasi harus disetorkan kepada Bank ke rekening hutang atas nama pemohon yag bersangkutan. Kecuali apabila pada proyek / bangunan psikis yang akan dibiayai telah tertanam dana sendiri termohon yang bersangkutan minimum 20% dari nilai proyek / bangunan psikis tersebut.

4. Bagi pemohon kredit dalam bentuk badan usaha / usaha perseorangan diwajibkan memiliki legalitas usaha (Surat Izin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Kredit, dan lainnya). Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk memperoleh fasilitas kredit di atas bersifat mutlak, maksudnya adalah syarat-syarat tersebut harus

46 Edy Putra Aman, Kredit Perbankan: Suatu TInjauan Yuridis, (Yogyakarta : Liberty,


(50)

dipenuhi seluruhnya. Apabila salah satu syarat saja tidak dipenuhi oleh pemohon, maka aplikasi permohonan kreditnya tidak akan dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Dalam praktek pemberian kredit, sebelum calon nasabah mengajukan permohonan kredit maka calon nasabah diharuskan untuk membuka rekening giro. Syarat-syarat membuka rekening giro yaitu 47

1. Perorangan.

:

a.Kartu Tanda Penduduk (KTP), b.Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), c.Pasfoto.

2. Badan Usaha.

a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP), c. Surat Izin Tempat Usaha (SITU), d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), e. Kartu Tanda Penduduk (KTP), f. Pasfoto.

Setelah membuka rekening, maka tahap selannjutnya adalah pengajuan permohonan kredit. Dalam mengajukan permohonan kredit, calon nasabah harus melengkapi berkas permohonannya dengan melampirkan dokumen-dokumen lain yaitu48

47 Hakim Nusantara, Identitas Hukum Perkreditan di Indonesia dalam Prospektif Sejajar,

(Yogyakarta : UII, 1998), hal 29.

48 John Salinde, Sistem Jaminan Kredit dalam Era Pembangunan Hukum, (Ujung Pandang

: Sinar Grafika, 1993), hal 49.


(51)

1. Untuk perorangan.

a. Proposal dari kegiatan usaha yang kan dibiayai (kalau ada),

b. Benda agunan yang dimiliki baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak,

c. Izin Usaha,

d. Laporan Keuangan. 2. Untuk Badan Usaha.

a. Legalitas atau izin usaha seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP), surat izin tempat usaha (SITU), dan nomor pokok wajib pajak (NPWP),

b. Benda agunan yang dimiliki, c. Proposal kegiatan Usaha kalau ada, d. Laporan keuangan perusahaan.

Setelah permohonan diajukan dan dokumen-dokumen yang diperlukan telah dilengkapi, kemudian bank akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut secara administratif berupa keabsahan surat izin usaha yang dilampirkan serta dengan mewawancarai pemohon kredit.

Untuk menghindari kekeliruan yang dapat menimbulkan masalah dikemudian hari maka atas setiap permohonan kredit diperiksa dengan teliti megenai kelengkapan, kebenaran, segi hukum dan data-data dan dokumen-dokumen yang diserahkan.

Setiap permohonan Kredit Usaha Kecil terdiri atas :


(52)

2. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan Kredit Usaha Kecil yang diajukan oleh nasabah, baik dari internal bank yang harus lengkap diisi oleh calon nasabah, Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarta-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi).

3. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan misalnya, perjanjian penyerahan jaminan dan pemberian kuasa.

Permohonan dinyatakan lengkap apabila telah memenuhi syarat-syarat yang yang diajukan dan selama permohonan Kredit Usaha Kecil dalam proses, maka berkas permohonan akan disimpan dan selanjutnya dilakukan penyidikan dan analisa pemberian kredit.49

1. Wawancara dengan pemohonan kredit,

Yang dimaksud dengan penyidikan kredit (investasi) adalah pekerjaan yang meliputi :

2. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan Kredit Usaha Kecil yang diajukan oleh nasabah, baik dari intern Bank maupun data ekstern Bank, 3. Pemeriksaan atau penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal

yang dukemukakan nasabah dan informasi yang diperolehnya.

4. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan.

Analisa merupakan pekerjaan yang meliputi :

49 Siswanto Sutoyo, Menangani Kredit Bermasalah: Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta :


(53)

1. Persiapan pekerjaan-pekerjaan dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan, untuk mengetahui untuk dapat atau tidaknya dipertimbangkan suatu permohonan Kredit Usaha Kecil,

2. Menyusun laporan analisa yang diperlukan yang berisi penguraian dan kesimpulan serta perjanjian alternatif sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan oleh pimpinan dari permohonan Kredit Usaha Kecil.

C. Syarat-Syarat Pemberian Asuransi Kredit

Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi resiko terbesar bank juga bersumber dari pemberian kredit. Oleh karena itu bank harus terlebih dahulu melakukan beberapa tahapan sebelum terjadi pemberian kredit kepada debitur. Hal ini juga akan mempengaruhi pada tingkat rendahnya rentabilitas bank. Maka dari itu untuk mencapai tingkat rentabilitas yang tinggi diperlukan pengelolaan elemen-elemen keuangan termasuk diantaranya pemberian kredit secara baik.

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali (terlunasi) keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian asuransi kredit. Didalam melakukan penilaian, kriteria-kriteria serta aspek tetap sama. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan sudah menjadi standar setiap bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan, yaitu dilakukan dengan syarat-syarat pemberian asuransi kredit.


(54)

Pemberian asuransi kredit kepada orang atau perusahaan yang memerlukannya harus mempertimbangkan hal-hal yang dikenal dengan istilah 5C. 1. Character

Karakter (character) adalah sifat dan tingkah laku pemohon dalam kehidupan berusaha. Pemberi asuransi kredit perlu meneliti kebiasaan dan kepribadian pemohon. Dalam kata lain, pemohon dipercaya dapat memenuhi kewajibannya. 2. Capability

Kemampuan (capability) pemohon dalam membayar premi tepat waktu harus diperhatikan oleh pemberi asuransi kredit dengan memperhatikan jenis usaha dan kemampuan memperoleh laba (diukur dari laporan keuangan).

3. Capital

Modal (capital) yang dimiliki perusahaan yang berasal dari pinjaman bank yang diasuransikan dapat mendorong perkembangan usaha. Oleh karena itu asuransi kredit secara tidak langsung berfungsi meningkatkan usaha.

4. Collateral

Jaminan (collateral) adalah harta tetap atau surat-surat berharga yang dapat digunakan untuk menjamin kredit yang diasuransikan.

5. Condition of Economic

Kondisi ekonomi (condition of economic) yang akan datang harus menggambarkan keadaan yang cerah, misalnya tingkat inflasi yang terkendali sehingga nilai uang sekarang tidak berbeda jauh dengan nilai uang pada masa yang akan datang.


(55)

Kriteria kredit yang dapat dijamin pada asuransi kredit adalah kredit yang diberikan:50

1. Adanya perjanjian kerja sama atau surat kesepakatan bersama antara PT. Jasindo Cabang Medan sebagai penanggung dan bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan sebagai tertanggung menjadi dasar hukum pemberian asuransi kredit oleh PT. Jasindo Cabang Medan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari wanprestasi di kemudian hari oleh salah satu pihak, terutama oleh pihak Tertanggung.

1. Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat, wajar, dan berlaku umum. 2. Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai Surat Edaran Bank

Indonesia.

3. Kepada debitur yang memiliki izin usaha yang ditentukan oleh pihak berwenang dan tidak bertentangan dengan hukum.

4. Kepada debitur yang sedang tidak dalam proses kepailitan atau telah dinyatakan pailit atau bubar demi hukum.

5. Kepada debitur yang tidak memiliki tunggakan kredit yang digolongkan kualitas kredit meragukan.

Adanya persyaratan berupa dokumen-dokumen tersebut diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan sebagai dasar pertimbangan pemberian asuransi kredit, antara lain :

50 Asuransi Kredit


(56)

2. Manual pemberian kredit yang diterbitkan oleh bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan tersebut diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan untuk mengetahui proses pemberian kredit, terutama kredit usaha kecil, di bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan tersebut. Dengan ini PT. Jasindo dapat mempertimbangkan, apakah bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan tersebut menjalankan prosedur yang benar dalam menyalurkan kredit kepada usaha kecil.

3. Akte perusahaan debitur, company profile debitur, dan/atau laporan keuangan debitur 3 (tiga) tahun terakhir diperlukan agar PT. Jasindo dapat mengetahui kemampuan debitur bank dalam mengembalikan kredit yang dipinjamnya dari bank selaku pihak yang ditanggung oleh PT. Jasindo Cabang Medan. Sifat kumulatif dan alternatif dari persyaratan dokumen ini ditujukan untuk mempermudah usaha kecil untuk memperoleh kredit dari pihak Bank yang ditanggung oleh PT. Jasindo Cabang Medan.

4. Copy atau tembusan permohonan kredit dari debitur ke bank umum atau lembaga pembiayaan dam memorandum persetujuan kredit dari bank umum atau lembaga pembiayaan ke debitur diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan untuk memastikan bahwa perjanjian kredit yang diasuransikan kepadanya adalah perjanjian kredit yang benar-benar ada, dan bukan rekayasa dari pihak tertanggung.

Pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan untuk menghindari hambatan-hambatan atau kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Apabila terdapat kriteria atau persyaratan dokumen di atas yang


(57)

tidak dipenuhi oleh bank umum atau lembaga pembiayaan, maka PT. Jasindo Cabang Medan tidak akan melanjutkan proses pemberian asuransi kredit.

D. Hambatan dalam Pemberian Asuransi Kredit

PT. Jasindo Cabang Medan telah menetapkan syarat-syarat seperti dijabarkan di atas untuk menghindari hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam pemberian asuransi kredit.

Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberian asuransi kredit adalah :

1. Ketidaklengkapan Dokumen

Masalah ketidaklengkapan dokumen yang harus dipenuhi sebagai syarat-syarat dalam pengajuan asuransi kredit biasanya terjadi karena ketidaktelitian dari pihak tertanggung untuk melengkapi dokumen-dokumen apa saja yang dibutuhkan pada saat pengajuan asuransi kredit. Dokumen-dokumen yang dibutuhkan pada saat pengajuan asuransi kredit belum lengkap. Pada kenyataannya data-data yang diperlukan oleh pihak perusahaan asuransi dalam hal ini untuk persyaratan mutlak dalam suatu prosedur pengajuan asuransi kredit seringkali mengalami hambatan. Dalam mengatasi hambatan ini PT. Jasindo Cabang Medan akan meminta calon tertanggung melengkapi terlebih dahulu dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Apabila dokumen-dokumen yang dibutuhkan tidang dapat dilengkapi, maka proses pemberian asuransi kredit tidak dapat diteruskan.


(1)

2. Hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi kredit mengacu pada ketentuan perasuransian dan polis asuransi yang juga merupakan perjanjian. Hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi kredit sama seperti hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pada umumnya yang merupakan kesepakatan para pihak, karena asuransi merupakan perjanjian, sehingga hak dan kewajiban dalam perjanjian juga terdapat dalam perjanjian asuransi kredit. Hak dan kewajiban ini didasarkan pada KUHD dan KUHPerdata selain hasil kesepakatan.

3. Peranan asuransi kredit dalam menanggulangi kredit macet pada kredit usaha kecil di PT. Jasindo Cabang Medan sangat dirasakan oleh pihak perbankan sebagai tertanggung dan sektor riil atau usaha kecil sebagai debitur tertanggung. Asuransi kredit antara lain berperan dalam meningkatkan likuiditas bank, menjadikan traksaksi yang tidak bankable menjadi bankable, dan mengurangi jumlah pengangguran dengan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan. Asuransi kredit berperan mengatasi kredit macet pada kredit usaha kecil secara tidak langsung, dengan melindungi bank dari efek kredit macet dengan menanggung kredit macet, meskipun kredit macet itu sendiri tetap ada.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis kemukakan disini sebagai bahan pertimbangan guna penyempurnaan di kemudian hari adalah:

1. Hendaknya Pelaksanaan penyelesaian kredit yang dilaksanakan oleh PT. Jasindo khususnya dalam pelaksanaan restrukturisasi harus benar-benar


(2)

mengikuti seluruh ketentuan mengenai restrukturisasi dan melaksanakannya, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi (restrukturisasi kedua) untuk satu hutang dari debitur yang sama.

2. Untuk dapat mengurangi faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah di BTN yaitu faktor debitur, yang harus dilakukan adalah pengenalan terhadap karakter debitur secara lebih mendalam dan melakukan analisa secara comprehensive terhadap prospek usaha debitur dan rekanannya (buyer) dengan melakukan studi kelayakan terutama bagi debitur yang mempunyai resiko tinggi, debitur bermasalah, atau debitur yang mempunyai kondite tidak baik dalam daftar ID yang dibuat oleh Bank Indonesia.

3. Hendaknya membuat suatu pengaturan yang seragam mengenai klausula perjanjian kredit agar dapat unifikasi dalam praktek perbankan sehingga hak dan kewajiban pada pihak dapat diatur secara seimbang.

4. Pihak asuransi hendaknya dalam pemberian dan penyaluran dana kreditnya kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan para pelaku ekonomi menengah ke bawah dan memperhatikan juga jalan keluar dari permasalahan jaminan sebagai syarat mutlak peminjaman kredit kepada bank. Atau dengan kata lain asuransi dapat bekerja sama dengan pihak bank untuk lebih melunakkan syarat perkreditan bagi para pelaku ekonomi menengah ke bawah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Lukman, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2008. A. Buku/Literatur

Aman, Edy Putra. Kredit Perbankan: Suatu TInjauan Yuridis, Yogyakarta : Liberty. 1993.

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2004.

Djojosoedarso, Soeisno. Prinsip-prinsip Manajemen Resiko, Jakarta: Salemba Empat. 2003.

Fuady, Munir. Hukum Perkreditan Komtemporer, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1996.

Hadiwidjadja, Rivai dan Wirasasmita. Analis Kredit, Bandung : Pionir Jaya. 1997. Harris, Freddy. Nasabah dalam Asuransi, Jakarta : Penerbit Raja Grafindo

Persada. 2000.

Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi & Perusahaan Asuransi, Semarang : Sinar Grafika. 1999.

Hasymi, Adrian. Pengantar Asuransi, Jakarta : Rajawali. 1993

Hendry, Arisson, et, al. Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, Jakarta : Muamalat Institute. 1999.

Levy, JA. Masalah Perkreditan, Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita. 1999. Mahmoedin,H. As.. Etika Bisnis Perbankan, Jakarta : Penerbit Mulia Sari. 1994. Mulhadi. Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka UU

Perbankan di Indonesia, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2005.

Mulyana, Iman. Mencegah Kredit Bermasalah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Naja, Daeng. Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2005.


(4)

Nusantara, Hakim. Identitas Hukum Perkreditan di Indonesia dalam Prospektif Sejajar, Yogyakarta : UII. 1998.

Pangaribuan, Emmy. Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Yogyakarta: Seksi Fakultas Hukum UGM. 1983.

Prawira, D. Ganda. Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional, Jakarta: BPHN. 1992.

Purba, Radiks. Memahami Asuransi Di Indonesia, Jakarta : Pustaka Binaran Pressindo. 1995.

Rachmadi, Usman. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001.

Rido, R. Ali. Hukum Dagang Tentang Prinsip & Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura & Asuransi Haji , Bandung : Citra Aditya Bakti. 1992.

Salinde,John. Sistem Jaminan Kredit dalam Era Pembangunan Hukum, Ujung Pandang: Sinar Grafika. 1993.

Santoso, Wahyudi. Restrukturisasi Kredit Sebagai Bagian Integral Restrukturisasi Perbankan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. 2008.

Sastrawidjaja, Man Suparman. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung: PT. Alumni. 2003.

Savelberg, HMA. Dasar Perkreditan Perbankan, Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka Utama. 1991.

Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank, Jakarta: PT. Bumi Aksara. 1993.

SM, Makhalul Ilmi. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Yogyakarta: UII Press. 2003.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada. 2007.

Subekti, R..Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa. 1979.

---. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita. 1989.


(5)

Suhardjono. Usaha Kecil dan Perkembangannya, Jakarta : Penerbit Muia Sari. 1996.

Supramono, Gatot. Perbankan & Masalah Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan. 1996.

Sutojo, Siswanto. The Management of Commercial Bank, Jakarta :Damar Mulia Pustaka. 2007.

---. Menangani Kredit Bermasalah: Konsep, Teknik dan Kasus, Jakarta : PT. Pustaka Binamar Presindo. 1998.

Thabrany, Hasbullah. Asuransi di Indonesia, Depok : Pusat Kajian Ekonomi FKMUI. 2001.

Zaman, Mariam Darus B., KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Bandung: Alumni. 1997.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang B.Undang-Undang/Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahannya

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian

Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian

Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship

SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 C. Website/Internet

Februari 2011


(6)

10 Februari 2011

diakses tanggal 25 Maret 2011.

18 Maret 2011

5 Maret 2011

Februari 2011

2011

Maret 2011