SISTEMATIKA PEMBAHASAN

C. KAJIAN UMUM TENTANG PESANTREN

1. Definisi Pesantren

Dunia pesantren, dengan meminjam kerangka pikir Hussein Nasr, adalah dunia tradisional Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas

11 Azhim, sa`id abdul, bertaqwalah tapi tak dikenal (wacana ilmiah press, 2007) hlm 27 11 Azhim, sa`id abdul, bertaqwalah tapi tak dikenal (wacana ilmiah press, 2007) hlm 27

Sejak zaman penjajahan, Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Eksistensinya telah lama mendapat pengakuan dari masyarakat dan terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya dari segi moril namun juga memberikan sumbangsih yang signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lain yang sejenis. Peserta didik di pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana santri menetap di lingkungan pesantren disebut dengan istilah Pondok. Dan dari sinilah timbul istilah Pondok

Pesantren. 12 Pesantren adalah komunitas tersendiri yang di dalamnya hidup bersama-

sama sejumlah orang yang dengan komitmen hati dan keikhlasan atau kerelaan mengikat diri dengan kyai, tuan guru, buya, ajengan, abu atau nama lainnya untuk hidup bersama dengan standar moral tertentu, membentuk kultur atau budaya tersendiri. Dalam perjalanan sejarahnya, pesantren terus melakukan akomodasi dan konsesi tertentu untuk menemukan pola yang dipandangnya cukup tepat guna menghadapi perubahan-perubahan yang kian cepat berdampak luas. Namun,

12 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: 2003), hlm. 1.

semua akomodasi dan penyesuaian itu dilakukan pesantren tanpa mengorbankan esensi dan hal-hal dasariah lainnya dalam eksistensi pesantren.

Pesantren telah teruji dan mampu bertahan bukan hanya karena kemampuannya melakukan adjustment dan readjustment, tetapi juga karakter eksistensialnya, yang dalam bahasa Nur Cholis Madjid disebut sebagai lembaga yang tidak hanya identik dengan makna keislaman, tatapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous). Sebagai lembaga indigenous, pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya. Dengan kata lain, pesantren mempunyai keterkaitan erat dan tak terpisahkan

dengan lingkungannya. 13

2. Unsur-Unsur Pesantren

Pondok pesantren adalah sistem yang unik. Tidak hanya unik dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur pembagian wewenang dan semua aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Oleh sebab itu, tidak tidak ada definisi yang dapat secara tepat mewakili seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-masing pondok memiliki keistimewaan sendiri yang bisa jadi tidak dimiliki pesantren yang lain.

Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya lima unsur, yaitu:

a. Kyai;

b. Santri;

13 Rofiq A, dkk, Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. xix.

c. Pengajian;

d. Asrama; dan

e. Masjid dengan segala aktivitas pendidikan keagamaan dan kemasyarakatannya. Kyai, merupakan unsur yang paling esensial dari pesantren. Ia seringkali

merupakan pendirinya. Sehubungan dengan itu, sudah sewajarnya jika pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Kebanyakan kyai beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan sebagai kerajaan kecil dimana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power and authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren. Tidak seorangpun santri atau orang lain yang dapat melawan kekuasaan kyai (dalam lingkungan pesantrennya) kecuali kyai lain yang lebih besar pengaruhnya. Para santri selalu mengharap dan berfikir bahwa kyai yang dianutnya merupakan orang yang percaya penuh pada dirinya sendiri (self confident ), baik dalam soal-soal pengetahuan Islam maupun dalam bidang kekuasaan dan manajemen pesantren. Kyai dengan kelebihannya, terutama pengetahuannya tentang Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, dan karenanya mereka dianggap memiliki kedudukan yang terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal mereka menunjukkan kekhususannya dengan bentuk- bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yang berupa kopyah dan

surban. 14

14 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 53-54.

Santri. Dalam tradisi pesantren dikenal adanya dua kelompok santri. Mereka adalah “santri mukim” dan “santri kalong”. Santri mukim adalah para santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren pada pondok yang disediakan oleh pesantren yang bersangkutan. Sedangkan, santri kalong adalah murid-murid atau para santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren. Untuk pelajarannya di pesantren mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri.

Ada berbagai alasan mengapa santri menetap di suatu pesantren. Dhofier mengemukakan ada tiga alasan, yaitu: (1) ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih mendalam di bawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren; (2) ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren baik dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren terkenal; dan (3) ia ingin memusatkan studinya di pesantren

tanpa disibukkan oleh kewajiban sehari-hari di rumah keluarganya. 15 Pengajian. Pengajian adalah sebuah aktifitas belajar mengajar ilmu-ilmu

keagamaan dengan berbagai metodenya. Bahan ajar yang digunakan dalam pengajian bersumber dari kitab-kitab kuning.

Metode pembelajaran di pondok pesantren ada yang bersifat tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan di pesantren sebagai metode pembelajaran asli (orisinil) pondok. Di samping itu ada pula metode pembelajaran modern (tajdid). Metode pembelajaran modern merupakan metode pembelajaran hasil pembaruan kalangan

15 Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 1.

pondok pesantren dengan memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak selalu diikuti dengan menerapkan sistem modern, yaitu sistem sekolah atau madrasah. Pondok pesantren sebenarnya telah pula menyerap sistem klasikal, tetapi tidak dalam batas-batas fisik yang tegas sebagaimana sistem klasikal pada persekolahan modern. Ada beberapa metode pembelajaran yang menjadi ciri utama pembelajaran di pondok pesantren. Yakni, metode sorogan, wetonan, musyawarah (bahtsul masa’il), pengajian pasaran,

hafalan (muhafadhoh), dan demonstrasi (praktek ibadah). 16 Asrama. Salah satu ciri dari sebuah pesantren adalah adanya pondok yang

merupakan asrama bagi para santrinya. Dhofier mengemukakan adanya tiga alasan utama berkenaan dengan kenapa pesantren harus menyediakan asrama bagi para santrinya. Pertama, kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh. Untuk menggali ilmu dari kyai tersebut, secara teratur dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman kyai. Kedua, hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan atau akomodasi yang cukup untuk dapat menampung semua santri; dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi mereka. Ketiga, adanya sikap timbal balik antara kyai dan santri dimana para santri menganggap kyainya sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus menerus.

16 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 37-47.

Sikap ini juga menimbulkan perasaan tanggung jawab di pihak kyai untuk menyediakan tempat tinggal bagi para santrinya. Di samping itu, dari pihak para santri tumbuh perasaan pengabdian pada kyainya, sehingga para kyai memperoleh imbalan dari para santri sebagai sumber tenaga bagi kepentingan pesantren dan

keluarga kyainya. 17 Masjid. Masjid menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah pondok

pesantren karena selain digunakan untuk sholat berjama’ah, masjid digunakan untuk I’tikaf, mengadakan pengajian, media dalam membentuk halaqoh-halaqoh, juga tempat bertemunya kyai dengan santri selain di dalam asrama pesantren. Di masjid pula, kyai dan santri dapat berkumpul, berdiskusi dan mempererat ukhuwwah dengan penduduk kampung, karena terkadang para santri lebih disibukkan oleh pengajian demi pengajian serta aktifitas mereka di sekolah formal yang berdiri di lingkungan pesantren atau sekolah formal yang merupakan bagian dari wewenang pesantren secara penuh.

Demikian ulasan mengenai unsur-unsur yang terdapat di pondok pesantren.

3. Sistem Pendidikan di Pesantren

Sebagaimana sebuah sistem pendidikan nasional, maka sistem pendidikan pesantren juga mencakup tujuh komponen, yakni tujuan, guru, murid, kurikulum, metode, evaluasi, dan lingkungan. Hanya saja, pengejawantahan komponen pendidikan di pesantren tidak seformal di pendidikan di bawah naungan

17 Dhofier dalam Sindu Galba, op.cit., hlm. 23.

pemerintah, karena pesantren merupakan lembaga otonom yang memiliki kewenangan penuh dalam mengatur kebijakan tanpa intervensi dari pihak luar.

Mengenai sistem yang seperti apakah yang diterapkan, amat tergantung pada kebijakan kyai selaku pemegang otoritas tertinggi di pesantren. Bila si kyai punya paradigma dan gaya hidup sufi maka lazimnya pesantren akan dibentuk dengan pola sufisme yang menuntut santri untuk bersikap qona’ah dan sebagainya, begitupun dengan kitab-kitab yang dikaji tentu tak jauh dari persoalan sufisme. Sedangkan apabila kyainya lebih modern, maka pondok pun biasanya diformat dalam bingkai modernitas tapi tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman.

Komponen-komponen dalam pesantren dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tujuan. Pada dasarnya tujuan dari pendidikan di pesantren adalah meningkatkan kadar ketaqwaan anak didiknya. Yang dimaksud ketaqwaan di sini melingkupi dimensi vertikal (ibadah mahdhoh) dan dimensi horizontal (ghoiru mahdhoh ). Kita juga mengenal Tri Darma Pondok Pesantren yang menjadi tujuan pesantren secara lebih rinci, yakni, (1) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, (2) Mengembangkan keilmuan yang bermanfaat, (3) Memupuk jiwa anak didiknya untuk melakukan pengabdian pada agama, masyarakat dan Negara.

b. Guru. Di pesantren, istilah guru lebih dikenal dengan redaksi ‘ustadz dan ustadzah’. Namun, memasuki wilayah lembaga formal yang berada di lingkungan pesantren, penggunaan kata ‘guru’ lebih sering digunakan daripada ‘ustadz-ustadzah’. Dalam sebuah pesantren yang telah memiliki ribuan santri biasanya kyai mendatangkan guru di luar anggota keluarganya untuk memenuhi b. Guru. Di pesantren, istilah guru lebih dikenal dengan redaksi ‘ustadz dan ustadzah’. Namun, memasuki wilayah lembaga formal yang berada di lingkungan pesantren, penggunaan kata ‘guru’ lebih sering digunakan daripada ‘ustadz-ustadzah’. Dalam sebuah pesantren yang telah memiliki ribuan santri biasanya kyai mendatangkan guru di luar anggota keluarganya untuk memenuhi

c. Murid. Santri di sebuah pesantren biasanya ada yang sekolah dan ada yang cuma mengikuti pengajian dan diniyah di pesantren. Para santri yang bersekolah di lembaga formal terikat dengan peraturan baru yang sifatnya lebih ketat namun tetap berpijak dari tata aturan pesantren selaku induknya. Di sekolah, para santri tersebut lebih dikenal sebagai ‘murid’ karena biasanya di sekolah tersebut tidak hanya diminati oleh para santri tapi juga anak-anak lain yang tidak punya ikatan dengan pesantren. Penggunaan istilah ini bertujuan untuk menyetarakan posisi antara mereka yang nyantri dan mereka yang kampung (istilah yang biasa digunakan untuk mereka yang non santri)

d. Kurikulum. Pada pondok pesantren salaf tidak dikenal kurikulum dalam pengertian seperti kurikulum dalam lembaga pendidikan formal. Kurikulum di pesantren salaf disebut manhaj, yang dapat diartikan sebagai arah pembelajaran tertentu. Manhaj ini tidak terdapat dalam bentuk jabaran silabus, tetapi berupa funun kitab-kitab yang diajarkan pada santri.

Dalam pembelajaran yang diberikan pada santrinya, pondok pesantren menggunakan manhaj dalam bentuk jenis-jenis kitab tertentu dalam cabang ilmu tertentu. Kitab-kitab ini harus dipelajari sampai tuntas, sebelum dapat naik jenjang Dalam pembelajaran yang diberikan pada santrinya, pondok pesantren menggunakan manhaj dalam bentuk jenis-jenis kitab tertentu dalam cabang ilmu tertentu. Kitab-kitab ini harus dipelajari sampai tuntas, sebelum dapat naik jenjang

Namun, dalam madrasah atau sekolah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren menggunakan kurikulum yang sama di madrasah atau sekolah lain yang telah dibakukan oleh Departemen Agama atau Departemen Pendidikan Nasional.

e. Metode. Ada beberapa metode pembelajaran yang menjadi ciri utama pembelajaran di pondok pesantren. Yakni, metode sorogan, wetonan, musyawarah (bahtsul masa’il), pengajian pasaran, hafalan (muhafadzoh), dan demonstrasi (praktek ibadah). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Metode sorogan Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau badalnya. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi pembelajaran. Sorogan merupakan kegiatan 1) Metode sorogan Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau badalnya. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi pembelajaran. Sorogan merupakan kegiatan

2) Metode wetonan atau bandongan Wetonan , istilah weton ini berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan sholat fardhu. Metode ini merupakan metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekililing kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing- masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat dikenal dengan sitilah bandongan. Metode ini dilakukan oleh seorang kyai terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang dibacakan kyai dari sebuah kitab. Kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa arab tanpa harokat atau gundul. Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhobitan harokat kata, langsung di bawah kata yang dimaksud agar dapat memahami teks.

3) Metode musyawaroh Metode musyawaroh atau dikenal sebagai bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, atau mngkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan atau pendapatnya. Dengan demikian metode ini lebih menitikberatkan pada 3) Metode musyawaroh Metode musyawaroh atau dikenal sebagai bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, atau mngkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan atau pendapatnya. Dengan demikian metode ini lebih menitikberatkan pada

4) Metode pengajian pasaran Metode ini merupakan kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai atau ustadz yang dilakukan oleh sekolompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton/ kilatan) selama tenggang waktu tertentu. pada umumnya dilakukan pada bulan Romadhon selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah “selesai”nya kitab yang dipelajari. Pengajian pasaran ini dahulu banyak dilakukan pesantren tua di Jawa dan dilakukan oleh kyai-kyai senior di bidangnya. Jadi titik beratnya pada pembacaan bukan pada pemahaman.

5) Metode Hapalan (Muhafadzoh) Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu dibawah bimbingan atau pengawasan kyai atau ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan dihadapan kyai atau ustadz secara 5) Metode Hapalan (Muhafadzoh) Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu dibawah bimbingan atau pengawasan kyai atau ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan dihadapan kyai atau ustadz secara

Materi dengan metode hapalan umumnya berkenaan dengan Al Qur’an, nadzom-nadzom untuk nahwu, shorof, tajwid ataupun untuk teks-teks nahwu shorof dan fiqih. Titik tekan metode ini santri mampu mengucapkan atau melafalkan kalimat-kalimat tertentu tanpa teks. Pengucapan tersebut dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Metode ini juga dapat digunakan dengan metode sorogan atau bandongan.

6) Metode Demonstrasi atau Praktek Ibadah Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan atau kelompok yang dilakukan dibawah petunjuk kyai atau ustadz, dengan kegiatan sebagai berikut:

1) Para santri mendapatkan penjelasan tentang tata cara (kaifiat) pelaksanaan ibadah yang akan dipraktekkan sampai mereka betul- betul memahaminya.

2) Para santri berdasarkan bimbingan kyai atau ustadz, mempersiapkan segala peralatan atau perlengkapan yang dibutuhkan untuk praktek.

3) Setelah menentukan waktu dan tempat para santri berkumpul untuk menerima penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang akan dilakukan serta pembagian tugas kepada para santri berkenaan dengan kegiatan yang akan dilakukan.

4) Para santri secara bergiliran melaksanakan praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan oleh kyai atau ustadz sampai benar-

benar sesuai kaifiat (tata cara pelaksanaan ibadah sesungguhnya) 18

f. Evaluasi. Bentuk evaluasi di pesantren tidak hanya berdasarkan aspek kognitif yang berupa penguasaan materi dan kitab-kitab pengajian saja tapi lebih ditekankan pada aspek perbaikan moral, baik yang berhubungan dengan pribadi, sosial dan alam semesta. Evaluasi terhadap perilaku dapat diamati langsung oleh kyai, ustadz atau diwakili oleh pengurus pondok.

Jika sebuah pesantren telah mendirikan lembaga formal, maka evaluasi dalam proses pendidikannya sama dengan lembaga formal yang lain, yakni dengan ulangan-ulangan, tugas-tugas maupun ujian akhir. Bila pesantren memakai sitem madrasah diniyah maka diadakan evaluasi yang biasa disebut imtihan.

g. Lingkungan. Sebuah sistem pendidikan yang baik mensyaratkan lingkungan yang menunjang. Lingkungan yang kondusif untuk sebuah proses pembelajaran adalah lingkungan yang senantiasa mendukung penuh proses pembelajaran, mengadakan kontrol terhadap pendidikan yang ada dan memberikan masukan konstruktif demi kemajuan pesantren dan pendidikannya. Jika lingkungan tidak mendukung, maka pendidikan pesantren jelas akan mengalami hambatan signifikan. Misalnya, jika pesantren sudah mati-matian menggembleng santri dan muridnya untuk berbuat kebajikan namun di masyarakat ternyata perjudian dan minum-minuman keras masih langgeng maka hasil yang didapat pun tidak akan maksimal. Namun, bagaimanapun pesantren

18 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 28-47.

adalah lembaga yang berakar dari masyarakat, oleh karenanya pesantren seyogyanya bisa memberikan pengaruh positif kepada masyarakat dan bukan justru terpengaruh dengan lingkungan yang buruk.

4. Bentuk-Bentuk Pesantren

Sejak awal pertumbuhannya, dengan bentuknya yang khas dan bervariasi, pondok pesantren terus berkembang. namun perkembangan yang signifikan muncul setelah terjadi persinggungan dengan sistem persekolahan atau juga dikenal dengan sistem madrasi, yaitu sistem pendidikan dengan pendekatan klasikal sebagai lawan dari sistem individual yang berkembang di pondok pesantren sebelumnya.

Persentuhan pondok pesantren dengan madrasah mulai terjadi pada akhir abad XIX dan semakin nyata pada awal abad XX. Berkembangnya model pendidikan Islam dari sistem pondok pesantren ke sistem madrasi ini terjadi karena pengaruh sistem madrasi yang sudah berkembang lebih dahulu di Timur Tengah. Pada akhir abad XIX dan awal abad XX banyak umat Islam Indonesia yang belajar menimba ilmu-ilmu agama ke sumber aslinya, di Timur Tengah. Sebagian mereka bermukim di sana dan sebagian kembali ke tanah air.

Mereka yang kembali ke tanah air itu pulang membawa pikiran-pikiran baru dalam sistem pendidikan Islam yang intinya: 1.Mengembangkan sistem pengajaran dari pendekatan individual yang dipergunakan di pondok pesantren selama ini menjadi sistem klasikal, yang dikenal dengan sistem madrasi; 2.Memberikan pengetahuan umum dalam pendidikan Islam

Persentuhan sistem pondok pesantren dengan sistem madrasah ini membuat semakin tingginya variasi bentuk pondok pesantren. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat bentuk, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama No.3 tahun 1979 tentang Bantuan Kepada Pondok Pesantren, yang mengkategorikan Pondok Pesantren menjadi:

a. Pondok Pesantren tipe A; yaitu pondok yang sepenuhnya dilaksanakan secara tradisional;

b. Pondok Pesantren tipe B; yaitu pondok yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasi);

c. Pondok Pesantren tipe C; yaitu pondok pesantren yang hanya merupakan asrama sedangkan santrinya belajar di luar;

d. pondok pesantren tipe D; yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah Dari keempat bentuk-bentuk pondok pesantren di atas, penulis

mengarahkan pada pembahasan pondok pesantren tipe D. Hal ini dikarenakan semakin meluasnya pondok pesantren tipe D ini, sehingga memerlukan kajian yang mendalam untuk memperoleh formulasi baru yang lebih baik dalam dunia

pendidikan Islam. 19

D. KAJIAN UMUM MEDIA PEMBELAJARAN

1. Pengertian Media

Kata media merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah tengah, pengantar, atau perantara. Dalam bahasa Arab media adalah perantara

19 Ibid., hlm. 14-15.

atau pengantar pesan dari pengirim pesan dari pengirim pesan (Azhar Arsyad, 2002:3). Sedangkan dalam kepustakaan asing yang ada sementra para ahli menggunakan istilah Audio Visual Aids (AVA), untuk pengertian yang sama. Banyak pula para ahli menggunakan istilah Teaching Material atau Instruksional Material yang artinya identik dengan pengertian keperagaan yang berasl dari kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamanati melalui panca indera kita (Hamalik , 1994:11).

Dan sebelum diambil sebuah kesimpulan mengenai arti dari media pembelajaran ada baiknya penulis memaparkan tentang pengertian media yang telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan diantaranya :

1. Menurut AECT (Assosiation for Educational Communication and Technology). Media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi (Azhar Arsyad, 2002:3)

2. Menurut NEA ( National Educational Assosiation). Media adalah bentuk- bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan di baca (Arif Sadiman , 2003:6 )

3. Menurut P. Ely dan Vernon S. Gerlach. Media memiliki dua pengertian yaitu arti luas dan sempit. Menurut arti luas yaitu kegiatan yang dapat menciptakan kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru. Dan menurut arti sempit media berwujud grafik, foto, alat mekanik dan elektronik yang 3. Menurut P. Ely dan Vernon S. Gerlach. Media memiliki dua pengertian yaitu arti luas dan sempit. Menurut arti luas yaitu kegiatan yang dapat menciptakan kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru. Dan menurut arti sempit media berwujud grafik, foto, alat mekanik dan elektronik yang

4. Menurut Asnawir dan Basyiruddin dalam bukunya mendefinisikan media adalah suatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran dan kemauan audiens (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses pendidikan (Asnawir, Basyiruddin, 2002:11)

5. Zakiah Darajat mengutip Rostiyah dkk. media pendidikan merupakan alat, metode, dan tehnik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah ( Zakiah Darajat, 1992:80)

6. Muhaimin dalam bukunya mendefisinikan media pembelajaran agama adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan pendidikan agama dari pengirim atau guru kepada penerima pesan (siswa) dan dapat merangsang perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar pendidikan agama ( Muhaimin , 1992:9)

Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran yaitu penerima pesan tersebut. Bahwa materi yang ingin di sampaikan adalah pesan pembelajarannya serta tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar mengajar.

Apabila dalam satu dan hal lain media tidak dapat menjalankan sebagaimana fungsinya sebagai penyalur pesan yang diharapkan, maka media tersebut tidak efektif dalam arti tidak mampu mengkomunikasikan isi pesan yang diinginkan dan disampaikan oleh sumber kepada sasaran yang ingin dicapai.

2. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Gearlach dan Elly, dalam bukunya yang berjudul "Teaching and Media", menggolonglan media atas dasar ciri-ciri fisiknya terdiri dari :

a. Benda Sesungguhnya Benda sebenarnya termasuk dalam katagoei ini meliputi : orang, kejadian, objek atau benda

b. Presentasi Verbal Presentasi verbal yang termasuk dalam katagori ini meliputi : media cetak, kata-kata yang diproyeksikan melalui slide, filmstrip, transparansi, catatan di papan tulis, majalah dinding, papan tempel, dan lain sebagainya

c. Presentasi Grafis Presentasi grafis, katagori ini meliputi : Chart, grafik, peta, diagram, lukisan/gambar yang sengaja dibuat untuk mengkomunikasikan suatu ide, ketrampilan/sikap.

d. Potret diam (Still picture) Potret ini dari berbagai macam objek atau peristiwa yang mungkin dipresentasikan melalui buku, film, stip, slide, majalah dinding dan sebagainya.

e. Film (Motion picture) Artinya jenis media yang diperoleh dari hasil pemotretan benda/kejadian sebenarnya maupun film dari pemotretan gambar (film animasi)

f. Rekaman suara (audio recorder) Ialah bentuk media dengan menggunakan bahasa verbal atau efek suara, dalam hal ini sudah barang tentu dapat dimanfaatkan secara klasikal, kelompok atau bersifat individual.

g. Program atau disebut dengan "pengajaran Berprograma" Yaitu infomasi verbal, visual, atau audio yang sengaja dibuat untuk merangsang adanya respon dari siswa.

h. Simulasi Adalah peniruan situasi yang sengaja diadakan untuk mendekati/menyerupai kejadian sebenarnya, contoh : simulasi tingkah laku seorang pengemudi dalam mobil dengan memperhatikan keadaan jalan ditunjukkan pada layar (dengan film). Simulasi dapat pula dilakukan dengan permainan (permainan simulasi) (Mahfud, 1986 : 46-47)

Selanjutnya apabila penggolongan jenis media tersebut atas dasar ukuran serta kompleks tidaknya alat perlengkapan, maka dapat diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu :

a. Media tanpa proyeksi dua dimensi : yaitu jenis yang penggunaannya tanpa proyektor dan hanya mempunyai dua ukuran saja, yakni panjang dan lebar. Termasuk dalam jenis ini misalnya : papan tulis, papan tempel, papan fanel, dan lainnya.

b. Media tanpa proyeksi tiga dimensi yaitu : Jenis media yang penggunaannya tanpa proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebal tebal, dan tinggi. Termasuk dalam katagori ini misalnya : benda sebenarnya, boneka, dan sebagainya.

c. Media Audio yaitu media yang hanya memberikan rangsangan suara saja. Media ini penggunaannya tanpa proyektor, tetapi memiliki alat perlengkapan khusus yang dapat menyampaikan atau memperkeras suara. Jenis media semacam ini misalnya : radio dan tape recorder.

d. Media dengan proyeksi yaitu : Media yang penggunaannya memakai proyektor, misalnya : Fim, slide, dan Film strip.

e. Televisi dan Video Tape Recorder yaitu Jenis media yang pada prinsipnya sama dengan Audio Tape recorder, dan Radio. Perbedaannya jika radio cukup dengan pemancar suara saja, sedangkan Tv memancarkan suara dan gambar. Video Tape Recorder adalah alat untuk merekam, menyimpan dan menampilkan kembali secara serempak suara dan gambar dari suatu objek. Sedangkan kalau TV adalah sebagai alat untuk melihat gambar dan mendengarkan suara dari jarak jauh. (Mahfud , 1986 :47-48)

3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Menurut Arif S. Sadiman dkk. dalam bukunya “ Media Pendidikan” menjelaskan bahwa: “faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan latar belakang dan lingkungan Menurut Arif S. Sadiman dkk. dalam bukunya “ Media Pendidikan” menjelaskan bahwa: “faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan latar belakang dan lingkungan

pemilihan.”). 20 Dalam hal ini Dick dan Carey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian

dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu : pertama, ketersedian sumber setempat yaitu apabila media yang bersangkutan tidak terdapat sumber- sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua, apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga, dan fasilitasnya. Ketiga , adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama artinya bias digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapanpun serta mudah di bawa atau dipindahkan. Faktor keempat, adalah efektifitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang, sebab ada jenis media yang biaya produksinya mahal (contohnya program film bingkai) tetapi dapat dipakai berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang.

Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai atau mengadaptasi media yang bersangkutan (Arief S. Sadiman dkk, 1993 : 84). Adapun kriteria dalam pemilihan media pembelajaran adalah :

a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media yang dipilih berdasarkan tujuan insrtuksional yang diterpakan secara umum mengacu kepada

20 Sadiman, Media Pembelajaran, hlm 83-84 20 Sadiman, Media Pembelajaran, hlm 83-84

b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi media yang berbeda, contoh film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.

c. Praktis, luwes dan bertahan, jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber cara lainnya memproduksi, maka tidak perlu dipaksakan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada yang ada, mudah diperoleh atau mudah dibuat oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana- mana.

d. Guru terampil menggunakannya, ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun jenis media yang digunakan, guru harus mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya.

e. Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau e. Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau

f. Mutu tekhnis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan tekhnis tertentu. Contohnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan

tidak boleh terganggu oleh elemen lainnya yang berupa latar belakang. 21 Menurut Ahmad Rohani dalam bukunya “ Media Instruksional Edukatif”

menyatakan bahwa pemilihan dan pemanfaatan media perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Tujuan Media hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

b. Ketepatgunaan Tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari.

c. Keadaan peserta didik Kemampuan berfikir dan daya tangkapa peserta didik, dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan.

d. Ketersediaan Pemilihan perlu memperlihatkan ada atau tidak media tersedia di perpustakaan atau di sekolah serta mudah-sulinya diperoleh.

e. Mutu teknis Media harus memiliki kejelasan dan kualitas yang baik.

f. Biaya

a. Azhar Arsyad, 1997 : 72-74

Hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak. 22

Berkaitan dengan hal tersebut beberapa ahli menyatakan : untuk memilih media atau menggunakannya media pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal berikut :

a. Biaya lebih murah, pada saat pembelian ataupun dalam pemeliharaan

b. Kesesuaian dengan metode pembelajaran

c. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik

d. Pertimbangan praktis Media dipilih atas dasar praktis tidaknya untuk digunakan seperti :

1) Kemudahannya dipindahkan atau ditempatkan.

2) Kesesuaian dengan fasilitas yang dad di kelas.

3) Keamanan penggunaannya.

4) Kemudahan perbaikinya.

5) Daya Tahannya.

e. Ketersediaan media tersebut berikut suku cadang di pasaran serta keterbatasan bagi peserta didik. Jenis media yang digunakan harus dipilih berdasarkan kriteria utama, yaitu kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan kriteria lain, seperti yang telah diuraikan diatas. Bila media yang dipilih hanya memenuhi sebagian dari kriteria, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:

1) tampak baik dalam perencanaan tetapi tidak berhasil diproduksi, karena terlalu mahal atau sulit diperoleh peralatan dan bahan bakunya.

2) Diproduksi dengan kualitas rendah karena alasan yang sama seperti diatas.

22 Ahmad Rohani, 1997 : hlm 72-74

3) Tidak atau kurang digunakan karena tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik, tidak praktis untuk digunakan atau tidak sesuai dengan metode pembelajaran.

4) Kurang efektif dalam mencapai tujuan Adapun perlu dipahami tentang cara-cara pemilihan media ada tiga cara yaitu:

a. Model, flow Chart, Eliminasi. Menggunakan sistem pengguguran (batal) dalam pengambilan keputusan.

b. Model Matriks. Menangguhkan pengambilan keputusan, untuk memilih ini cocok kalau menggunakan media rancangan.

c. Model Checeklist. Menangguhkan keputusan untuk memilih sampai seluruh kriteria dipertimbangkan, hal ini cocok untuk media jadi dan media

rancangan. 23

4. Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran

Media pembelajaran mempunyai manfaat yang utama yaitu membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Tetapi menurut beberapa ahli pendidikan media pembelajaran mempunyai manfaat yang lebih luas antara lain :

a. Menurut Dale manfaat media pembelajaran adalah :

1. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas.

2. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa.

23 Ahmad Rohani, 1997 : 34

3. Menunjukkan hubungan mata pelajaran dan kebutuhan serta minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa.

4. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.

5. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.

6. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar siswa.

7. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak yang telah mereka pelajari.

8. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan konsep-konsep yang bermakna dan dapat dikembangkan.

9. Memperluas wawsan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi. 10.Menyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan fikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem dan gagasan yang bermakna.

2. Menurut Sudjana dan Rifa’i Manfaat media pembelajaran menurut mereka adalah :

a Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar

b Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannnya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran b Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannnya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran

d Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

3. Menurut Oemar Malik Manfaat media pembelajaran menurut Oemar Malik adalah :

a Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme

b Memperbesar perhatian siswa

c Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap

d Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalalangan siswa

e Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu terutama melalui gambar hidup

f Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa.

Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar. 24

24 Oemar Hamalik, 1976 : 15-16

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan berparadigma Deskriptif-Kualitatif, Robert C Bogdan dan Knopp Biklen Third edition (1975;5) mendefinisikan “ Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini, diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau oraganisasi ke dalam variabel atau hipotetis, tetapi perlu

memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan. 25

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka- angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang

diteliti. 26

Deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen dll) atau penelitian yang di dalamnya mengutamakan untuk pendiskripsian secara analisis sesuatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang mendalam dari hakekat proses tersebut.

25 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatf: Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 4

26 Ibid., hlm. 11

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai fenomena secara rinci dan tuntas, serta untuk mengungkapkan gejala secara holistis kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.

Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subyek. Tujuan penelitian lapangan adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan pengumpul data utama. Dalam hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Lexy J. Moeleong, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan pengumpul data utama. Dalam hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Lexy J. Moeleong, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari

Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya kehadiran peneliti disini disamping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan penelitian ini.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian skripsi ini diadakan di pondok pesantren An-nur 2 Bululawang di Jln. Raya Bululawang-Malang yang merupakan salah satu pondok pesantren modern di Kota Malang.

Dalam rangka mewujudkan pondok pesantren An-nur 2 Bululawang sebagai lembaga pendidikan yang profesional, maka dalam aktifitas sehari-hari gerak langkah komponen-komponen pendukung pondok pesantren An-nur 2 Bululawang dibingkai dalam sebuah tata kerja yang harmonis mulai dari pengasuh pesantren, para pengurus pesantren, dan ustadz, hingga santri dengan terstruktur sebagaimana mestinya suatu lembaga pendidikan. Dalam upaya malayani santri dengan sebaik-baiknya, pengurus dan para ustadz pondok pesantren telah memiliki kelayakan dan profesionalisme yang cukup memadai sesuai dengan bidang mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

D. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian, menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek dimana data diperoleh. 28 Sedangkan menurut Lofland,

yang dikutip oleh Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah

27 Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 168 28 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 107 27 Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 168 28 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 107

Adapun sumber data terdiri dari dua macam:

1. Sumber Data Primer Sumber Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data. 30

Dalam penelitian ini, sumber data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah: hasil wawancara dengan pengsuh pondok pesantren atau yang mewakilinya (gus Fathul), pengurus pondok pesantren (mas Hadikul, mas Farid, Maroon,), para ustadz yang mengajar (gus Samsul, gus Fathul), dan sebagian santri pondok pesantren An-nur II Bululawang- Malang (Malik, Hilmi).

2. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. 31

Sumber data sekunder yang diperoleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa data-data pondok pesantren An-nur 2 bululawang-malang dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan.

29 Lexy, op.cit., hlm. 157 30 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm.

253 31 Ibid., hlm. 253

E. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu:

1) Metode Observasi atau Pengamatan. Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa observasi atau disebut juga dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap

suatu objek dengan menggunakan segala indra. 32 Berdasarkan definisi diatas maka yang dimaksud metode observasi adalah suatu cara

pengumpulan data melalui pengamatan panca indra yang kemudian diadakan pencatatan-pencatatan. Penulis menggunakan metode ini untuk mengamati secara langsung dilapangan, terutama data tentang :

a. Letak geografis serta keadaan fisik pondok pesantren An-nur 2 Bululawang- Malang

b. Media yang digunakan terkait dengan proses pembelajaran dimadrsah diniyah pondok pesantren An-Nur II Bululawang-Malang

c. Fasilitas / sarana prasarana Pendidikan yang ada pondok pesantren An-nur II Bululawang- Malang

2) Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

32 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 204

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 33

Metode wawancara atau metode interview dipergunakan kalau seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.

Metode interview ini penulis gunakan dengan tujuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pelaksanaan penanaman Iptek dan Imtaq tehadap pendidikan agama islam . Adapun sumber informasi (Informan) adalah wakil pengsuh pondok (gus Fatkhul) sebagai anak tertua dari K,H.Badrudin pengasuh pondok pesantren, pengurus pondok yang bertempat di kantor, para ustad/ pengajar di pondok dan sebagian santri pondok pesantren An-nur 2 Bululawang-malang.

3) Metode Dokumentasi

Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap,

33 Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 186.

belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. 34

Definisi di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa dokumentasi yang penulis gunakan adalah dengan mengambil kumpulan data yang ada di kantor pondok pesantren An-nur II Bululawang- Malang baik berupa tulisan, papan nama, dan brosur profil pondok pesantren An-nur II Bululawang- Malang

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dilakukan pemilahan secara selektif disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan proses editing, yaitu dengan meneliti kembali data-data yang didapat, apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat segera dipersiapkan untuk proses berikutnya. Secara sistematis dan konsisten bahwa data yang diperoleh, dituangkan dalam suatu rancangan konsep yang kemudian dijadikan dasar utama dalam memberikan analisis.

Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh Moleong, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor, analisa data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk

memberikan bantuan pada tema dan ide itu. 35

34 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 206 35 Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 280

Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menganalisa data yang sudah diperoleh adalah dengan cara deskriptif (non statistik), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan data yang diperoleh dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan untuk kategori untuk memperoleh kesimpulan. Yang bermaksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana, dan sebagainya.

Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis. Penelitian deskriptif dibedakan dalam dua jenis penelitian menurut sifat-sifat analisa datanya, yaitu riset deskriptif yang bersifat ekploratif dan riset deskriptif

yang bersifat developmental. 36

Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif yang bersifat ekploratif, yaitu dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena. 37 Peneliti hanya ingin

mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu. Dengan berusaha memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam rumusan masalah dan menganalisa data-data yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan sosiologis.

G. Pengecekan Keabsahan penemuan

Pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas kriteria tertentu. Kriteria itu terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik pemeriksaan

36 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT Bima Karya, 1987), hlm. 195

37 Ibid., hlm. 195 37 Ibid., hlm. 195

1. Ketekunan/Keajegan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

2. Triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

3. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi, dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

4. Kecukupan refensial, alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. film atau video-tape, misalnya dapat digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul;

5. Pengecekan anggota, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analisis, penafsiran, dan kesimpulan. Yaitu salah satunya 5. Pengecekan anggota, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analisis, penafsiran, dan kesimpulan. Yaitu salah satunya

Kriteria kebergantungan dan kepastian pemeriksaan dilakukan dengan teknik auditing. Yaitu untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data. 38

Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti telah menggunakan beberapa kriteria pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan teknik pemeriksaan sebagaimana yang telah tersebut di atas, untuk membuktikan kepastian data. Yaitu dengan kehadiran peneliti sebagai instrumen itu sendiri, mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaing, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, mengadakan wawancara dari beberapa orang yang berbeda, menyediakan data deskriptif secukupnya, diskusi dengan teman-teman sejawat.

H. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian:

1. Tahap pra lapangan

a. Memilih lapangan, dengan pertimbangan bahwa pondok pesantren An- nur 2 Bululawang- Malang adalah salah satu pondok pesantren modern yang menanamkan nilai-nilai iptek dan imtaq terhadap pendidikan agama islam.

b. Mengurus perizinan penelitian, baik secara informal (ke pihak pondok pesantren), maupun secara formal (ke pihak fakultas).

38 Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 326-338.

c. Melakukan penjajakan lapangan, dalam rangka penyesuaian dengan pondok pesantren An-nur 2 Bululawang- Malang selaku objek penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Mengadakan observasi langsung ke pondok pesantren An-nur 2 Bululawang- Malang terhadap penanaman nilai-nilai iptek dan imtaq terhadap pendidikan agama islam, dengan melibatkan beberapa informan untuk memperoleh data.

b. Memasuki lapangan, dengan mengamati berbagai fenomena proses pembelajaran dan wawancara dengan beberapa pihak yang bersangkutan.

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data.

3. Penyusunan laporan penelitian, berdasarkan hasil data yang diperoleh.

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Objek

1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang

Sebelum berdirinya Pondok Pesantren An-nur II Al-murtadlo bululawang kabupaten malang, pada awalnya telah ada Pondok Pesantren An-nur bululawang yang didirikan Pada tahun 1942 oleh K.H. Moh. Anwar Noor (almarhum). Lembaga ini bergerak di bidang Pendidikan agama yang pengelolaannya pada masa itu masih mengikuti sistem pendidikan kepesantrenan yang bersifat tradisional.

Kata "An-nur" Pada nama lembaga pendidikan Pondok Pesantren ini menunjuk pada nama dari perintis dan pendirinya, yaitu K.H. Moh. Anwar nur (almarhum). Wujud rintisan pertama beliau adalah Pondok Pesantren An-nur yang sekarang lembaga pendidikan teresebut lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama “Pondok Pesantren An-nur I”.

Berbagai tantangan dan hambatan dalam upaya mengelola dan mengembangkan Pondok Pesantren An-Nur pada masa itu mengalami suatu keadaan dan situasi pada masa penjajahan belanda dan masa pendudukan jepang. Oleh karena itu, keadaan dan perkembangan Pendidikan agama ini mengalami masa Pancaroba.

Setahun setelah berdiri (tahun 1943), Pada masa pendudukan jepang ketenangan Pondok Pesantren terganggu. Kebutuhan bahan-bahan Setahun setelah berdiri (tahun 1943), Pada masa pendudukan jepang ketenangan Pondok Pesantren terganggu. Kebutuhan bahan-bahan

Keadaan mulai terasa aman setelah Indonesia merdeka. Santri- santri yang pulang ke rumah datang kembali ke Pondok Pesantren dan bahkan jumlah santri bertambah, karena minat masyarakat untuk belajar di Pondok Pesantren semakin meningkat. Mereka berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari daerah Malang, Lumajang, Probolinggo. Keadaan aman yang dirasakan pada masa itu tidaklah berlangsung lama, sebab agresi Belanda tahun 1947-1948 memaksa kyai pengasuh untuk mengungsikan keluarganya ke kecamatan gondanglegi. Sedang kyai sendiri dan beberapa santrinya bergabung dengan pasukan gerilya ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan, mereka berpindah-pindah dari gondanglegi, krebet senggrong. dan bululawang.

Lokal Pondok Pesantren An-Nur bululawang pada masa agresi militer Belanda berada di wilayah perbatasan pertahanan tentara Belanda. Pada masa itu adalah di sekitar jembatan penghubung sungai yang oleh Lokal Pondok Pesantren An-Nur bululawang pada masa agresi militer Belanda berada di wilayah perbatasan pertahanan tentara Belanda. Pada masa itu adalah di sekitar jembatan penghubung sungai yang oleh

Di belakang rumah tempat tinggal bersama keluarganya, dibangun sebuah Musholla, dimana beliau mengajar mengaji. Kegiatan pengajian di mushollah tersebut lama-kelamaan berkembang menjadi lembaga pendidikan islam yang dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren An-Nur. Dukungan dan bantuan Istri kyai pengasuh (Nyai Aisyah) sangat berarti dalam usaha merintis dan mengembangkan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Istri (Nyai sepuh) banyak mendorong dan mengorbankan harta bendanya untuk membantu mendirikan dan mengembangkan pendidikan Pondok Pesantren An-nur.

Sikap dan cinta agama, kebangsaan dan kemerdekaan menjadi semangat K.H. Moh.Anwar Nur sebagai figur pendidik sehingga la dikenal sebagai seorang kyai dan tokoh agama di desa Bululawang. Sifatnya tegas, tegar dan disiplin. Suka bergaul dan sabar dimiliki kyai pengasuh. Selain mengajar agama, pada waktu luangnya kyai sepuh (panggilan kyai pendiri Pondok Pesantren An-nur) pekerjaannya meracik dan menjual jamu tradisional. Beliau menjajakan Jamu racikannya dari satu desa ke desa lain. Dengan berjualan jamu tersebutlah, kyai sepuh berhubungan dengan orang-orang, desa, sehingga beliau dikenal masyarakat.

Usaha mengembangkan Pondok Pesantren An-nur, selain dilakukan oleh keluarga kyai, juga partisipasi masyarakat pendukungnya dan melalui hubungan kerjasama dengan umaro` (pemerintah) & instansi pemerintah terus dibina. Namun demikian, pengelolaan pendidikannya pada dasarnya merupakan usaha bersama keluarga kyai. Sehingga dalam usaha mengembangkan lembaga pendidikan agama Islam ini dibentuk yayasan, yaitu "Yayasan Pendidikan An-nur”.

Selain sistem pengajaran Pondok Pesantren terus dikembangkan, Yayasan An-nur mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan formal (persekolahan), yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada tahun 1968 dipimpin oleh K.H.M. Badruddin Anwar (putra pertama kyai pendiri). Pada tahun 1971 mendirikan Madrasah Aliyah sebagai usaha menampung siswa/santri yang ingin melanjutkan pendidikan setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah An-nur maupun siswa lulusan SMP dari luar.

Sifat keterbukaan kyai pengasuh dalam mengelola Pondok Pesantren dan mengarahkan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan duniawi dan ukhrowi itulah yang mendasari upaya pengembangan pendidikan yang diselenggarakannya. Kepedulian kyai terhadap pendidikan bagi masyarakat mendapat respon positif, baik dari masyarakat maupun pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah DATI II kabupaten Malang dengan surat keputusan nomor 52/kep/BAPP/73, tanggal 31

Desember 1973 menunjuk Pondok Pesantren AN-NUR sebagai pondok pesantren percontohan pilot proyek pondok pesantren. 39

Hubungan kerja sama dengan Instansi pemerintah dan masyarakat terus dibina, khususnya dalam membangun masarakat desa di bidang pendidikan. Upaya pengasuh Pondok Pesantren An-nur dalam rangka menunjang pembangunan mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya pembinaan mental spiritual bagi masyarakat, yakni selain melalui sistem pendidikan Pondok Pesantren juga menyelenggarakan pendidikan formal.

Kemajuan dan pengembangan di usahakan terus menerus dengan mengadakan hubungan dan informasi pada semua pihak yang terkait sehingga pada tahun 1975 mengikuti penataran atau diklat ketrampilan menjahit dan mixed farming (pertanian terpadu) di BLK Wonojati Singosari Malang yang diadakan oleh Pemda Tingkat I Propinsi Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1977 mengikuti penataran / Diklat ketrampilan administrasi, perajutan, fotografi dan pertanian di PKP Takeran Magetan Jawa Timur yang diadakan oleh Depag Pusat Jakarta.

Dalam perkembangannya, jumlah santri yang ingin belajar di pesantren An-nur semakin meningkat, sehingga Pondok Pesantren tidak mampu menampungnya karena lahan yang terbatas. Untuk mengatasi hal

39 Data bagian administrasi ( mas ulum/ pengurus pondok bagian administrasi) pada tgl 5 maret 2009 39 Data bagian administrasi ( mas ulum/ pengurus pondok bagian administrasi) pada tgl 5 maret 2009

Awal Berdirinya Pondok Pesantren An-nur II Al-murtadlo Pondok Pesantren An-nur II Al-murtadlo bululawang kabupaten malangi dirikan pada tanggal 26 Agustus 1979 oleh Kyai Haji Moh. Badruddin Anwar (putra pertama KH.Anwar Nur) yang bertepatan malam menjelang hari raya idul fitri, yang pada awal berdirinya Pondok Pesantren ini hanya berupa rumah dari bambu (gedek;jawa) ukuran 4 X 6 meter sebagai tempat tinggal santri bersama kyai pengasuh (K.H.Moh. Badruddin Anwar).

Keberadatan pondok pesantren pada awal berdirinya berada di tanah hutan dengan jumlah rumah penduduk yang relatif sedikit dan jaraknya saling berjauhan. Pada malam hari gelap gulita dan sepi, sehingga Pondok Pesantren ini kurang di kenal masyarakat, sehingga kurang diminati masyarakat luas untuk kebutuhan pendidikan anak-anaknya.

Keadaan dan suasana Pondok Pesantren seperti digambarkan di atas, ternyata tidaklah mengurangi ide, tekad dan semangat K.H. Moh. Badruddin untuk mengenalkan Pondok Pesantren yang baru berdiri dan dipimpinnya itu kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan ditunjang dengan kegiatan K.H. Moh. Anwar Nur Keadaan dan suasana Pondok Pesantren seperti digambarkan di atas, ternyata tidaklah mengurangi ide, tekad dan semangat K.H. Moh. Badruddin untuk mengenalkan Pondok Pesantren yang baru berdiri dan dipimpinnya itu kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan ditunjang dengan kegiatan K.H. Moh. Anwar Nur

lokasi Pondok Pesantren 40 .

Beberapa hari setelah pertandingan layang-layang selesai, mulailah berdatangan tamu dan orang tua yang menginginkan anaknya menjadi santri di Pondok Pesantren An-nur II Al-murtadlo Bululawang. Semula santri yang ikut mengaji dan tinggal bersama K.H. Moh. Badruddin berjumlah 4 orang menjadi 26 orang dan terus bertambah dengan bergulirnya tahun demi tahun. Demikian pula dengan jumlah bangunannya yang semakin bertambah.

Adapun nama Pondok Pesantren ini awalnya adalah bernama “An-nur Al-murtadlo" Bululawang yang kemudian berubah menjadi "An- nur II Al-murtadlo". Perubahan ini terjadi pada tahun 1984, ketika kyai A. Qusyairi Anwar (adik kandung dari K.H. Moh. Badruddin Anwar atau putra kedua dari kyai sepuh) direstui kyai sepuh untuk mendirikan Pondok Pesantren khusus Pondok Pesantren putri di sebelah timur Pondok Pesantren An-nur. Oleh karena itu, ketiga Pondok Pesantren yang ada berubah nama dengan mencantumkan urutan berdirinya dengan alasan untuk memudahkan dalam mengetahui keberadaan masing-masing Pondok

Pesantren tersebut. 41

40 Buku pedoman pondok An-nur II, op cit hlm.53. 41 Wawancara dengan gus samsul arifin ( putra pertama dari pengasuh pondok pesantren An-nur

II )

Pondok Pesantren An-nur yang didirikan pertama, diasuh oleh K.H. Moh. Anwar Nur yang dinamakan "Pondok Pesantren An-nur I", Pondok Pesantren yang diasuh K.H. Moh. Badruddin Anwar dinamakan "Pondok Pesantren An-nur II”, dan Pondok Pesantren putri yang di asuh oleh K.H.A.Qusyairi Anwar dinamakan "Pondok Pesantren An-nur III". Agar tidak menghilangkan eksistensi sejarah awal berdirinya Pondok Pesantren An-nur II tidak menghapus nama "Al-murtadlo" di belakang nama pesantrennya, karena itu sampai sekarang pesantren ini tetap memakai nama "Al-murtadlo" di belakang nama lembaga pendidikannya. Meskipun Pondok Pesantren An-nur II "Al-murtadlo" Ini berlokasi di desa Krebet Senggrong, tetapi oleh masyarakat lebih dikenal dengan "Pondok Pesantren An-nur II Bululawang".

2. Visi Dan Misi Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang

pondok pesantren An-nur II sebagai lembaga pendidikan islam, keberadaan dan perkembangannya dikelola sepenuhnya bersama masyarakat. Peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan merupakan bagian dari perwujudan tanggunga jawab masyarakat dalam pembangunan nasional sebagai upaya mencerdaskan bangsa.

Di bawah kepemimoinan KH. Badruddin pesantren ini maju pesat, dengan berbagai cara KH. Badruddin Anwar mensosialisasikan pesantrennya.An-nur II merupakan pengejewantahan dari semangat KH. Badruddin Anwar untuk meningkatkan pengetahuan warga masyrakat guna Di bawah kepemimoinan KH. Badruddin pesantren ini maju pesat, dengan berbagai cara KH. Badruddin Anwar mensosialisasikan pesantrennya.An-nur II merupakan pengejewantahan dari semangat KH. Badruddin Anwar untuk meningkatkan pengetahuan warga masyrakat guna

Tujuan Umum

1) Meningkatkan dan membantu Pondok Pesantren dalam rangka membina dan memotivasi Pondok Pesantren seluruh Indonesia sehingga mampu mencetak manusia muslim selaku kader-kader penyuluh pembangunan yang bertaqwa, cakap, berbudi luhur, dan menjaga keluarga, serta keselamatan bangsa.

2) Meningkatkan Pondok Pesantren dalam mata rantai sistem pendidikan nasional baik pendidikan formal maupun non formal dalam rangka membangun manusia seutuhnya dan perencanaan tenaga kerja yang menghasilkan anggota manyarakat yang memiliki kecakapan sebagai tenaga pembangunan.

3) Membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran Islam dan menanamkannya pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Tujuan Khusus

1) Mendidik santri / anggota masyarakat menjadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan. ketrampilan, sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.

2) Mendidik santri / anggota masyarakat sebagai kader kader ulama dan muballig, yang berjiwa ikhlas, tabah, teguh, dan berwiraswasta dalam mengamalkan ajaran islam secara utuh dan dinamis.

3) Mendidik santri / anggota masyarakat untuk memperoleh kepribadian dan semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia–manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.

4) Mendidik santri/ anggota masyarakat menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan khususnya pembangunan spiritual.

5) Mendidik santri / anggota masyarakat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dalam rangka usaha pembangunan.

3. Struktur Organisasi Pondok Pesantren An-Nur II

Dalam rangka mewujudkan Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang sebagai lembaga pendidikan yang professional, maka dalam Dalam rangka mewujudkan Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang sebagai lembaga pendidikan yang professional, maka dalam

Sumber Data: Kantor Administrasi Pondok Pesantren An-Nur II

Keterrangan:

Pimpinan: Pimpinan adalah suatu badan atau majelis dengan tugas membantu mengkoordinir dan menyelengarakan pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren An-nur II baik pendidikan formal maupun kepesantrenan. Dalam pengelolaan pendidikan formal majelis ini dibantu oleh para kepala sekolah yang berada dalam pondok pesantren An-nur II yaitu: MI, MTs, MA, SLTP, SMU, MA Salafiyah dan STIKK.sedangkan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan aktivitas santri, majelis ini dibantu oleh majelis harian sebagai pelaksana kebijakan yang telah disepakati. Kepala kantor: Kepala kantor bertugas mengkoordinir seksi-seksi dalam pelaksanaan kegiatan harian dan kesekretariatan, kepala kantor merupakan penanggung jawab dalam hal yang berkaitan dengan lingkungan pondok pesantren baik masalah kepesantrenan, kesehatan, kebersihan, keindahan, hubungan masyarakat, pembangunan, perekonomian, informasi pondok dan ketrampilan, dalam melaksanakan tugasnya kepala kantor dibantu oleh seksi- seksi. Kepala kamar: Kepala kamar bertugas mengkoordinir anggota kamar dalam tugas kepesantrenan, seperti: mengatur jadwal piket,mengurus administrasi kegiatan anggota kamar (absensi jama`ah, absensi pengajian, dan absensi belajar).

4. Aktivitas Pondok Pesantren An-Nur II

Pondok pesantren An-nur II hadir dengan misi dan tugas menciptakan insan kamil yang mampu mengakomodasi daya intelektualitas, kreatifitas dan Pondok pesantren An-nur II hadir dengan misi dan tugas menciptakan insan kamil yang mampu mengakomodasi daya intelektualitas, kreatifitas dan

Untuk mewujudkan misi tersebut pondok pesantren An-nur II didukung oleh berbagai aktifitas dan sarana prasarana sebagai berikut: Segi pendidikan Pondok pesantren An-nur II merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berwajah majemuk, paling tidak terdapat sembilan jenis pendidikan yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:

a. Pendidikan formal Pendidikan formal adalah bentuk pendidikan dalam suasana klasikal dan mempunyai batasan-batasan administrasi tertentu sesuai dengan psikologis siswa. Bentuk pendidikan formal yang ada di Pondok pesantren An-nur II dapat dilihat dalam lampiran.

b. Pendidikan non formal Pendidikan non formal yang dimaksud adalah pendidikan non klasikal dimana batasan-batasan administrasi maupun psikologis tidak menjadi batasan yang khusus, bentuk inilah yang mula-mula diterapkan di Pondok pesantren An-nur II, namun pada saat ini Pondok pesantren An-nur II telah menggunakan system kelas untuk memberikan pengajaran kitab classic kecuali pengajian yang disampaikan oleh kyai pengasuh.

Adapun jenis-jenis tingkatan atau kelas pendidikan non formal di Pondok pesantren An-nur II adalah sebagai berikut:

1. Madrasah diniyah program 6 tahun yang diikuti oleh santri yang bersekolah pada tingkat SLTP.

2. Madrsah diniyah program 3 tahun yang diikuti oleh santri pada tingkat SMU.

3. Madrasah salafiyah program 3 tahun yang diikuti oleh santri yang mengikuti pendidikan formal.

4. Sekolah tinggi ilmu kitab kuning (STIKK) yang diikuti oleh semua santri yang telah menyelesaikan program madrasah diniyah / salafiyah atau pengetahuan minimal setingkat dengan muthammimah dan taqrib serta hafal nadhom alfiyah minimal 300 baris.

Aktifitas pendidikan tersebut diatas diselenggarakan secara terpisah dan pada waktu yang berlainan dengan demikian setiap harinya para santri dapat mengikuti kegitaan sebanyak mungkin. KH. Badruddin memiliki strategi untuk memgang nilai-nilai tradisi dan mengikuti perkembangan dan perubahan social. Hal ini tampak pada kebijakan yang diambil dalam mempertahankan madrasah diniyah disamping pendidikan formal.

Kurikulum disesuaikan dengan jenis pendidikan yang ada, untuk pendidikan formal menggunakan kurikulum departemen agama dan departemen pendidikan dan kebudayaan sedangkan pendidikan non formal menggunakan kurikulum yang disusun secara local disesuaikan dengan kebutuhan pesantrennya, adapun kitab-kitab yang dipelajari di Pondok pesantren An-nur II dapat dilihat di lampiran

5. Denah Lokasi Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang

Untuk mengetahui denah lokasi Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang, penulis melakukan penggalian data dengan cara observasi secara langsung di lokasi penelitian, dan didukung dengan data dokumentasi yang penulis peroleh. Adapun denah lokasi Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang adalah sebagaimana terlampir dalam lampiran.

B. PAPARAN HASIL PENELITIAN

1. Proses Belajar Mengajar Dengan Media Elektronik di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang.

Proses merupakan tahapan-tahapan dalam suatu peristiwa pembentukan. Dalam hal ini proses belajar mengajar yang ada di pondok pesantren An nur II Bululawang dengan menggunakan media elektronik. Sehubungan dengan hal ini peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu putra pengasuh pondok pesantren An-nur II yang akrab dengan panggilannya gus Samsul (Agus merupakan panggilan dari bahasa jawa kepada putra kyai ), adapun hasil wawancara tersebut sebagai berikut:

…Salah satu faktor yang menjadi keinginan para orang tua para santri yang kebanyakan adalah alumni sini dan para jama`ah pengajian, adalah bagaimana anaknya dapat belajar ilmu agama dengan tidak mengesampingkan disiplin ilmu lainnya, karena disini sudah tersedia berbagai macam pendidikan baik itu formal maupun diniyah dan juga

terkait dengan sarana dan prasarana yang sngat mendukung... 42

Peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu pengurus pesantren (mas farid) yang sedang bertugas di kantor, dan hasilnya adalah sebagai berikut :

42 Hasil wawancara dengan gus Syamsul, 10 Maret 2009, 10.00-11.00 WIB

…sebenarnya sederhana konsep yang kami gunakan yaitu dengan melihat minat dan kemauan santri dalam mempelajari bidang yang ia sukai, kami hanya sebagai pengurus yang memfasilitasi terkait dengan sarana dan prasarana yang ada. selain itu tidak lepas dari eksistensi sabagai pondok pesantren kami selaku pengurus juga menjadwalkan aktifitas keagamaan yang agak banyak,agar supaya keimanan dan ketaqwaan santri semakin

bertambah…. 43

Dari hasil wawancara di atas peneliti berkeinginan melihat secara langsung sarana dan prasarana di lingkungan pondok pesantren An-nur II, serta berkeliling untuk melihat lokasi yang ada di lingkungan pondok, menurut peneliti lingkungan pondok pesantren An-nur II sangat indah baik dari segi penataan maupun letaknya yang strategis yang berdekatan dengan jalan raya serta sungai yang di pergunakan sebagai pemandangan dan dibuat pertamanan yang sangat nyaman dan asri. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa santri (malik, hilmi, dan khoiron) yang akan berangkat mengaji, dan hasilnya sebagai berikut:

…..banyak sekali ilmu yang saya peroleh disini khususnya ilmu agama, dan ilmu umum juga diajarkan disini, mengenai penerapan ilmu yang saya peroleh contohnya di bidang teknologi saya di ajarkan bagaimana caranya untuk mengoperasikan computer dan bagaimana proses untuk membuat email, saya langsung disuruh pengurus menjaga di kantor untuk membantu pengurus membuat email dan membuat media dari

power point…” 44 … di pondok ini saya telah banyak mendapatkan ilmu baik itu secara

teori maupun dari pengalaman, saya bisa menguasai keahlian yang saya miliki yaitu mengemudi, saya langsung sering disuruh oleh putra pengasuh pondok untuk menemani setiap kali beliau ada urusan keluar pondok, dan saya bisa mengemudi ya belajar di pondok mas, dan ada juga teman saya yang sekarang di suruh menjaga swalayan di depan pondok sini karena dianggap mampu untuk memanajement swalayan tersebut..,

43 Hasil wawancara dengan pengurus pondok pesantren (mas Farid), 10 Maret 2009.10.00-11.00 WIB

44 Hasil wawancara dengan santri pondok pesantren Malik,, 10 Maret 2009. 11.00 WIB 45 Hasil wawancara dengan santri pondok pesantren Hilmmi 10 Maret 2009.11.30 WIB

Pembelajaran di pondok pesantren An-nur II menggunakan media seperti halnya laptop dan komputer dalam mempermudah santri untuk mengingat, dengan menggunakan media power point yang semuanya termuat dan dikemas sebagus mungkin biar para santri tertarik, menyukai dan tidak menjenuhkan, dan yang jelas lebih efisiensi waktu karena ustadz tidak perlu menuliskan lagi materi yang akan diajarkan, hanya yang dianggap perlu saja dalam hal menerangkan.

Banyak santri yang senang dengan menggunakan media ini karena lebih efisien dan dapat dipelajari dengan hanya membuka filenya, dan tidak perlu menulis lagi karena cukup dengan mengcopy dan langsung di cetak, dan semua itu sudah merupakan fasilitas yang diberikan oleh para pengurus atas perintah pengasuh pondok pesantren KH. Badruddin yang telah disepakati bersama dewan BP3.

Pondok pesantren An-nur II hadir dengan misi dan tugas menciptakan insane kamil yang mampu mengakomodasikan daya in intelektualitas, kreatifitas dan profesionalitas dengan cahaya iman sehingga tercipta keterpaduan dan keseimbangan antara dzikir, piker, dan amal sholeh, untuk mewujudkan misi tersebut pondok pesantren An-nur II didukung oleh berbagai aktifitas dan sarana prasarana yang canggih dan lengkap, serta dapat menunjang kegiatan para santri dalam proses belajar mengajar.

Sebagai pusat keigatan kepesantrenan berdiri sebuah masjid dengan arsitektur sederhana, untuk berolah raga tersedia lapangan olah raga yang representative sedangkan untuk mengasah ketrampilan santri disediakan lahan Sebagai pusat keigatan kepesantrenan berdiri sebuah masjid dengan arsitektur sederhana, untuk berolah raga tersedia lapangan olah raga yang representative sedangkan untuk mengasah ketrampilan santri disediakan lahan

Hal ini berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan salah satu ustadz di pondok pesantren An-nur II yang juga sebagai putra dari pengasuh pondok pesantren An-nur II (gus fathul bari), dan hasilnya sebagai berikut:

…media pembelajaran yang sering digunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar disini kalau saya sendiri selalu menggunakan laptop sebagai media pembelajaran, karena menurut saya penggunanan laptop jauh lebih efektif dan dapat mengefisienkan waktu yang ada, serta tidak perlu repot-repot lagi, tinggal menyambungkan aja dengan layer proyektor, akan tetapi masih banyak lagi media yang lain yang dipakai oleh ustadz- ustadz lainnya, ada yang menggunakan fasilitas laboratorium dalam

pembelajarannya jika memang diperlukan… 46

Media elektronik yang digunakan khususnya pada mata pelajaran agama Islam seperti halnya fiqh, nahwu, dan hadits, menggunakan program power point yang mana semua point-point yang mau diajarkan sudah terlebih dahulu ditulis dan disimpan dalam file, sehingga waktu kegiatan pembelajaran hanya sekedar menerangkan sesuai dengan apa yang mau diterangkan, dan sebagai proses pempraktekan ilmunya tidak jarang ustadz dan pengurus menyuruh para santrinnya untuk membuat program trersebut, sehingga secara

46 Hasil wawancara dengan ustadz Fathul, 9 Maret 2009 08.00-09.00 WIB 46 Hasil wawancara dengan ustadz Fathul, 9 Maret 2009 08.00-09.00 WIB

Selain itu banyak keterampilan yang diajarkan dalam kegiatan belajar mengajar, seperti halnya pembelajaran ilmu sastra, baik sastra inggris maupun arab, karena tidak jarang orang asing (luar negeri) yang datang ke pondok pesantren An-nur II, baik itu ada yang berkepentingan untuk kerja sama (bisnis), penelitian bahasa, dan menjadi guru pengajar, hal itu dimanfaatkan oleh para santri untuk langsung berdiskusi dan bertanya jawab mengenai penguasaan bahasa yang dipelajarinya, hal ini dijadikannya metode yang efektif oleh pengasuh pondok pesantren An-nur II. Berdasarkan keterangan berikut ini: “ Ilmu yang diajarkan di pondok meliputi ilmu sastra, fiqh, Tafsir, nahwu dan

shorof, bahasa Arab dan banyak lagi yang biasanya diajarkan di pondok- pondok…” 47

Pada tanggal 7 Maret 2009, 15.00-16.30 peneliti mengikuti kegiatan pembelajaran diniyah di musholla atau matla` kelas anak MTs, untuk mengetahui proses kegiatan pembelajaran diniyah, hal tersebut dapat dilihat pada deskripsi hasil observasi berikut ini: “Jam 15.00 di musholla atau mattla` ustadz Fathul Barry meyampaikan materi

Tafsir tentang surat Al waqiah, menggunakan media laptop dengan program power point. Peneliti mengikuti kegiatan pembelajaran diniyah sampai

dengan pukul 16.30 WIB.” 48

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran diniyah, dan salah satunya materi Tafsir menunjukkan di

47 Hasil wawancara dengan pengurus pondok, Mas hadikul, 9 Maret 2009, 09.30-10.00 WIB 48 Hasil Observasi peneliti pada lokasi kegiatan pembelajaran, 7 Maret 2009, 15.00-16.30 WIB

pondok An Nur II Bululawang telah menggunakan media pembelajaran Elektronik. Sehingga para santri merasa diperhatikan dan dibimbing oleh para pengurus, karena mayoritas pengurus bermula dan pernah menjadi santri juga, dinilai sudah mampu dan mumpuni (bahasa jawa) dan berbekal pengalaman tersebut pengurus mengetahui apa yang diinginkan para santri, dan yang menjadi factor penghambat dan motivasi bagi para santri. didukung oleh kemauan para santri untuk tidak melanggar peraturan maka memudahkan pengurus dalam menjalankan program kerjanya untuk menanamkan nilai- nialai iptek dan imtaq terhadap pendidikan agama islam di pondok pesantren An-nur II.

2. Faktor- Faktor Penunjang Dan Penghambat strategi pembelajaran Dengan Media Elektronik di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang.

Adapun dalam pembelajaran dengan media elektronik Pada Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang-Malang terdapat Faktor-faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi diantaranya: Factor Pendukung:

1. Semua santri baik yang berpendidikan formal maupun non formal berhak mendapatkan hak dan kwajiban yang sama dalam menjalankan aktifitas kegiatan sehari-hari.

2. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang dalam pengaplikasian materi yang diajarkan di dalam kelas, khususnya yang berkaitan dengan media pembelajaran pada saat ini contohnya (Laptop, Computer, VCD Player, Televisi,).

3. Kesadaran santri untuk tidak melanggar dan selalu bersikap taat dan patuh terhadap pengasuh beserta seluruh keluarganya dan segenap pengurus pondok pesantren yang telah mengabdikan diri-nya selama bertahun-tahun.

4. Terbentuknya kerjasama antara lingkup intern pesantren ( pengsuh, pengurus, guru pengajar, serta santri), yang mempunyai komitmen untuk memajukan dan mengembangkan pondok pesantren An-nur II baik dari segi keimanan dan ketaqwaan serta ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia-nya.

Hal ini berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut: Disini kami tidak membedakan penggunaan fasilitas antara santri yang

mengikuti pendidikan formal maupun non formal, Dan kesadaran para santri untuk tidak melanggar peraturan memudahkan kami untuk menjalankan rencana yang telah diprogramkan sebelumnya, yang lebih penting lagi kami selalu menjalin hubungan dengan pihak luar untuk

memajukan pondok pesantren.. 49

Tanggal 8 Maret 2009 jam 14.00-15.00 WIB peneliti mendatangi lokasi aktifitas pembelajaran madrasah Diniyah dengan menggunakan media elektronik yang ada di pondok pesantren An Nur II Bululawang untuk melihat yang dapat mempengaruhi preoses tersebut, dan dapat di baca pada deskripsi observasi sebagai berikut:

Pada jam 14.00 peneliti didampingi gus sayamsul selaku pengurus pondokdan ustad mengelilingi pondok pesantren An Nur II termasuk tempat pembelajaran diniyah dengan menggunakan elektronik, saat kegiatan ini berlangsung peneliti melihat adanya sarana pembelajaran yang terpenuhi adanya laptob, komputer, tv, VCD Player, serta saat mendatangi ruang kantor pondok terdapat papan daftar pelanggaran santri yang hampir kosong, hanya ada dua lebih yang melanggar, padahal dengan jumlah

49 Hasil wawancara dengan pengurus Idharoh pondok, mas Ulum 8 Maret 2009.13.00-13.20 49 Hasil wawancara dengan pengurus Idharoh pondok, mas Ulum 8 Maret 2009.13.00-13.20

Factor Penghambat:

1. Kurangnya perhatian dari Pemerintah untuk memakmurkan dan men- sejahterakan lembaga pesantren khususnya pondok pesantren An-nur II, yang mana pemerintah hanya menganggap lembaga pesantren sebagai lembaga yang nengajarkan ilmu agama dan jauh dari sifat ke duniawian (salafiyah).

2. Kurangnya perhatian orang tua yang disebabkan karena factor kesibukan orang tua, jarak antara rumah dan pondok pesantren (santri banyak yang berasal dari luar daerah malang).

3. Latar belakang santri yang berbeda-beda, baik dari segi adat dan budaya/ kultur, usia, dan jenjang pendidikan, karena yang mendaftar di pondok pesantren An-nur II mulai dari (usia 5 tahun sampai ada yang berusia 25 tahun), dan jenjang pendidikan ada yang mulai masuk dari jenjang TK, ada juga yang mulai masuk langsung ke jenjang madrasah tsanawiyah maupun aliyah.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh salah satu pengurus Idaroh sebagai berikut:

….disini mengenai faktor penghambat salah satunya kurang perhatian dari pemerintah, sehingga kami berinisiatif untuk mencari dana sendiri dengan memfungsikan kegiatan kepontrenan, latar belakang santri yang berasal dari daerah lain yang menyebabkan sulitnya untuk beradaptasi,dan kurangnya perhatian orang tua untuk selalu memantau anaknya dengan memberikan

motivasi untuk terus belajar….. 51

50 Hasil Observasi peneliti pada lokasi kegiatan pembelajaran, 8 Maret 2009, 14.00-15.00 51 Hasil wawancara dengan pengurus Idharoh pondok, mas Ulum 8 Maret 2009.12.00-13.00

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Proses Belajar Mengajar Dengan Media Elektronik di Pondok Pesantren An- Nur II Bululawang.

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dengan menggunakan media elektronik sering diterapkan pada kegiatan pengajian di pesantren, untuk itu dalam proses pembelajara selalu di berikan materi yang menyangkut dengan penerapan nilai-nilai akhlaq dan moral yang tinggi bagi para santri.

Seorang ustadz untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh terkait dengan apa yang telah diajarkan kepada santrinya, serta untuk mengetahui apakah tujuannya tercapai atau belum, dan juga berapa persen tingkat tercapainya, ustadz tadi bekerja sama dengan segenap pengurus untuk membuat metode tentang evaluasi terhadap pelajaran yang telah disampaikan untuk mengukur kemampuan para santri setelah melalui proses belajar mengajar selesai.

Dari tujuan evaluasi dapat diketaui mengenai tiga aspek dalam kepribadian santri, terkait dengan kecerdasan yang dimilikinya, serta yang terdapat dalam kurikulum KBK yaitu; kognif, psikomotorik, dan afektif. Ketiganya harus seimbang dan menurut pengurus pondok pesantren ketiganya dapat diperoleh apabila santri diberikan stimulus yang dapat merespon tentang pelajaran yang diberikan.

Antara materi yang didapatnya di dalam kelas harus diaplikasikan-nya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkup pesantren, agar supaya terbiasa dengan keadaan tersebut, dan dalam hal afektif (ketrampilan) santri biasanya Antara materi yang didapatnya di dalam kelas harus diaplikasikan-nya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkup pesantren, agar supaya terbiasa dengan keadaan tersebut, dan dalam hal afektif (ketrampilan) santri biasanya

Untuk itulah para ustadz dalam mengajar dituntut untuk mempunyai wawasan yang sangat luas, baik itu menyangkut mengenai isu-isu pendidikan atau isu-isu terbaru tentang metode mangenai pendidikan yang bersifat informatif, sehingga di dalam mentrnsformasikan ilmunya terhadap para santri tidak ketinggalan zaman dan santri juga mendapatkan dan mengetahui informasi tentang dunia luar yang sedang terjadi pada masyarakat umum.

B. Penerapan Media Iptek Pada Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren An- Nur II

Begitu pula dengan implementasi terhadap media teknologi, dalam kesehariannya para santri juga dapat mengaplikasikan mengenai ilmu kewirausahaan-nya, melalui bentuk pelayanan pondok pesantren An-nur II pada masyarakat dalam bentuk lembaga pereonomian, yang berupa Kopontren, dengan unit usaha sebagai berikut : Swalayan, Simpan pinjam, Wartel, Peternakan unggas dan SPBU.

Di dalam kesibukanya para santri juga dapat mendalami ritual-ritual keagamaan yang tidak terdapat dalam penjadwalan secara formal, demi mendapatkan sesuatu yang di anggap karomah dan bermanfaat dari seorang kyai, salah satu contohnya KH.Badruddin selalu menganjurkan santrinya untuk berpuasa selama 40 hari, dan bagi para santri yang memang mengharap barokah Di dalam kesibukanya para santri juga dapat mendalami ritual-ritual keagamaan yang tidak terdapat dalam penjadwalan secara formal, demi mendapatkan sesuatu yang di anggap karomah dan bermanfaat dari seorang kyai, salah satu contohnya KH.Badruddin selalu menganjurkan santrinya untuk berpuasa selama 40 hari, dan bagi para santri yang memang mengharap barokah

Dalam mengembngkan kemajuan di bidang iptek maka pengasuh pondok pesantren dan segenap pengurus memanfaatkan potensi dari sector perekonomian kopontren yang didalamnya terdapat unit-unit pemberdayaan masyarakat umum, dari situ terjalin pembentukan dana yang dirasa cukup sebagai modal untuk terus- menerus mengembangkan dan memajukan pondok pesantren dari segi iptek, dan langkah-langkah dari pengasuh sendiri yang ulet dalam sagala bidang, sehingga terjalin kerjasama dari pihak luar yang mau menanamkan modal untuk kemaujuan pesantren.

Dan dari kegiatan kekepontrenan santri selalu dilibatkan dalam proses katrampilan, misalnya santri yang di anggap mampu mengelolah dan memanajement keuangan, langsung di berikan kasempatan untuk memanajement swalayan, dan bagi santri yang ingin mendalami bidang pertanian mereka sudah di siapkan dengan tanah yang begitu luas dan peralatan yang cukup canggih seperti diesel dan traktor. Bagi santri yang ingin mengetahui wilayah dan sepak terjang dari pengasuh, maka mereka mejadi pengemudi dan mengantarkan pengasuh dalam melakukan kerjasama dengan pihak luar.

Dari beberapa contoh pemberdayaan ketrampilan di atas, dapat diperoleh dua keuntungan, yaitu pertama dapat mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan bagi para santri dalam proses pembelajaran yang di perolehnya di kelas berupa teori, dan yang kedua tentunya sangat membantu dari factor efisiensi biaya pengeluaran, Dari beberapa contoh pemberdayaan ketrampilan di atas, dapat diperoleh dua keuntungan, yaitu pertama dapat mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan bagi para santri dalam proses pembelajaran yang di perolehnya di kelas berupa teori, dan yang kedua tentunya sangat membantu dari factor efisiensi biaya pengeluaran,

Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama islam yang berbasiskan keimanan dan ketaqwaan serta ilmu pengetahuan dan teknologi di pondok pesantren An-nur II ini berjalan sebagaimana biasanya ( seperti yang telah direncanakan). Dari data yang diperoleh dilapangan ternyata santri banyak yang merasa senang terhadap pembelajaran yang ada, karena disamping pelajaran agama yang ada dan dapat menambah dan mempertebal keimanan dan ketaqwaan, santri juga mendapatkan banyak pengalaman yang diperolehnya baik itu dari segi ilmu pengetahuan dan juga teknologi serta ketrampilan-ketrampilan lainnya yang kiranya dapat bermanfaat bagi masa depannya.

Di dalam penyampaian materi pendidikan agama islam, para ustadz selalu mengaitkan dengan fenomena /kejadian yang ada, hal ini dilakukan dalam rangka mengarahkan para santri agar selalu peduli terhadap lingkungann sekitarnya, salah seorang santri mengatakan, apabila materi yang disampaikan ada yang berkaitan dengan akhlak (prilaku), maka mereka sangat tegas dan benar-benar menekankan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, dan pada hasilnya banyak santri yang merasa patuh dan tidak mau melanggar peraturan yang telah dibuat oleh pengurus pondok pesantren.

C. Faktor- Faktor Penunjang Dan Penghambat Strategi Pembelajaran Dengan Media Elektronik Pada Madrsah Diniyah Di Pondok Pesantren An-Nur II

Bululawang. Dalam proses pelaksanaan strategi pembelajaran dengan media elektronik pada madrasah diniyah di pondok pesantren An-Nur II tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana atau keinginan, akan tetapi hambatan dan kesulitan juga menyertai, media elektronik yang digunakan dalam proses pembelajaran harus bisa mengefisienkan serta memudahkan para santri untuk mengerti materi yang disampaikan.

Semua sarana dan prasarana yang terkait dengan media elektronik memerlukan perawatan yang intensif agar media elektronik yang digunakan tidak mudah rusak dan bisa digunakai selama-lamanya, Misalkan Komputer memerlukan perawatan khusus untuk mendownload anti virus dari Warnet agar Komputer tidak mudah terkena virus.

Dengan begitu terlihat jelas dalam proses pembelajaran menggunakan media elektronik terdapat beberapa penghambat yang dapat mempengaruhi keefktifan proses pembelajaran, dan kurangnya perhatian dari pemerintah sehingga pihak pondok pesantren Berinisiatif untuk mencari dan mengelolah potensi yang dimilikinya, seperti halnya dengan adanya kepontren yang dapat membantu perekonomian pesantren.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Strategi Pembelajaran Dengan Media Elektronik Pada Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang- Malang adalah:

1. Dalam pembelajaran diniyah di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang telah berjalan sesuai dengan harapan, terlihat dari aktifitas jadwal keseharian para santri yang selalu bersemangat dalam menjalani kegiatannya. Dan penggunaan media elektronik meliputi laptop, komputer, televisi, VCD Player, Pengeras Suara dalam setiap pembelajaran.

2. Faktor-faktor pendukung Strategi Pembelajaran Dengan Media Elektronik Pada Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang meliputi ketertiban dan kedisiplinan santri mengikuti pembelajaran diniyah, tersedianya sarana dan prasarana elektonik Laptop, Computer, VCD Player, Televisi dan Pengeras Suara. Dan adanya kerjasama antara pihak pesantren dengan santri dalam proses pembelajaran. Dan untuk faktor penghambat meliputi latar belakang santri yang berasal dari daerah beda-beda, kurangnya pengajar yang ahli dibidang Elektronik.

B. Saran

Dalam rangka peningkatan strategi pembelajaran dengan Media Elektronik pada Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren An-Nur II Bululawang peneliti mengajukan beberapa saran, diantaranya:

1. Pelaksanaan proses pembelajaran hendaknya di sesuaikan antara pelajaran yang bersifat keagamaan dan juga pelajaran yang bersifat umum demi tercapainya keseimbangan antara ilmu agama dengan ilmu umum, khususnya di bidang ilmu pengetahuan umum dan media pembelajaran berteknologi.

2. Media pembelajaran yang digunakan pada proses pembelajaran di Madrasah Diniyah sebagian menggunakan dari Pemerintah, dana dari kas pesantren, untuk lebih di tingkatkan lagi untuk memenuhi kebutuhan para santri dan keefisienan waktu pada proses pembelajaran.

PEDOMAN WAWANCARA

Strategi Pembelajaran Dengan Media Elektronik Pada Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren An-Nur II

Bululawang-Malang.

Pengurus Pesantren

1. Konsep seperti apakah yang dilakukan oleh pengurus pesantren dalam menanamkan nilai-nilai iptek dan imtaq terhadap para santri ?

2. Apa langkah-langkah yang diambil oleh pengurus pesantren dalam memotivasi agar santri tertarik dan mau mengikuti semua aktifitas yang telah ditetapkan ?

3. Factor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat bagi pengurus pesantren dalam pelaksanaan strategi pembelajaran dengan media elktronoik pada madrsah diniyah di pondok pesantren An-nur II ?

Guru / Ustadz

1. Metode apa saja yang dilakukan ustadz dalam proses pembelajaran di pondok pesantren An-nur II ?

2. Media apa saja yang sering digunakan ustadz sebagai penunjang proses pembelajaran pada marasah diniyah di pesantren ?

Santri

1. Jenis Pelajaran apa saja yang telah di pelajari selama menempuh pendidikan di pesantren ?

2. Apakah dalam pelaksanaan pembelajaran para ustadz menggunakan metode yang sama atau bervariatif ?

3. Dokumentasi Foto

Dokumentasi pribadi ;Proses belajar mengajar santri di laboratorium

Dokumentasi kegiatan; pasar waqi`ah di masjid pesantren

Dokumentasi pribadi; para jama`ah mengiring pengasuh pesantren

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

MASALAH YANG DIHADAPI SISWA PADA JURUSAN YANG TIDAK SESUAI MINAT

10 183 1

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGAJARAN MATERI FISIKA DASAR UNTUK MAHASISWA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

9 106 43

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59