Pelayanan Kekerasan Seksual

G. Pelayanan Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang penting mengingat dampak yang diakibatkan tidak hanya meliputi gangguan terhadap kondisi fisik tetapi juga memberi dampak psikologis yang berkepanjangan. Keterbatasan yang dimiliki penyandang disabilitas sensorik, fisik, dan intelektual membuat kelompok ini mengalami diskriminasi ganda dan berisiko lebih tinggi untuk mengalami kekerasan seksual.

Perempuan dengan disabilitas dianggap tidak berdaya dan menghadapi kesulitan lebih besar dalam melaporkan kejahatan kekerasan seksual yang dialami untuk proses Perempuan dengan disabilitas dianggap tidak berdaya dan menghadapi kesulitan lebih besar dalam melaporkan kejahatan kekerasan seksual yang dialami untuk proses

Oleh karena itu diperlukan pelayanan kekerasan seksual bagi penyandang disabilitas, meliputi:

1. Promotif

a. Peningkatan pemahaman tentang kekerasan seksual, termasuk cara menghindari dan melaporkan kejadian kekerasan seksual.

b. Peningkatan pemahaman tentang kesetaraan gender termasuk kesetaraan hak dan kewajiban.

2. Preventif

Penyandang

memiliki keterbatasan pemahaman mengenai hal yang boleh/tidak boleh dilakukan orang lain terhadap dirinya (seperti menyentuh payudara/organ reproduksinya), pemahaman bahwa KDRT tidak hanya berupa kekerasan fisik. Dengan demikian dalam rangka upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual, tenaga kesehatan memberikan informasi/KIE mengenai pencegahan kekerasan seksual dan perlindungan diri kepada penyandang disabilitas, seperti mandi dengan pintu tertutup, berpakaian yang sopan, meminta pertolongan apabila ada hal yang mengganggu/tidak nyaman. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:

disabilitas disabilitas

b. Deteksi dini dan Konseling bagi penyandang disabilitas yang memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual. Deteksi dini dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen Sehat Jiwakah Anda, (khususnya pertanyaan butir 8-10).

c. Pencegahan pasca pajanan untuk menghindari penularan IMS dan HIV.

d. Pelayanan kontrasepsi darurat bagi penyandang disabilitas perempuan untuk mencegah kehamilan tidak diinginkan (KtD).

3. Kuratif-Rehabilitatif

a. Diagnosis Tanda-tanda kekerasan seksual tidak spesifik dan dapat bervariasi pada setiap individu. Tenaga kesehatan

keterampilan untuk memberikan edukasi/KIE dan mengenali tanda-tanda terjadinya kekerasan seksual pada penyandang disabilitas. Tanda tersebut mencakup tanda fisik, perilaku,

perlu memiliki

dan emosional. Pemeriksaan untuk mengidentifikasi terjadinya kekerasan seksual pada penyandang disabilitas relatif lebih sulit dilakukan. Pendamping yang mampu menjembatani kesenjangan komunikasi antara tenaga kesehatan dan penyandang disabilitas sangat dibutuhkan. Namun demikian, kekerasan seksual patut diduga dan digali lebih lanjut jika ditemukan tanda-tanda berikut:

1) Tanda-tanda perlawanan kekerasan, seperti gigitan, cakaran, hematoma, dll

2) Adanya IMS, terutama gonorea/infeksi gonokokus

3) Rasa nyeri, perdarahan dan atau keluarnya secret/duh tubuh dari vagina

4) Rasa nyeri bila buang air besar atau buang air kecil

5) Cedera pada payudara, bokong, perut bagian bawah, paha, sekitar alat kelamin atau dubur

6) Ditemukan cairan mani/semen di sekitar mulut, genitalia, dan anus

b. Tatalaksana

1) Pengobatan sesuai keadaan klinis. Jika kasus emergensi maka dilakukan stabilisasi keadaan umum dilanjutkan rujukan ke rumah sakit.

2) Pemeriksaan psikologis dan konseling bagi penyandang disabilitas korban/penyintas kekerasan.

3) Pemeriksaan psikologis dan konseling bagi pelaku kekerasan seksual

4) Pengumpulan data dan informasi dari klien, termasuk segala sesuatu yang melekat pada tubuh klien, dilanjutkan dengan pencatatan lengkap di rekam medis.

5) Pelayanan medikolegal (pembuatan Visum et Repertum/VeR jika diminta).

6) Pencatatan dan pelaporan.

7) Pendampingan psikososial.

Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kewaspadaan dan keterampilan dalam mengenali tanda kekerasan seksual. Disamping penting untuk meningkatkan potensi dan pemberdayaan keluarga/pendamping melalui pemberian konseling khusus untuk mengenali tanda kekerasan seksual. Pelaku kekerasan pada penyandang disabilitas seringkali adalah orang terdekat, oleh karena itu saat melakukan Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kewaspadaan dan keterampilan dalam mengenali tanda kekerasan seksual. Disamping penting untuk meningkatkan potensi dan pemberdayaan keluarga/pendamping melalui pemberian konseling khusus untuk mengenali tanda kekerasan seksual. Pelaku kekerasan pada penyandang disabilitas seringkali adalah orang terdekat, oleh karena itu saat melakukan

Dalam menggali adanya kekerasan seksual pada penyandang disabilitas diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan peer group. Peer group berupa organisasi penyandang disabilitas dengan ragam yang sama di level kab/kota maupun kecamatan atau dinas sosial setempat.