Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya
Karakteristik umum kedua dari pengemban amar makruf nahi mungkar ini adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang dimaksud dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah memelihara hukum- hukum Allah dan Rasul-Nya, menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan keduanya, atau memenuhi seruan Allah Swt. dan Rasul- Nya, seperti yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam al-Qur`an, yang di dalamnya Allah mengajak orang-orang yang beriman untuk memenuhi seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru mereka kepada
suatu yang memberi kehidupan bagi mereka, 19
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn al-Qayyim –seperti yang dikutip oleh Ahmad Farîd- menjelaskan bahwa ayat ini mengandung beberapa
18 Muhammad ibn Muhammad ibn al-Amîn al-Ansharî, Manhaj al-Da’wah al- Islâmiyyah fî Binâ` al-Mujtama',
h. 189.
19 Lihat Q.S. al-Anfâl (8): 24.
permasalahan. Pertama, adalah bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya akan diperoleh dengan cara memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Orang yang tidak memenuhi seruan ini, tidak dianggap sebagai orang yang hidup, meskipun dia memiliki kehidupan semu yang tidak hanya dimiliki oleh dirinya saja melainkan juga oleh binatang yang paling hina sekalipun. Sebab, kehidupan yang hakiki hanyalah dimiliki oleh orang-orang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, baik dengan zhahir maupun batinnya. Hanya merekalah yang dianggap sebagai orang-orang yang hidup meskipun mereka telah meninggal dunia. Sementara orang-orang lain selain mereka dianggap sebagai orang-orang yang mati meskipun dari segi fisik, mereka masih hidup. Oleh karena itu, maka orang yang paling sempurna hidupnya adalah orang yang memenuhi seruan Rasulullah
Saw. 20
Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan implementasi dari keimanan kepada keduanya. Orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dituntut untuk taat kepada keduanya. Sebab, seperti yang telah dikatakan oleh Ibn Hazm di atas, iman juga harus diikuti dengan amal perbuatan yang dilakukan oleh anggota-anggota badan. Pengertian ini dapat difahami dari penyebutan aspek keimanan yang selalu dikaitkan dengan aspek ketaatan dalam sejumlah ayat al-Qur`an, seperti pada Q.S. al-Anfâl (8): 1 dan Q.S. al-Nahl (16): 97. Pada ayat pertama, Allah Swt. menyuruh kaum Muslimin untuk taat kepada-Nya dan juga kepada Rasul-
Nya jika mereka adalah orang-orang yang beriman 21 , sementara pada ayat kedua, Allah Swt. menegaskan bahwa barangsiapa yang mengerjakan amal
20 Ahmad Farîd, Tharîq al-Sa'âdah, (Iskandaria: Dâr al-'Aqîdah, 2006), cet. ke. 1, h. 10.
21 Lihat Q.S. al-Anfâl (8): 1.
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Dia akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, yaitu kehidupan yang bahagia di dunia, lalu Dia akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan. 22 Dari sini, maka dapat dikatakan bahwa iman tidak akan bermanfaat
tanpa dibarengi dengan ketaatan, demikian pula sebaliknya. Keduanya harus dilakukan bersama-sama demi tercapainya kehidupan yang baik atau
hayâtan thayyiban di dunia dan balasan yang baik di hari kiamat nanti, seperti yang ditegaskan pada firman Allah Swt. tersebut.
Dalam kaitannya dengan amar makruf nahi mungkar, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakekatnya amar makruf nahi mungkar merupakan bagian dari ketaatan tersebut. Orang-orang yang selalu taat kepada Allah dan Rasul- Nya mengetahui bahwa amar makruf nahi mungkar juga merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya yang harus ditaati. Mereka sadar bahwa untuk dapat meraih kehidupan yang baik di dunia dan balasan yang baik di akhirat, mereka dituntut untuk tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan upaya mematuhi perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya, tetapi juga harus memikirkan orang-orang lain yang ada di sekitar mereka. Mereka khawatir bila mereka mematuhi aturan-aturan Allah, sementara orang-orang lain yang ada di lingkungan mereka tidak melakukan hal yang sama, maka lambat laun mereka juga akan terpengaruh sehingga mereka tidak dapat memperoleh apa yang mereka cita-citakan itu (kehidupan yang baik di dunia dan balasan yang
22 Lihat Q.S. al-Nahl (16): 97.
baik di akhirat), atau –paling tidak- mereka juga akan terkena dampak- dampak negatifnya.
Ini persis seperti yang digambarkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabda beliau tentang perumpamaan orang yang mematuhi aturan-aturan Allah dan orang yang tidak mematuhinya. Dalam sabdanya itu, beliau menegaskan bahwa orang-orang yang mematuhi aturan-aturan Allah dan orang-orang yang tidak mematuhinya adalah seperti satu kaum yang melakukan undian di atas sebuah kapal (untuk menentukan tempat masing-
masing kelompok); lalu sebagian dari mereka menempati kapal bagian atas, sementara sebagian yang lain menempati bagian bawah. Ketika orang-orang yang berada di bagian bawah ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atas mereka, maka mereka pun berkata, "Bagaimana kalau kita melubangi kapal di tempat yang menjadi bagian kita ini sehingga kita tidak perlu mengganggu orang-orang yang berada di atas kita?" Jika orang-orang yang berada di bagian atas membiarkan apa yang diinginkan oleh orang-orang yang berada di bagian bawah itu, maka mereka semua akan binasa. Akan tetapi jika mereka mencegahnya, maka mereka akan selamat, dan semua orang pun akan ikut
selamat. 23 Dari sini, dapat difahami bahwa orang yang melakukan ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya tidak boleh tinggal diam atau bersikap masa bodoh terhadap kondisi orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia harus peduli dan memperhatikan mereka. Bila orang-orang yang ada di sekitarnya itu tidak melakukan ketaatan kepada Allah seperti yang dia
23 Diriwayatkan oleh al-Bukhâri pada kitab al-Syirkah, hadis no. 2313; al- Tirmidzi pada kitab al-Fitan 'an Rasûlillâh, hadis no. 2099; dan Ahmad pada kitab
Awwal Musnad al-Kûfiyyîn , hadis no. 17638, 17647, 17653 dan 17685.
lakukan, atau mereka melakukan kemungkaran yang seharusnya mereka jauhi, maka dia harus mengingatkan mereka dengan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan itu dapat membahayakan diri mereka sendiri. Bila tidak, maka mereka semua akan mengalami kehancuran seperti kapal yang tenggelam akibat dilubangi bagian bawahnya. Sebaliknya, dengan melakukan amar makruf nahi mungkar, maka mereka semua akan terhindar dari laknat atau murka Allah seperti yang pernah ditimpakan kepada Bani Isra`il karena mereka tidak mau menegakkan amar makruf nahi mungkar di antara mereka, sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt. dalam Q.S. al-Mâ`idah (5): 79 dan Q.S. al-A'râf (7): 165.
Hubungan antara ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan amar makruf nahi mungkar juga dapat dilihat dari sisi bahwa orang-orang yang menegakkan amar makruf nahi mungkar tidak boleh melupakan diri mereka sendiri. Di samping mereka memperhatikan orang lain dengan menyuruhnya untuk melakukan ketaatan kepada Allah, baik dengan menjalankan perintah-perintah-Nya ataupun menjauhi larangan-larangan- Nya, mereka juga harus memperhatikan diri mereka sendiri yaitu dengan melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka perintahkan kepada orang lain. Rasanya kurang sempurna –atau bisa dikatakan kurang tepat- bila orang yang mereka suruh dapat selamat dari murka Allah sementara diri mereka sendiri tidak selamat. Ini adalah kerugian yang sangat besar, karena itu dalam salah satu ayat di dalam surah al-Baqarah, Allah Swt. menyindir orang-orang ahli kitab yang melakukan perbuatan seperti itu dengan menggunakan redaksi "Afalâ ta'qilûn" (Maka tidakkah kamu
berpikir 24 ?) Redaksi seperti ini mengesankan bahwa seakan-akan orang
24 Lihat Q.S. al-Baqarah (2): 44.
yang berbuat seperti itu tidak menggunakan akal pikirannya untuk meraih hal yang terbaik bagi dirinya.
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Katsîr menjelaskan bahwa diturunkannya ayat ini adalah untuk mencela kaum Yahudi yang telah menyerukan manusia kepada kebaikan sementara mereka sendiri tidak melakukannya. Ayat ini sama sekali bukan untuk mencela amar makruf yang mereka lakukan, melainkan untuk mencela sikap mereka yang meninggalkan perbuatan makruf yang mereka perintahkan. Sebagaimana
diketahui, menyuruh kepada yang makruf merupakan sesuatu yang baik, bahkan wajib hukumnya bagi orang alim. Akan tetapi, yang lebih wajib dan lebih utama untuk dilakukan oleh orang alim itu adalah melakukan perbuatan makruf yang dia perintahkan bersama-sama dengan orang yang
diperintahkannya. 25 Orang-orang yang berkecimpung dalam bidang amar makruf nahi
mungkar harus memperhatikan hal ini dan mengamalkannya ketika hendak mengemban tugas yang mulia tersebut. Mereka harus melakukan ketaatan kepada Allah sebelum mereka menyuruh orang lain untuk melakukannya. Di samping hal ini dapat menyelamatkan kedua belah pihak dari murka atau laknat Allah, baik orang yang menyuruh ataupun yang disuruh, ia juga dapat menjadi tauladan yang memiliki pengaruh besar bagi pihak yang disuruh sehingga kemungkinan dimana pihak yang disuruh mau melakukan apa yang diperintahkan kepadanya akan lebih besar. Sebab, terkadang orang yang disuruh untuk melakukan sesuatu akan melihat terlebih dahulu orang yang menyuruhnya apakah dia telah melakukan apa yang dia perintahkan ataukah tidak. Bila tidak, maka hal itu akan menjadi
25 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm, juz 1, h. 74.
alasan bagi orang yang disuruh tersebut untuk tidak melakukan apa yang diperintahkan kepadanya.
Mengingat begitu pentingnya hal ini, maka dalam sebagian ayat yang berkaitan dengan amar makruf nahi mungkar yang dilakukan oleh kelompok atau umat, Allah Swt. mengaitkan antara amar makruf nahi mungkar dengan aspek ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini dapat dilihat pada sejumlah ayat seperti pada firman-Nya dalam Q.S. al-Taubah (9): 71, Q.S. al-Taubah (9): 112, Q.S. al-Hajj (22): 41 dan Q.S. Luqmân
(31): 17. Pada Q.S. al-Taubah (9): 71, disebutkan lafazh wa yuthî'ûnallâh
wa rasûlah (dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya). Lafazh ini disebutkan setelah lafazh yuqîmûna al-shalâta wa yu`tûna al-zakâh (mendirikan sembahyang, menunaikan zakat) dan juga lafazh ya`murûna bi
al-munkar (mereka menyuruh [mengerjakan] yang makruf, mencegah dari yang mungkar). Berdasarkan kaidah Ushul Fiqh, penyebutan lafazh wa yuthî'ûnallâh wa rasûlah setelah kedua lafazh tersebut, termasuk ke dalam katagori dzikr al-âm ba'da al- khâsh (penyebutan sesuatu yang umum setelah sesuatu yang khusus). Sebab menurut Wahbah al-Zuhaili dalam al-Tafsîr al-Munîr, yang dimaksud dengan ungkapan "taat kepada Allah dan Rasul-Nya" adalah melaksanakan apa yang mereka perintahkan dan meninggalkan apa yang
al-ma'rûf
mereka larang 26 , sementara menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat dan menunaikan zakat merupakan
bagian dari upaya untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
26 Lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, juz 10, h. 305.
Hal serupa juga terdapat pada Q.S. al-Taubah (9): 112, hanya saja pada ayat tersebut ungkapan yang digunakan adalah wa al-hâfizhûna li hudûdillâh (dan yang memelihara hukum-hukum Allah). Yang dimaksud dengan al-hâfizhûna li hudûdillâh adalah orang-orang yang memelihara
kewajiban-kewajiban, syari'at-syari'at dan hukum-hukum Allah. 27 Lafazh ini juga merupakan sebuah lafazh yang mengandung pengertian umum
yang disebutkan setelah lafazh-lafazh yang mengandung pengertian khusus, yaitu: al-tâ`ibûn (orang-orang yang bertaubat), al-hâmidûn (yang memuji), al-sâ`ihûn (yang melawat), al-râki'ûn (yang ruku'), al-sâjidûn (yang sujud), dan al-âmirûna bi al-ma'rûf wa al-nâhûna 'an al-munkar (yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar).
Pada ayat ini juga digunakan ungkapan al-'âbidûn (orang-orang yang beribadah). Kata al-'âbidûn merupakan bentuk jamak dari kata al- 'âbid yang merupakan ism fâ'il dari kata al-'ibâdah. Kata al-'ibâdah sendiri mengandung pengertian yang sama dengan kata al-thâ'ah (ketaatan). Ini diperkuat oleh firman Allah Swt. yang menyatakan bahwa Allah Swt. tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Nya atau beribadah kepada-Nya. 28 Menurut Wajdî Ghanîm
dalam bukunya yang berjudul Sulûk al-Muslim, yang dimaksud dengan ungkapan "supaya mereka menyembah-Ku" adalah supaya mereka taat
kepada-Ku (Allah). 29
27 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, juz 11, h. 54. 28 Lihat Q.S. al-Dzâriyât (51): 56.
29 Wajdî Ghanîm, Sulûk al-Muslim, (Mesir: Dâr al-Salâm, 2005), cet. ke-1, h. 14-15.
Selain menyebutkan kedua ungkapan yang bersifat umum yang menunjukkan makna ketaatan kepada Allah, ayat ini juga menyebutkan ungkapan-ungkapan yang mengisyaratkan bentuk-bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu al-tâ`ibûn (orang-orang yang bertaubat), al- hâmidûn (orang-orang yang memuji Allah), al-sâ`ihûn (orang-orang yang melawat), al-râki'ûn (orang-orang yang ruku'), al-sâjidûn (orang-orang yang sujud), dan al-âmirûna bi al-ma'rûf wa al-nâhûna 'an al-munkar (orang-orang yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar).
Sementara pada Q.S. al-Hajj (22): 41, tidak disebutkan lafazh yang secara khusus menunjukkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya ataupun pemeliharaan terhadap hukum-hukum Allah, seperti yang disebutkan pada kedua ayat di atas. Di sana, hanya disebutkan lafazh-lafazh yang mengisyaratkan bentuk-bentuk ketaatan kepada Allah, yaitu lafazh aqâmu
wa âtû al-zakâta (menunaikan zakat) dan wa amarû bi al-ma'rûf wa nahau 'an al-munkar (menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar). Hal serupa juga terdapat pada Q.S. Luqmân (31): 17. Di sana disebutkan lafazh aqim al-shalâh (dirikanlah shalat).
al-shalâta (mereka
mendirikan
sembahyang),
Demikianlah, ketaatan kepada Allah memiliki hubungan yang sangat erat dengan amar makruf nahi mungkar, bahkan bisa dikatakan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua hal tersebut harus diperhatikan dan dilakukan secara bersamaan agar tujuan dari keduanya dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan hal ini, maka pengemban amar makruf nahi mungkar harus memiliki karakteristik yang bersifat umum tersebut, yaitu ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya agar Demikianlah, ketaatan kepada Allah memiliki hubungan yang sangat erat dengan amar makruf nahi mungkar, bahkan bisa dikatakan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua hal tersebut harus diperhatikan dan dilakukan secara bersamaan agar tujuan dari keduanya dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan hal ini, maka pengemban amar makruf nahi mungkar harus memiliki karakteristik yang bersifat umum tersebut, yaitu ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya agar