Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Masyarakat (Antar Sesama Anggota Masyarakat)

2. Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Masyarakat (Antar Sesama Anggota Masyarakat)

Amar makruf nahi mungkar merupakan bagian dari rasa solidaritas yang Allah Swt. tegakkan di antara orang-orang mukmin, dimana orang- orang mukmin satu sama lain saling melengkapi. Sebab, pada hakekatnya mereka semua adalah bersaudara, bahkan dalam sebuah hadis Nabi Saw. mengatakan bahwa mereka adalah seperti satu tubuh dimana jika ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota-anggota yang lain pun akan ikut

merasakannya, seperti disebutkan berikut ini:

Muhammad ibn 'Abdullâh ibn Numair menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Zakariyâ menceritakan kepada kami, dari al-Sya'bi dari al-Nu'mân ibn Basyîr, dia berkata: "Rasulullah Saw. bersabda: 'Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal cinta dan kasih sayang di antara mereka adalah seperti satu tubuh; Apabila salah anggota mengeluhkan rasa sakit, maka seluruh anggota tubuh pun akan ikut merasakannya, yaitu dengan cara tidak bisa tidur dan cara demam. 17 '"

Oleh karena itu, apabila seorang Muslim melihat orang Muslim lainnya melakukan kemungkaran atau meninggalkan perbuatan yang makruf, maka dia pun harus mengingatkannya. Ini disebabkan karena melakukan kemungkaran ataupun meninggalkan perbuatan yang makruf

bila meninggalkan shalat padahal mereka sudah berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka. '"

17 Diriwayatkan oleh al-Bukhâri pada kitab al-Adab, hadis no. 5552; Muslim pada kitab al-Birr wa al-Shilah wa al-Âdâb, hadis no. 4685; dan Ahmad pada kitab Awwal

Musnad al-Kûfiyyîn , hadis no. 17632.

merupakan penyakit ganas yang apabila dibiarkan, maka ia akan merajalela dan akan menyerang anggota-anggota tubuh lainnya. Solidaritas sosial dalam bentuk amar makruf nahi mungkar ini telah disinyalir oleh Allah Swt. dalam Q.S. al-Taubah (9): 71. Dalam ayat tersebut, Allah Swt. menegaskan bahwa orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyeru orang lain untuk mengerjakan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan

diberi rahmat oleh Allah. 18 Ibn Jarîr al-Thabarî dalam kitabnya "Jâmi’ al-Bayân fî Ta`wîl al-

Qur`ân " memahami lafazh mu`min pada ayat ini, dengan arti laki-laki dan perempuan yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya serta saling tolong menolong antara sesama mereka. Mereka mengajak orang lain untuk beriman kepada Allah, lalu mereka mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang. Karena sifat inilah, Allah Swt. pun mengasihi mereka, melepaskan mereka dari api neraka dan memasukkannya ke dalam surga. Amar makruf nahi mungkar pada ayat ini, menurut Ibn Jarîr dengan merujuk kepada sebuah riwayat dari Abû al-‘Âliyah, maksudnya adalah mengajak orang-orang untuk meninggalkan kemusyrikan menuju Islam,

serta mencegah mereka dari penyembahan terhadap berhala dan syaitan. 19

18 Q.S. al-Taubah (9): 71. 19 Ibn Jarîr al-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fî Ta`wîl al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al-Kutub

al-‘Ilmiyyah, 1999), cet. ke-3, jilid 6, h. 415.

Menurut Sayyid Muhammad Nûh, berdasarkan prinsip solidaritas, tolong menolong serta jalinan kebersamaan, kekompakkan dan kesatuan antara sesama Muslim yang melahirkan tanggung jawab amar makruf nahi mungkar antar sesama individu Muslim ini, maka setiap individu Muslim kapan dan di mana pun berada, di kota maupun di pelosok desa, ia wajib mengadakan perubahan, baik secara perorangan ataupun kelompok. Namun harus menjadi catatan bahwa perubahan tersebut harus sejalan dengan prinsip-prinsip yang Islami, menyeluruh dan terpadu, juga diupayakan agar keinginan dan semangat untuk melakukan perubahan itu merata di kalangan kaum Muslimin, sehingga amar makruf nahi mungkar serta

dakwah kepada keimanan menjadi kebiasaan setiap Muslim. 20 Jamâluddîn al-Afghâni -seperti yang dikatakan oleh Ali ‘Abd al-

Halîm Mahmûd- merupakan orang pertama di antara tokoh lain yang menggerakkan ide dakwah individu untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan Islam. Jamâluddîn al-Afghâni adalah seorang muslim pertama yang sadar akan bahaya dominasi Barat atas dunia Islam. Ia menyadari bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka hal itu akan merusak masa depan Islam dan kaum muslimin. Ia yakin, bila dominasi Barat tidak segera dipatahkan, maka akan terjadi bencana besar yang akan melanda dunia Islam. Jamâluddîn al-Afghâni berjuang sendiri menghabiskan usianya demi membangun dunia Islam dan memperingatkan mereka terhadap bahaya yang akan menimpa mereka. Ia menghimbau kaum muslimin untuk

menyiapkan genderang perang melawan kaum kafir. 21

20 Sayyid Muhammad Nûh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islam, (Solo: Citra Islami Press, 1996), cet. ke-1, h. 9.

21 Ali ‘Abd al-Halîm Mahmûd, Manhaj al-Tarbiyyah ‘Inda al-Ikhwân al- Muslimîn, (alih bahasa: Syafril Halim, Ikhwanul Muslimin, Konsep Gerakan Terpadu),

(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet. ke-1, jilid 1, h. 25.

Hasan al-Bannâ merupakan tokoh dakwah selain Jamâluddîn al- Afghâni di atas. Hasan al-Bannâ telah berhasil menarik hati sebagian besar masyarakat Mesir, ia dapat menyatukan mereka dalam masalah-masalah yang

Islam dan mengajak menumbuhkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. 22 Usaha ini

baik,

membakar semangat

perjuangan

kemudian berkembang menjadi gerakan dakwah kelompok yang diberi nama Ikhwanul Muslimin, kelompok dakwah yang banyak mewarnai pergolakan politik di pemerintahan Mesir tahun 1928 dan ikut aktif dalam pengusiran penjajahan Inggris di Mesir