HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Petani Responden

Identitas petani responden menggambarkan suatu kondisi atau keadaan dari petani tersebut. Identitas seseorang petani responden dapat memberikan informasi tentang keadaan usahataninya. Informasi-informasi mengenai identitas petani responden sangat penting untuk diketahui karena merupakan salah satu hal yang dapat memperlancar proses penelitian dan memudahkan dalam menganalisis usahataninya. Identitas petani responden akan dibahas berikut ini.

5.1.1 Umur

Umur merupakan tingkatan nilai usia yang dimiliki seseorang. Dengan umur kita dapat melihat kualitas dari kerja manusia. Dalam bidang pertanian tingkatan umur merupakan faktor penting, semakin muda umur kekuatan untuk dapat bekerja dan berpikir lebih maksimal. Usia sangat mempengaruhi kematangan seseorang dalam berfikir dan bertindak. Umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Identitas Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa

Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

Persentase No. (Tahun)

Umur

Jumlah Responden

(Orang)

(%)

1. 25-32

9 20,00

2. 33-40

14 31,11

3. 41-48

13 28,89

4. 49-56

5 11,11

5. 57+

4 8,89

Jumlah

45 100,00

Pada Tabel 10 terlihat bahwa persentase umur petani responden terbesar berada pada umur 33-40 tahun dengan jumlah 14 orang (31,11%), dan persentase terkecil berada pada umur 57 tahun keatas dengan jumlah 4 orang (8,89%). Pada kisaran umur petani responden antara 25 tahun sampai 65 tahun dengan rata-rata umur 41 tahun, sebagian besar petani responden masih tergolong kelompok umur produktif (25-54 tahun), yaitu sebanyak 39 orang atau 86,67 %. Sedangkan jumlah petani responden Kelompok umur non produktif (diatas 55 tahun), yaitu sebanyak 6 orang atau 13,33%. Menurut Wirosuhardjo (2007), penduduk dibagi menjadi dua tingkatan berdasarkan usia yaitu usia produktif dan usia non produktif. Penduduk yang termasuk usia produktif berada diantara usia 11 sampai 54 tahun. Usia produktif tersebut memiliki ketahanan fisik yang kuat dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan penduduk yang termasuk usia non produktif dibagi atas dua bagian yaitu anak-anak yang berusia dibawah umur 10 tahun dan orang tua yang berusia diatas 55 tahun.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan sangat menentukan kemampuan mereka menerima dan menyerap suatu inovasi baru. Walaupun seseorang memiliki kemampuan fisik yang memadai akan tetapi tidak ditunjang dengan pengetahuan yang baik maka apa yang dikelolanya mungkin saja tidak mencapai hasil yang maksimal. Pada umumnya, petani yang memiliki pendidikan yang tinggi lebih cepat dalam hal menerima dan menerapkan inovasi baru yang bermanfaat terhadap usahatani yang dikelolanya termasuk perencanaan produksinya dari pada petani yang tingkat pendidikannya rendah. Tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Identitas Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

Persentase No

Jumlah Responden

Tingkat Pendidikan

(Orang)

1 Tidak Sekolah

2 Pendidikan Dasar

3 Pendidikan Menengah

4 Pendidikan Tinggi

Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase terbesar pendidikan petani responden yaitu tingkat pendidikan dasar berjumlah 28 orang (62,22%). Sedangkan persentase terkecil pendidikan petani responden yaitu pada tingkat pendidikan tinggi berjumlah 2 orang (4,44%).

Berdasarkan Tabel 11, petani responden hanya menamatkan pandidikan dasar pada tingkat SD yaitu sebanyak 16 orang dan tamat SMP sebanyak 12 orang. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya petani responden memiliki pendidikan formal yang masih relatif rendah, hanya sampai pada tingkat pendidikan dasar. Keadaan ini secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi setempat terutama dalam menerima informasi yang berhubungan dengan pengelolaan usahatani kakaonya.

5.1.3 Pengalaman Berusahatani

Lamanya pengalaman usahatani seseorang petani untuk suatu jenis tanaman akan mempengaruhi tindakan budidaya yang diberikan sebagai perlakuan agronomis. Pengalaman berusahatani dapat menunjukkan keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya. Pengalaman berusahatani Lamanya pengalaman usahatani seseorang petani untuk suatu jenis tanaman akan mempengaruhi tindakan budidaya yang diberikan sebagai perlakuan agronomis. Pengalaman berusahatani dapat menunjukkan keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya. Pengalaman berusahatani

di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

Pengalaman

Persentase No

Jumlah Responden

Berdasarkan Tabel 12, pengalaman berusahatani petani responden berkisar antara 5 tahun hingga 36 tahun dengan rata-rata pengalaman 19 tahun. Pada Tabel 12 terlihat bahwa pengalaman berusahatani berkisar antara

5 - 7 tahun sebanyak 7 orang (15,56%). Petani responden yang memiliki pengalaman berusahatani diatas 11 tahun sebanyak 38 orang (84,44%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden tergolong cukup berpengalaman dalam hal pengelolaan usahatani kakao. Bahkan rata-rata petani sudah menggunakan teknik sambung samping dalam upaya peningkatan produksi.

5.1.4 Luas Lahan

Pada dasarnya luas lahan yang dikelola oleh petani responden sangat berpengaruh terhadap kegiatan usahataninya baik terhadap jenis komoditi maupun pada pola usahatani itu sendiri. Luas lahan yang dimiliki petani responden dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Identitas Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

Persentase No. (ha)

Luas Lahan

Luas lahan yang dimilki petani responden berkisar antara 0,4 ha hingga

3 ha, dengan rata-rata kepemilikan 1,4 ha. Dari Tabel 13 terlihat bahwa persentase terbesar yaitu 68,89 % petani responden memiliki lahan dengan luas antara 1 – 2 ha. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan lahan petani sudah tergolong tinggi. Dengan tingkat penguasaan lahan yang tinggi dan sangat berpengaruh bagi kegiatan usahatani kakao, petani dapat memanfaatkan lahannya dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan produksi kakao yang berdampak langsung pada pendapatan yang diterima petani.

5.2 Analisis Usahatani Kakao

Pendapatan dalam pengertian umum adalah hasil produksi yang diperoleh dalam bentuk materi dan dapat kembali digunakan guna memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana produksi. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil kali jumlah produksi dengan harga produk. Sedangkan Pendapatan dalam pengertian umum adalah hasil produksi yang diperoleh dalam bentuk materi dan dapat kembali digunakan guna memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana produksi. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil kali jumlah produksi dengan harga produk. Sedangkan

Biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi sehingga menghasilkan produk disebut sebagai biaya produksi yang meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah penggunaannya berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan, yang meliputi biaya pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlah penggunaannya tidak berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan meliputi pajak lahan dan penyusutan alat. Untuk mengetahui analisis usahatani kakao per hektar dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Produksi, Nilai Produksi, Total Biaya, Pendapatan Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No Uraian Volume

Harga Satuan Nilai

(Rp) (Rp/ha/tahun)

1 Produksi (kg) 730.34 21400 15.639.045,58

2 Biaya usahatani

a. Biaya variabel 2.483.063,74 Pupuk (kg) - Urea 199.81 1500 299.714,81 - SP-36 95.92 1900 182.253,67 - KCL 122.76 1700 208.684,28

- Agrodike 0.27 30000 8.222,22

- Kandang 13.93 500 6.965,81 Upah tenaga kerja (HOK) - Pemupukan 5.17 30000 155.043,59 - Pemeliharaan 7.67 30000 230.082,62 - Panen 24.51 30000 735.169,52 - Pasca panen 9.07 30000 271.976,41

Pestisida - Bento (ltr) 1.42 80000 113.559,73 - Vigor (ltr) 1.31 50000 65.715,57 - Noxon (ltr) 1.74 90000 156.705,13 - Gramoxone (ltr) 0.34 70000 24.137,04 - Antilla (kg) 0.50 50000 24.833,33

b. Biaya tetap 139.159,65 Pajak lahan (ha) 1.00 20000 20.000,00 Penyusutan alat (unit) - Cangkul 2.00 15.105,02 - Parang 2.00 16.480,86

- Sabit 1.00 6.702,08 - G. Pangkas 1.00 10.595,17 - G. Galah 1.00 29.778,77

- Gergaji 1.00 9.818,18 - Tangki Semprot 1.00 30.679,56

c. Total biaya (a+b) 2.622.223,39

3 Gross Margin (1 - 2a) 13.155.981,84

4 Net Farm income (3 – 2b) 13.016.822,19

Pada Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata produksi biji kakao kering yang dihasilkan petani responden yaitu 730,34 kg/ha. Dengan harga biji kakao kering rata-rata Rp.21.400,-, maka penerimaan (Gross Output) yang diperoleh sebesar Rp.15.639.045,58. Adapun biaya produksi yang dikeluarkan petani responden terdiri atas biaya variabel senilai Rp.2.483.063,74 per hektar dengan rincian biaya pupuk sebesar Rp.705.840,80, biaya pestisida Rp.384.950,81, dan upah tenaga kerja Rp.1.392.272,14 serta biaya tetap senilai Rp.139.159,65 per hektar. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui besar Gross Margin sebesar Rp.13.155.981,84 per hektar dan pendapatan bersih petani (Net Farm Income) sebesar Rp.13.016.822,19 per hektar.

5.3 Keuntungan Usahatani Kakao

Keuntungan usahatani kakao dapat diketehui dengan analisis R/C ratio, dan analisis titik impas dengan menganalisis kuantitas produk pada saat petani responden mulai memperoleh keuntungan.

Analisis R/C Ratio digunakan untuk mengetahui apakah usahatani kakao yang dikelola petani responden tersebut menguntungkan atau tidak. Untuk mengetahui analisis R/C ratio, rata-rata total penerimaan, dan rata-rata total biaya yang diperoleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Analisis R/C Ratio, Penerimaan, dan Total Biaya Rata-rata per

hektar Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

Harga

No Uraian Volume Satuan Nilai

(Rp)

1 Total Penerimaan (TR) 730.34 21400 Rp.15.639.045,58

2 Total Biaya (TC) Rp. 2.622.223.39

3 R/C ratio (TR/TC) 5,96

Pada Tabel 15 diperoleh hasil perhitungan nilai R/C ratio dari usahatani kakao adalah 5,96. Berdasarkan kriteria nilai R/C ratio lebih besar dari 1 yang berarti bahwa usahatani yang dilakukan petani responden menguntungkan. Nilai 5,96 memberikan arti bahwa dengan biaya sebesar satu rupiah menghasilkan keuntungan sebesar Rp.5,96.

5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Lahan Petani Kakao

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lahan petani kakao adalah produksi (Pi), luas lahan (Ll), jumlah tanaman (Jt), dan umur tanaman (Um) sebagai variabel bebas (variabel independen), sedangkan produktivitas Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lahan petani kakao adalah produksi (Pi), luas lahan (Ll), jumlah tanaman (Jt), dan umur tanaman (Um) sebagai variabel bebas (variabel independen), sedangkan produktivitas

Y = 802.302 + 0,617 Pi – 447.846 Ll – 0,045 Jt + 0,460 Um Pada Tabel 16 dapat dilihat secara rinci hasil analisis regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lahan petani kakao.

Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Lahan Petani Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No Variabel Independen Unstandardized T-hitung Signifikan

Coefficients

1. Jumlah produksi

2. Luas lahan

3. Jumlah Tanaman

0,887 Constanta = 802.302 F-hitung = 49,292 R-square = 0,831 F-tabel = 2,606 t-tabel = 2,021

4. Umur Tanaman

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) 0,831 atau sebesar 83,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa variasi

variabel independen yang digunakan mampu menjelaskan sebesar 83,1%. Sedangkan sisanya sebesar 16,9 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak variabel independen yang digunakan mampu menjelaskan sebesar 83,1%. Sedangkan sisanya sebesar 16,9 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

Berdasarkan hasil analisis data diatas, diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 49,292 sedangkan F-tabel 2,606 pada taraf kepercayaan 95%, atau

F hitung > F tabel . Hal ini berarti variabel independen seperti jumlah produksi, luas lahan, jumlah pohon, dan umur berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu produktivitas.

Secara parsial faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lahan petani kakao berdasarkan nilai t hitung dan koefisien regresi yaitu sebagai berikut :

1. Jumlah Produksi (Pi) Produksi dalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Berdasarkan hasil uji-t pada taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung >t tabel (13,135 > 2,021) yang berarti bahwa jumlah produksi sangat berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani kakao. Nilai koefisien sebesar 0,617 yang menunjukkan bahwa jika jumlah produksi bertambah 1 kg, maka produktivitas meningkat sebesar 0,617 kg per hektar. Dengan demikian jumlah produksi berpengaruh positif terhadap produktivitas kakao. Tingkat produksi kakao yang dihasilkan berpengaruh terhadap besarnya produktivitas. Semakin besar produksi maka semakin besar pula produktivitas. Menurut Kumar (2010), Produktivitas lebih tinggi jika output yang diharapkan dalam hal ini jumlah produksi diperoleh juga tinggi.

Hal ini berarti bahwa produksi memiliki peranan yang besar yaitu bila produksi kakao dalam setiap hektar meningkat atau menurun maka secara nyata produktivitas juga akan meningkat atau menurun. Untuk meningkatkan produktivitas melalui peningkatan produksi bisa dilaksanakan dengan perbaikan cara-cara berusahatani yang tentunya berdampak pada peningkatan pendapatan petani.

2. Luas Lahan (Ll) Lahan merupakan tanah garapan yang dikelola oleh petani dalam menjalankan usahataninya. Pada umumnya semakin luas lahan yang dimiliki dan digarap, maka cenderung meningkatkan produksi yang secara langsung akan berpengaruh terhadap produktivitas. Berdasarkan uji-t pada taraf kepercayaan 95% yang dapat dilihat pada Tabel 17 menunjukkan t hitung > t tabel

(3,564 > 2,021). Hal ini berarti variabel luas lahan berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Nilai signifikansi menunjukkan angka 0,001 (lebih kecil dari 0,05) yang berarti sangat signifikan pengaruh variabel luas lahan terhadap produktivitas. Koefisien sebesar -447,846 memberikan indikasi bahwa setiap lahan bertambah 1 ha cenderung produktivitas akan berkurang sebesar 447,85 kg per hektar. Pengaruh yang nyata tersebut karena penambahan luas lahan tanpa ada penambahan produksi atau dengan kata lain variabel lain dianggap konstan tentu akan mempengaruhi produktivitas yang semakin kecil. Selain itu, psikologis petani di Desa Seppong yang senantiasa menambah luas lahan namun tidak menambah input produksi lain seperti jumlah tanaman dan tenaga kerja, sehingga hanya sebagian lahan yang bisa terkelola dengan baik. Hal ini sejalan dengan Masita (2008) yang mengatakan bahwa seringkali dijumpai (3,564 > 2,021). Hal ini berarti variabel luas lahan berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Nilai signifikansi menunjukkan angka 0,001 (lebih kecil dari 0,05) yang berarti sangat signifikan pengaruh variabel luas lahan terhadap produktivitas. Koefisien sebesar -447,846 memberikan indikasi bahwa setiap lahan bertambah 1 ha cenderung produktivitas akan berkurang sebesar 447,85 kg per hektar. Pengaruh yang nyata tersebut karena penambahan luas lahan tanpa ada penambahan produksi atau dengan kata lain variabel lain dianggap konstan tentu akan mempengaruhi produktivitas yang semakin kecil. Selain itu, psikologis petani di Desa Seppong yang senantiasa menambah luas lahan namun tidak menambah input produksi lain seperti jumlah tanaman dan tenaga kerja, sehingga hanya sebagian lahan yang bisa terkelola dengan baik. Hal ini sejalan dengan Masita (2008) yang mengatakan bahwa seringkali dijumpai

3. Jumlah Tanaman (Jt) Berdasarkan hasil uji-t pada taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung

< t tabel (0.347 < 2,021). Hal ini berarti variabel jumlah tanaman kakao tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Koefisien sebesar -0,045 memberikan indikasi bahwa setiap tanaman bertambah 1 pohon cenderung produktivitas akan berkurang sebesar 0,045 kg per hektar. Pengaruh yang tidak nyata tersebut disebabkan karena penambahan jumlah pohon tanpa diikuti panambahan input lain seperti lahan sehingga terjadi kerapatan jarak antar tanaman kakao dan mengalami perebutan unsur hara yang berpengaruh terhadap produktivitas. Menurut Wahyudi (Nadir, 2009), secara fisiologis jarak tanam menyangkut penyediaan ruangan yang akan ditempati oleh suatu tanaman. Semakin sempit ruangan yang tersedia, semakin kuat persaingan antar tanaman yang berdekatan.

Hal ini berarti Penambahan jumlah tanaman dalam satu haktar tanpa ada panambahan input lain (variabel lain seperti lahan dianggap konstan) tentu akan berpengaruh terhadap produksi yang cenderung semakin berkurang. Hal ini karena terjadi kerapatan jarak tanam dan mengalami perebutan unsur hara sehingga tanaman kurang produktif untuk berproduksi. Jarak tanam yang minimal dianjurkan yaitu ukuran 3x3 meter dan ukuran tersebut rata-rata telah digunakan petani di Desa Seppong, sedangkan ukuran jarak tanam yang terbaik yaitu ukuran 4x4 meter. Dapat disimpulkan bahwa jika ukuran jarak tanam semakin kecil melewati batas minimal maka tanaman akan saling Hal ini berarti Penambahan jumlah tanaman dalam satu haktar tanpa ada panambahan input lain (variabel lain seperti lahan dianggap konstan) tentu akan berpengaruh terhadap produksi yang cenderung semakin berkurang. Hal ini karena terjadi kerapatan jarak tanam dan mengalami perebutan unsur hara sehingga tanaman kurang produktif untuk berproduksi. Jarak tanam yang minimal dianjurkan yaitu ukuran 3x3 meter dan ukuran tersebut rata-rata telah digunakan petani di Desa Seppong, sedangkan ukuran jarak tanam yang terbaik yaitu ukuran 4x4 meter. Dapat disimpulkan bahwa jika ukuran jarak tanam semakin kecil melewati batas minimal maka tanaman akan saling

4. Umur Tanaman (Um) Berdasarkan hasil uji-t pada taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung > t tabel (0.143 < 2,021). Hal ini berarti variabel umur tanaman kakao tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Koefisien sebesar 0,460 memberikan indikasi bahwa setiap tanaman bertambah umur 1 tahun cenderung produktivitas akan naik sebesar 0,460 kg per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa makin bertambah umur tanaman kakao hingga mencapai batas tertentu maka makin produktif tanaman kakao tersebut dan berdampak pada peningkatan produktivitas lahan tersebut.