Disorders of Sex Development
Disorders of Sex Development
Disorders of Sex Development (DSD) merupakan kondisi medis dengan ketidakselarasan kromosom, perkembangan gonad, dan anatomi jenis kelamin, sehingga perkembangan sistem reproduksi menyimpang atauatipikal. Istilah DSD timbul dari pertemuan yang diadakan oleh the Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society dan the European Society for Pediatric Endocrinology, menggantikan terminologi sebelumnya seperti interseks atau hermafrodit, yang merupakan bagian dari sistem klasifikasi lama yang sering membingungkan dan tidak dapat diterima dengan baik oleh pasien dan keluarga.
Sehubungan dengan itu ada beberapa terminologi lama yang sudah tidak dipakai lagi, dan digantikan dengan istilah baru yang dianggap lebih tidak membingungkan, dapat diterima oleh pasien dan keluarganya. Istilah-istilah tersebut antara lain:
Tabel 1. Terminologi terdahulu dan yang baru sehubungan dengan kasus DSD Terminologi lama
Terminologi baru
Interseks
DSD
Male pseudohermaphrodite, undervirilized male, atau 46,XY DSD undermasculinization of XY male
Female pseudohermaphrodite, overvirilization of XX female atau 46,XX DSD masculinization of XX female True hermaphrodite
Ovotesticular DSD XX male atau XX sex reversal
46,XX testicular DSD XY sex reversal atau XY female
46,XY complete gonadal dysgenesis
Interseks merupakan keadaan yang relatif jarang ditemukan. Insidens interseks adalah 1 : 5500, sehingga diperkirakan insidens DSD akan sedikit lebih tinggi dari angka tersebut, karena DSD mencakup keadaan yang sebelumnya tidak diklasifikasikan dalam terminologi interseks.
Keadaan DSD ini dapat bermanifestasi klinis ambigus genitalia, yang didapatkan sejak lahir (neonatus), atau timbul kemudian di masa anak, atau menginjak usia pubertas. Sebagian besar DSD didapatkan pada masa neonatus, tetapi dapat pula timbul kemudian berupa hernia inguinalis pada anak perempuan, pubertas terlambat, amenore primer (pada anak
Pedoman Pelayanan Medis Edisi II Pedoman Pelayanan Medis Edisi II
DSD merupakan suatu keadaan kedaruratan sosial bagi keluarga dan dapat pula merupakan kedaruratan medis, seperti pada hiperplasia adrenal kongenital.
Diagnosis
Setiap kasus DSD idealnya dievaluasi/dirujuk ke dokter spesialis endokrin anak dan pendekatan dilakukan secara multidisipliner, yaitu terdiri dari tim ahli di bidang endokrinologi anak, bedah urologi/plastik, anak, obstetri ginekologi, genetik, radiologi,
etik, psikiatri, psikolog, patologi anatomi, ahli agama.
Anamnesis
1. Riwayat pranatal:
a. Ibu mengkonsumsi seks steroid
b. Diagnosis antenatal: androgen producing tumor
c. Virilisasi ibu
2. Riwayat keluarga:
a. Riwayat kematian perinatal yang tidak diketahui penyebabnya, abortus
b. Riwayat genitalia ambigus
c. Gangguan perkembangan pubertas
d. Infertilitas
e. Kosanguitas
3. Riwayat penyakit:
a. Mulai timbulnya
b. Progresivitas
c. Riwayat pertumbuhan (adakah gagal tumbuh) dan pubertas
d. Riwayat penyakit dahulu (muntah-muntah saat perinatal) atau operasi yang pernah dijalani
Pemeriksaan Fisis
1. Catat derajat genitalia ambigus dengan skala Prader 0-5 • Prader 0: genitalia perempuan normal • Prader 1: phallus membesar • Prader 2: phallus membesar dengan lubang uretra dan vagina terpisah secara
nyata • Prader 3: phallus membesar dengan satu lubang sinus urogenitalis • Prader 4: phallus membesar dengan hipospadia • Prader 5: Genitalia laki-laki normal
60 Disorders of Sex Development
Gambar 1. Skala Prader untuk menentukan derajat genitalia ambigus
2. Periksa sinus urogenitalis, lubang vagina dengan teliti, hymen, warnanya
3. Ada/tidaknya gonad, letaknya, volumenya, konsistensinya
4. Periksa lubang uretra, letaknya
5. Adakah dismorfik wajah atau gangguan perkembangan, hiperpigmentasi
6. Tekanan darah Keadaan-keadaan berikut ini dapat mengarahkan pada kondisi DSD:
1. Ambigus genitalia yang khas (misalnya ekstrofi kloaka)
2. Terlihat seperti genitalia perempuan dengan pembesaran klitoris, fusi labia posterior, atau terdapat massa di inguinal/labia yang berisi gonad. Hernia inguinalis sangat jarang pada perempuan, sehingga pikirkan selalu adanya gonad, bila ditemukan hernia inguinalis pada anak perempuan
3. Terlihat seperti genitalia laki-laki dengan undescended testes (UDT) bilateral, mikropenis, hipospadia perineal, atau hipospadia ringan dengan UDT atau skrotum yang terbelah
4. Riwayat keluarga dengan DSD
5. Riwayat pemeriksaan kromosom seks pranatal, yang tidak sesuai dengan klinis genitalia saat lahir
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan lini pertama yang perlu dilakukan adalah analisis kromosom dengan kariotipe, dan fluorescence in-situ hybridisation (FISH) dengan probe DNA khusus kromosom X dan Y dengan atau tanpa pemeriksaan gen SRY. Selain itu pemeriksaan pecitraan untuk visualisai genitalia interna, dapat berupa genitogram dan/ atau ultrasonografi (USG), serta CT scan/ MRI bila diperlukan. Bila ditemukan gangguan pubertas pemeriksaan aksis hipotalamus-hipofisis-gonad, yaitu LH, FSH, testosteron atau estradiol perlu ditambahkan
Pedoman Pelayanan Medis Edisi II Pedoman Pelayanan Medis Edisi II
Jenis-jenis pemeriksaan penunjang pada kasus DSD dapat meliputi:
1. Analisis kromosom: dengan kariotip atau FISH kromosom seks. Analisis kromosom merupakan pemeriksaan awal yang diharapkan dilakukan pada setiap kasus DSD
2. Gen SRY
3. Elektrolit serum, urin lengkap
4. 17 hidroksi progesteron (17-OHP)
5. Aktivitas renin plasma
6. Dihidroepiandrosteron (DHEA), androstenedion
7. Uji HCG
8. Rasio testosteron dan dihidrotestosteron (T/DHT)
9. Ultrasonografi pelvis
10. Genitogram
11. CT scan dan MRI pelvis
62 Disorders of Sex Development
Algoritme diagnosis
Tujuan utama dalam menghadapi kasus ambigus genitalia/ DSD adalah penentuan diagnosis etiologi`yang tepat.
Anamnesis Perinatal, penyakit dahulu, keluarga, obat-obatan
Semua pasien
Pemeriksaan fisis Termasuk tekanan darah, palpasi gonad,
Pencitraan genitalia interna:
USG dengan/ tanpa genitogram
dismor fik
Bila ada gangguan
pubertas: LH, FSH, testosteron atau estradiol
Analisis kromosom
Sesuai indikasi:
Kario tipe dan/ tanpa FISH
MRI/ CT scan pelvis Laparaskopi
Kario tipe XX
Kario tipe XY
Kario tipe XO atau XXY atau
FISH/ DNA gen SRY
Uji stimulasi hCG
Sindrom Turner/ varian Sindrom Kleinefelter
Mixed Gonadal Dysgenesis (-)
Singkirkan HAK (17- OH progesteron)
SRY (-) atau mutasi SRY (+)
11 deoksikor tisol
Ya
Tidak Ak tivitas renin plasma
DHEA ACTH
Aldosteron
Pemeriksaan lain:
Elektrolit serum dan urin
Rasio testosteron/ DHT
Uji stimulasi ACTH
Androstenedion, rasio A/T
Sindrom Swyer/ Disgenesis gonad komplit
AMH
DSD testikular/ ovotestikular dengan SRY (-)
Uji stimulasi ACTH Uji stimulasi GnRh
Pemeriksaan lain
Analisis DNA (spesi fik)
Analisis DNA (spesi fik)
Gambar 2. Algoritme pendekatan diagnosis DSD.
Singkatan: A/T, Androstenedion/ Testosteron; ACTH, adrenocortiocotropic hormone; AMH, anti-Mullerian hormone; DHEA, dihidroepiandrosteron; DHT, dihidrotetsosteron; DNA, deoxyribonucleic acid; FSH, follicle stimulating hormone; GnRH, Gonadotropin-releasing hormone; LH, luteinizing hormone ; HAK, hiperplasia adrenal kongenital; hCG, human chorionic gonadotropin; SRY, sex determining region on the Y chromosome ; USG, ultrasonography.
Pedoman Pelayanan Medis Edisi II
Tatalaksana
Tujuan tatalaksana kasus DSD adalah:
1. Menjamin semaksimal mungkin fertilitas/reproduksi
2. Menjamin semaksimal mungkin fungsi seksual
3. Menjamin kesesuaian hasil akhir fenotip dan psikososial dengan jenis kelamin yang ditentukan
Tatalaksana DSD meliputi:
1. Penentuan jenis kelamin, hanya dapat dilakukan setelah pemeriksaan lengkap oleh tim ahli yang terdiri dari:
a. Endokrin anak
b. Genetik
c. Obstetri ginekologi
d. Psikiatri
e. Psikolog
f. Patologi
g. Bedah Urologi/Plastik/Anak
h. Radiologi
i. Dan lain-lain Komunikasi terbuka dengan pasien dan keluarganya sangat dianjurkan dan diharapkan
mereka diikutsertakan dalam penentuan keputusan. Perubahan jenis kelamin dilakukan oleh pengadilan atas rekomendasi tim medis.
2. Medis
Tatalaksana medis sesuai dengan diagnosis penyebab setelah konsultasi dengan Divisi Endokrinologi Anak:
a. Terapi sulih hormon
i. Perempuan dengan menggunakan estrogen, etinil estradiol
ii. Laki-laki dengan menggunakan testosteron
b. Hiperplasia adrenal kongenital:
i. Hidrokortison 15-20 mg/m 2 / hari dalam dosis bagi 2-3 kali/hari
ii. Fludrokortison: 25-50 µg/hari
3. Bedah
Tujuan tatalaksana bedah adalah antara lain untuk diagnosis (laparaskopi/laparatomi eksplorasi untuk melihat struktur genitalia interna), juga untuk koreksi atau pengangkatan testis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli yang khusus telah dilatih dalam menghadapi kasus khusus seperti DSD.
Tindakan bedah koreksi hanya dilakukan pada virilisasi berat (Prader III-IV), sekaligus dengan koreksi sinus urogenitalis. Tindakan tersebut diharapkan memperhatikan fungsi ereksi, dan
64 Disorders of Sex Development 64 Disorders of Sex Development
Waktu dan indikasi pembedahan pada kasus DSD ditentukan oleh tim ahli multidisipliner, karena sangat tergantung pada tiap kasus yang dihadapi. Pada anak lelaki, testis yang tidak turun dan diputuskan untuk dipertahankan, sebaiknya diturunkan ke skrotum saat biopsi gonad awal. Koreksi korda dan uretroplasti pada anak lelaki dengan hipospadia biasanya dilakukan di usia antara 6-18 bulan.
Pengangkatan testis dianjurkan untuk dilakukan segera setelah lahir pada bayi dengan SIA parsial atau disgenesis testis, yang ukuran phallusnya sangat kecil, sehingga diputuskan untuk dibesarkan sebagai perempuan. Rekomendasi waktu pengangkatan testis ini berbeda sesuai kasusnya.
4. Psikososial
Tatalaksana psikososial merupakan bagian integral dari tatalaksana DSD.
Kepustakaan
1. Low Y, Hutson JM, Murdoch children research institute sex study group. Rules for clinical diagnosis in babies with ambiguous genitalia. J Pediatr Child Health. 2003;39:406-13.
2. Lee PA, Houk CP, Ahmed SF, Hughes IA. Consensus statement on management of intersex disorders. Pediatrics, 2006;118:e488-e500.
3. American Academy of Pediatris: Committee on Genetics, Section on Endocrinology and Section on Urology. Evaluation of the newborn with developmental anomalies of external genitalia. Pediatrics. 2000;106:138-42.
4. Hyun G, Kolon TF. A practical approach to intersex in the newborn period. Urol Clin N Am. 2004;435- 43.
5. Houk CP, Hughes IA, Ahmed SF, Lee PA dan Writing Committee for the International Consensus Conference Participants. Summary of consensus statement on intersex disorders and their management. Pediatrics. 2006;118:753-7.
6. Marzuki NS, Tridjaja B. Disorders of Sexual Development (Gangguan Perkembangan Sistem Reproduksi). Dalam: Lubis B, Ali M, Yanni GN, Trisnawati Y, Ramayani OR, Irsa L, dkk, penyunting. Kumpulan Naskah
Lengkap PIT IV IKA Medan 2010. Medan: USU Press, 2010.h.552-69.
Pedoman Pelayanan Medis Edisi II