Analisis Pertimbangan Putusan Nomor
2. Analisis Pertimbangan Putusan Nomor
Meskipun dalam perjanjian berlaku asas
184 K/PDT.SUS-BPSK/2016
kebebasan berkontrak, perlu diingat bahwa pada Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa
Hakim memiliki peran penting dalam
suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang menegakkan hukum dan keadilan melalui oleh undang-undang, atau apabila berlawanan putusannya. Dalam memberikan putusan, hakim dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. lazimnya menelaah terlebih dahulu tentang Hal tersebut merupakan penegasan kembali akan kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya sifat kebebasan berkontrak yang diatur pada kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Oleh karena tersebut dan menggabungkannya dengan hukum itu keberadaan asas kebebasan berkontrak tidak yang berlaku. Pertimbangan hukum hakim berlaku secara mutlak, namun terdapat batasan- dalam putusan merupakan salah satu aspek batasan dalam hal-hal tertentu.
Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani)
BPSK, yang menentukan bahwa: “Sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha
Pertimbangan hukum ini penting terutama dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas
dalam tingkat kasasi karena hakim kasasi kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita
pada hakikatnya hanya berwenang mengenai kerugian akibat mengonsumsi barang dan/atau
pemeriksaan tentang hukumnya ( judex Juris)
memanfaatkan jasa.”
(Wardah & Sutiyoso, 2007: 217). Hakim di tingkat kasasi memiliki peran yang sangat penting
Mahkamah Agung membenarkan
karena putusannya bersifat final dan mengikat keberatan/gugatan kasasi PT X bahwa belum sebagai upaya hukum terakhir, sehingga sangat terjadi kerugian pada termohon kasasi (RS), berpengaruh terhadap nasib para pihak yang sehingga gugatan Badan Penyelesaian Sengketa beperkara.
Konsumen yang mempersoalkan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS- tidak tepat dan kabur karena bukan termasuk
BPSK/2016 memberikan pertimbangan hukum kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa
yang intinya bahwa dari keberatan kasasi yang Konsumen dan Pengadilan Negeri Surabaya
diajukan oleh pemohon kasasi (PT X), majelis telah salah dalam menerapkan hukum. Namun
hakim berpendapat bahwa judex facti telah apabila dicermati bahwa gugatan RS berawal
salah menerapkan hukum dengan pertimbangan karena pemutusan anggota secara sepihak
bahwa pokok perkara yang diperiksa dan diputus sebagai pengguna jasa kebugaran milik PT X
oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tanpa pengembalian sisa uang pembayaran dan
adalah mengenai tindakan termohon keberatan/ menggugat agar klausula baku yang dianggap
termohon kasasi yang tidak memenuhi merugikan pihaknya sebagai konsumen untuk
persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud
dibatalkan.
dalam perjanjian keanggotaan, sehingga merupakan sengketa ingkar janji bukan sengketa
Penolakan pengembalian uang
konsumen, maka Badan Penyelesaian Sengketa pembayaran didasarkan pada perjanjian Konsumen tidak berwenang memeriksa dan keanggotaan nomor 11 dan 14 dengan klausula memutus perkara. Oleh karena itu, majelis “…semua uang yang telah dibayaran tidak hakim mengabulkan permohonan kasasi dari dapat dikembalikan…” Keberadaan klausula pemohon kasasi PT X tersebut dan membatalkan tersebut telah nyata terbukti melanggar Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf c, sehingga yang menguatkan Putusan Nomor 26/P. batal demi hukum. Pihak RS sebagai konsumen BPSK/12/2014.
telah dirugikan karena pemutusan keanggotaan secara sepihak tanpa adanya pengembalian sisa
Mahkamah Agung berpendapat bahwa uang pembayaran sebesar Rp35.000.000,- untuk sengketa antara PT X dengan RS merupakan seumur hidup, namun baru berjalan sekitar
Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112
Tabel 4. Hasil Pengukuran Keadilan Subtantif pada Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016
No.
Parameter
Temuan dalam Isi Putusan
1. Fakta-fakta hukum yang terungkap di Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya kurang persidangan.
mempertimbangkan fakta-fakta hukum secara lengkap dan hanya mempertimbangkan satu pertimbangan hukum dari pemohon kasasi.
2. Dasar hukum yang digunakan. Majelis hakim hanya menggunakan dasar hukum berupa Pasal 1 angka 8 Keputusan Menperindag Nomor 350/MPP/ Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesian Ssengketa Konsumen, tanpa menggunakan dasar hukum lain yang dapat memperkuat putusan.
3. Ada tidaknya yurisprudensi yang dijadikan Majelis hakim tidak menggunakan dasar yurisprudensi dalam acuan.
membuat pertimbangan hukum.
4. Ada tidaknya doktrin atau teori-teori hukum Tidak ada doktrin atau teori yang dijadikan dasar pertimbangan yang dijadikan referensi.
hukum oleh majelis hakim, sehingga pertimbangannya sangat kering.
5. Ada tidaknya hakim menggali nilai-nilai Tidak ditemukan mejelis hakim menggali nilai-nilai hukum hukum yang hidup di masyarakat.
yang hidup di masyarakat dalam membuat pertimbangan hukum.
6. Logis tidaknya dasar pertimbangan dengan Pertimbangan hukum belum sepenuhnya menunjukkan hal putusan yang dijatuhkan.
yang logis karena dalam pembuktian kurang menggunakan dasar pertimbangan hukum yang kuat dan kurang menggali fakta-fakta hukum secara cermat.
keanggotaan yang melanggar ketentuan Pasal Dengan tidak dipenuhinya beberapa parameter
18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. keadilan subtantif pada isi Putusan Nomor 184 K/ Oleh karena itu pertimbangan majelis hakim PDT.SUS-BPSK/2016 tersebut, maka putusan itu kurang cermat karena hanya mempertimbangkan dapat dibilang kurang mencerminkan keadilan keberatan pemohon kasasi (PT X) dan kurang bagi para pihak terutama konsumen sebagai pihak mempertimbangkan fakta hukum mengenai yang dikalahkan. Hal ini akan nampak kontras kerugian yang nyata terjadi pada pihak RS. jika dibandingkan dengan Putusan Nomor 15/ Meskipun begitu, Putusan Nomor 184 K/PDT. PDT.G/2015/PN.SBY dan Putusan Nomor 26/P. SUS-BPSK/2016 telah memberikan kepastian BPSK/12/2014 sebagai putusan yang dibatalkan. hukum bagi para pihak.
Hasil analisis kedua putusan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini:
Dilihat dari substansinya, Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016 belum
Berdasarkan Tabel 5 tersebut, dapat mencerminkan
keadilan substantif dan diketahui bahwa Putusan Nomor 15/
kemanfaatan terutama bagi pihak konsumen. PDT.G/2015/PN.SBY dan Putusan Nomor 26/P. Untuk mengukur keadilan substantif tersebut, BPSK/12/2014 lebih mencerminkan keadilan berikut dipaparkan enam parameter keadilan substantif dan perlindungan terhadap konsumen
Perlindungan Hukum Konsumen Atas Penerapan Klausula Baku (M. Syamsudin & Fera Aditias Ramadani)
Tabel 5. Analisis Keadilan Subtantif pada Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY dan Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014
No.
Parameter
Temuan dalam Isi Putusan
1. Fakta-fakta hukum yang terungkap di Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya telah menggali persidangan.
fakta-fakta hukum dalam persidangan berupa alat-alat bukti, keterangan para pihak, dan keterangan para saksi secara memadai.
2. Dasar hukum yang digunakan. Majelis hakim menggunakan dasar hukum berupa beberapa peraturan perundang-undang yang terkait.
3. Ada tidaknya yurisprudensi yang Tidak ada dasar yurisprudensi yang diacu oleh majelis hakim dijadikan acuan.
dalam membuat pertimbangan hukum.
4. Ada tidaknya doktrin atau teori-teori Tidak ada doktrin atau teori yang dijadikan dasar pertimbangan hukum yang dijadikan referensi.
hukum oleh majelis hakim.
5. Ada tidaknya hakim menggali nilai-nilai Tidak ditemukan majelis hakim menggali nilai-nilai hukum yang hukum yang hidup di masyarakat.
hidup di masyarakat dalam membuat pertimbangan hukum. 6. Logis tidaknya dasar pertimbangan Pertimbangan hukum sudah menunjukkan hal yang logis, karena
dengan putusan yang dijatuhkan. telah menggabungkan antara fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.
jika dibandingkan dengan Putusan Nomor 184 maka putusan kasasi menjadi kurang bermakna K/PDT.SUS-BPSK/2016 karena lebih banyak dilihat dari aspek perlindungan konsumen. parameter keadilan yang terpenuhi. Majelis hakim Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016
IV. KESIMPULAN
dalam membuat pertimbangan hukum kurang cermat sehingga putusan yang dihasilkan tidak
Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh melindungi konsumen sebagai pihak yang simpulan sebagai berikut: dirugikan dan posisinya lemah.
1. Isi klausula baku dalam perjanjian Majelis hakim Putusan Nomor 184 K/PDT.
keanggotaan jasa kebugaran milik PT X SUS-BPSK/2016 seharusnya mempertimbangkan
telah melanggar ketentuan Pasal 18 ayat dampak yang muncul dari dibuatnya putusan
(1) huruf a, c, e, f, dan g. Konsekuensinya ini terhadap perlindungan konsumen sebagai
adalah batal demi hukum. Isi perjanjian pihak yang lemah berhadapan dengan pelaku
tersebut dianggap tidak pernah ada dan tidak usaha. Majelis hakim seharusnya tidak hanya
mengikat para pihak. Majelis hakim kasasi mempertimbangkan dari sisi formal kewenangan
tidak mempertimbangkan sama sekali isi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam
gugatan tentang perjanjian klausula baku memeriksa sengketa konsumen sebagaimana
yang dimohonkan oleh penggugat untuk diatur oleh Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri
dibatalkan dan diseuaikan dengan Pasal 18 Perindustrian Nomor 350/MPP/Kep/12/2001,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. sehingga putusannya menganggap bahwa sengketa
Putusan kasasi justru menilai bahwa tersebut bukan sebagai sengketa konsumen
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang menjadi kewenangan Badan Penyelesaian
tidak berwenang memeriksa dan memutus Sengketa Konsumen. Jika hanya sisi tersebut
sengketa tersebut karena tidak memenuhi
Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 91 - 112
2. Putusan Nomor 15/PDT.G/2015/PN.SBY kepentingan dan hak-hak konsumen sebagaimana
dan Putusan Nomor 26/P.BPSK/12/2014 diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
lebih mencerminkan keadilan substantif
Konsumen.
dan perlindungan terhadap konsumen jika dibandingkan dengan Putusan Nomor 184 K/PDT.SUS-BPSK/2016 karena lebih banyak parameter keadilan substantif yang terpenuhi. Majelis hakim kasasi dalam membuat pertimbangan hukum kurang
DAFTAR ACUAN
cermat sehingga putusan yang dihasilkan tidak melindungi konsumen sebagai Badrulzaman, M. D. (1990). Perjanjian baku pihak yang dirugikan dan posisinya
(Standar) perkembangannya di Indonesia. lemah. Majelis hakim kasasi seharusnya
Bandung: Alumni.
mempertimbangkan dampak yang muncul Barkatullah, A. H. (2008). Hukum perlindungan dari dibuatnya putusan ini terhadap
konsumen (Kajian teoretis & perkembangan perlindungan konsumen sebagai pihak yang
pemikiran). Cetakan pertama. Bandung: Nusa lemah berhadapan dengan pelaku usaha.
Media.
Majelis hakim kasasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan dari sisi formal Fuady, M. (2003). Hukum kontrak (Dari sudut kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa
pandang hukum bisnis). Cetakan kedua. Konsumen dalam memeriksa sengketa Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
konsumen sebagaimana diatur oleh Pasal 1 Jamil, A. (2008). “Cara berhubungan yang benar bagi angka 8 Keputusan Menteri Perindustrian
Profesional hukum (Ijtihad sebagai terobosan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang
hukum progresif)”, Jurnal Hukum FH UII, Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Edisi No. 1 Vol.15, Januari 2008.
Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kristiyanti, C. T. S. (2009). Hukum perlindungan sehingga putusannya menganggap bahwa konsumen. Cetakan kedua. Jakarta: Sinar sengketa tersebut bukan sebagai sengketa
Grafika.
konsumen yang menjadi kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Mertokusumo, S. (1990). Mengenal hukum suatu Jika hanya sisi tersebut maka putusan
pengantar. Yogyakarta: Liberty.
kasasi menjadi kurang bermakna dilihat Miru, A., & Yodo, S. (2014). Hukum perlindungan dari aspek perlindungan konsumen.
konsumen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Muhammad, A. K. (1992). Perjanjian baku dalam