RELEVANSI LEBAK BULUS REGIONAL MASS RAPID TRANSIT STATION DI JAKARTA

C. RELEVANSI LEBAK BULUS REGIONAL MASS RAPID TRANSIT STATION DI JAKARTA

1. MRT dan Kebutuhan Penataan Ruang kota “Penataan koridor MRT akan menjadi tulang punggung (backbone) dari seluruh system dan moda transportasi yang ada, sekaligus katalis penataan kawasan dan ruang kota.”

Kota Jakarta sedang mengembangkan system jalur transportasi Mass Rapid System (MRT) yang berbasiskan jalur kereta (railway track). Pengembangan ini dimaksudkan untuk memberikan langkah awal pembenahan permasalahan utama transportasi Kota Jakarta yang berupa kemacetan yang berujungpangkal dari tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Tidak hanya itu, diharapkan arahan pengembangan wilayah Kota Jakarta diharapkan dapat diorientasikan kembali pada sekitar koridor jalur MRT ini, dimana pergerakan kota diarahkan pada kepentingan pemakaian kendaraan public sehingga mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Pada tahap awal, pengembangan jalur MRT ini akan melewati 13 area ruang kota yang nantinya akan dikembangkan sebagai titik-titik transit tempat pengguna memulai/ mengakhiri perjalanannya denagn dilengkapi bangunan halte/ stasiun MRT. Pengembangan area titik transit stasiun ini tentu saja tidak akan cukup dengan bentukan desain bangunan stasiun itu saja. Kesiapan pengembangan kawasan dan desain ruang urban yang mamapu meningkatkan kualitas pergeraan transit menjadi kebutuhan utama dalam penataan koridor MRT ini.

Mengapa demikian?tidak dapat dipungkiri bahwa dengan sendirinya kawasan sekitar stasiun MRT akan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Harga lahan menjadi naik, kebutuhan (demand) akan pengembangan pun secara parallel akan meningkat. Jika ini tidak dibarengi dengan kesiapan perangkat yang mengatur pengembangan kawasan tidak akan optimal dalam mendukung fungsi ara stasiun MRT ini sebagai lingkungan yang berorientasi pergerakan transit.

Pada saat yang bersamaan, pengembangan wilayah ini tentu saja harus dikorelasikan dengan arahan yang ada di masterplan besar kota Jakarta yang telah diatur di berbagai perangkat peraturan dan kebijakan yang ada di DKI jakarta, seperti RTRW, RRTRW Kecamatan, LRK, ataupun aturan-aturan lain yang berlaku. Ini dimaksudkan agar pengembangan koridor MRT ini sejalan secara terpadu dengan pengembangan kawasan secara makro yang telah dicanangkan lewat RTRW tersebut, tidak hanya bagi kepentingan sekitar koridor yang ada, tapi juga kota Jakarta secara luas.

Jika diamati, maka pengembangan ini akan menemui berbagai tantangan terkait dengan kepentingan penataan kondisi kawasan eksisting yang terkadang

tengah mengalami berbagai degradasi kualitas lingkungan jauh dari memadai. Pengamatan akan penurunan kondisi kawasan ini menjadi penting dimana

kecermatannya akan membuahkan pendekatan penataan yang berbeda pula.

Untuk itulah maka adanya rencana jalur MRT ini menjadi penting sebagai salah satu alat/ mdia untuk merevitalisasi kawasan, sekaligus mengembalikan orientasi kawasan kembali kepada jalur MRT sebagai tulang punggung system transportasi public Jakarta.

Keterlibatan pemangku kepentingan lain yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan kawasan dan ruang kotanya sesuai dengan arahan kota sangat dibutuhkan untuk kesuksesan pengambangan jalur MRT ini. Berbagai invesatsi public harus mampu difokuskan pada percepatan pembangunan/ penataan area-area yang ditargetkan memang akan mendukung kealngsungan aktivitas transit dari koridor MRT ini. Ajakan invesasi ini tentu saja harus mampu digali dari suatu arahan yang menguntungkan diseluruh pihak, baik pihak masyarakat kota, pemerintah kota maupun swasta yang nantinya akan mengembangkan wilayah tersebut.

Kepentingan pengamatan pada dasar dari pemakai/ pengguna dari jalur MRT pada masing-masing titik yang berbeda juga merupakan titik bahasan yang diperhatikan dalam studi ini. Studi pada pengguna adalah kunci menentukan arahan desain ruang kota yang akan disediakan, atau sekaligus fungsi-fungsi kegiatan apa yang akan dikembangkan untuk mendukung aktivitas transit yang dilalui oleh pengguna tersebut.

Kota Jakarta itu sendiri telah memiliki berbagai macam kerumitan pergerakan eksisting transportasi public yang diwadahi di jalan-jalannya. Diharapkan jalur MRT ini akan menjadi pengikat dan tulang punggung (backbone) dari seluruh pengembangan system dan moda transportasi di Jakarta. Ini harus diselesaikan tidak saja dalam system pergerakan besarnya, melainkan juga system kesiapan runag-ruang kotanya dalam mewadahi hadirnya tulang punggung in yang bersifat pengikat pergerakan dan penataan kawasan ruang kota yang dilaluinya. Hal ini dapat terlihat pada 3 layer gambar, yaitu Skenario Sistem Jaringan Jalan (Gambar 3.7), Rencana Integrasi Transportasi (Gambar 3.8), dan Peta Jalur MRT (Gambar 3.9).

Gambar III.7 Skenario Sistem Jaringan Jalan Sumber: Dinas Tata Ruang DKI Jakarta

Gambar III.8 Rencana Integrasi Transportasi Sumber: Dinas Tata Ruang DKI Jakarta

Ga mbar III.9 Peta Jalur MRT Sumber: Dinas Tata Ruang DKI Jakarta

2. TOD (Transit Oriented Development) dalam Pengembangan Kawasan Sekitar Koridor Jalur MRT “Transit Orirnted Development (TOD) is a walkable, mixed use form of development focused around transit station. Concentrating higher density development near the station make transit convenient and encourages ridership ” “Transit Oriented Developmentadalah bentuk mixed use pengembangan yang walkable yang difokuskan disekitar stasiun transit. Mengkonsentrasikan pengembangan yang lebih tinggi di dekat stasiun menjadikan transit nyaman dan mendorong mendorong penggunaan” 2. TOD (Transit Oriented Development) dalam Pengembangan Kawasan Sekitar Koridor Jalur MRT “Transit Orirnted Development (TOD) is a walkable, mixed use form of development focused around transit station. Concentrating higher density development near the station make transit convenient and encourages ridership ” “Transit Oriented Developmentadalah bentuk mixed use pengembangan yang walkable yang difokuskan disekitar stasiun transit. Mengkonsentrasikan pengembangan yang lebih tinggi di dekat stasiun menjadikan transit nyaman dan mendorong mendorong penggunaan”

b. Dengan TOD, efisiensi pergerakan kota dapat ditingkatkan. Ini terjadi karena pengembangan wilayah disekitar titik transit akan diatur kembali sehingg akelangsunagn kesinambungan lingkngan kota dapat ditetapkan. Pada tataran berikutnya, bahkan pengaturan lingkunag kota yang kompak dapat mengarahkan pengurangan beban pergerakan perpindahan kota yang terlalu jauh jaraknya, karena lingkungan TOD dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat mewadahi berbagai kegiatan baik bertempat tinggal (living) – bekerja (working) – dan hiburan (leisuring). Arahan ini tentu saja dapat mengurangi beban kota agar menekan kemacetan yang selama ini mengahantui Jakarta.

c. Dengan TOD, arahan pengembangan kawasan dapat ditata kembali untuk diorientasikan pada kepentingan pergerakan transit yang terjadi di seputasr stasiun MRT sehingg adapat dioptimalkan fungsinya sesuai dengan potensi/ karakter kawasan masing-masing.

d. Dengan TOD, paradigma pemakaian mobill pribadi yang selama ini menghantui kota Jakarta dan dituding sebagai biang keladi kemacetan utama dapat dikurangi. Diharapkan akan terjadi paradigm baru dalam pergerakan dalam kota yang lebih mengutamakan kendaraan public yang nyaman, yang dibarengi dengan perencanaan ruang kota dan fungsi-fungsi layanan yang lebih tepat, sehingga minat orang pada pemakaian kendaraan pribadi dapat dikurangi.

3. Visi “Pengembangan kawasan transit terpadu yang berbasis optimalisasi pergerakan dalam kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan”

Pengembangan area transit disekitar titik stasiun MRT diarahkan sebagai suatu pengembangan terpadu antara fasilitas MRT sebagai sarana angkutan umum massal dan system transportasi yang optimal dan efisien, dengan pengembangan ruang kota yang berada di kawasan sekitarnya. Melalui arahan pengembangan area transit yang tepat dan direncanakan secara komprehensif, diharapkan mampu mendorong peningkatan vitalitas sosio-ekonomi kota, demi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang bertaraf internasional dan berkelanjutan di masa yang akan datang. Keberadaan pengembangan area-area transit ini juga sekaligus diharapkan mampu membantu pemecahan permasalahan mobilitas, penyebaran penduduk (urban sprawl), serta pembenahan ruang kota secara fisik, visual, dan lingkungan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan arahan pengembangan koridor MRT adalah:

a. Daerah pengaruh pengembangan berada pada radius kurang lebih 700 meter dari setiap titik stasiun.

b. Setiap titik stasiun memiliki karakter lingkungan yang berbeda yang merupakan pembentuk identitas sehingga membutuhkan pendekatan yang berbeda terhadap

arahan pengemangannya.

c. Arahan pembentukan ruang kota seperti penentuan guna lahan, intensitas, dan sebagainya merupakan salah satu cara pengendalian ruang kot ayang mampu

membentuk “future development” dalam rencana pengembangan kawasan.

BAB IV