Metode Analisis Data
F. Metode Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan pengelompokan, membuat suatu urutan, serta meringkas data yang telah dikumpulkan menjadi data yang mudah dikelola dan menerapkan teknik statistik tertentu, analisis data diperlukan untuk menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan.
1. Analisis Deskritif
Analisis ini berisi tentang bahasan secara deskritif mengenai tanggapan yang diberikan responden pada kuesioner. Statistik deskritif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau mengambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2004).
2. Uji Validitas
Pengujian validitas item-item pernyataan dalam kuesioner bertujuan untuk mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2004). Dengan menggunakan instrumen penelitian yang memiliki validitas tinggi, maka hasil penelitian akan mampu menjelaskan masalah penelitian sesuai dengan keadaan sebenarnya. Penelitian ini menggunakan confirmatory factor analysis (CFA) dengan bantuan program computer SPSS 11.5 untuk mengetahui validitas instrumen.
3. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Reliabilitas suatu pengukuran mencerminkan apakah suatu pengukuran dapat terbebas dari kesalahan (error), sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten pada kondisi yang berbeda dan pada masing-masing butir dalam instrumen (Sekaran, 2003). Untuk mengukur reliabilitas dari instrumen penelitian ini dilakukan dengan item-to-total correlation dan Cronbach’s Alpha dengan bantuan program komputer SPSS 11.5.
4. Pengujian Model Struktural
a. Evaluasi Asumsi SEM
1) Asumsi Kecukupan Sampel
Karena teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dengan pendekatan Structural Equation Modelling (SEM) dimana jumlah sampel yang memenuhi tidak dapat ditentukan sebelum dilakukan analisis uji kecukupan sampel, maka peneliti menggunakan jumlah sampel yang disyaratkan yaitu sebanyak minimum 110 sampel atau 5 kali jumlah indikator yang diestimasi. Namun apabila jumlah sampel yang terlalu banyak dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penarikan sampel seluruhnya maka peneliti akan menggunakan rekomendasi untuk menggunakan maksimum likelihood yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel (Hair, et.al., 1998).
Dalam Hair et.al. (1998) disebutkan SEM terutama bila diestimasi dengan maximum likelihood mensyaratkan sebaiknya asumsi normalitas pada data dipenuhi. Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z value (Critical Ratio atau C.R pada output Amos 6) dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai C.R lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 1% yaitu sebesar 2,58.
3) Asumsi Outliers
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel kombinasi (Hair et.al., 1998). Dalam analisis multivariate adanya outliers dapat diuji dengan statistic Chi Square ( ) terhadap nilai mahalanobis distance squared pada tingkat signifikansi 0,001
dengan degree of freedom sejumlah konstruk yang digunakan dalam penelitian (Hair, et.al. , 1998). Evaluasi outliers dilakukan dengan bantuan software AMOS 6.
b. Uji Goodness-of-Fit Model Struktural
Dalam analisis SEM, tidak ada alat uji statistik tunggal untuk menguji hipotesis mengenai model (Hair et.al., 1998), tetapi berbagai indeks kesesuaian digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang disajikan dengan data yang disajikan. Indeks-indeks kesesuaian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Chi-Square (X²)
Tujuan analisis chi-square adalah untuk menguji apakah sebuah model sesuai dengan data. chi-square sangat bersifat sensitif terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan uji lainnya. Nilai chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model (Ghozali dan Fuad, 2005). Tingkat signifikansi penerimaan yang direkomendasikan adalah apabila p>0,05 (Hair, et.al., 1998), yang berarti matriks input yang sebenarnya dengan matriks input yang diprediksi secara statistik tidak berbeda.
2) The Root Mean Square of Approximation (RMSEA)
RMSEA merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi-square model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA yang dapat diterima antara 0,05 sampai 0,08 (Ghozali dan Fuad, 2005). Sedangkan menurut Hair et.al. (1998) nilai RMSEA yang lebih kecil dari atau sama dengan 0,08 (RMSEA ≤ 0,08), merupakan indeks yang baik untuk menerima kesesuaian sebuah model.
3) Normed Chi-Square (CMIN/DF)
Normed chi-square adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi-squre dibagi dengan degree of freedom. Menurut Hair et. al., (1998), nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuaian sebuah model adalah nilai CMIN/DF yang lebih kecil dari atau sama dengan 2,0/3,0 (CMIN/DF ≤ 2,0/3,0)
4) Goodness of Fit Index (GFI)
Indeks ini menggambarkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan, yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan dengan data yang sebenarnya. Nilai yang lebih mendekati 1 mengindikasikan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik (Hair et.al., 1998). Nilai GFI ≥ 0,90 mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik.
5) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Indeks ini merupakan pengembangan dari GFI, yaitu indeks GFI yang telah disesuaikan dengan rasio dari degree of freedom model yang diusulkan dengan degree of freedom dari null model. menurut Hair et.al., (1998), nilai indeks penerimaan kesesuaian sebuah model yang direkomendasikan adalah apabila nilai nilai AGFI ≥ 0,90. Nilai indeks yang semakin mendekati 1, maka model tersebut memiliki kesesuaian yang semakin baik.
6) Tucker Lewis Index (TLI)
TLI adalah suatu incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji dengan null model. Hair, et.al. (1998) merekomendasikan bahwa nilai TLI yang baik adalah TLI ≥ 0,90.
7) Normed Fit Index (NFI)
NFI merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no fit at all) sampai 1.0 (perfect fit).
Seperti halnya TLI tidak ada nilai absolute yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya direkomendasikan sama atau > 0.90.
8) Comparative Fit Index (CFI)
CFI merupakan indeks kesesuaian incremental, yang juga membandingkan model yang diuji dengan null model. indeks ini dikatakan baik untuk mengukur kesesuaian sebuah model, karena tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel (Rigdon, 1996 dalam Hair, et.al., 1998). Nilai CFI berkisar 0-1 dengan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Indeks TLI dan CFI sangat dianjurkan untuk digunakan karena indeks-indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model (Hulland et.al., dalam Ferdinand, 2005).
Tabel III. 1 Tabel Indikator Goodness-of-Fit Model
KRITERIA
CONTROL OFF
KETERANGAN
VALUE
X 2 Chi-square
Diharapkan kecil
Significance probability
Comparative Fit Index (CFI)
Baik
Normed Chi Square (CMIN/DF) ≤ 2,00/≤3,00
Baik
c. Pengujian Hipotesis
Setelah model dinyatakan fit, atau diterima secara statistik maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis dengan bantuan AMOS 6 dengan menganalisis hubungan diantara variabel-variabel laten. SEM juga dapat mengestimasi nilai-nilai path dari setiap hubungan variabel. Dengan menggunakan analisis SEM maka semua hipotesis dalam studi ini dapat diuji dengan melihat nilai probability yang ditunjukkan oleh output AMOS 6. Dalam penelitian ini, pengujian hubungan kausalitas antar variabel dilakukan dengan uji satu sisi pada tingkat signifikansi sebesar 1%, 5% dan 10%. Hal ini didasarkan pada pernytaan Hair, et. al. (1998) yang menyebutkan bahwa penentuan nilai kritis tergantung pada penentuan teoritis mengenai hubungan yang diprediksi.