ANALISIS KINERJA DAN POTENSI PAJAK PENERANGAN JALAN DI KABUPATEN KARANGANYAR

PAJAK PENERANGAN JALAN DI KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi

Diajukan guna Melengkapai Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : HAJAR SOLIKAH F0106042

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

ii ii

“Pelajarilah ilmu”

Barangsiapa mempelajarinya karena ALLAH, itu Taqwa.

Menuntutnya, itu Ibadah. Mengulang-ulangnya, itu Tasbih.

Membahasnya itu Jihad.

Mengajarkanya kepada orang yang tidak tahu, itu Sedekah Memberikannya kepada ahlinya, Itu mendekatkan diri kepada Tuhan

(Abusy Syaikh Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Barr, Ilya Al-Ghozali)

Selalu bersikap tulus dalam memberi bantuan, tanpa pernah mencoba mengungkit dan mempertanyanyakan kembali kebaikan apa yang pernah kita perbuat pada seseorang

(penulis)

Karya ini Untuk :

Sang Maha Pencipta Ibu dan Bapak ku tercinta Adiku Anna Muslimah Kakaku Winardi Eko Mardiyanto Almarhum Nenek Seluruh keluarga besar

vi

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT dengan segala berkah dan rahmat- Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Kinerja dan Potensi Pajak Penerangan Jalan” dapat diselesaikan oleh penulis. Penelitian ini

membahas mengenai kinerja salah satu jenis pajak daerah di Kabupaten Karanganyar selam kurun waktu tahun 2005-2009 yaitu pajak penerangan jalan, selanjutnya adalah menghitung potensi pajak tersebut untuk mengetahui efektivitas pemungutan pajak penerangan jalan.

Penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, akan tetapi diharapkan skripsi ini juga dapat bermaanfaat bagi masyarakat luas terutama mengenai pajak daerah dan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah dan terhadap pembangunan daerah.

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan untuk menyelesaikan penyusunan skripsi selama ini, yaitu kepada :

1. Bapak Sumardi, SE. selaku pembimbing skripsi yang bersedia meluangkan waktu dan pikiran dalam membantu penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Akt. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.si. selaku ketua jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.

vii

Universitas Sebelas Maret.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi karena telah membagi ilmunya dan memberi pembelajaran selama ini.

6. Bapak Drs. Sutomo, MS selaku Pembantu Dekan I dan sebagai pembimbing akademik yang telah banyak memberikan saran dalam pengambilan mata kuliah dan lain-lain.

7. Bapak Anwar Djatmadi, SE. selaku manajer UPJ PLN Karanganyar yang memberikan kesempatan memperoleh data.

8. Seluruh jajaran pegawai PLN UPJ Karanganyar dan Palur atas bantuannya.

9. Orang tua, adik, kakak dan seseorang terkasih atas doa dan semangatnya.

10. Keluarga Pakde Tawi atas seluruh bantuanya selama ini.

11. Keluarga besar di Jawa Timur dan Karanganyar atas segala doa dan motivasinya selama ini.

12. Sahabat-sahabat ku Vihi, Pipik, Shanti dan Berna atas bantuanya selama ini

13. Teman-teman yang tidak dapat kusebutkan semua yang selalu ada dan mengerti keadaanku.

14. Seluruh staff pegawai administrasi di Fakultas Ekonomi Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan akan tetapi diharapkan sebisa mungkin tidak mengurangi inti dari pembahasan permasalahan, tujuan penelitian ini dan hasilnya yang merupakan gambaran yang bersifat nyata dari obyek yang diteliti.

viii viii

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Surakarta, Mei 2010

Penulis

ix

A. Gambaran Umum Kabupaten Karanganyar ...............................

B. Analisis Data

1. Analisis Kinerja Pajak Penerangan Jalan ...............................

74 BAB V PENUTUP

2. Analisis Potensi Pajak Penerangan Jalan ...............................

A. Kesimpulan ................................................................................

B. Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

88 LAMPIRAN

xii

Tabel 1.1

Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah ......................................................

4 Tabel 1.2

Tabel Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2009 ........................................................................

5 Tabel 3.1

42 Tabel 4.1 Jumlah Keluarga dan Penduduk dirinci menurut Jenis dan Kecamatan Tahun 2008.................................................

Matrik Kinerja Pajak/Retribusi daerah. ..............................

Tabel 4.2 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Karanganyar

55 Tabel 4.3

Tahun 2007-2008 ................................................................

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Karanganyar Tahun 2004- 2008 ...............................................................

56 Tabel 4.4

58 Tabel 4.5

Inflasi Kab. Karanganyar 2004-2008 ..................................

Pendapatan Asli Daerah Kab. Karanganyar Tahun 2005-2009 ................................................................

61 Tabel 4.6

Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Kab. Karanganyar Tahun 2005-2009 ...............................................................

62 Tabel 4.7

Target Pajak Daerah Kab. Karanganyar Tahun 2005-2009 ................................................................

62 Tabel 4.8

Realisasi Pajak Daerah Kab. Karanganyar Tahun 2005-2009 ................................................................

63 Tabel 4.9

Kontribusi Pajak Daerah Kab. Karanganyar Tahun 2005-2009 ................................................................

xiii

66 Tabel 4.11

Tahun 2005-2009 ................................................................

69 Tabel 4.12

Kinerja Pajak Penerangan Jalan Tahun 2005-2009 ............

70 Tabel 4.13

Kinerja Pajak Daerah Tahun 2005-2009 .............................

Rasio Pengumpulan (Collection Ratio) Pajak Penerangan Jalan Tahun 2005-2009 ......................................................

71 Tabel 4.14

Rasio Pengumpulan (Collection Ratio) Pos Pajak Daerah Tahun 2005-2009 ..........................................

72 Tabel 4.15

73 Tabel 4.16

Pertumbuhan Pajak Daerah Tahun 2005-2009 ...................

76 Tabel 4.17

Penjualan Tenaga Listrik Golongan Rumah Tangga .........

77 Tabel 4.18

Penjualan Tenaga Listrik Golongan Bisnis........................

78 Tabel 4.19

Penjualan Tenaga Listrik Golongan Industri .....................

79 Tabel 4.20

Penjualan Tenaga Listrik Golongan Rumah Tangga .........

80 Tabel 4.21

Penjualan Tenaga Listrik Golongan Bisnis........................

Penjualan Tenaga Listrik Golongan Industri .....................

xiv

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pajak Penerangan Jalan ......................

Gambar 4.1 Jumlah penduduk Kab. Karanganyar tahun 2004-2008 .......

xv

HAJAR SOLIKAH F0106042 ANALISIS KINERJA DAN POTENSI PAJAK PENERANGAN JALAN DI KABUPATEN KARANGANYAR

Pajak penerangan jalan (PJU) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah daerah. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik obyek pajak penerangan jalan sebagai pertimbangan layak tidaknya setoran pajak ke pemerintah Kabupaten Karanganyar, mengetahui seberapa besar potensi dan kinerja pajak pajak penerangan jalan, yang mempunyai kontribusi cukup besar bagi penerimaan pendapatan asli daerah (PAD).

Penelitian ini menggunakan analisis diskriptif untuk mengetahui gambaran kinerja pajak penerangan jalan dan analisis kuantitatif yang digunakan untuk mengkaji karakteristik obyek pajak dan perhitungan estimasi potensi pajak penerangan jalan di Kabupaten Karanganyar. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD), Badan Pusat Statistik (BPS), dan PLN Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Karanganyar dan Palur.

Berdasarkan penelitian tersebut kontribusi Pajak penerangan jalan terhadap PAD pada tahun 2009 sebesar 29,65% dan kinerjanya pada tahun 2005-2008 tergolong prima dan pada tahun 2009 tergolong potensial. Untuk trend PJU untuk lima tahun kedepan diperkirakan meningkat dari tahun ke tahun. Indeks coverage ratio pajak penerangan jalan sebesar 52,29% artinya termasuk kriteria cukup baik dalam proses pemungutanya.

Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Kinerja Pajak, Potensi Pajak Penerangan Jalan

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah, akan tetapi untuk suatu daerah. Pembangunan daerah dapat diartikan sebagai perencanaan untuk memperbaiki sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Pengertian pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur sosial, setiap masyarakat dan kelembagaan nasional, pengurangan kesenjangan sosial dan pemberantasan kemiskinan absolut. Proses pembangunan harus memiliki 3 (tiga) tujuan inti yaitu, (Todaro, 2000 : 23) :

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan kesehatan, dan perlindungan keamanan).

2. Peningkatan standar kehidupan tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, namun juga meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan dimana semuanya tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil melainkan juga untuk menumbuhkan jati diri pribadi, bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pemilihan-pemilihan ekonomi dan sosial bagi tiap individu dan bangsa secara keseluruhan yakni membebaskan mereka dari sikap ketergantungan.

Otonomi daerah dan pembagunan adalah suatu hal yang berkelanjutan. Pada masa otonomi daerah Pemeritah Daerah diberi wewenang khusus untuk mengelola potensi, dan hasilnya dapat digunakan seluas-luasnya demi pembangunan daerah dan kemakmuran masyarakat tersebut. Untuk mencapai tingkat pembangunan tentu diperlukan dana yang cukup tinggi, dalam hal ini Pemda berperan mengelola potensi daerahnya untuk mendapatkan pemasukan, dengan cara melalui mobilisasi masyarakat dari investasi yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah baik kabupaten, kota dan provinsi. Peranan APBD setiap tahunnya terus diusahakan untuk semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan pengeluaran daerah.

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah setidaknya membawa tiga implikasi pokok (Linclon Arsyad, 1999 : 139) antara lain :

1. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistis memerlukan pemahaman tentang hubungan antar daerah dengan lingkungan nasional secara nasional (vertikal dan horizontal) dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antar keduanya dengan konsekuensi akhir dan interaksi tersebut.

2. Perencanaan yang baik secara nasional belum tentu baik untuk digunakan didaerah dan sebaliknya.

3. Perbedaan perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah dan pusat, selain itu derajat pengambilan kebijakan yang sangat berbeda. Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan sumber daya yang dimilki agar diperoleh manfaat maksimal.

Pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi diharapkan dapat mempercepat kegiatan pembagunan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Peroses pelaksanaan pembangunan daerah yang bertujuan demi kesejahteraan masyarakat, akan tercapai apabila stabilitas nasional dapat berjalan berkelanjutan. Pembangunan daerah juga dimaksudkan untuk mendapat aspek pemerataan yang berfungsi mempersempit kesenjangan pendapatan dan mengurangi kemiskinan sehingga meningkatkan asas keadilan. Untuk itu melibatkan peran masyarakat dalam pembangunan tentu sebuah keharusan, demi menciptakan keharmonisan antara pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah daerah ditingkatkan agar dalam pembiayaan pembangunan daerahnya tidak hanya tergantung pada subsidi atau dana alokasi yang diberikan pemerintah pusat. Apabila hal itu terjadi maka secara tidak langsung Pemda telah membatasi pembangunan itu sendiri.

Pembiayaan yang dilakukan pemerintah tidak hanya didapat dari sektor-sektor unggulan ataupun dari pemberdayaan sektor swasta akan tetapi didapat pula dari pungutan yang dilakuan oleh pemerintah kepada

masyarakat. Pungutan tersebut berupa retribusi atau pungutan yang dilakukan secara langsung dan masyarakat dapat secara langsung menerima hasilnya, dan pungutan lainya adalah berupa pajak daerah yang masyarakat tidak dapat secara langsung menikmati pemanfaatanya. Kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah, berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangga daerah sendiri, diprioritaskan pada penggalian dan mobilisasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah disamping dari hasil pajak dan bukan pajak. Jenis pajak daerah kabupaten atau kota yang dipungut antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak parkir dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Pemilihan jenis pajak yang dipungut oleh daerah propinsi atau kabupaten merupakan kewenangan yang dimiliki daerah otonom, setelah diperbaharuinya Undang-Undang No. 34 Tahun 2000. Pajak daerah merupakan salah satu pemberi kontribusi terbesar bagi komponen pendapatan asli daerah, berikut ini dapat diuraikan :

Tabel 1.1 Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah

Tahun Pajak daerah

Sumber: DPPKAD Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009 Berdasarkan realisasi komponen pajak daerah dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan yang cukup signifikan, akan tetapi pada tahun 2009

terdapat penurunan sebesar Rp 2.10.311.342 . Angka tersebut diperoleh dari tahun 2008 ke tahun 2009, hal tersebut mungkin dikarenakan kinerja jenis- jenis pajak daerah yang menurun. Untuk kontribusi terbesar pajak daerah terhadap pendapatan asli terjadi pada tahun 2005 sebesar 38,36%, selanjutnya menurun dalam kurun waktu lima tahun yang terendah adalah pada tahun 2006 sebesar 31,58% dan pada tahun 2009, kontribusi pajak daerah hanya sebesar 32.,35%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencerminkan kemampuan atau kemandirian suatu daerah kabupaten atau kota. Untuk Kabupaten Karanganyar peningkatan PAD dalam kurun waktu lima tahun, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang cukup signifikan.

Beberapa jenis pajak daerah yang menjadi penyumbang komponen pendapatan asli daerah, dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 1.2 Tabel Realisasi Pajak Daerah Kab. Karanganyar Tahun 2009

No. Pos Pajak Daerah

Kontribusi Tahun 2009

Realisasi

1 Pajak hotel

673.963.200

3,11%

2 Pajak restoran

341.932.742

1,57%

3 Pajak hiburan

254.092.442

1,17%

1,36% Pajak penerangan

4 Pajak reklame

6 Pajak pengolahan &

0,87% pengambilan Gal. Gol

189.342.455

7 Pajak Parkir

31.376.250

0,14%

Total Pajak Daerah 21.664.560.819 100%

Sumber : DPPKAD Kabupaten Karanganyar, 2009 Salah satu jenis pajak daerah yang menjadi penyumbang terbesar

penerimaan pajak daerah Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009 adalah

Pajak Penerangan Jalan yaitu sebesar 91,66% dan yang terendah adalah pajak parkir sebesar 0,14%. Walaupun dalam pelaksanaanya terjadi faktor-faktor yang menghambat kinerja pajak tersebut. Maka semakin kondusifnya keadaan perekonomian nasional, membawa dampak positif bagi ekonomi daerah. Kegiatan-kegiatan yang bersifat mendorong perekonomian Kabupaten Karanyanyar berjalan berkelanjutan dan membawa dampak meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat pemenuhan kebutuhan mereka. Unit-unit usaha kecil dan menengah berjalan tanpa hambatan berarti karena didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Salah satu jenis kebutuhan masyarakat adalah penerangan jalan yang tentu berguna bagi kehidupan mereka, dengan adanya fasilitas tersebut maka tidak akan ada hambatan untuk segala bentuk aktivitas yang memerlukan penerangan jalan.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja dan potensi dari pungutan pajak daerah yaitu berupa Pajak Penerangan Jalan yang mempunyai kontribusi cukup besar bagi penerimaan pajak daerah. Apakah Pemda telah secara serius menangani jenis pajak tersebut, baik pemanfaatanya untuk masyarakat dan untuk penerimaan bagi pendapatan asli daerah di Kabupaten Karanganyar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka perumusan masalah penelitian antara lain :

1. Bagaimana kondisi keuangan dilihat dari tingkat kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2005-2009.

2. Bagaimana kinerja pajak penerangan jalan di Kabupaten Karanganyar jika dilihat dari rasio proporsi dan rasio pertumbuhan dalam matrik kinerja pajak penerangan jalan pada tahun 2005-2009.

3. Bagaimana tingkat potensi pajak penerangan jalan di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009.

C. Tujuan Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai antara lain :

1. Untuk mengetahui kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karanganyar pada periode tahun 2005-2009.

2. Untuk mengetahui kinerja pajak penerangan jalan pada tahun 2005-2009, apabila dilihat dari rasio proporsi dan rasio pertumbuhan.

3. Untuk mengetahui potensi pajak penerangan jalan di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengembangan Ilmu

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mengetahui gambaran mengenai kinerja pajak penerangan jalan yang berperan pada penerimaan pendapatan asli daerah, sehigga pemanfaatanya dapat dilakukan secara maksimal.

2. Bagi Penulis

Untuk mengetahui efektifitas dan kontribusi pajak daerah bagi penerimaan pendapatan asli daerah.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini merupakan suatu bentuk pengabdian bagi masyarakat secara luas, sehingga Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat dapat mengoptimalkan pendapatan daerah mereka, sehingga perwujudan pembangunan daerah terwujud dan meningkatkan ekonomi masyarakat didalamnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Otonomi Daerah

Perwujudan pemerataan pendapatan nasional, bagi seluruh wilayah di Indonesia diawali dengan pengembangan potensi dan kekayaan yang ada di masing-masing daerah. Pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengelola kekayaan daerah tersebut. Pembangunan nasional identik dengan pembagunan daerah, hal tersebut merupakan pencerminan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diarahkan agar dapat meningkatkan perekonomian daerah. Kebijakan tersebut secara garis besar mencakup 5 komponen utama (Halim, 2004 : 6) yaitu pertama adalah kebijakan dibidang penerimaan daerah yang diprioritaskan pada penggalian sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua adalah kebijakan dibidang pengeluaran yang berorientasi pada prinsip desentralisasi dalam perencanaan, penyusunan program, pengambilan keputusan dalam memilih kegiatan dan proyek-proyek daerah, serta pelaksanaanya. Ketiga adalah peningkatan kemampuan organisasi pemerintah daerah. Keempat adalah usaha memeperluas sistem pemantauan dan pengendalian pemerintah daerah. Kelima adalah mendorong partisipasi swasta dalam bidang pelayanan masyarakat. Menurut lima komponen tersebut, yang menjadi penilaian bagi keuangan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah, yang menjadi salah satu tolok ukur kemajuan dan kemampuan suatu daerah. Penerimaan pajak dan Perwujudan pemerataan pendapatan nasional, bagi seluruh wilayah di Indonesia diawali dengan pengembangan potensi dan kekayaan yang ada di masing-masing daerah. Pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengelola kekayaan daerah tersebut. Pembangunan nasional identik dengan pembagunan daerah, hal tersebut merupakan pencerminan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diarahkan agar dapat meningkatkan perekonomian daerah. Kebijakan tersebut secara garis besar mencakup 5 komponen utama (Halim, 2004 : 6) yaitu pertama adalah kebijakan dibidang penerimaan daerah yang diprioritaskan pada penggalian sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua adalah kebijakan dibidang pengeluaran yang berorientasi pada prinsip desentralisasi dalam perencanaan, penyusunan program, pengambilan keputusan dalam memilih kegiatan dan proyek-proyek daerah, serta pelaksanaanya. Ketiga adalah peningkatan kemampuan organisasi pemerintah daerah. Keempat adalah usaha memeperluas sistem pemantauan dan pengendalian pemerintah daerah. Kelima adalah mendorong partisipasi swasta dalam bidang pelayanan masyarakat. Menurut lima komponen tersebut, yang menjadi penilaian bagi keuangan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah, yang menjadi salah satu tolok ukur kemajuan dan kemampuan suatu daerah. Penerimaan pajak dan

Sentralisasi maupun desentralisasi merupakan suatu sistem administrasi pemerintahan dalam banyak hal, dan tidak dapat dilepaskan dari suatu proses pertumbuhan Negara. Sejarah perekonomian mencatat desentralisasi telah muncul ke permukaan sebagai paradigma baru. Adanya desentralisasi semata bukan karena gagalnya sistem pemerintahan terpusat, akan tetapi lebih dikarenakan untuk membentuk suatu strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity), dan juga merupakan suatu kesadaran bahwa pembangunan adalah suatu proses yang kompleks dan penuh ketidakpastian. Mengenai hal tersebut maka suatu perencanaan pembangunaan tidak akan mudah bila hanya dikendalikan oleh pusat. Ada beberapa pengertian desentralisasi yaitu representatife local government dan field administration (Leemans, 1970). Sedangkan pengertian yang lain menyebut bahwa desentralisasi adalah sebagai proses dekosentrasi dan devolusi (Maddick, 1983). Devolusi adalah penyerahaan kekuasaan untuk melakukan fungsi –fungsi tertentu kepada pemerintah daerah, sedang dekosentrasi adalah merupakan pendelegasian wewenang atas fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang tinggal diluar kantor pusat. Sementara desentralisasi administrative (field administration) adalah kata lain dari dekosentrasi.

Perencanaan pembangunan pasca 1 Januari 2001 terdiri dari proses top-down dan bottom-up. Namun pada kenyataan dalam bidang pemerintahan Perencanaan pembangunan pasca 1 Januari 2001 terdiri dari proses top-down dan bottom-up. Namun pada kenyataan dalam bidang pemerintahan

Penerapan kebijakan otonomi daerah menitik beratkan pada daerah Kabupaten ( kabupaten menjadi basis otonomi daerah). Beberapa hal yang melandasi daerah kabupaten atau kota sebagai titik berat pelaksanaan daerah (Mudrajad Kuncoro, 1995:4).

a. Dari dimensi politik daerah kabupaten dan daerah kota kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi masyarakat federalism secara relatif bisa minim.

b. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat dapat efektif.

c. Daerah kabupaten atau kota merupakan ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga daerah kabupaten atau kota yang lebih mengetahui potensi rakyat dan daerahnya.

Salah satu tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk mendekatkan pemerintah pusat kepada rakyat di masing-masing derahnya. Sehingga pelayanan pemerintah pusat dapat berjalan lebih efisisen dan efektif. Desentralisasi yang terfokus pada kabupaten dan kota akan lebih efektif karena pada level pemerintahan tersebut rakyat yang dulu pada era sentralisasi, dirasa belum mendapatkan pelayanan pemerintahan yang merata. Secara politis memang otonomi daerah belum sepenuhnya menguntungkan pemerintah pusat, karena semakin mandiri suatu daerah kabupaten atau kota maka potensi untuk terjadinya disintegrasi makin besar. Akan banyak alasan dan tuntutan kepada pemerintah pusat berkenaan pembangunan daerah tesebut. Akan tetapi otonomi daerah memperkecil ketergantungan fiskal dari suatu daerah kepada pemerintah pusat maka setiap wewenang dan kekuasaan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri diatur secara sistematis dalam perundang-undangan. Hal tersebut dikarenakan sebenarnya desentralisasi atau otonomi daerah merupakan klasifikasi sistem administrasi pemerintah daerah yang tercermin dalam UUD 1945 pasal 18.

B. Keuangan Daerah

Menurut pasal 1 ayat (5) dari PP Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal I ayat (6), Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang , termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

tersebut. Undang-undang RI Nomor 32 Tahub 2004 dan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 telah dijelaskan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Realitas hubungan fiskal pusat dan daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan daerah. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio PAD dengan total pendapatan daerah. PAD terdiri atas pajak-pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan dari dinas, laba bersih dari perusahaan daerah (BUMD), dan penerimaan lain-lain.

Subsidi atau transfer dana dari pusat kepada daerah melalui tiga jalur : Pertama, SDO (Subsidi Daerah Otonom), yaitu transfer kepada Pemda untuk membiayai pengeluaran rutin. Kedua, Program Inpres (dana non DIP) baik yang bersifat sektoral maupaun umum dan digunakan untuk membantu Pemda (provinsi, kabupaten / kotamadya, desa) untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan, sekaligus sebagai upaya mengatasi ketidak seimbangan struktur keuangan antar daerah. Termasuk dalam program Inpres adalah Inpres Kabupaten, Provinsi, Desa, SD, kesehatan, pasar, penghijauan, dan jalan. Ketiga, DIP (pengeluaran sektoral) yang dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek atau pengeluaran pembangunan, sebagai perwujudan mekanisme dekosentrasi.

C. Sumber Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah adalah hak Pemerintah Derah yang diakui sebagai penambah nilai kekeyaan bersih [UU No. 17/2003, Pasal 1, ayat (15)]. Sumber-sumber pendapatan daerah antara lain :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Merupakan pendapatan yang dimiliki oleh daerah yang didapat dari pajak derah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan sumber-sumber lain PAD.

b. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

1. Dana Bagi Hasil Daerah Dana bagi hasil dibagi berdasarkan presentase bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Antara lain bagian daerah (Dana Bagi Hasil) dari PBB, BPHTB, PPh orang pribadi dan SDA (Sumber Daya Alam) seperti minyak dan gas, pertambangan dan kehutanan.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum merupakan blok grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskal suatu daerah, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum 2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum merupakan blok grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskal suatu daerah, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum

3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana alokasi khusus ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakam wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus, antara lain untuk daerah terpencil yang tidak mempunyai akses memadai ke daerah lain, untuk prasarana dan sarana fisik bagi daerah yang menampung transmigrasi, untuk daerah pesisir, dan sarana fisik guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.

c. Lain – Lain Pendapatan Yang Sah Lain –lain pendapatan yang sah merupakan pendapatan daerah yang dapat dikelompokan dalam jenis PAD dan Dana Perimbangan. Pos-pos lain pendapatan yang sah yaitu :

1) Dana Otonomi Khusus

2) Dana Penyesuaian

3) Pendapatan Hibah

4) Pendapatan Dana Darurat, dan lainya

D. Produk Domestik Regional Bruto

Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah perhitungan disuatu daerah dengan menjumlahkan dalam keadaan bruto produksi dari berbagai sektor usaha penduduk di daerah itu. Produk regional adalah istilah untuk produk regional netto yang dihitung atas dasar harga tetap yang tidak Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah perhitungan disuatu daerah dengan menjumlahkan dalam keadaan bruto produksi dari berbagai sektor usaha penduduk di daerah itu. Produk regional adalah istilah untuk produk regional netto yang dihitung atas dasar harga tetap yang tidak

1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan

2. Pertambangan dan penggalian

3. Industri pengolahan

4. Listrik, gas dan air minum

5. Bangunan atau konstruksi

6. Perdagangan, hotel dan restoran

7. Pengangkutan dan komunikasi

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

9. Jasa-jasa Dari nilai PDRB yang ditunjukkan suatu daerah maka dapat menentukan kemakmuran daerah tersebut. Semakin besar PDRB artinya pendapatan masyarakat juga besar, dan kemakmuran meningkat, sedangkan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah harus mengetahui dua indikator utama yaitu perumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumber vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumber horizontal, dan dibagi menjadi empat klasifikasi daerah yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but lowg rowth ), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Pertumbuhan ekonomi 9. Jasa-jasa Dari nilai PDRB yang ditunjukkan suatu daerah maka dapat menentukan kemakmuran daerah tersebut. Semakin besar PDRB artinya pendapatan masyarakat juga besar, dan kemakmuran meningkat, sedangkan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah harus mengetahui dua indikator utama yaitu perumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumber vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumber horizontal, dan dibagi menjadi empat klasifikasi daerah yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but lowg rowth ), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Pertumbuhan ekonomi

E. Teori Perpajakan

1. Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut pemerintah berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Depertemen Keuangan Republik Indonesia. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan kewenagan di Indonesia, pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah.

Berdasarkan penertian pajak yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pajak adalah :

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. "

2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

3. Pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan dan pemungutan pajak dapat dipaksakan.

4. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang- undangan.

5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

Pajak berdasarkan golongannya terbagi menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang Pajak berdasarkan golongannya terbagi menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang

2. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan Negara dan pada umumnya untuk daerah yang kini mempunyai hak untuk mengelola daerahnya, pada khususnya pajak digunakan di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan untuk membiayai semua termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak secara umum mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Suandy : 2000) :

a) Fungsi anggaran ( budgeter)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Saat ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, operasional pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Saat ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, operasional pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang

b) Fungsi mengatur ( regulered)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

c) Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

d) Fungsi retribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Prinsip Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak pelaksanaanya tidak mudah, karena dalam pelaksanaanya sebagai suatu beban terhadap masyarakat, walaupun pada akhirnya digunakan untuk kepentingan bersama. Masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tingkat kemampuan keuangan yang berbeda, bila dalam pemungutan pajak terlalu tinggi,maka masyarakat akan enggan membayar pajak karena terlalu berat. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maslah yang mengganggu proses tersebut, maka pemungutan pajak harus memenuhi prinsip pemungutan pajak yaitu, (Mardiasmo : 2003) :

a) Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum, pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang- undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya, dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak, sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.

b) Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU

c) Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat sebagai pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

d) Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contohnya, Bea materai Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contohnya, Bea materai

Tolok ukur hasil kebijaksanaan anggaran pajak ada 3 (tiga) antara lain (Devas, 1989:143) :

1. Hasil Guna (affectiveness) Hasil guna pajak adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dan potensi pajak itu, dengan anggapan semua wajib pajak membayar pajak masing-masing dan membayar seluruh pajak terutang masing-masing.

2. Daya Guna (efficiency) Mengukur dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan atas pajak bersangkutan.

3. Upaya Pajak Upaya pajak merupakan pengukuran hasil sistem suatu pajak dibandingkan dengan kemampuan membayar pajak.

F. Pajak Daerah

1. Timbulnya Pajak Daerah

Pajak daerah timbul karena adanya otonomi daerah atau desentralisasi baik dalam sistem pengelolaan administratif pemerintahan daerah dan bidang fiskal. Hal tersebut mengakibatkan daerah-daerah otonom memberikan Pajak daerah timbul karena adanya otonomi daerah atau desentralisasi baik dalam sistem pengelolaan administratif pemerintahan daerah dan bidang fiskal. Hal tersebut mengakibatkan daerah-daerah otonom memberikan

a) Pajak daerah adalah berasal dari pajak Negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b) Penyerahan dilakuakan berdasarkan undang-undang

c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang- undang dan atau peraturan hukum lainya

d) Hasil pungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik

Tolak ukur mengenai pajak daerah, indikator yang bisa digunakan untuk menilai pajak dan maupun retribusi yaitu, (Modul POUD : 16-17) :

1) Hasil (Yield) Mengetahui memadai atau tidaknya suatu pajak dalam kaitan dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan hasil tersebut dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk juga perbandingan antara hasil pajak dengan biaya pemungutan.

2) Keadilan Mengenai dasar pajak dan kewajiban pajak harus jelas dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang, pajak yang bersangkutan harus adil secara 2) Keadilan Mengenai dasar pajak dan kewajiban pajak harus jelas dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang, pajak yang bersangkutan harus adil secara

3) Daya Ekonomi (Economic Efficiency) Pajak hendaknya mendorong penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi.

4) Kecocokan daerah sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue source ) Harus jelas darimana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak.

2. Pengertian pajak daerah

Pajak daerah yang selanjutnya disebut sebagai pajak merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang, pribadi atau badan usaha kepada daerah dengan pemberian imbalan secara tidak langsung, dan dalam pelaksanaanya oleh pemerintah daerah dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah yang bersangkutan ( UU No. 18 Tahun 1997, Pasal 1 ayat 6). Sedangkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, didalamnya memuat mengenai jenis-jenis pajak daerah antarai lain :

1) Pajak Daerah Provinsi

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dana atau penguasaan kendaraan bermotor atau kendaraan di atas air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan kendaraan di atas air Merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik kendaraan bermotor atau kendaraan diatas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau sepihak.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) Merupakan pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan oleh kendaraan bermotor.

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukaan Merupakan pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.

2) Pajak Daerah Kabupaten atau kota

a. Pajak hotel Merupakan pajak yang dikenakan atas penggunaan pelayanan hotel.

b. Pajak restoran Merupakan pajak atas pelayanan restoran.

c. Pajak hiburan Merupakan pengenaan pajak atas penyelenggaraan hiburan, antara lain pertunjukan, permainan, dan laian-lain yang melibatkan penonton atau masyarakat dan untuk menikmati hiburan tersebut maka setiap orang dipungut bayaran.

d. Pajak reklame Merupakan pajak atas penyelenggaraan reklame, yang bertujuan untuk komersial.

e. Pajak penerangan jalan Merupakan pajak atas pengguanaan listrik dengan ketentuan bahwa wilayah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

f. Pajak pengambalian dan penggalian bahan galian golongan C Merupakan pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.

g. Pajak parkir Merupakan pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang disediakan oleh pribadi atau badan.

Jenis-jenis pajak tesebut merupakan penelompokan jenis pajak yang dapat dikelola oleh kotamadya maupun kabupaten, dengan kewenangan penuh, sebagai konsekuensi dari adanya otonomi daerah.

a) Ciri-Ciri Pajak Daerah

Untuk mempertahankan prinsip-prinsip Pajak Daerah maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:

1. Pajak Daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.

2. Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuatif terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam.

3. Tax base-nya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).

3. Sistem Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak daerah maupun retribusi adalah keseluruhan rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai penagihan kepada wajib pajak dan pengawasan penyetoranya. Berikut ini beberapa macam sistem pemungutan pajak, yaitu ( Kesit Bambang, 2005 : 7) : - Self Assesment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

kepercayaan sepenuhnya kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).

- Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dengan cara pembayaran dilakukan oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat daerah yang ditunjuk yaitu Dinas Pengelolaan Pendapatan Kekayaan Aset Daerah (DPPKAD) melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.

- With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, antara lain Perusahaan Listrik Negara (PLN).

G. Retribusi Daerah