Tahap Inspirasi atau Munculnya Ide

3. Tahap Inspirasi atau Munculnya Ide

Karya sastra merupakan satu hal yang tidak terlepas dari proses kreatif pengarangnya. Seorang pengarang melahirkan suatu karya sastra dengan pemikirannya tentang suatu realitas objektif yang ada di sekitarnya. Setelah melalui tahap persiapan dan pengendapan, maka dari pemikiran pengarang tentang suatu realitas objektif tersebut akan memunculkan inspirasi atau ide untuk kemudian dituangkan melalui tulisan-tulisannya. Seperti yang tampak pada kutipan Kisah Seorang Pramuria berikut.

BERJALAN DI SEPANJANG Hayam Wuruk semua ada dijual. Termasuk harga diri! Penjaja cinta mereka yang terpaksa menjual diri, terpaksa apa terpaksa? Lha kok wajahnya senang dan menikmati profesi begitu to ya! Ya Allah HambaMu ini berjalan di tengah malam bekerja karena ibadah kepadamu. Saya hanya ingin mencari makanan untuk sahur, bukan ingin melihat kehidupan malam yang muram di Jakarta. Kuatkan langkahku... (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:19).

Puisi di atas merupakan contoh salah satu realitas objektif sebagai inspirasi yang dituangkan ke dalam karya oleh Dinda Natasya. Realitas objektif merupakan suatu kenyataan mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi (Dendy Sugono, 2008:975). Realitas objektif tersebut tampak dalam Kisah Seorang Pramuria di atas yaitu menggambarkan seorang pekerja seksual yang pada awalnya terpaksa melakukan pekerjaan itu karena tuntutan ekonomi. Namun pada akhirnya menikmati pekerjaan tersebut karena mudah dan cepat mendapatkan uang serta tidak capek.

Tahapan inspirasi, inilah tahap yang menggelisahkan. Inilah saat “Eureka” yakni saat yang tiba-tiba seluruh gagasan menemukan bentuknya yang

commit to user commit to user

Engga , biasanya ada ide dikit, ada ide langsung sedikit baru ditulis, ditulis bentuk puisinya sesudahnya, jadi engga seketika. Yang seketika itu biasanya ide, karena kan disaat seketika muncul. Kalo Bunda tuh ngeliat orang, bicara sama orang, terus melihat berita atau wajah-wajahnya, kebetulan mengalami sesuatu Bunda bisa merasakannya secara emosional jadi otak masuk secara emosi seolah ikut terlibat, merasakan betul gitu, gitu kan. Jadi, ketika itu Bunda tulis peristiwanya, hal-hal yang penting apa. Nanti kalo sudah ada waktu, engga lama sih, maksudnya beberapa waktu kalau itu pagi atau malamnya yang penting tidak jauh dan masih inget langsung dibikin. Tapi, tulisan tangan itu ya dicatatan... (Wawancara Dinda Natasya, 31 Maret 2012).

Karya Dinda Natasya dan Anto HPrastyo dalam bukunya Dialog Cinta Oase Samudra Biru banyak dipengaruhi dari orang-orang di sekitarnya. Awal mula ketertarikan Dinda Natasya dalam dunia kepenulisan adalah bermula dari pertemuannya dengan Anto HPrastyo atau dikenal dengan nama Samudra Biru dalam buku Dinda Natasya melalui situs jejaring sosial facebook. Anto telah banyak memberi perubahan cara pandang Dinda Natasya terhadap dunia tulis menulis. Dalam siaran langsungnya di PAS FM Radio Bisnis Jakarta, cinta adalah pokok bahasan utama yang harus selalu ada dalam setiap pembicaraan Dinda Natasya. Tulisan-tulisan Anto dalam status akun facebooknya juga menggelitik Dinda Natasya untuk merespon dan mulai terpengaruh untuk menuliskan beberapa komentar dalam bahasa cinta (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo,

commit to user

2010:viii). Bahasa cinta hanya merupakan istilah yang digunakan oleh Dinda Natasya, karena yang dimaksudkan bahasa cinta adalah isi tulisan-tulisan Dinda Natasya yang berkaitan erat dan membahas semua hal tentang cinta.

Dinda Natasya juga mendapatkan banyak inspirasi dari para pendengar dan teman-teman facebooknya. Persoalan-persoalan yang diangkat oleh Dinda Natasya sebagian besar merupakan persoalan dalam masa pubertas yang kebanyakan mengenai persoalan tentang cinta. Persoalan-persoalan cinta inilah yang kemudian berbias pada persoalan-persoalan sosial. Dinda Natasya banyak mendapatkan pesan melalui SMS dan facebook dari pendengar dan teman-teman facebook nya yang berisi tentang seputar kisah kasih mereka. Kisah-kisah itulah yang menjadi salah satu inspirasi Dinda Natasya dalam memunculkan ide untuk setiap karyanya. Dalam proses pemunculan ide Dinda Natasya juga banyak membaca beraneka ragam status teman-teman facebooknya terutama para penulis dan penyair yang sudah cukup dikenal banyak orang dan telah menerbitkan buku (Email Dinda Natasya, 3 Februari 2012 pukul 21.59 WIB).

Masa pubertas biasanya terjadi di usia 13 tahun pada remaja putri dan 14 tahun pada remaja putra. Pada masa ini seorang anak mengalami masa peralihan dari anak-anak ke masa remaja. Dalam masa peralihan ini anak-anak juga mengalami pencarian jati diri dan melewati proses sebagai pendewasaan bagi anak-anak. Pencarian jati diri biasa dilakukan dengan mencoba segala hal yang berasal dari rasa ingin tahunya yang besar. Pendewasaan adalah proses, cara perbuatan mendewasakan (Dendy Sugono, 2008:323). Sumber asli pengertian masa pubertas menyebutkan seperti berikut.

Puberty: the achievement of full generative pouers, together with the secondary sex characteristics assosiated therewith.

commit to user

Puberty age: roughly, about age 14 in boys and 13 in girls, though with wide variations. Puberty rites: in cultural anthropology, the ceremonies of initiation whereby the elders of tribe recognize the new status of these who have reached the puberal growh stage (Harriman, 1963:146).

Pengertian masa pubertas di atas juga tercermin dalam puisi Dinda Natasya berikut. PUISI PARA MANTAN

Untuk yang patah hati : Bangun! Dulu aku ada Kau puja kau sayang kau cinta Kini ku tak ada Kau buang kau hina kau nista Roda memang telah berputar Musim telah berganti (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:112)

Dari judulnya saja puisi tersebut sebenarnya dapat diperuntukkan secara umum, karena kata “mantan” di atas tidak hanya dimaksudkan sebagai “mantan kekas ih”, tapi dapat juga sebagai “mantan istri/suami”. Namun pada larik-lariknya tampak Dinda Natasya ingin mempersembahkan puisinya untuk para remaja “...Untuk yang patah hati : Bangun!” bahwa yang sedang mengalami kegagalan dalam percintaan dan dirundung patah hati. Karena dalam masa pubertas tersebut, remaja lebih mudah patah semangat hidupnya setelah mengalami patah hati oleh karena pada usia ini mereka cenderung masih labil. Namun Dinda Natasya mengemas nasihatnya dengan apik bahwa justru dengan patah hati seseorang dapat kembali bangkit menjadi pribadi yang kuat. Seperti dalam kutipan “…Roda memang telah berputar. Musim telah berganti ” bahwa kesedihan akan berganti dengan kebahagiaan karena roda kehidupan terus berputar. Pada larik tersebut juga menunjukkan bahwa kesedihan pun dapat diolah menjadi power atau kekuatan untuk menghadapi ujian hidup. Meski demikian, saat sedih tidak lantas

commit to user commit to user

Dari judul puisi di atas juga dapat dilihat penggunaan tanda baca yang belum lazim digunakan oleh kebanyakan penulis yaitu tanda titik dua (:) seperti dalam larik “...Untuk yang patah hati : Bangun!”. Tanda titik dua (:) seharusnya digunakan yaitu (1) pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian, (2) tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan, (3) dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian, (4) dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan, (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993:43). Namun Dinda Natasya menuliskannya dalam judul puisi yang berbeda dengan kefungsian tanda titik dua (:). Dinda Natasya menggunakannya dengan maksud untuk memperkuat atau mempertegas kata-kata “Bangun”, karena menurutnya itu adalah hal yang paling penting dari keseluruhan isi puisi tersebut yaitu bangun dari keterpurukan yang disebabkan oleh cinta. Dinda Natasya mengeksplorasi tanda titik dua (:) sebagai jeda sekaligus penekanan untuk mempertegas kata setelahnya dan ia menjadikan itu sebagai kekhasan kepenulisannya. Hal tersebut juga dapat dibuktikan dari beberapa puisi berikut yang menggunakan tanda baca titik dua (:) secara tidak lazim.

commit to user

DIALOG OASE DAN SAMUDRA BIRU 3 Ia Symphoni agung dari langit Bersahut merdu melagukan

: Cinta… (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:46) SAMUDRA BIRU

: Sungguh

Kumerasa ini ada (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:89)

MEMILIH CINTA Walau hati berkata Lillahita‟ala: kupilih dia karena agamanya Bagaimanapun pilihan harus diambil… (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo,

Dinda Natasya merupakan salah satu penulis yang dapat melahirkan karya dengan spontan. Hal ini disebabkan dari kebiasaan Dinda Natasya sebagai penyiar yang telah terlatih untuk bereaksi spontan terhadap suatu masalah. Jadi, saat ide muncul Dinda Natasya dapat melakukannya dengan cara spontan pula. Bahkan ia mengaku dirinya lebih cepat berbicara daripada menulis. Bagi Dinda

Natasya, begitu ada topik yang “dilemparkan” untuknya maka dengan cepat sajak- sajak akan mengalir dari ucapannya (Email Dinda Natasya, 3 Februari 2012 pukul

21.59 WIB). Kespontanan Dinda Natasya yang terjadi pada tahap persiapan juga terjadi pada tahap ini. Namun dalam tahap ini kespontanan Dinda Natasya lebih diolah untuk memunculkan ide. Kespontanan tersebut tentu tidak terjadi begitu saja, melainkan telah banyak pengalaman yang mengendap dalam pemikiran Dinda Natasya sehingga ketika ada topik yang berkaitan dengan pengalamannya, maka ia akan dengan cepat mengutarakan pemikiran-pemikirannya tersebut. Hal itu terbukti dalam beberapa puisi Dinda Natasya yaitu Dialog Cinta Oase dan Samudra Biru 1 sampai dengan 4 (hal 27-57). Dinda Natasya memposisikan

commit to user commit to user

SAMUDRA BIRU: Hai! Gadis di awan malam, kemarilah! Agar kudapat berenang di telaga matamu Lelahku luluh hilang terangkan terangkum angan malam Hingga jelang di sepertiga jalan nanti Kan kukecup nafasmu hingga didih darah dalam nadiku

OASE: Kan kujawab segera wahai yang menunggu Berenanglah engkau malam ini di telaga mataku Tenggelamlah engkau di malamku Sebab kini kupenuhi dunia dengan roh cinta jika saja kau mau... (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:27)

Begitu banyak remaja mengalami stress dan depresi. Tanpa disadari mereka sudah terjebak di ranah kegilaan. Banyak remaja kehilangan konsentrasi, pikiran kalut, mudah emosi, suka berbohong, berani dan durhaka kepada orang tua, putus sekolah dan hamil di luar nikah, kehilangan masa depan dan semangat hidup sehingga ingin bunuh diri. Banyak pula perbuatan mereka melanggar kesusilaan serta hukum. Semua disebabkan oleh putus cinta (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:1).

Hal-hal yang berkaitan dengan hal di atas tampak dalam kutipan puisi Jatuh Hati (hal 74), yaitu “...Itulah kenapa aku tak mau. Jatuh hati..!” (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:74). Dari larik tersebut dapat dilihat bahwa pengalaman buruk tentang percintaan di masa lalu dapat membuat seseorang atau anak remaja menjadi berpikiran sempit, tidak bersemangat atau lemah sehingga hampir kehilangan masa depan.

commit to user

Dinda Natasya juga merefleksikan persoalan tersebut dalam kisah Tentang Cinta dan Persahabatan 1 (hal 5-6) dan kisah Tentang Cinta dan Persahabatan 2 (hal 7-9). Berikut kutipannya.

...cemburu karena merasa diduakan. Kekhawatiran karena dikhianati. Kau akan sakit hati karena ditinggalkan. Cinta membuatmu ingin memiliki. Cinta menyuruhmu untuk menguasai. Cinta membuatmu ingin mengatur. Dan cinta bisa membuatmu buta... (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:5-6) ...Mencintai bukan harus memiliki

Apakah maksud ungkapan tersebut adalah tindakan penyelewengan, perselingkuhan atau perbuatan dosa, jika kata „memiliki‟ diartikan sebagai

suatu ikatan hubungan... (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:7)

Kutipan-kutipan kisah di atas mengungkapkan beberapa hal yang terjadi karena cinta. Perasaan cinta mampu menguasai orang yang merasakannya sehingga hal- hal tersebut dapat terjadi. Perasaan cinta yang dapat menimbulkan hal-hal negatif berupa sakit hati, lemah sehingga patah semangat, dsb. Dari kutipan “Cinta membuatmu ingin mengatur. Dan cinta bisa membuatmu buta... ”, tampak sekali bahwa perasaan cinta yang menguasai seseorang dapat membuat orang tersebut menjadi buta atau tidak dapat melihat kebenaran atau kebaikan dalam suatu hubungan. Orang yang sedang dibutakan oleh cinta juga menjadi over protective atau terlalu melindungi pasangannya dan membatasi ruang gerak pasangan sehingga terkadang akan menimbulkan cemburu yang berlebihan.

Namun perasaan cinta yang terkesan negatif tersebut tidak melulu buruk, melainkan ada juga sisi positif darinya. Kesan negatif yang dimunculkan sesudah orang merasa sakit hati dan lemah, maka akan timbul semangat baru dalam kehidupan orang tersebut. Seperti yang tampak dalam kutipan puisi Puisi Para Mantan (hal 112-113) berikut.

...Sendiriku kan salut taklukkanmu Duka menoreh semangat, ini hidupku! Sedih bawaku tempatkan lebih baik

commit to user

Walau dulu mantanmu Aku masih juara Sungguh, tak apa! (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:113)

Puisi di atas menyampaikan pesan bahwa kegagalan dalam suatu hubungan tidak lantas membuat hidupnya berhenti. Karena semangat hidupnya orang akan dapat segera bangkit dari keterpurukan.

Hasil dari “pembacaan” Dinda Natasya tentang realitas di sekitarnya itulah yang dijadikannya sebagai pendukung pemikirannya. Kemudian hal tersebut membuatnya selalu tergelitik untuk menuangkan segala hal yang menjadi

“kegelisahan” hatinya itu ke dalam karya sastra. Kegelisahan tersebut tertuang dalam kutipan puisi Sombong (hal 68-69) berikut.

Wahai Tak berotakkah kau Bengis dan sombong Keji picik menghujam perih Di setiap laku dan ucapmu Bak sumpah serapah Pendusta penjilat nista Jika tak disebut munafik Sungguh kesal...

...Sisakan jiwa suci Agar hidup lebih berarti Bertobatlah segera Sungguh mulia (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:68-69).

Dinda Natasya merasa gelisah atas realitas objektif yang terjadi di sekitarnya, yaitu orang-orang yang sombong dengan harta dan kekuasaannya agar segera bertobat. Karena, harta dan kekuasaan tidak lantas menjadikan hidup seseorang bahagia. Kutipan puisi tersebut juga mencerminkan persoalan-persoalan sosial lain, Dinda Natasya merasa gelisah dan menyampaikan pesan agar segera bertobat. Persoalan sosial lain yang tampak dalam puisi tersebut berupa penggambaran orang yang munafik, pendusta, dan dari kutipan “...Keji picik

commit to user commit to user

Hal tersebut menggerakkan hati Dinda Natasya untuk mempersembahkan seluruh waktu dan pikirannya untuk mereka. Tidak lain agar mereka mampu berpikir positif, bermental andal dan selalu memiliki semangat, cita-cita yang tinggi dengan segudang prestasi serta tidak mudah menyerah dalam berbagai rintangan kehidupan. Dinda Natasya ingin memberikan sumbangsih untuk negeri ini demi terciptanya generasi penerus bangsa yang lebih baik lewat tulisan dan perannya (Dinda Natasya dan Anto HPrastyo, 2010:2).