ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011.1 - 2015.12

(1)

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011.1 - 2015.12

THE ANALYSIS OF THE EFFECT OF EXCHANGE RATES, INTEREST RATES AND THE MONEY SUPPLY (M2) TOWARDS THE VALUE OF THE INDONESIAN COMPOSITE INDEX (IHSG) IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE (BEI) IN THE

PERIOD OF 2011.1 – 2015.12

Oleh

Anggun Dillafah Dianti 20130430009

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011.1 - 2015.12

THE ANALYSIS OF THE EFFECT OF EXCHANGE RATES, INTEREST RATES AND THE MONEY SUPPLY (M2) TOWARDS THE VALUE OF

THE INDONESIAN COMPOSITE INDEX (IHSG) IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE (BEI) IN THE PERIOD OF 2011.1 – 2015.12

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Anggun Dillafah Dianti 20130430009

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Anggun Dillafah Dianti Nomor Mahasiswa : 20130430009

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul : “ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011.1 – 2015.12” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 21 Desember 2016


(4)

MOTTO

“Dengan ilmu, kehidupan menjadi lebih mudah. Dengan seni, kehidupan menjadi halus. Dan dengan agama, kehidupan lebih terarah dan bermakna”.

(HR. Bukhori Muslim)

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta, ilmu itu menjagamu sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu itu hakim sedangkan harta dikenai hukum. Harta bisa

berkurang karena penggunaan, sedangkan ilmu akan bertambah bila digunakan”.


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi Ini Kupersembahkan untuk…..

Bapakku Muhammad Saleh Muhammad Sa’id dan Ibundaku Ma’ani serta Kakak

dan Adekku Tercinta. Almamaterku Tercinta


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian... 13

E. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Landasan Teori ... 14

1. Indikator Makro Ekonomi ... 14

2. Pasar Modal Indonesia. ... 24

3. Bursa Efek di Indonesia. ... 27

4. Indeks Harga Saham Gabungan. ... 29

5. Tingkat Suku Bunga. ... 33

6. Teori Investasi. ... 38

7. Nilai Tukar ( Kurs ). ... 41

8. Jumlah Uang Beredar ( M2 ). ... 51


(7)

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 68

C. Hipotesis ... 71

D. Kerangka Pemikiran ... 72

BAB III METODE PENELITIAN... 74

A. Obyek/Subyek Penelitian ... 74

B. Jenis Data ... 74

C. Teknik Pengumpulan Data ... 75

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 75

E. Uji Hipotesis dan Analisa Data ... 77

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 86

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian ... 86

1. Gambaran Umum Perkembangan IHSG. ... 86

2. Fungsi Indeks Harga Saham Gabungan ... 87

3. Cara Menghitung Indeks Harga Saham Gabungan ... 89

4. Bursa Efek Indonesia ... 91

5. Perkembangan Uang Beredar ... 92

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar ... 94

7. Perkembangan Tingkat Suku Bunga ... 98

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 101

A. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 101

1. Uji Stasioner ... 101

2. Uji Kointegrasi ... 102

3. Model ECM ... 103

4. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 109

B. Hasil Penelitian ... 114

1. Hipotesis 1 ... 114

2. Hipotesis 2 ... 116

3. Hipotesis 3 ... 117

C. Pembahasan ... 119

1. Jangka Pendek ... 119


(8)

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 127

A. Simpulan ... 127

B. Saran ... ……….128

C. Keterbatasan penelitian ... 129 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

1.1 Gambaran Perkembangan IHSG dan beberapa Indikator

Makroekonomi di Indonesia, tahun 2000-2005 ... 6

1.2 Uang Beredar M1 dan M2, 1970-1993 (dalam milyar rupiah) ... 9

1.3 Sepuluh Saham dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar Periode 2011-2013 . 11 4.1 Jumlah Uang Beredar (dalam triliun Rp) ... 92

4.2 Penghimpunan Dana (dalam triliun Rp) ... 93

4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar (dalam triliun Rp) ... 94

4.4 Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) (dalam triliun Rp. 95 4.5 Kredit UMKM Bank Umum (dalam triliun Rp) ... 96

4.6 Term Structure Moneter bank Indonesia ... 99

5.1 Tabel Uji Toot Test pada Derajat 1st Difference ... 101

5.2 Hasil Uji Kointegrasi dengan Model Error Correction Model (ECM) ... 103

5.3 Hasil Uji Model ECM ... 104

5.4 Hasil Uji F dan Uji T Menggunakan Metode ECM ... 113

5.4 Nilai Koefisien Independen Jangka Panjang dan Jangka Pendek Metode ECM ... 106

5.5 Hasil Uji Multikolineartias Menggunakan Metode ECM ... 110

5.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Metode ECM... 111

5.7 Hasil Uji Autokorelasi Menggunakan Metode ECM ... 112

5.8 Hasil Uji Linearitas Menggunakan Metode ECM ... 112


(11)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Fungsi Investasi dan Tingkat Bunga ... 40

2.2 Kurva di antara Uang Rupiah dan Dollar ... ….46

2.3 Kurva Perubahan Kurs Valuta Asing ... 48

2.4 Kurva Permintaan terhadap Uang… ... .60

2.5 Kurva Permintaan terhadap Uang ... 61

2.6 Kurva Permintaan terhadap Uang ... 63

2.7 Kurva Penawaran Uang ... 64


(12)

(13)

ABSTRACT

Stock markets can attract considerable attention for most countries, because the stock market has a strategic and important role for the resilience of a country’s economy. Indonesia has a growing capital markets in which the development is very vulnerable to macroeconomic conditions in general. One of the indicators to see the development of the Indonesian stock markets is by using the Indonesian Composite Index (IHSG), which is one of the stock markets index used by the Indonesian Stock Exchange (BEI).

This research is aimed at analyzing the effect of exchange rates, interest rates and the money supply towards the value of the Indonesian Composite Index (IHSG) in Indonesian Stock Exchange (BEI). The method of analysis used in this research is Error Correction Model (ECM). This research used the monthly data from the year of 2011-2015 for every research variable.

The results of this research show that the variable of exchange rate in the short term gives significant and negative effect in IHSG with a probability of 0.0001 while in the long term it gives insignificant and positive effect on IHSG with a probability of 0.5798. While the variable of exchange rates in the short tersm gives insignificant and positive effect of IHSG with a probability of 0.0639 while in the long term it gives insignificant and negative effect on IHSG with a probability of 0.3051. The variable of money supply in the short term gives significant and positive effect with a probability of 0.0000 while in the long term gives insignificant and positive effect on IHSG with a probability of 0.8973.

Keywords : Exchange Rates, Interest Rates, Money Supply, Indonesian Composite Index (IHSG), Error Correction Model (ECM)


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi keuangan yang terjadi di Amerika memberikan dampak yang cukup signifikan bagi negara-negara di Dunia termasuk negara sedang berkembang seperti Indonesia. Sehingga dengan adanya krisis ekonomi global berdampak pada kondisi pasar modal indonesia. Dampak yang terjadi di Indonesia sangat besar di karenakan indonesia adalah negara pengekspor yang cukup bebsar di pasar Amerika. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia. Dan dampak yang paling berpengaruh dengan adanya krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika adalah dimana nilai tukar rupiah mengalami Depresiasi terhadap Dollar Amerika, kemudian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang semakin merosot, dan kegiatan ekspor indonesia menjadi terhambat dikarenakan permintaan di pasar Amerika menurun. Ketika nilai tukar rupiah mengalami terdepresiasi dengan dollar Amerika, hal ini menyebabkan harga barang-barang impor menjadi mahal. Dimana apabila perusahaan menggunakan bahan baku yang sebagian besar dari bahan impor, maka secara otomatis hal ini akan menyebabkan kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini mengakibatkan tingkat keuntungan yang di peroleh perusahaan akan berkurang. Turunnya tingkat keuntungan perusahaan akan mempengaruhi minat beli investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Dengan


(15)

demikian, hal ini akan menyebakan melemahnya indeks harga saham di negara tersebut.

Kemudian tahun 1998 yang merupakan awal runtuhnya Perekonomian Nasional Indonesia, yang diakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan indonesia menurun sehingga mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi terganggu. Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar modal, sehingga harga-harga saham menurun dan menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi investor. Pasar modal dapat menarik perhatian yang cukup besar bagi sebagian besar negara, karena pasar modal memiliki strategis dan peran penting bagi ketahanan ekonomi suatu negara. Indonesia memiliki pasar modal yang sedang berkembang dimana dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara Umum.

Salah satu indikator untuk melihat bagaimana perkembangan pasar modal indonesia adalah menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan IHSG juga adalah salah satu indeks yang sering di perhatikan oleh para investor ketika ingin berinvestasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena melalui pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan, Para investor dapat mengetahui kondisi pasar apakah sedang meningkat atau menurun. Dari perubahan kondisi pasar tersebut tentu para investor membutuhkan strategis yang berbeda dalam berinvestasi.


(16)

4

Ketika pasar modal mengalami peningkatan atau mengalami penurunan, hal tersebut akan terlihat dari harga-harga saham yang naik-turun yang dapat dilihat melalui surat pergerakan IHSG. Indeks Harga Saham Gabungan merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pertumbuhan ekonomi suatu negara mempengaruhi pertumbuhan investasi disuatu negara. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi di tandai dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat itu sendiri karena dengan mendapatkan pendapatan yang tinggi, masyarakat akan memiliki dana yang lebih dan dapat disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal.

Kebijakan tingkat suku bunga di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia melalui BI Rate. BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi kedepan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan.

Perubahan BI Rate dapat memicu pergerakan di pasar saham indonesia. Penurunan BI rate yang secara otomatis akan menyebabkan penurunan tingkat suku bunga kredit maupun deposito. Dengan adanya penurunan tingkat suku bunga deposito, menyebabkan berkurangnya


(17)

5

tingkat keuntungan yang diperoleh oleh para investor bila dana yang mereka miliki diinvestasikan dalam bentuk deposito. Selain itu juga dengan penurunan suku bunga kredit menyebakan biaya modal menjadi kecil, dan hal ini dapat mempermudah suatu perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana dengan biaya yang lebih murah untuk meningkankan produktivitasnya. Melalui peningkatan produktivitas akan mendorong peningkatan keuntungan, hal ini dapat menjadi daya tarik bagi para investor untuk berinvestasi di pasar modal.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 17 Desember 2009, transaksi perdagangan saham didominasi oleh sektor pertambangan sekitar 39,7%. Hal ini menyebabkan harga minyak dunia mengalami kenaikan dan akan mendorong harga saham perusahaan tambang menjadi naik, yang tentunya dapat menyebabkan kenaikan IHSG.

Menurut Suciwati dan Machfoedz (2002) dalam Ishomuddin (2010: 12), hubungan nilai tukar dengan pasar modal negatif, apabila kurs US$ turun (apresiasi rupiah) maka akan menyebabkan IHSG naik. Perkembangan kurs US$ terhadap rupiah sendiri kurang lebih dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian global, terutama oleh perekonomian Amerika Serikat yang fluktuatif. Di tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami penurunan dimana sejak peristiwa penyerangan Amerika Serikat ke Irak sampai tahun2004, Amerika Serikat mengalami defisit kembar yaitu pada APBN nya maupun pada neraca pembayarannya (antara edisi 11 Maret 2007), sehingga kurs US$ melemah


(18)

6

(Rupiah menguat) di tahun 2002-2003. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap US$ mengakibatkan nilai IHSG ikut menguat dari 392,4 bps di tahun 2001 ke posisi 691,90 bps di tahun 2003.

Tabel 1.1

Gambaran Perkembangan IHSG dan Beberapa Indikator Makroekonomi di Indonesia, tahun2000-2015

Tahun IHSG

(poin) Nilai Tukar (Rp) Tingkat Suku Bunga (%) JUB (2) (juta)

2000 416.32 9500 16.15 747028

2001 392.04 9000 14.23 844053

2002 424.95 8500 15.35 883908

2003 691.90 9000 12.64 944647

2004 1,000.23 9500 8.21 1033528

2005 1,162.64 9800 8.22 1203215

2006 1,805.52 9200 11.63 1382493

2007 2,745.83 9125 8.24 1649662

2008 1,355.41 9666 10.43 1895839

2009 2,534.36 9474 9.55 2141384

2010 3,703.51 9036 7.88 2469399

2011 3,821.99 9113 7.04 2877220

2012 4,316.69 9670 7.25 3205776

2013 4,274.18 12189 7.50 3727695

2014 5,226.95 12440 7.75 4170731

2015 4,593.01 13795 7.50 4404085

Sumber : BPS Yogyakarta

Tabel 1.1 menunjukan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 392.04 poin dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2002 kembali mengalami peningkatan menjadi 424.95 poin yang kemudian pada tahun berikutnya mengalami peningkatan sampai tahun 2007 dengan nilai IHSG menjadi 2,745.83 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 1,355.41 kemudian tahun


(19)

7

berikutnya mengalami peningkatan. Peningkatan harga saham disebabkan oleh peningkatan suku bunga, hal ini terlihat pada tahun 2005, dimana suku bunga naik dan diikuti oleh peningkatan IHSG dari posisi 1,000.23 poin menjadi 1,805.52 poin di tahun 2006.

Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersebut dipengaruhi baik oleh faktor ekonomi maupun non ekonomi. Faktor ekonomi yaitu akibat melemahnya nilai tukar dan melemahnya kinerja bursa regional. Sementara dalam faktor non ekonomi yaitu berasal dari meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap stabilitas keamanan dan politik selama 2001, terjadinya tregedi world Trade Center (WTC) di Amerika Serikat 11 September 2001 yang diikuti oleh aksi anti Amerika di sejumlah kota besar (Novianto,2011: 5)

Kurs rupiah terhadap dollar mengalami fluktuasi dari tahun 2000 hingga tahun 2015. Dimana ketika nilai tukar rupiah menguat terhadap US$ menyebabkan nilai IHSG ikut menguat dari 1,355.41 pada tahun 2008 dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9.666 menjadi 3,703.51 pada tahun 2010 dengan nilai tukar yang menguat menjadi Rp. 9.036. Peningkatan suku bunga diikuti oleh peningkatan harga saham, seperti yang terlihat pada tahun 2004 dimana nilai suku bunga sebesar 8.21% dengan nilai IHSG sebesar 1000.233 mengalami peningkatan sampai tahun 2006 dengan nilai suku bunga sebesar 11.63% dan nilai IHSG sebesar 1,805.52. Namun pada tahun 2010 suku bunga mengalami penurunan menjadi 7.88% dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Semakin rendah tingkat suku bunga sampai batas waktu tertentu orang/para investor akan cenderung mencari alternatif investasi lain yang dianggap lebih


(20)

8

menguntungkan. Dimana salah satunya beralih ke investasi saham, sehingga semakin rendah tingkat suku bunga maka indeks harga saham gabungan sebagai pencerminan harga saham akan semakin meningkat.

Menurut Elton dan Gerber dalam Novianto (2011:8), return saham akan dipengaruhi oleh indeks pasar dan faktor-faktor makro seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, serta pertumbuhan ekonomi, sehingga pemodal perlu melakukan penelitian terhadap kondisi perekonomian dan implikasinya terhadap pasar modal.

Menurut Ang (1997) dalam Ishomuddin (2010), jika pertumbuhan uang beredar adalah wajar, maka akan memberikan dampak positif terhadap ekonomi dan pasar ekuitas dalam jangka pendek. Berdasarkan tabel 1 tersebut, jumlah uang beredar mengalami peningkatan jumlah dari tahun 2000 hingga tahun 2015 dengan presentase pertumbuhan yang berfluktuasi. Supply dana yang meningkat secara wajar akan menyebabkan meningkatnya kegiatan ekonomi sehingga kebutuhan masyarakat akan modal meningkat, hal ini akan meningkatkan niat perusahaan-perusahaan mencari dana dipasar modal.


(21)

9

Tabel 1.2

Uang beredar M1 dan M2, 1970-1993 (dalam milyar rupiah)

Tahun Uang beredar M1 Uang kuasi Likuiditas

perekonomian (M2) Kartal Giral Jumlah

1970 155 95 250 80 330

1975 625 625 1.250 728 1.978

1980 2.153 2.842 1.995 2.696 7.691 1985 4.440 5.664 10.104 13.049 23.153 1990 9.094 14.725 23.819 60.811 84.630 1991 9.346 16.996 26.342 72.717 99.059 1992 11.478 17.301 28.274 90.274 119.053 1993 14.431 22.605 37.036 108.563 145.599 Sumber : 1. Bank Indonesia, Laporan Tahun Pembukuan 1979/80

2. Bank Indonesia, Laporan Tahun Pembukuan 1990/91

3. Bank Indonesia, Statistik ekonomi-Keuangan Indonesia, Mei 1994.

Dalam tabel 1.2 ditunjukkan jumlah uang beredar menurut pengertian yang terbatas (M1), dan menurut pengertian yang luas yaitu likuiditas perekonomian atau (M2). Data yang ditunjukkan adalah untuk tahun-tahun terpilih dalam periode 1970-90 dan untuk tahun-tahun di antara 1991 dan 1993. Angka-angka dalam tabel tersebut menunjukkan gambaran seperti yang diterangkan dibawah ini (Sukirno, 1999: 207-209).

a) Pada tahun 1970 uang kartal merupakan bagian yang lebih penting dari uang giral. Tetapi pada tahun 1975 uang kartal dan uang giral telah sama pentingnya dan semenjak itu uang giral telah merupakan bagian yang lebih penting dari uang beredar dalam pengertian yang


(22)

10

sempit (M1). Dalam tahun 1993 uang giral (sebanyak 22,6 truliun rupiah) telah meliputi 61% dari M1.

b) Jumlah uang beredar dalam arti yang sempit (M1) meningkat dari 250 milyar rupiah pada tahun 1970 menjadi 37.036 milyar rupiah dalam tahun 1993. Berarti M1, meningkat sebanyak 148 kali lipat dala tempo 23 tahun (dari tahun 1970 hingga 1993).

c) Uang kuasi mengalami pertambahan yang lebih cepat dari uang kartal dan giral. Dalam tahun 1970 jumlahnya baru mencapai 80 milyar rupiah dan jumlah ini adalah lebih rendah dari M1 yang telah mencapai Rp 250 milyar dan jumlah ini adalah lebih tiga kali lipat dari uang kuasi. Keadaan sebaliknya berlaku pada tahun 1993. Uang kuasi telah mencapai Rp 108.563 milyar, yaitu hampir tiga kali lipat dari jumlah M1 (sebanyak Rp 37.036 milyar). Uang kuasi telah menjadi lebih penting dari M1 sejak tahun 1984 (keadaan ini tidak ditunjukkan dalam tabel 1.2). dalam periode 1970-93 uang kuasi meningkat sebanyak 1357 kali lipat.

d) Sebagai akibat pertambahan uang kuasi yang pesat, M2 yaitu likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam pengertian yang luas, juga mengalami pertambahan yang sangat pesat. Jumlahnya meningkat dari Rp 330 milyar dalam tahun 1970 menjadi hampir Rp 146 triliun dalam tahun 1993 dan ini menggambarkan kenaikan sebesar 441 kali lipat.


(23)

11

Tabel 1.3

Sepuluh Saham Dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar Periode 2011-2013

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

No Kode CM No Kode CM No kode CM

1 ASII 299.578.293 1 ASII 307.675.004 1 ASII 275.288.161 2 BBCA 195.267.673 2 HMSP 262.541.700 2 HMSP 273.499.200 3 HMSP 170.937.000 3 BBCA 222.116.978 3 BBCA 234.321.208 4 BBRI 164.851.675 4 BMRI 187.110.000 4 TLKM 216.719.992 5 BMRI 155.925.000 5 TLKM 182.447.993 5 UNVR 198.380.000 6 UNVR 143.444.000 6 BBRI 169.736.169 6 BMRI 181.334.999 7 TLKM 142.127.995 7 UNVR 159.685.500 7 BBRI 177.062.910 8 GGRM 119.389.660 8 PGAS 111.510.938 8 PGAS 108.480.749 9 UNTR 98.289.961 9 GGRM 108.326.154 9 SMGR 83.931.008 10 PGAS 76.966.789 10 SMGR 94.014.592 10 GGRM 80.811.696 Sumber :BEI, diolah Pusatis

Berdasarkan data diatas, sepanjang periode 2011-2013 terdapat beberapa saham yang berada dalam List 10 daftar saham dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar. Terdapat tiga saham yang terdaftar pada Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan saham dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar, yaitu saham PT Astra International, PT Unilever Indonesia, PT Telekomunikasi Indonesia (persero).

Penelitian ini ingin melihat dan menjelaskan bagaimana Pengaruh Nilai Tukar, tingkat Suku Bunga, dan Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Penelitian ini menggunakan metode Error Correction Model (ECM) untuk mendapatkan hasil terbaik supaya dalam menjelaskan hubungan tersebut menjadi lebih tepat dan relevan dengan fenomena yang terjadi.


(24)

12

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diutarakan, penulis membatasi masalah dalam penelitian ini dengan memfokuskan pada Analisis Pengaruh Nilai tukar, Tingkat Suku Bunga, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2011.1-2015.12”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain :

1. Bagaimana pengaruh variabel nilai tukar (kurs) terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?

2. Bagaimana pengaruh variabel tingkat suku bunga terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?

3. Bagaimana pengaruh Variabel jumlah Uang beredar (M2) terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?


(25)

13

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis pengaruh Nilai Tukar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

2. Mengalisis pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

3. Menganalisis pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Memberikan panduan bagi masyarakat awam yang tertarik untuk berinvestasi di pasar modal

2. Bagi akademisi dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang


(26)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Indikator Makro Ekonomi a. Suku bunga

Menyesuaikan variabel ekonomi dengan dampak inflasi adalah hal yang sangat penting dan sedikit rumit ketika kita melihat data suku bunga. Ketika kita menabung di bank, kita akan memperoleh bunga dari tabungan kita. Sebaiknya, jika kita meminjam dari bank untuk membeli mobil, kita harus membayar bunga pinjaman kita. Bunga mewakili pembayaran pada masa mendatang untuk transfer uang pada masa lalu. Sebagai hasilnya, suku bunga selalu melibatkan perbandingan jumlah uang pada masa waktu yang berbeda. Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang suku bunga, kita harus mengetahui bagaimana menyesuaikan dengan dampak inflasi (Mankiw, 2012:35).

Suku bunga yang diberikan bank disebut dengan suku bunga nominal (nominal interest rate), sedangkan suku bunga yang disesuaikan dengan inflasi disbut dengan suku bunga riil (real interest rate). Kita dapat menuliskan hubungan antara suku bunga nominal, suku bunga riil, dan inflasi adalah sebagai berikut :


(27)

Suku bunga riil = suku bunga nominal – laju inflasi Suku bunga riil adalah perbedaan antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Suku bunga nominal menunjukkan seberapa cepat jumlah dollar di rekening bank kita naik sepanjang waktu. Suku bunga riil menunjukkan seberapa cepat daya beli rekening bank kita naik sepanjang waktu (Mankiw, 2012:35). b. Produk Domestik Bruto (PDB)

Didalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu menaikkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara-negara tersebut. Perusahaan multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara di mana perusahaan itu beroperasi. Operasinya membantu menambah barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan dan sering sekali juga membantu menambah ekspor. Operasi mereka merupakan bagian yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi sesuatu negara dan nilai produksi yang disumbangkannya perlu dihitung dalam pendapatan nasional. Dengan demikian, Produk


(28)

Domestik Bruto atau dalam istilah inggrisnya Gross Domestic Product (GDP), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara-negara tersebut dan negara asing (Sukirno, 2013:34-35)

Produk Domestik Bruto (PDB) mengukur jumlah pembelanjaan untuk barang dan jasa di seluruh pasar dalam perekonomian. Jika jumlah pembelanjaan meningkat dari tahun ke tahun, salah satu dari dua kemungkinan berikut bernilai benar, yaitu (1) perekonomian memproduksi barang dan jasa dalam jumlah lebih banyak atau (2) barang dan jasa dijual dengan harga lebih tinggi. Dalam mempelajari perubahan perekonomian seiring berjalannya waktu, para ekonom ingin memisahkan kedua pengaruh ini. Secara khusus, mereka ingin mengukur jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh perekonomian yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga barang dan jasa (Mankiw, 2012:13).

Pendapatan Domestik Bruto itu sendiri sebagaimana diketahui, dapat dihitung atau di ukur dengan tiga macam pendekatan (Dumairy, 1999: 38) yaitu (1) pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran.

Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun. Unit-unit


(29)

produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor atau lapangan usaha yaitu (1) pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas, dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintahan; dan (11) jasa-jasa.

Sedangkan menurut pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di wilayah suatu negara dalam jangka wakut setahun. Balas jasa produski dimaksud meliputi upah dan gaji; sewa tanah; bunga modal; dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDB juga mencakup penyusutan dan pajak-pajak tak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral.Oleh sebab itu PDB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha.

Adapun menurut pendekatan pengeluaran, PDB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah;


(30)

(4) serta ekspor neto (yaitu ekspor dikurang impor), dalam jangka waktu setahun.

c. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Indeks Harga Konsumen (IHK-consumer price index [CPI]) adalah ukuran biaya keseluruhan barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen. Ahli statistik pemerintah secara rutin menghitung dan melaporkan indeks harga konsumen. Indeks harga konsumen digunakan untuk mengamati perubahan dalam biaya hidup sepanjang waktu. Ketika indeks harga konsumen naik, keluarga biasa harus menghabiskan pengeluaran yang lebih banyak untuk menjaga stanar hidup yang sama. Pakar ekonomi menggunakan istilah inflasi untuk menggambarkan situasi saat tingkat harga perekonomian secara keseluruhan meningkat (Mankiw, 2012:26). d. Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai transaksi perdagangan dan aliran yang dilakukan di antara suatu negara dengan negara lain dalam suatu tahun tertentu. Suatu neraca pembayaran dapat dibedakan kepada dua bagian yang utama, yaitu neraca berjalan dan nenraca modal (Sukirno, 2013:390).

- Neraca berjalan

Neraca berjalan mencatat transaksi-transaksi berikut (Sukirno, 2013:391) :


(31)

i. Ekspor dan impor barang tampak

Transaksi ini meliputi hasil-hasil sektor pertanian, barang-barang produksi industri, dan barang-barang yang diproduksikan oleh sektor pertambangan dan berbagai jenis ekspor dan impor barang tampak lainnya. Neraca (yaitu perbedaan di antara ekspor dan impor) dari perdagangan tampak yaitu perdagangan dalam barang-barang tampak, dinamakan neraca perdagangan. Apabila nilai neraca itu positif, ia berarti bahwa ekspor barang-barang tampak adalah melebihi impornya. Sebaliknya apabila ia negatif, maka ia berarti bahwa impor melebihi ekspor.

ii. Ekspor dan impor jasa (atau barang tak tampak)

Transaksi ini meliputi pembayaran biaya pengangkutan dan asuransi dari barang-barang tampak yang diekspor atau diimpor, perbelanjaan para pelancong, dan pendapatan investasi (yang meliputi keuangan, bunga ke atas modal yang diinvestasikan, dan dividen). Neraca perdagangan tak tampak yaitu nilai bersih ekspor dan impor jasa-jasa, dinamakan necara jasa. Nilai neraca jasa sesuatu negara, yang positif berarti negara tersebut lebih banyak menjual jasa-jasanya ke luar negeri dari membelinya dari negara-negara lain. Dan apabila nilainya


(32)

negatif (masalah ini juga dihadapi oleh neraca pembayaran Indonesia), ia berarti bahwa negara itu lebih banyak membeli jasa pihak-pihak luar dari menjual jasanya ke luar negeri.

iii. Pembayaran pindahan neto ke luar negeri

Ini meliputi pembayaran pindahan yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Transaksi ini meliputi pembayaran dimana tidak penerimanya tidak

perlu “membayar” dalam bentuk uang atau jasa.

Contoh-contoh dari pembayaran pindahan adalah bantuan uang suatu negara Arab ke Afganistan, atau bantuan bahan makanan Amerika Serikat ke penderita kelaparan di Afrika. Mengirimkan uang untuk membiayai perbelanjaan anak-anak bersekolah di luar negeri adalah contoh lain.

- Neraca Modal

Neraca modal meliputi dua golongan transaksi, yaitu aliran modal jangka panjang dan aliran modal keuangan swasta (Sukirno, 2013:391-392).

i. Neraca modal jangka panjang

Ia meliputi dua jenis aliran modal : aliran modal resmi dan investasi langsung oleh pihak swasta ke


(33)

negara-negara lain. Aliran modal resmi adalah pinjaman dan pembayaran di antara badan-badan pemerintah di sesuatu negara dengan negara-negara lain. Sedangkan investasi langsung swasta adalah penanaman modal langsung, yaitu investasi berupa mendirikan perusahan-perusahaan terutama perindustrian. Modal yang dibelanjakan diperoleh dari negara asal perusahaan tersebut. Perbedaan di antara modal jangka panjang yang diterima dari luar negeri dengan modal jangka panjang yang dibayarkan ke luar negeri dinamakan neraca modal jangka panjang. Apabila nilainya positif, keadaan ini berarti lebih banyak modal jangka panjang yang diterima dari luar negeri dari yang dibayarkan ke luar negeri. Aliaran seperti itu membantu memperkukuh neraca pembayaran. Di samping itu aliran modal jangka panjang dapat meningkatkan perbelanjaan pembangunan pemerintah dan inveastasi sektor swasta. ii. Modal swasta dan kesilapan-ketinggalan

Dua akaun penting lain dalam neraca

pembayaran meliputi akaun “modal swasta” dan

kesilapan dan ketinggalan”. Yang dimaksudkan dengan “modal swasta” adalah aliran-aliran modal dalam bentuk tabungan atau investasi keuangan yang


(34)

dapat dengan cepat ditukarkan kembali kepada valuta yang asal atau valuta lainnya. Aliran keuangan ini selalu dinamakan juga sebagai “hot money”. Dinamakan demikian karena dana tersebut dapat mengalir dari satu negara ke nagara lain dengan mudah dan dalam waktu yang cepat. Uang tersebut biasanya meliputi uang yang diinvestasikan di pasaran uang dan pasaran modal untuk memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Pembelian saham-saham domestik oleh suatu perusahaan “mutual fund” di New York merupakan salah satu contoh dari aliran masuk modal swasta.

Akaun kesilapan dan ketinggalan merupakan akaun yang menaksir besarnya aliran uang yang tidak dapat dicatat. Dalam setiap ceraca pembayaran perlu ada akaun kesilapan dan ketinggalan untuk memastikan agar perhitungan aliran ke luar dan aliran masuk adalah seimbang.

e. Kebijakan Fiskal dan Moneter Pemerintah

Menurut Soeratno (2004:215) Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi keadaan di pasar barang dan jasa agar kondisi perekonomian menjadi semakin membaik khususnya keadaan di pasar barang dan jasa. Ada dua akibat kebijakan fiskal, yaitu kebijakan fiskal yang


(35)

bersifat ekspansif dan kebijakan fiskal yang bersifat kontraktif. Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan oleh pemerintah misalnya melalui penambahan pengeluaran konsumsi pemerintah, penambahan pembayaran transfer atau subsidi, dan pengurangan potongan pajak. Kebijakan fiskal kontraktif dilakukan oleh pemerintah misalnya melalui pengurangan pengeluaran konsumsi pemerintah, pengurangan pembayaran transfer atau subsidi, dan peningkatan potongan pajak.

Kebijakan fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi, dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi ke arah tingkat yang dikehendaki. Pandangan ini dikembangkan dalam buku Keynes yang sekarang menjadi landasan dalam perkembangan teori makroekonomi. Pandangan atau keyakinan ini sangat berbeda sekali dengan yang di anut ahli-ahli ekonomi dan pihak pemerintah di dalam zamannya ahli-ahli ekonomi klasik. Ahli ekonomi Klasik menekankan tentang perlunya menjalankan anggaran belanja seimbang. Mereka menekankan tentang perlunya menjalankan sistem pasar bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah termasuk kebijakan fiskal yang aktif dalam kegiatan perekonomian.

Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk mempengaruhi keadaan di pasar uang agar kondisi perekonomian menjadi semakin membaik khususnya


(36)

keadaan di pasar uang. Ada dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan oleh bank sentral melalui penambahan jumlah uang beredar (easy money policy), misalnya melalui alat atau instrumen kebijakan moneter seperti pembelian surat berharga, pengurangan cadangan minimum, dan pengurangan tingkat bunga pinjaman. Kebijakan moneter kontraktif dilakukan oleh bank sentral melalui pengurangan jumlah uang beredar (tight money policy), misalnya melalui alat atau instrumen kebijakan moneter seperti penjualan surat berharga, penambahan cadangan minimum, dan penambahan tingkat bunga pinjaman (Soeratno, 2004:218)

2. Pasar Modal Indonesia.

Menurut Kasmir (2013: 184-185) Pengertian Pasar Modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam Pasar Modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal (Emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek-efek di Pasar Modal. Sedangkan pembeli (Investor) adalah pihak yang ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar Modal dikenal dengan nama Bursa Efek dan di Indonesia dewasa ini ada dua buah Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.


(37)

Dalam transaksi di Pasar Modal investor dapat langsung meneliti dan menganalisis keuntungan masing-masing perusahaan yang menawarkan modal. Begitu mereka anggap menguntungkan dapat langsung membeli dan menjualnya kembali pada saat harga naik dalam pasar yang sama. Jadi dalam hal ini investor dapat pula menjadi penjual kepada para investor lainnya.

Modal yang diperdagangkan dalam padar modal merupakan modal yang bila di ukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu, bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang. Baik yang bersifat kepemilikan maupun yang bersifat utang. Khusus untuk modal yang bersifat kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat utang. Modal yang bersifat kepemilikan jangka waktunya sampai perusahaan dibubarkan. Namun, bagi pemilik saham dapat pula menjualkannya kepada pihak lain, apabila membutuhkan dana atau sudah tidak ingin lagi menjadi pemegang saham pada perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan bagi modal yang bersifat utang, jangka waktunya relatif terbatas dalam waktu tertentu dan dapat pula dialihkan ke pemilik lain jika memang sudah tidak dibutuhkan lagi sebagaimana halnya modal yang bersifat kepemilikan (Kasmir, 2013: 184-185).


(38)

a. Peranan Pasar Modal.

Menurut Jogiyanto (2007: 12) untuk menarik pembeli dan penjual untuk berpatisispasi, pasar modal harus bersifat likuid dan efisien. Suatu pasar modal dikatan likuid jika penjual dapat menjual dan pembeli dapat membeli surat-surat berharga dengan cepat. Pasar modal dikatakan efisien juka harga dari surat-surat berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara akurat.

Jika pasar modal sifatnya efisien, harga dari surat berharga juga mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba perusahaan di masa mendatang serta kualitas dari manajemennya. Jika investor meragukan kualitas dari manajemen, keraguan ini dapat tercermin di harga surat berharga yang turun. Dengan demikian pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak langsung pengukur kualitas manajemen. Juga pemegang saham mempunyai hak mengawasi manajemen lewat hak veto di dalam pertemuan dan pemilihan manajemen. Hak veto pemegang saham dapat dilakukan langsung atau dapat dialihkan ke pihak kedua lewat suatu wakil atau proksi (proxy). Jika kedua pemegang saham tidak puas dengan manajemen, maka dapat terjadi perang proksi (proxy fight) untuk mengganti manajemen.

Pasar modal juga mempunyai fungsi sarana alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi pinjaman ke peminjam. Alokasi dana yang produktif terjadi jika individu yang


(39)

mempunyai kelebihan dana dapat meminjamkannya ke individu lain yang lebih produktif yang membutuhkan dana. Sebagai akibatnya, peminjam dan pemberi pinjaman akan lebih diuntungkan dibandingkan jika pasar modal tidak ada (Jogiyanto, 2007: 12).

3. Bursa Efek di Indonesia.

Menurut Usman, dkk (1994: 124) Pencatatan efek di Bursa Efek di Indonesia ditandai oleh pengumuman tentang pencatatan setelah perusahaan (emiten) membayar biaya pencatatan pertama (initial listing fee). Pada saat ini ada 3 (tiga) Bursa efek yang beroperasi di Indonesia yaitu :

a. Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang hingga saat ini masing dikelola oleh pemerintah (Cq. Badan Pelaksana Pasar Modal).

b. Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT. Bursa efek Surabaya yang pemegang sahamnya sekaligus merupakan anggota bursa.

c. Bursa Paralel yang dikelola oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE).

Pada saat mengajukan izin emisi perusahaan terlebih dahulu sudah harus menetapkan di Bursa mana efeknya akan dicatakan. Penelitian terhadap kondisi dan prospek perusahaan sepenuhnya dilakukan pada saat emisi. Persyaratan (requirements) yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan mencatatkan efeknya di


(40)

Bursa Efek Jakarta, berbeda dengan apabila efeknya akan dicatatkan di Bursa Paralel. Perusahaan yang telah memperoleh izin emisi akan otomatis dicatatkan di Bursa yang telah ditetapkan tanpa dikenakan persyaratan tambahan (kecuali listing fee). Mekanisme demikian berbeda dengan praktek yang dilakukan oleh beberapa pasar modal yang telah maju. Di Bursa Efek di Amerika Serikat dan Eropa Barat, misalnya penelitian terhadap performa perusahaan merupakan usaha pemenuhan kriteria pencatatan dan bukan kriteria emisi. Masing-masing bursa efek tersebut menetapkan kriteria yang berbeda untuk efek yang akan dicatatkan. Kriteria itu pada umumnya meliputi jumlah dan komposisi pemegang saham, nilai aktiva, jumlah dan tingkat laba dividen dan lain-lain (Usman dkk, 1994: 124-125).

Hal lain yang perlu pula dikemukakan adalah hubungan yang agak unik dari bursa-bursa yang saat ini beroperasi di Indonesia. Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya menganut hubungan automated cross-listing dalam arti efek yang tercatat di satu bursa otomatis dicatatkan pula pada bursa yang lain, sementara bursa paralel sama sekali terpisah (mutually exclusive) dengan dua bursa yang di sebut pertama (Usman dkk, 1994: 125).

4. Indeks Harga Saham Gabungan.

Menurut (Koetin,1997: 505-506) Pada tanggal 1 April 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai indikator untuk membantu pergerakan harga saham.


(41)

Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Rumus perhitungannya sama dengan yang dipakai oleh kebanyakan bursa lainnya, yaitu menggunakan pembobotan (weighted average) berdasarkan kapitalisasi pasar masing-masing sehingga semakin tinggi nilai pasar suatu saham, semakin besar pengaruhnya pada indeks.

Rumus yang digunakan adalah membagi total kapitalisasi pasar hari ini dengan nilai dasar. Nilai pasar didapatkan dari harga saham dikalikan dengan jumlah saham outstanding. Nilai dasar adalah nilai pasar pada hari dasar perhitungan indeks, yaitu 10 Agustus 1982.

Enam tahun setelah pengenalannya, terutama setelah deregulasi sektor keuangan di tahun 1988, IHSG mulai menunjukkan kenaikan dan penurunan yang signifikan. Serial kebijakan ekonomi makro yang dilakukan oleh pemerintah selama akhir dekade 1980 sampai dengan awal dekade 1990 memberikan dampak yang kuat terhadap fluktuasi IHSG ini. Faktor lain yang berpengaruh adalah pencatatan perusahaan-perusahaan enggan nilai kapitalisasi pasar yang besar (Koetin, 1997)

Menurut Jogiyanto (2007: 60-62) suatu indeks diperlukan sebagai sebuah indikator untuk mengamati pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEJ meliputi pergerakan-pergerakan harga untuk saham biasa dan saham


(42)

preferen. Rumus yang digunakan untuk menghitung IHSG adalah sebagai berikut :

IHSGt = �� ���� �

�� ���� � x 100

Notasi :

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan hari ke-t

Nilai Pasar = Rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikalikan dengan harga pasar perlembarnya) dari saham umum dan saham preferen pada hari ke-t.

Nilai Dasar = Sama dengan nilai pasar tetapi dimulai dari tanggal 10 Agustus 1982.

Dengan demikian IHSG untuk tanggal 10 Agustus 1982 adalah bernilai 100 (nilai ini merupakan indeks dasar). Nilai dasar IHSG selalu disesuaikan untuk kejadian seperti IPO, Right issues, partial/company listing, konversi dari warrant dan convertible bond dan delisting (mengundurkan diri dari pencatatan misalnya karena kebangkrutan). Untuk kejadian-kejadian seperti pemecahan lembar saham (stock dividends), bonus issue, nilai dasar dari IHSG tidak berubah, karena peristiwa-peristiwa ini tidak merubah nilai pasar total. Rumus untuk menyesuaikan nilai dasar adalah sebagai berikut :


(43)

NDB = ���+��

��� x NDL

Notasi :

NDB = nilai dasar baru yang disesuaikan

NPL = nilai pasar lama

NPTS = nilai pasar tambahan saham

NDL = nilai dasar lama

Contoh I :

Misalnya nilai pasar seluruh saham yang beredar di pasar modal saat ini adalah sebesar Rp 100 milyar. Nilai dasar pada saat ini adalah sebesar Rp 25 milyar, maka indeks harga saham

gabungannya adalah sebesar :

IHSG = � 1 � ��

� 5 � �� x 100

= 400

Contoh II :

Perusahaan X melakukan penawaran perdana sebanyak 1 juta lembar saham dengan harga Rp 1.000,- per lembarnya. Nilai pasar


(44)

tambahan saham (NPTS) ini adalah sebesar 1.000.000 x Rp 1.000,- = Rp 1 Milyar. Nilai pasar lama dan nilai dasar lama (lihat contoh I) adalah berturut-turut sebesar NPL = Rp 100 milyar dan NDL = Rp 25 milyar. Nilai dasar baru yang disesuaikan adalah sebesar :

NDB = � 1 � �� + � 1 � ��

� 1 � �� x Rp 25 milyar

= Rp 25,25 milyar

Indeks harga saham gabungan yang baru adalah sebesar :

IHSG = � 1 1 � ��

� 5, 5 � �� x 100

= 400

Contoh III :

Misalnya hanya harga saham X yang berubah dari Rp 1.000,- menjadi Rp 2.000,- per lembarnya, sehingga terjadi kenaikan nilai pasar sebesar (Rp 2.000,- ─ Rp 1.000,-) x 1.000.000 = Rp 1 milyar. Nilai pasar keseluruhan yang baru menjadi Rp 101 milyar + Rp 1 milyar = Rp 102 milyar. Indeks harga saham gabungan yang baru menjadi sebesar :

IHSG = � 1 � ��

� 5, 5 � �� x 100


(45)

5. Tingkat Suku Bunga.

Isu mengenai tingginya tingkat bunga dapat menarik para pemain “ uang “ dengan memanfaatkan selisih nilai bunga pinjaman dan simpanan. Oleh karena itu bagi negara yag membutuhkan banyak mata uang asing dan berusaha menarik peminat “ petualang “ uang, maka tingkat suku bunga simpanan di negaranya dinaikkan pada tingkat tertentu. Manakala jumlah mata uang asing banyak yang masuk ke negara tersebut maka permintaan mata uang lokal akan semakin tinggi, sehingga nilai mata uang lokal akan semakin naik, sedangkan nilai mata uang asing tersebut akan relatif menurun.

Bank Sentral Republik Indonesia (kuartal III 2016), BI rate atau Suku Bunga Bank Indonesia merupakan tingkat suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan diseluruh indonesia. Simpelnya jika BI rate naik dari 6.50% menjadi 6.75%, maka bunga pinjaman atau simpanan di bank dan lembaga keuangan lainnya juga bisa naik. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat ataupun memaksa. Jadi para bank boleh saja menaikkan bunga pinjaman kepada orang yang mengajukkan kredit dengan alasan BI rate naik, namun sisi lain bunga deposito atau tabungan bagi para nasabah malah tidak naik sama sekali.


(46)

Namun naiknya BI rate tidak akan serta merta menguatkan IHSG, karena yang jadi concern investor bukanlah BI ratenya, melainkan tingkat inflasi. Dalam jangka pendek, naiknya BI rate bahkan justru berpotensi semakin melemahkan IHSG. Karena dengan naiknya BI rate, maka suku bunga di deposito, sukuk, dll biasanya juga akan naik. Jadi para investor di pasar modal kini punya alternatif investasi yang tidak kalah menguntungkan dibanding saham.Sukuk ritel seri SR003 misalnya, bunganya 8.15% per tahun. Dengan tingakt resiko yang mendekati nol, maka bunga sebesar itu tentu saja cukup menggiurkan. Kalau para investor ramai-ramai mengalihkan dananya dari saham ke sukuk ini, maka tentu saja IHSG akan semakin tertekan.

a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga.

Menurut Kasmir (2013: 115-117) bahwa untuk menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling memengaruhi disamping pengaruh faktor-faktor lainnya.

Faktor-faktor utama yang memengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut (Kasmir, 2013) :

a) Kebutuhan Dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana


(47)

tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan suku bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman. Namun, apabila dana yang ada simpanan banyak sementara permohonan simpanan sedikit, maka bunga simpanan akan turun.

b) Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memerhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan di atas bunga pesaing misalnya 16%. Namun, sebaliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada dibawah bunga pesaing.

c) Kebijaksanaan Pemerintah

Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

d) Target Laba yang diinginkan

Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar, maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.


(48)

e) Jangka Waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek, maka bunganya relatif lebih rendah.

f) Kualitas Jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Sebagai contoh jaminan sertifikat deposito berbeda dengan jaminan sertifikat tanah. Alasan utama perbedaan ini adalah dalam hal pencairan jaminan apabila kredit yang diberikan bermasalah. Bagi jaminan yang likuid seperti sertifikat deposito atau rekening giro yang dibekukan akan lebih mudah untuk dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan tanah.

g) Reputasi Perusahaan

Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan risiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan sebaliknya.


(49)

h) Produk yang Kompetitif

Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.

i) Hubungan Baik

Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.

j) Jaminan Pihak Ketiga

Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit. Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, maka bunga yang dibeban pun berbeda. Demikian pula sebaliknya jika penjamin pihak ketiganya kurang bonafid atau tidak dapat dipercaya, maka mungkin tidak dapat digunakan sebagai jaminann pihak ketiga oleh pihak perbankan.


(50)

6. Teori Investasi.

Menurut Sukirno (1999) investasi dapat di artikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

a. Fungsi Investasi.

Menurut Sukirno (1999: 107-108) Kurva yang menunjukkan perkaitan di antara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk fungsi investasi dapat di bedakan menjadi dua, yaitu (i) ia sejajar dengan sumbu datar, atau (ii) bentuknya naik ke atas sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investasi). Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh. Dalam analisis makroekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonomi. Investasi otonomi berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional. Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Berdasarkan kepada pandangan ini maka kurva investasi berbentuk sejajar dengan


(51)

sumbu datar, yaitu seperti yang digambarkan oleh kurva Io, I1, dan I2 dalam gambar 2.1.

investasi

I2

Akibat tingkat bunga turun

I0

Akibat tingkat bunga naik

I1

0 pendapatan nasional

Sumber: Sukirno, 1999.

Gambar 2.1

Fungsi investasi dan tingkat bunga

Analisis makroekonomi tidaklah mengabaikan pengaruh tingkat pendapatan nasional kepada investasi. Tetapi ahli-ahli ekonomi menganggap bahwa faktor itu bukanlah faktor yang paling penting menentukan tingkat investasi. Uraian yang berikut akan menerangkan beberapa faktor penting yang menentukan investasi. Investasi terutama ditentukan oleh tingkat bunga. Apabila tingkat bunga tinggi, jumlah investasi akan berkurang, sebaliknya tingkat


(52)

bunga yang rendah akan mendorong lebih banyak investasi. Akibat dari perubahan tingkat bunga kepada investasi digambarkan oleh kurva I, dan I2. Misalkan apabila tingkat bunga adalah r0 jumlah investasi adalah I0. Seterusnya misalkan tingkat bunga turun ke r2, ini akan menyebabkan pertambahan investasi misalnya menjadi I2. Sebaliknya apabila tingkat bunga naik menjadi r1 akan terjadi kemerosotan investasi, yaitu menjadi I1 (Sukirno, 1999: 108).

7. Nilai Tukar (Kurs).

Sistem Moneter Internasional yang pernah ditata pada suatu perjanjian yang terkenal dengan Bretton Wods Systemtahun 1994 menentukan sistem penetapan kurs mata uang suatu negara yang bersifat tetap (fixed exchange rate – FIER), tidak terkecuali dengan mata uang AS, USD dimana saat itu ditetapkan bahwa nilai 1 USD setara dengan 1 Troy Once Emas. Namun sehubungan dengan ekspansi dan keterlibatan AS keluar negeri baik dalam bidang politik, ekonomi dan Hankam menyebabkan banyak sekali Dollar AS yang beredar diluar AS, yang mengakibatkan nilainya menjadi lemah dan kurang diminati ( berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, tentunya ), sehingga untuk mengatasi kurang populernya Dollar AS, maka pada tahun 1971 di AS, Presiden Nixon mengeluarkan dekrit tertanggal 15-8-1971 yang menyatakan bahwa nilai USD tidak lagi dikaitkan dengan Emas. Dan sejak itu AS mulai menerapkan sistem kurs mengambang,


(53)

dan kemudian diikuti oleh negara-negara maju dan berbasis industri lainnya seperti Inggris, Jerman, Jepang dan lain-lain.

Menurut Purnomo, dkk (2013) Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali yaitu :

a. Sistem Nilai Tukar tetap ( 1964-1978)

Dengan sistem nilai tukar ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964. Pemerintah sebagai otoritas kebijakan monennter dapat menentukan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terhadi.

b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (1978-1997)

Berdasarkan sistem tersebut bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu dan melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread yang telah di tetapkan.


(54)

c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (1997-sekarang)

Bank Indonesia menghapus rentang investasi dan tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar sepenuhnya diserahkan pada pemerintah dan penawaran valuta asing.

Menurut Purnomo, dkk (2013: 70-71) Angka asumsi dasar nilai tukar rupiah yang digunakan dalam APBN adalah angka rata-rata kurs tengah (kurs rata-rata-rata-rata dari kurs beli dan kurs jual) harian nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS) selama tahun berjalan (Januari sampai dengan Desember).

Berikut ini beberapa jenis kurs yang digunakan sebagai indikator : a) Kurs Jual

Adalah kurs yang dipakai apabila bank menjual valuta asing kepada nasabahnya.

b) Kurs Beli

Adalah kurs yang dipakai pada saat bank membeli valuta asing dari nasabahnya.


(55)

c) Kurs Tengah

Adalah kurs yang ditetapkan berdasarkan kurs beli dan kurs jual dibagi dua. Gunanya untuk mendapatkan kurs untuk perhitungan-perhitungan yang bersifat umum.

d) Rata-rata Nilai Kurs Bulanan

Adalah jumlah nilai kurs tengah dalam periode 1 bulan dibagi dengan jumlah periode waktu selama 1 bulan.

e) Rata-rata Nilai Kurs tahunan

Adalah jumlah rata-rata nilai kurs tengah bulanan selama 1 tahun dibagi dengan jumlah periode waktu 12 bulan.

Perkembangan Nilai tukar dipengaruhi antara lain oleh : a) Faktor permintaan dan penawaran di pasar :

- Apresiasi adalah peningkatan nilai mata uang yang diukur berdasarkan peningkatan jumlah mata uang asing yang dapat dibeli.

- Depresiasi adalah penurunan nilai mata uang yang diukur berdasarkan penurunan jumlah mata uang asing yang dapat dibeli.

b) Faktor kebijakan :

- Revaluasi adalah kebijakan untuk menaikkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.


(56)

- Devaluasi adalah kebijakan untuk menurunkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.

Menurut Sukirno (1999: 360) Nilai mata uang valuta asing, didalam pasar dari suatu barang, harga ditentukan oleh keadaan di mana penawaran dan permintaan barang mencapai keseimbangan, yaitu jumlah penawaran sama dengan jumlah permintaan. Dalam pasaran valuta asing, harga atau kurs valuta asing juga ditentukan secara demikian, dan ini dapat dilihat dalam gambar 2.2.

Harga (kurs) $ (rupiah) S

D kelebihan penawaran 3000

2000

1000

S kelebihan permintaan D

0 Q0 jumlah mata uang asing US$

Sumber: Sukirno, 1999.

Gambar 2.2


(57)

Didalam gambar itu ditunjukkan bagaimana kurs di antara uang rupiah dan dollar di tentukan. Sumbu datar memberikan gambaran tentang jumlah dollar yang diperjualbelikan oleh orang Indonesia dan Amerika Serikat. Sumbu tegak menunjukkan harga atau kurs mata uang dollar, dan dinyatakan dalam rupiah. Nilai-nilai pada sumbu tegak menunjukkan banyaknya rupiah yang diperlukan untuk memperoleh satu dollar Amerika Serikat. Kurva SS dan DD berturut-turut adalah penawaran dollar oleh penduduk Amerika Serikat dan permintaan ke atas dollar oleh penduduk Indonesia. Bentuk kurva SS dan DD memberikan gambaran mengenai sifat dari permintaan dan penawaran valuta asing seperti yang telah diterangkan sebelum ini. Apabila kurs adalah Rp 3.000 untuk setiap dollar, penawaran dollar melebihi permintaan, dan ketidakseimbangan ini akan menurunkan harga dollar tersebut. Sebaliknya dalam keadaan dimana kurs adalah Rp 1.000 untuk setiap dollar, permintaan dollar melebihi penawarannya. Kelebihan permintaan ini akan menaikkan harga/kurs dollar. Keseimbangan di antara permintaan dan penawaran mata uang dollar tercapai pada waktu kursnya adalah Rp 2.000 untuk setiap dollar. Maka kurs inilah yang merupakan kurs pertukaran yang berlaku di antara mata uang kedua-dua mata uang tersebut. Ini bebrarti


(58)

penduduk Indonesia harus membayar Rp 2.000 untuk setiap dollar, atau penduduk Amerika Serikat harus membayar satu dollar untuk memperoleh Rp 2.000 (Sukirno, 1999: 360-361).

Harga (Kurs) mata uang $ (rupiah) D D1 S

2500 E1

2000 E

D1

S D

0 Q0 Q1 jumlah mata uang asing (US$)

Sumber: Sukirno, 1999.

Gambar 2.3

Kurva Perubahan Kurs Valuta Asing

Dalam gambar 2.3 menunjukkan akibat dari kenaikan permintaan ke atas valuta asing. Di dalam grafik itu dimisalkan bahwa permintaan penduduk Indonesia ke atas dollar. Bertambah dari DD menjadi D1D1. Kenaikan permintaan ke atas mata uang dollar ini menyebabkan kenaikan nilai dollar dan kemerosotan nilai rupiah.Ini berarti kenaikan dalam permintaan itu menyebabkan penduduk Indonesia harus membayar lebih mahal untuk setiap dollar yang ingin diperolehnya. Pada mulanya


(59)

pemilik rupiah harus membayar Rp 2.000 untuk memperoleh setiap dollar. Sekarang mereka membayar Rp 2500 untuk setiap dollar. Oleh karena sifatnya yang selalu mengalami perubahan tersebut, kurs pertukaran yang yang ditentukan oleh mekanisme pasar dinamakan kurs pertukaran yang berubah bebas atau kurs pertukarang mengambang. Beberapa factor penting yang mempunyai mengaruh yang besar ke atas perubahan dalam kurs pertukaran adalah (Sukirno, 1999: 362-363) :

a. Perubahan dalam citarasa masyarakat

Perubahan ini akan mempengaruhi permintaan. Apabila penduduk sesuatu negara semakin lebih menyukai barang-barang dari satu Negara lain, maka permintaan ke atas mata uang Negara lain tersebut bertambah. Maka perubahan seperti itu mempunyai kecenderungan untuk menaikkan nilai mata uang negara lain tersebut.

b. Perubahan harga dari barang-barang ekspor

Apabila harga barang-barang ekspor mengalami perubahan maka perubahan ini akan mempengaruhi permintaan ke atas barang ekspor itu. Perubahan ini selanjutnya aka mempengaruhi kurs valuta asing . Kenaikan harga barang-barang ekspor akan mengurangi permintaan ke atas barang tersebut di luar negeri. Maka kenaikan


(60)

tersebut akan mengurangi penawaran mata uang asing. Kekurangan penawaran ini akan menjatuhkan nilai uang dari Negara yang mengalami kenaikan dalam harga-harga barang ekspornya. Apabila harga barang-barang ekspor mengalami penurunan, maka akibat yang timbul adalah yang sebaliknya.

c. Kenaikan harga-harga umum (inflasi)

Berlakunya keadaan demikian di suatu negara dapat menurunkan nilai mata uangnya. Di satu pihak kenaikan harga-harga akan menyebakan penduduk negara itu semakin banyak mengimpor dari negara lain. Oleh karenanya permintaan ke atas valuta asing bertambah. Di lain pihak ekspor negara itu bertambah mahal dan ini akan mengurangi permintaannya dan selanjutnya akan menurunkan penawaran valuta asing.

d. Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi

Disamping di pengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran ke atas barang-barang yang diperdagangkan di antara berbagai negara, kurs valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat mempengaruhi jumlah serta arah aliran


(61)

modal jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat pendapatan investasi yang lebih menarik akan mendorong pemasukan modal ke negara tersebut. Penawaran valuta asing yang bertambah ini akanmeninggikan nilai mata uang negara yang menerima modal tersebut.

e. Perkembangan ekonomi

Bentuk dari pengaruh perkembangan ekonomi kepada kurs valuta asing tergantung kepada corak dari perkembangan ekonomi itu. Apabila ia terutama disebabkan oleh perkembangan sector ekspor, penawaran ke atas mata uang asing terus menerus bertambah. Dalam keadaan seperti itu perkembangan ekonomi akan meninggikan nilai mata uang. Tetapi apabila sumber perkembangan itu adalah dari perluasan kegiatan ekonomi diluar sektor ekspor, perkembangan itu berkecenderungan akan menurunkan nilai mata uang asing. Akibat yang demikian akan timbul karena pendapatan yang bertambah akan menaikan ekspor. Kenaikan impor ini akan menaikan permintaan ke atas valuta asing.

8. Jumlah Uang Beredar (M2).

Menurut Putong (2013: 341) Secara mudah dan sederhana dapat dikatakan apa yang di maskud dengan jumlah uang beredar adalah total persediaan uang dalam suatu perekonomian pada suatu


(62)

saat tertentu (biasanya satu tahun anggaran). Jadi berdasarkan pengertian di atas kita ketahui bahwa uang beredar itu bukanlah uang yang hanya beredar dan berada di tangan masyarakat, akan tetapi dalam pengertian keseluruhan jumlah uang yang di keluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan uang kuasi (tabungan, valas dan sebagainya).

Jumlah Uang Beredar dalam arti sempit dan sering dinotasikan sebagai M1 adalah berupa uang kartal + giral, sedangkan uang beredar dalam arti luas adalah M1 di tambah dengan uang kuasi (terkadang disebut juga Near Money) yaitu deposito berjangka (pendek), pinjaman semalam antar bank, tabungan dan rekening valas fihak swasta domestik. Dalam arti yang lebih luas lagi disebut M3, yaitu M2 ditambah sertifikat deposito. Total uang beredar (penawaran uang) adalah sebesar : M1 + M2 + M3 ...Mn = M1

Menurut Boediono (1998: 86) jumlah uang beredar pada suatu saat adalah penjumlahan dari uang kartal dan uang giral.

Ms = K + D Dimana : K = uang kartal (currency)

D = uang giral (demand deposit)

Pengertian mengenai uang beredar didasarkan atas anggapan bahwa sebenarnya bukan hanya uang tunai dan saldo giro (cek) saja


(63)

yang bias digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya (untuk tujuan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi). Uang milik masyarakat yang disimpan di bank dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) atau tabungan (misalnya, tabanas), juga mempunyai ciri yang mencekati uang tunai. Kedua simpanan ini bias diubah (tanpa banyak kesulitan) menjadi uang tunai untuk pembayaran transaksi tersebut. Jadi misalnya, deposito berjangka bias diuangkan sewaktu-waktu meskipun dengan kehilangan bunga dan si pemilik harus pula dating sendiri ke bank untuk menguangkannya. Demikian tabungan juga bias sewaktu-waktu diambil dengan cara yang sama (Boediono, 1998: 86-87).

Deposito berjangka dan tabungan sering disebut dengan istilah quasi money atau near money, yaitu sesuatu yang mendekati cirri dari uang. Menurut pengertian yang kedua ini, uang yang beredar adalah narrow money plus quasi money :

Ms* = K + D + T

Dimana T adalah saldo deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat pada bank-bank.Konsep uang yang beredar ini disebut uang beredar dalam arti luas dan broad money (Boediono, 1998: 87).


(64)

Menurut Sukirno (1999: 207) pengertian uang beredar telah dibedakan pula menjadi dua pengertian, yaitu pengertian yang terbatas dan pengertian yang luas. Dalam pengertian yang terbatas uang beredar adalah mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan-perseorangan, perusahaan-perusahaan, dan badan-badan pemerintah. Dalam pengertian yang luas uang bebredar meliputi : (i) mata uang dalam peredaran, (ii) uang giral dan (iii) uang kuasi. Uang kuasi terdiri dari deposito berjangka, tabungan, dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta domestik. Uang beredar menurut pengertian yang luas ini dinamakan juga sebagai Liquiditas perekonomian atau M2. Pengertian yang sempit dari uang beredar selalu disingkat dengan M1.

9. Teori Kuantitas Uang.

Menurut Putong (2013: 343) Teori kuantitas uang baik dari Irving Fisher maupun Mashab Cambridge yang dipelopori oleh Marshall dan Piqou adalah termasuk dalam teori permintaan uang dari Mazhab klasik yang pada dasarnya berpangkal dan bermara pada hal yang sama yang akan di jelaskan berikut ini :

a. Cash Balance Theory (Teori Sisa Tunai) dari Alfred Marshall. Menurut Putong (2013: 344) Alfred Marshall sebagai leader dari mazhab cambridge adalah orang pertama yang menerangkan teori kuantitas uang yang meneliti hubungan antara jumlah uang beredar dengan tingkat harga secara umum (inflasi)


(65)

Marshall beranggapan bahwa banyaknya peredaran uang yang berada di masyarakat, sebenarnya tidak keseluruhan mencakup uang yang dimiliki oleh masyarakat, karena ada sebagian yang masih dipegang secara tunai (k). persamaan dasar dari teori ini adalah :

M = kPT atau M = kPY

Dimana M adalah uang beredar, k adalah besarnya uang tunai yang dipegang oleh masyarakat yang sebanding dengan pendapatannya, P adalah harga-harga umum, T atau Y adalah jumlah produksi baik produk jadi maupun setengah jadi. Dengan demikian berdasarkan persamaan marshall, laju uang beredar ditentukan oleh seberapa besar uang yang dipegang oleh masyarakat, tingkat harga dan jumlah produksi. Secara eksplisit dapat dijelaskan bahwa bila pemerintah ingin menambah uang beredar sebesar 10% dari sebelumnya, maka itu berarti pemerintah harus bersiap-siap pada kenaikan harga yang juga sebesar 10%. (dengan asumsi k dan T atau Y tetap).

b. Persamaan Pertukaran dari Irving Fisher.

Menurut Putong (2013: 344) Teori kuantitas uang berikutnya dikembangkan oleh Irving Fisher, ia juga berpendapat sama dengan marshall, bahwa perubahan jumlah uang beredar (M)


(66)

berbanding lurus dengan perubahan harga-harga (P). Teori ini didasarkan atas persamaan pertukakran yang terkenal yaitu :

MV = PT

(pada beberapa literatur persamaan pertukaran dari Fisher kadang juga ditulis dengan notasi → MV = PQ → PQ = Y = GNP < PT)

Dimana M adalah jumlah uang beredar (M1), V adalah velocity of circulation atau laju peredaran uang yaitu banyaknya uang yang berpindah tangan dari satu orang ke orang lain, P adalah tingkat bunga umum, dan T adalah jumlah yang diproduksi baik produk jadi maupun setengah jadi. Teori kuantitas uang mengasumsikan V dan T tetap.

c. Kesamaan Teoritis antara Fisher dan Marshall.

Menurut Putong (2013: 345) Secara teoritis, teori kuantitas uang dari Fisher dan Marshall pada dasarnya sama, yang membedakannya hanyalah bahwa Marshall menganggap tidak semua uang yang beredar itu mewakili semua uang yang dimiliki oleh masyarakat, akan tetapi masih ada sebagian yang secara tunai dipegang oleh masyarakat yaitu sebesar k yang mewakili besarnya uang tunai yang dipegang sebanding dengan tingkat pendapatannya. Sedangkan Fisher beranggapan bahwa pendapatan masyarakat berupa uang seluruhnya yang beredar. Dari pernyataan


(67)

itu dan berdasarkan penjelasan mengenai uang yang telah dipaparkan dimuka, maka sebenarnya k itu tidak lain adalah 1/V. (karena k tidak lain adalah kebalikan dari V), sehingga :

Bila teori nilai sisa Marshall : M = kPT → M = 1ˣ PT → M = � Padahal persamaan pertukaran dari Fisher : MV = PT → M = �

Perhatikanlah, ternyata bahwa model Marshall dan Fisher yang menjelaskan tentang teori pertukaran pada dasarnya adalah sama.

d. Kritik Keynes terhadap teori kuantitas uang.

Menurut Sukirno (1999: 225) Salah satu kecaman penting ysng dikemukakan oleh Keynes atas analisis shli-ahli ekonomi klasik adalah ke atas pandangan mereka mengenai pengaruh uang ke atas harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi. Keynes tidak sependapat dengan pandangan dari teori kuantitas bahwa perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama tingkatnya ke atas harga-harga, dan bahwa perubahan dalam uang beredar tidak akan menimbulkan perubahan ke atas pendapatan nasional.

Mengenai perkaitan di antara uang yang beredar dengan harga-harga ia berpendapat bahwa pertambahan dalam uang beredar dapat menaikkan harga, tetapi kenaikkan


(68)

harga-harga itu tidak selalu sebanding dengan kenaikkan dalam uang beredar. Lagu pula kenaikkan dalam uang beredar tidak selalu menimbulkan perubahan ke atas harga-harga. Di dalam keadaan di mana perekonomian mengalami masalah pengangguran yang cukup buruk, pertambahan dalam jumlah uang beredar tidak akan mempengaruhi harga-harga. Selanjutnya keynes berpendapat pula bahwa kenaikkan harga-harga bukan saja dipengaruhi oleh kenaikkan dalamm uang beredar tetapi juga oleh kenaikkan dalam ongkos produksi. Walaupun uang beredar tidak mengalami perubahan, tetapi apabila ongkos produksi bertambah lagi, kenaikkan harga-harga akan berlaku. Apabila dalam teori kuantitas uang tidak mengunakan pemisalan bahwa penggunaan tenaga kerja penuh selalu tercapai dalam perekonomian, maka pandangan itu dapat dinyatakan sebagai berikut : sebelum tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tercapai kenaikkan dalam jumlah uang beredar akan menimbulkan kenaikkan yang sama lajunya ke atas produksi dan harga-harga tetap stabil; tetapi sesudah tingkat penggunaan tenaga kerja penuh kenaikkan uang beredar tidak akan menambah produksi tetapi menaikkan harga-harga yang lajunya adalah sama seperti kenaikkan dalam uang beredar (Sukirno, 1999: 225-226).


(69)

e. Perbedaan pendapat mengenai faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga.

Menurut para ahli-ahli ekonomi Klasik tingkat bunga ditentukan oleh (1) penawaran tabungan oleh rumahtangga, dan (2) permintaan dana tabungan oleh penanam modal (investor). Pandangan ini telah menjadi salah satu alasan kepada keyakinan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa tingkat penggunaan tenaga kerja penuh selalu dicapai dalam perekonomian. Sedangkan menurut Keynes tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Dalam bagian ini pandangan Keynes tersebut akan diterangkan. Dengan menggunakan pertolongan grafik akan ditunjukkan bagaimana (1) permintaan uang yang wujud dalam perekonomian, dan (2) penawaran uang dalam perekonomian, akan menentukan tingkat bunga yang berlaku dalam perekonomian (Sukirno, 1999: 229).


(1)

UJI KOINTEGRASI

Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Date: 12/19/16 Time: 13:49 Sample: 2011M01 2015M12 Included observations: 59

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2166.873 258.5342 8.381380 0.0000 JUB 0.002369 0.000196 12.08846 0.0000 KURS -744.0473 84.18622 -8.838113 0.0000 R 318.1963 68.38529 4.652993 0.0000 R-squared 0.840513 Mean dependent var 4467.187 Adjusted R-squared 0.831814 S.D. dependent var 537.9258 S.E. of regression 220.6060 Akaike info criterion 13.69602 Sum squared resid 2676686. Schwarz criterion 13.83687 Log likelihood -400.0327 Hannan-Quinn criter. 13.75100 F-statistic 96.61875 Durbin-Watson stat 1.136460 Prob(F-statistic) 0.000000

Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.971061 0.0001 Test critical values: 1% level -3.550396

5% level -2.913549 10% level -2.594521 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ECT)

Method: Least Squares Date: 12/19/16 Time: 13:50

Sample (adjusted): 2011M02 2015M12 Included observations: 57 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT(-1) -0.599231 0.120544 -4.971061 0.0000 C 4.320976 25.65633 0.168418 0.8669 R-squared 0.310011 Mean dependent var 2.356002 Adjusted R-squared 0.297466 S.D. dependent var 231.0717 S.E. of regression 193.6781 Akaike info criterion 13.40473 Sum squared resid 2063116. Schwarz criterion 13.47642


(2)

Log likelihood -380.0348 Hannan-Quinn criter. 13.43259 F-statistic 24.71144 Durbin-Watson stat 1.959562 Prob(F-statistic) 0.000007

MODEL ECM

Dependent Variable: D(IHSG) Method: Least Squares Date: 12/19/16 Time: 13:53

Sample (adjusted): 2011M02 2015M12 Included observations: 57 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -16.13946 193.3013 -0.083494 0.9338 D(JUB) 0.001279 0.000183 7.002002 0.0000 D(KURS) -345.2077 83.39038 -4.139659 0.0001 D(R) 161.5294 88.02020 1.835140 0.0726 JUB(-1) -0.000177 0.000162 -1.095454 0.2787 KURS(-1) 47.37680 69.85393 0.678227 0.5008 R(-1) 16.83849 54.04528 0.311563 0.7567 ECT 0.385412 0.108017 3.568062 0.0008 R-squared 0.627710 Mean dependent var -15.53754 Adjusted R-squared 0.574526 S.D. dependent var 241.4676 S.E. of regression 157.5054 Akaike info criterion 13.08627 Sum squared resid 1215590. Schwarz criterion 13.37301 Log likelihood -364.9586 Hannan-Quinn criter. 13.19771 F-statistic 11.80255 Durbin-Watson stat 1.896096 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

UJI ASUMSI KLASIK

1.

MULTIKOLINEARITAS

D(IHSG) D(JUB) D(KURS) D(R) D(IHSG) 1.000000 0.597371 0.284130 0.173357

D(JUB) 0.597371 1.000000 0.822854 0.481076 D(KURS) 0.284130 0.822854 1.000000 0.709865 D(R) 0.173357 0.481076 0.709865 1.000000

2.

HETEROSKEDASTISITAS

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.363019 Prob. F(35,21) 0.2290 Obs*R-squared 39.57785 Prob. Chi-Square(35) 0.2729 Scaled explained SS 52.67931 Prob. Chi-Square(35) 0.0279

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 12/19/16 Time: 13:58 Sample: 2011M02 2015M12 Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1555177. 2977735. -0.522268 0.6069 D(JUB) -4.129976 2.333233 -1.770066 0.0912 (D(JUB))^2 -4.65E-07 2.15E-06 -0.216013 0.8311 (D(JUB))*(D(KURS)) 0.094847 1.316580 0.072041 0.9433 (D(JUB))*(D(R)) -0.536465 1.667855 -0.321650 0.7509 (D(JUB))*JUB(-1) 2.58E-06 2.23E-06 1.155154 0.2610 (D(JUB))*KURS(-1) -0.843884 1.001897 -0.842286 0.4091 (D(JUB))*R(-1) 0.671777 0.775430 0.866328 0.3961 (D(JUB))*ECT 0.000281 0.001427 0.197219 0.8456 D(KURS) 193863.4 566597.9 0.342153 0.7356 (D(KURS))^2 -4508.888 159279.1 -0.028308 0.9777 (D(KURS))*(D(R)) 529846.4 519246.2 1.020415 0.3191 (D(KURS))*JUB(-1) -0.838137 0.410300 -2.042741 0.0538 (D(KURS))*KURS(-1) 191940.9 129628.4 1.480701 0.1535 (D(KURS))*R(-1) 78358.30 128566.2 0.609478 0.5487 (D(KURS))*ECT -1012.209 375.8780 -2.692920 0.0136 D(R) 928838.0 896027.2 1.036618 0.3117 (D(R))^2 -344935.8 405826.8 -0.849958 0.4049 (D(R))*JUB(-1) -0.455065 0.933141 -0.487670 0.6308


(4)

(D(R))*KURS(-1) 385312.8 603855.0 0.638088 0.5303 (D(R))*R(-1) -505192.1 461893.1 -1.093743 0.2865 (D(R))*ECT 42.79179 551.9495 0.077528 0.9389 JUB(-1) -0.803268 0.910724 -0.882010 0.3878 JUB(-1)^2 3.32E-07 4.26E-07 0.780083 0.4440 JUB(-1)*KURS(-1) -0.230722 0.341353 -0.675905 0.5065 JUB(-1)*R(-1) 0.143139 0.204422 0.700216 0.4915 JUB(-1)*ECT 0.001579 0.000704 2.243183 0.0358 KURS(-1) -124906.6 587784.1 -0.212504 0.8338 KURS(-1)^2 47647.72 69215.29 0.688399 0.4987 KURS(-1)*R(-1) -9947.265 117712.9 -0.084504 0.9335 KURS(-1)*ECT -609.6280 308.0655 -1.978891 0.0611 R(-1) 1125350. 787783.2 1.428503 0.1679 R(-1)^2 -118480.2 89394.63 -1.325362 0.1993 R(-1)*ECT 431.9039 250.7613 1.722371 0.0997 ECT -1669.219 659.0460 -2.532781 0.0194 ECT^2 -0.314901 0.140545 -2.240570 0.0360 R-squared 0.694348 Mean dependent var 21326.14 Adjusted R-squared 0.184929 S.D. dependent var 40836.02 S.E. of regression 36867.29 Akaike info criterion 24.13267 Sum squared resid 2.85E+10 Schwarz criterion 25.42301 Log likelihood -651.7810 Hannan-Quinn criter. 24.63414 F-statistic 1.363019 Durbin-Watson stat 2.398579 Prob(F-statistic) 0.229025

3.

AUTOKORELASI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.110559 Prob. F(2,47) 0.8956 Obs*R-squared 0.266908 Prob. Chi-Square(2) 0.8751

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/19/16 Time: 13:59 Sample: 2011M02 2015M12 Included observations: 57

Presample and interior missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -9.105422 197.8585 -0.046020 0.9635 D(JUB) -8.88E-06 0.000188 -0.047300 0.9625 D(KURS) 6.873885 86.28067 0.079669 0.9368 D(R) -2.179988 90.17988 -0.024174 0.9808 JUB(-1) -3.46E-06 0.000165 -0.020946 0.9834 KURS(-1) 1.517434 71.25654 0.021295 0.9831 R(-1) 0.705352 55.08804 0.012804 0.9898 ECT -0.006464 0.110888 -0.058292 0.9538


(5)

RESID(-1) 0.034905 0.150301 0.232232 0.8174 RESID(-2) 0.060617 0.149531 0.405379 0.6870 R-squared 0.004683 Mean dependent var -1.99E-13 Adjusted R-squared -0.185910 S.D. dependent var 147.3328 S.E. of regression 160.4447 Akaike info criterion 13.15175 Sum squared resid 1209898. Schwarz criterion 13.51018 Log likelihood -364.8249 Hannan-Quinn criter. 13.29105 F-statistic 0.024569 Durbin-Watson stat 1.975341 Prob(F-statistic) 0.999999

4.

LINEARITAS

Ramsey RESET Test Equation: UNTITLED

Specification: D(IHSG) C D(JUB) D(KURS) D(R) JUB(-1) KURS(-1) R(-1) ECT

Omitted Variables: Squares of fitted values

Value df Probability t-statistic 1.707382 48 0.0942 F-statistic 2.915153 (1, 48) 0.0942 Likelihood ratio 3.360696 1 0.0668 F-test summary:

Sum of Sq. df

Mean Squares Test SSR 69598.75 1 69598.75 Restricted SSR 1215590. 49 24807.96 Unrestricted SSR 1145991. 48 23874.82 Unrestricted SSR 1145991. 48 23874.82 LR test summary:

Value df Restricted LogL -364.9586 49 Unrestricted LogL -363.2783 48

Unrestricted Test Equation: Dependent Variable: D(IHSG) Method: Least Squares Date: 12/19/16 Time: 14:03 Sample: 2011M02 2015M12 Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 22.54515 190.9797 0.118050 0.9065 D(JUB) 0.000819 0.000323 2.535107 0.0146 D(KURS) -297.6960 86.41029 -3.445145 0.0012 D(R) 208.5259 90.62995 2.300850 0.0258 JUB(-1) -0.000190 0.000159 -1.196804 0.2373 KURS(-1) 48.63401 68.53153 0.709659 0.4813


(6)

R(-1) 19.82372 53.04791 0.373695 0.7103 ECT 0.358605 0.107123 3.347593 0.0016 FITTED^2 -0.000932 0.000546 -1.707382 0.0942 R-squared 0.649026 Mean dependent var -15.53754 Adjusted R-squared 0.590530 S.D. dependent var 241.4676 S.E. of regression 154.5148 Akaike info criterion 13.06240 Sum squared resid 1145991. Schwarz criterion 13.38498 Log likelihood -363.2783 Hannan-Quinn criter. 13.18776 F-statistic 11.09527 Durbin-Watson stat 1.806071 Prob(F-statistic) 0.000000


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 18 83

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

2 39 90

PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, SUKU BUNGA, INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR (M1) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

4 27 32

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga (SBI) dan Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Nilai Harga Saham Sektor Properti di BEI Periode 2006-2011

0 7 124

Pengaruh variabel makro ekonomi terhadap harga saham syariah di Indonesia dan Malaysia periode Mei 2011 – Desember 2015

0 14 127

ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi Dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009:05

0 12 15

ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi Dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009:05

0 3 18

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Nilai Tukar ( Kurs) Dolar Amerika/ Rupiah (US$/ Rp), Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, Dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006 – 2010.

0 4 8

PENGARUH SUKU BUNGA SBI, INFLASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI).

0 2 85