Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga (SBI) dan Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap Nilai Harga Saham Sektor Properti di BEI Periode 2006-2011

(1)

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA (SBI)

DAN JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TERHADAP NILAI

HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTI DI BURSA EFEK

INDONESIA (BEI)

(Periode 2006-2011)

Di susun oleh:

Rachmat Kurniadi

NIM: 107084003634

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Rachmat Kurniadi

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Januari 1989

3. Alamat : Jl. Wijaya kusuma ujung Rt 011/01 no.44 Pondok Aren, Tangerang Selatan 15221

4. Telepon : 08999842184

II. PENDIDIKAN

1. TK Darunnajah, Jakarta Selatan tahun 1996

2. SD 04, Jakarta Selatan tahun 1996-2002

3. SMPN 235, Jakarta Selatan tahun 2001-2004

4. SMA N 87 Jakarta Selatan tahun 2004-2007

5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun2007-2013

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Mulyadi Syaiful Anam

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Februari 1955

3. Ibu : Siti Suripah


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research to analyze the effect of exchange rate, interest rate of SBI, and money supply on property sector composite value (NHSprop). The data which use in this research is time series data in Indonesia since 2006.1 – 2011.12. by using OLS (Ordinary Least Square) method.

The result shows that exchange rate and interest rate of (SBI) have a negative and significant effect on property sector composite value (NHSprop) in Indonesia Stock Exchange. Meanwhile money supply has no significant effect on property sector composite value (NHSprop) in Indonesia Stock Exchange.

Keyword: Property Sector Composite value (NHSprop), Exchange Rate, Interest Rate of SBI, Money Supply.


(8)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar terhadap nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series yaitu tahun 2006.1 – 2011.12 dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar dan suku bunga (SBI) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai harga saham sektor properti(NHSprop) di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai harga saham sektor properti (NHSprop) di Bursa Efek Indonesia.

Kata kunci : Nilai Harga Saham Sektor Keuangan (NHSprop), Nilai Tukar, Suku Bunga (SBI), Jumlah Uang Beredar.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga (SBI), dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2011”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua yang telah memberikan semangat serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Ibuku yang tak henti-hentinya berdoa untuk Anaknya serta segala kebijakannya sebagai „‟menteri keuangan‟‟ yang sangat membantu dan Ayahku yang selalu sabar menanti dan sangat sabar menghadapi semua tantangan demi anak-anaknya.

2. Keluargaku yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Ika Nurlaila sebagai penyumbang utama kegiatan touring (thanks buat doa dan materinya,hehehe), Iis mulyani (thanks atas supportnya), Tri Sufriani (terima kasih banget atas doa, support dan materi yang utama,hahaha), Rini Puji Asih (thanks udah dikasih keponakan


(10)

lucu), Rajib Maulana atas kritik dan sarannya serta pertanyaannya „‟Bola yang menang mana‟‟, Riska Nurhidayah yang selalu bantu jaga rumah selagi gw kuliah hahaha, Yahya Rhomadhoni yang selalu care bukain gw pintu pager, M. Fikri Abdillah dan Dimo Agil Aliansyah (baik-baik dah nyantren ditunggu kepulangannya) dan yang terakhir special buat Ade Fadillah yang sudah menanggung kita semua, luv you all.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Lukman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Bapak M. Hartana I. Putra, SE, MSi., selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia memberikan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi ini.

6. Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang


(11)

8. Terima kasih kepada Putri Wulandari atas dukungan dan kesabarannya selama kuliah maupun dalam pembuatan skripsi ini semoga selalu diridhai Allah Swt dan diberikan kebaikan dunia dan akhirat.

9. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis khususnya Syamsul “Pangeran” Bahri, Irfan “Item” Fahmidan Heri “Begal‟‟ Handoko.

10. Seluruh teman-teman Katana 601 thanks Bro selalu ngajak jalan.

11. Dan seluruh jajaran orang-orang terdekat yang tak mungkin disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, 25 Mei 2013


(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... Lembar Pengesahan Skripsi ... Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ...

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar .. ... viii

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xv

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah . ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12


(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

A. Tinjauan Umum Pasar Modal …. ... 14

1. Pengertian Pasar Modal ... 14

2. Manfaat Pasar Modal ... 16

B. Tinjauan Umum Indeks Harga Saham …. ... 17

1. Pengertian Indeks Harga Saham ... 17

2. Jenis-Jenis Indeks Harga Saham ... 18

3. Motif Investor Memegang Saham ... 20

4. Fungsi Indeks Harga Saham ... 21

5. Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham/Indeks Saham ... 21

C. Tinjauan Umum Nilai Tukar Rupiah …. ... 23

1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah ... 23

2. Perubahan Nilai Tukar Rupiah ... 27

3. Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui ... Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing ... 28

D. Tinjauan Umum Suku Bunga SBI …. ... 29

1. Pengertian Suku Bunga SBI ... 29

2. Macam-Macam Suku Bunga ... 31

3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ... 32


(14)

E. Tinjauan Umum Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar ... 33

1. Sejarah Uang ... 33

2. Pengertian Uang ... 34

3. Fungsi Uang ... 35

4. Jenis Uang ... 36

5. Pengertian Jumlah Uang Beredar ... 36

6. Teori Kuantitas Uang ... 37

7. Teori Penawaran dan Permintaan Uang ... 37

F. Keterkaitan Antar Variabel …. ... 39

1. Nilai Tukar Rupiah dengan Nilai Harga Saham Sektor Properti ... 39

2. Suku Bunga SBI dengan Nilai Harga Saham Sektor Properti ... 41

3. Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Nilai Harga Saham Sektor Properti ... 42

G. Hasil-hasil penelitian terdahulu…. ... 43

H. Kerangka Pemikiran ... 52

I. Hipotesis ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... A. Ruang Lingkup Penelitian ... 57

B. Metode Penentuan Sampel ... 57


(15)

D. Metode Analisis Data ... 59

E. Uji Asumsi Klasik ... 60

F. Analisis Statistik … ... 67

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... A. Sejarah Singkat Objek Penelitian ... 72

1. Indeks Harga Saham Sektor Properti ... 72

2. Nilai Tukar Mata Uang ... 75

3. Suku Bunga SBI ... 77

4. Jumlah Uang Beredar (JUB) ... 79

B. Hasil dan Pembahasan ... 81

1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81

2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ... 86

C. Interpretasi Ekonomi ... 91

1. Nilai Tukar Mata Uang ... 91

2. Suku Bunga SBI ... 92

3. Jumlah Uang Beredar (JUB) ... 93

BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ………. ... 94

B. Saran ………. ... 96

Daftar Pustaka ...98


(16)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman 1.1 Data Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI,

Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Pertumbuhan Harga Saham Sektor

Properti Tahun 2006-2011………...………… 6

2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ……… 50

3.1 Operasional Variabel ……….…….. 71

4.1 Laju Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti Tahun 2006-2011……….…….………….. 74

4.2 Tabel Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Tahun 2006-2011 …….. 76

4.3 Tabel Rata-rata Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011 ……….. 78

4.4 Tabel Rata-rata Jumlah Uang Beredar (JUB) Tahun 2006-2011 ……… 80

4.5 Hasil Uji Linearitas …………...……….. 82

4.6 Hasil Uji Normalitas ……….……….. 82

4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ……….. 83

4.8 Hasil Korelasi Uji Multikolinearitas …….……….. 85 4.9 Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey ………. 86


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1.1 Grafik Sektor Properti ………...…….. 5

2.1 Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta

Asing……….………...……… 28

2.2 Kerangka Pemikiran ………..….……. 54 4.1 Grafik Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti

Tahun 2006-2011 ………... 74

4.2 Grafik Nilai Tukar Mata Uang Tahun 2006-2011…….……... 76 4.3 Grafik Suku Bunga SBI Tahun 2006-2011……….…….. 78 4.4 Grafik Jumlah Uang Beredar (JUB)

Tahun 2006-2011…………...……….……….. 80


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman 1 Data Penelitian ……….………...…...… 101 2 Uji Linearitas……….………...….….…... 102 3 Uji Normalitas …………...……... 103 4 Uji Heteroskedastisitas ……….…………..……... 104 5 Uji Multikolinieritas ………...…... 105 6 Uji Autokorelasi ……….... 105 7 Hasil Uji Regresi dengan OLS …...…………..…. 106


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi suatu negara dewasa ini tak bisa dilepaskan dari pasar modal yang diatur oleh suatu negara, meningkatnya perekonomian suatu negara dapat diindikasikan dengan meningkatnya pula volume perdagangan dalam pasar modal begitu juga dengan menurunnya perekonomian suatu negara dapat dilihat dari pasar modal itu sendiri atau dengan kata lain pasar modal menjadi suatu pandangan dari meningkat atau menurunnya perekonomian suatu negara sehingga membuat pasar modal menjadi instrumen penting untuk suatu negara dalam rangka meningkatkan perekonomiannya.

Pasar modal merupakan suatu sarana bagi pelaku usaha untuk memperoleh dana untuk melakukan ekspansi perusahaannya dari investor yang memiliki dana lebih sehingga investor tersebut masuk ke pasar modal untuk memperoleh keuntungan dari dana lebihnya sehingga menimbulkan imbal balik yang positif antara para pelaku usaha dengan para investor. secara umum pasar modal merupakan tempat bagi perusahaan dalam membiayai kegiatan perusahaannya (Thobarry, 2009:18).

Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana


(20)

yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi (Yogi Permana, 2009:1).

Sedangkan menurut (Sugeng, 2010) pasar modal merupakan tempat bertemunya para pemodal dan pencari modal. Sedangkan pasar modal itu sendiri memiliki tiga tujuan; pertama, mempercepat proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan saham perusahaan. Kedua, pemerataan pendapatan bagi masyarakatdan ketiga, meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam menghimpun dana secara produktif.

Aktivitas dalam pasar modal pada dasarnya mencerminkan suatu keadaan ekonomi suatu negara yang dilihat dari gabungan saham atau yang biasa disebut indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Sekarang ini jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 396 emiten. Seiring dengan perkembangan dan dinamika pasar, IHSG mengalami periode naik dan turun.Pada tanggal 9 Januari 2008, IHSG di Bursa Efek Indonesia mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu ditutup pada level 2.830,263 (Bursa Efek Indonesia, 2008).


(21)

Selain indeks harga saham gabungan, Sekarang ini PT Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan, salah satu indeks yang dimiliki oleh Bursa Efek Indonesia adalah indeks sektoral yang merupakan subsektor dari Indeks harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks sektoral pertama kali diperkenalkan pada tanggal 2 januari 1996 dengan nilai awal indeks adalah 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar tanggal 28 desember 1995. Indeks sektoral secara garis besar terbagi menjadi 3 sub bagian yaitu primer yang meliputi pertanian dan pertambangan, sekunder yang meliputi industri dasar kimia, aneka industri dan industri barang konsumsi, dan tersier yang meliputi properti, transportasi, keuangan dan perdagangan, jasa dan investasi (Bursa Efek Indonesia, 2010:5).

Salah satu indeks sektoral yang dimiliki PT. Bursa Efek Indonesia terdapat indeks sektoral properti. Indeks sektoral properti merupakan gambaran untuk menunjukkan apakah terjadi penurunan atau peningkatan peran sektor properti tersebut terhadap perekonomian Indonesia dewasa ini.

Menurut (Thobarry, 2009:19), bagi kalangan masyarakat yang memiliki dana dan berminat untuk investasi, pasar modal menjadi suatu alternatif untuk menanamkan dananya yang salah satunya adalah dalam bentuk saham. Saham properti bisa menjadi pilihan yang tepat dalam kondisi perekonomian saat ini karena return yang akan diterima oleh investor cukup tinggi sehingga menjadi daya tarik tersendiri.


(22)

Sejak krisis ekonomi tahun 1998, banyak perusahaan pengembang mengalami kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh dolar Amerika dalam jumlah yang besar, yang telah dipinjamnya pada saat sebelum krisis ekonomi guna membangun properti. Krisis ekonomi menyebabkan bunga kredit melonjak hingga 50% sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kreditnya (dalam bentuk dolar Amerika). Tunggakan hutang dalam jumlah yang besar, menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada respon investor di pasar modal sehingga mempengaruhi harga pasar saham (Almas, 2007:15).

Meningkatnya harga saham properti dan tetap menjadi primadona selepas krisis salah satunya disebabkan oleh makin banyaknya masyarakat yang sadar jika harga tanah cenderung naik. Bertambahnya jumlah penduduk juga alasan semakin banyaknya masyarakat yang menginvestasikan dananya dalam pasar properti karena menyebabkan demand meningkat dan supply tanah bersifat tetap sehingga harga properti akan selalu naik seiring bertambahnya jumlah penduduk (Suyanto, 2007).

Dalam perkembangannya sektor properti memiliki siklus yang unik dimana pertumbuhan tertinggi selalu berkesudahan dengan krisis ekonomi contohnya diawal tahun 1997 industri properti mencapai pertumbuhan yang signifikan namun tak lama kemudian krisis ekonomi pada tahun 1998 menghancurkan sendi-sendi ekonomi tak terkecuali dalam industri properti, begitu juga diakhir tahun 2007 pertumbuhan industri properti mencapai rekor terbaru dalam satu dekade namun


(23)

pada tahun 2008 krisis kembali meruntuhkan pondasi ekonomi hal ini yang membuat para investor harus memperhitungkan keadaan variabel makro agar tingkat keuntungan sesuai yang diharapkan dan hal ini juga membuat sektor properti selalu menarik untuk dikaji dan lebih jelasnya mengenai pertumbuhan properti dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini:

Gambar 1.1 Grafik Sektor Properti

Sumber: Bursa Efek Indonesia

Selain volatilitas harga saham yang tinggi, sektor properti juga sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara makro. Dampak krisis global bisa saja akan kembali mempengaruhi bisnis properti Indonesia seperti yang terjadi pada tahun 1998. Kekhawatiran ini mulai muncul sejak tahun 2003 ketika ekspansi

1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1,800,000 2,000,000 2,200,000 2,400,000 2,600,000

2006 2007 2008 2009 2010 2011


(24)

bisnis properti begitu tinggi. Pembangunan ruko, apartemen, mal dan pusat perbelanjaan mengalami perkembangan yang signifikan, tak hanya di Jakarta namun juga di beberapa kota besar lainnya. Pada perkembangannya, membaiknya kondisi ekonomi membuat pertumbuhan bisnis properti nasional khususnya sejak 2003 menjadi sangat tinggi. Nilai kapitalisasi proyek properti nasional melonjak, dan puncaknya tahun 2005 nilai kapitalisasinya mencapai Rp 91,01 Triliun atau meningkat hampir sepuluh kali dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang sebesar Rp. 9,51 Triliun.

Tabel 1.1

Berikut data mengenai nilai tukar rupiah, suku bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan pertumbuhan harga saham sektor properti tahun

2006-2011

Sumber: Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik,BKPM

Tahun Nilai tukar (Rupiah/dollar)

Suku Bunga SBI

(%)

JUB (milyar)

Pertumbuhan Harga Saham Sektor Properti

(milyar)

2006 8.571,1 11.97 15.163.734 1.026.786

2007 8.985,4 8.03 17.580.581 2.430.874

2008 9.750,6 9.39 20.458.862 1.977.205

2009 9.425 7.49 23.709.943 1.605.056

2010 9.163,7 6.57 26.634.685 2.110.775


(25)

Pertumbuhan sektor properti pada 2006 masih dalam tren membaik, meskipun daya beli masyarakat menurun pascakenaikan harga BBM di Oktober 2005. Dalam periode pelaku ekonomi masih melakukan penyesuaian terhadap dampak kenaikan harga BBM tersebut, pertumbuhan sektor properti pada 2006 masih tumbuh sebesar 9%, Kinerja perekonomian tersebut banyak dipengaruhi peran kuat stimulus fiskal dan dampak positif peningkatan harga komoditas primer dunia. Ekspansi perekonomian pada 2006 banyak bertumpu pada konsumsi pemerintah dan ekspor, sementara secara sektoral ditopang kelompok sektor primer dan kelompok sektor jasa. Konsumsi Pemerintah meningkat tinggi dibandingkan 2005 antara lain disumbang pengeluaran bantuan langsung tunai (BLT). Secara sektoral, peningkatan pertumbuhan tercatat pada sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bangunan.

Sementara itu pada pertumbuhan sektor properti tercatat pertumbuhan pada tahun 2006 mencapai yang tertinggi pada tingkat 9,0% dan mulai mengalami penurunan signifikan akibat krisis global yang mengakibatkan penurunan pada sector property menjadi 7,05% pada tahun 2009 dan kembali mengalam penurunan sebesar 0,5% pada tahun 2010 menjadi 7,0%. Penurunan ini tidak terlepas dari imbas dari krisis global yang terjadi di Amerika serikat. Disaat terjadi krisis global membuat pasar properti global memburuk. Memburuknya pasar global tersebut berpengaruh negatif di pasar modal dalam negeri. Memburuknya kondisi ekonomi global membuat prilaku investor cenderung ingin menghindari resiko sehingga investasi dalam bentuk portofolio mengalami penurunan termasuk saham-saham


(26)

sektor properti. Setelah tahun 2009 saham properti cenderung mengalami peningkatan, hal ini terlihat dengan total perdagangan pada tahun 2010 mencapai 2.110.775 milyar dan pada tahun 2011 saham properti juga mengalami peningkatan menjadi 2.492.910 milyar. Peningkatan tersebut tak terlepas dari makin membaiknya perekonomian di Indonesia.

Nilai tukar rupiah mulai kembali pada tren menguat sejak triwulan II 2009 ditopang perbaikan persepsi risiko terhadap emerging market dan kondisi fundamental domestik yang tetap terjaga. Optimisme akan pemulihan ekonomi global yang disertai dengan terjaganya kondisi fundamental domestik mendorong terus naiknya pasokan valas dari investor asing di pasar keuangan domestik. Selain itu, neraca transaksi berjalan yang tetap surplus semakin mendukung tren penguatan rupiah. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan rupiah ditutup pada level Rp9.425 pada akhir tahun 2009 atau terapresiasi 18,4% dibandingkan dengan akhir Maret 2009.

Selama tahun 2010, nilai tukar rupiah menguat cukup signifikan terutama disebabkan oleh derasnya aliran masuk modal asing. Pergerakan nilai tukar rupiah juga ditopang oleh keseimbangan interaksi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik serta fundamental perekonomian domestik yang kuat. Nilai tukar rupiah mulai mengalami apresiasi sejak awal tahun dan mencapai level Rp 9.163 per dolar AS atau menguat secara rata-rata sebesar 3,8% dibandingkan dengan akhir tahun 2009. Secara point-to-point rupiah terapresiasi sebesar 4,4% (Bank Indonesia, 2010).


(27)

Tahun 1983 dapat dipandang sebagai salah satu langkah awal modernisasi bidang moneter di Indonesia dengan dilepaskannya sistem pengendalian secara langsung dalam mengendalikan jumlah uang beredar seperti penetapan suku bunga simpanan, kredit perbankan dan lain-lain. Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia kemudian menerapkan sistem pengendalian moneter atau jumlah uang beredar secara tidak langsung, Seperti mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat berharga pasar uang (Aulia Pohan,2008:96). Peningkatan suku bunga membuat investor lebih berminat kepada Sertifikat Bank Indonesai (SBI) sehingga membuat permintaan saham menurun. Menurunnya permintaan tersebut akan membuat harga saham menurun. Sebaliknya disaat Suku Bunga SBI diturunkan maka investor lebih berminat menanamkan dana mereka ke surat berharga penyertaan (saham) sehingga permintaan akan saham tertentu akan meningkat sehingga meningkatkan harga saham tersebut. Hal ini terlihat pada tahun 2010 dan 2011 dimana suku bunga (SBI) berada dititik terendah dalam lima tahun namun harga saham properti mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun tersebut, kenaikan saham properti dan rendahnya suku bunga (SBI) menggambarkan antara harga saham properti dan suku bunga (SBI) memiliki hubungan yang negatif.

Berdasarkan data dan penjelasan diatas maka peneliti melihat bahwa ternyata ada 3 faktor yang setidaknya yang mempengaruhi nilai harga saham khususnya sektor properti yaitu nilai tukar, suku bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (JUB). Ketiga faktor tersebut secara teoritis dan didukung oleh penelitian sebelumnya


(28)

sangat berkaitan dengan nilai harga saham pasar modal. Maka penulis melakukan

penelitian ini mengenai “Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga SBI dan

Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap nilai harga saham sektor properti di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2011”.

B. Perumusan Masalah

Perkembangan harga saham sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan dimana return yang di dapat investor cukup tinggi pada sektor ini karena properti merupakan hal mutlak yang harus dipengaruhi oleh masyarakat. Pertumbuhan yang tinggi pada harga saham sektor properti tak lepas dari peran Bank Indonesia selaku bank sentral untuk menjalankan tugasnya dengan baik yaitu menjaga variabel-variabel makro seperti nilai tukar, SBI dan JUB (jumlah uang beredar) agar tetap bergerak dalam posisi yang menjanjikan dalam melakukan investasi dan memberikan informasi yang transparan kepada para investor sehingga para investor dapat dengan mudah menganalisis dan memprediksi dalam menanamkan dananya pada harga saham sektor properti di Indonesia, ketika harga saham mengalami peningkatan maka secara otomatis mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Berfluktuatifnya harga saham sektor properti terjadi karena banyak faktor, baik faktor domestik seperti keamanan dalam negri maupun faktor dari negara lain seperti krisis di Amerika Serikat yang berimbas kepada perdagangan saham ditambah dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia


(29)

selaku otoritas moneter seperti menjaga nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI), maupun JUB (jumlah uang beredar) untuk membuat perekonomian tetap bergairah sehingga perubahan variabel-variabel tersebut mampu mempengaruhi harga saham.

Atas dasar penjelasan di atas dalam penelitian ini penulis mencoba mencari variabel-variabel yang mempengaruhi harga saham sektor properti berdasarkan variabel-variabel dinamis yaitu nilai tukar, suku bunga SBI dan JUB (jumlah uang beredar) yang dimana penulis ingin mengetahui secara detail dan pasti:

1. Seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti secara bersama-sama?

2. Seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga saham sektor properti?

3. Seberapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap harga saham sektor properti?

4. Seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti?


(30)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah secara berikut:

1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti secara bersama-sama?

2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga saham sektor properti?

3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh suku bunga (SBI) terhadap harga saham sektor properti?

4. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti?

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, manfaat yang menjadi prioritas penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah

Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah dan penentu kebijakan dapat menggunakan dan mengkaji penelitian itu sebagai salah satu masukan dalam menentukan suatu kebijakan dalam upaya mencari jalan keluar dari setiap permasalahan dalam sisi moneter agar tetap kondusif khususnya dalam menjaga saham sektor properti.


(31)

2. Bagi Investor dan Pelaku Bisnis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu informasi yang sedikit banyak berguna bagi para investor dan pelaku bisnis dalam menanamkan dananya pada saham sektor properti.

3. Bagi Akademisi / Peneliti

Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi tambahan referensi mahasiswa dalam membuat karya ilmiah dan bagi para peneliti berikutnya diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan yang ada pada penelitian ini. 4. Bagi Penulis

Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan atau menerapkan teori-teori yang telah diterima khususnya teori-teori ekonomi moneter yang telah diperoleh dari perkuliahan dan menambah wawasan tentang pengaruh yang ditimbulkan dari nilai tukar rupiah, suku bunga (SBI) dan jumlah uang beredar (JUB) terhadap harga saham sektor properti.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Pasar Modal 1. Pengertian Pasar Modal

Menurut Darmaji dan Hendy (2006:1), pasar modal adalah pasar untuk berbagi instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan mauun institusi lain dan sarana bagi kegiatan investasi.

Menurut Deddy (2010:2) pasar modal adalah salah satu penggerak perekonomian suatu negara. Karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisispasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menujang pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu, pasar modal juga merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan-perusahaan disuatu negara. Karena hampir semua industri disuatu Negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang sedang mengalami peningkatan (Bullish) atau mengalami penurunan (Bearish) terlihat dari naik turunnya harga-harga saham yang tercatat yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks.


(33)

Thobarry (2009) menyatakan bahwa pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan mencari dana untuk membiayai kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan cara menanamkan dana ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu perusahaan atau emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan emiten pada khususnya di luar sumber‐sumber yang umum dikenal, seperti tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar negeri.

Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi (Yogi, 2009:1).

Witjaksono (2010) menyatakan Bursa efek utama adalah suatu institusi yang terpusat yang mempertemukan kekuatan permintaan dan penawaran atas efek. Di sini proses transaksi jual beli diatur secara rapi dengan menggunakan peraturan sistematis yang dikeluarkan oleh pengelolanya. Setiap instrumen


(34)

efek yang akan diperdagangkan di bursa harus memenuhi kebijakan pencatatan (listing policy) yang dikeluarkan oleh pengelolanya.

Berdasarkan definisi diatas, pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan mencari dana untuk digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan sarana bagi masyarakat serta untuk berinvestasi serta akumulasi dana jangka panjang yang diatur secara rapi dengan menggunakan peraturan sistematis yang dikeluarkan oleh pengelolanya dengan tujuan untuk meningkatkan partisispasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menujang pembiayaan pembangunan nasional.

2. Manfaat Pasar Modal

Menurut Tjiptono dan Hendy (2001:2) manfaat keberadaan pasar modal, yaitu: a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha

sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal

b. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi

c. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah d. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik

e. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek

f. Alternatif investasi yang memberikan profesi keuntungan dengan resiko yang bias diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi


(35)

g. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial

h. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten

B. Tinjauan Umum Indeks Harga Saham 1. Pengertian Indeks Harga Saham

Indeks Harga Saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham, indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau sedang lesu (BEI).

Menurut (Supranto, 2004:113) indeks merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda.

Menurut Witjaksono (2010) Indeks Harga Saham Gabungan atau Composite Stock Price Index (IHSG) merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja kerja saham yang tercatat di suatu bursa efek.

Berdasarkan definisi diatas, indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham, indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja kerja saham yang tercatat di suatu bursa efek dan dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda.


(36)

2. Jenis-Jenis Indeks Harga Saham

Menurut Tjiptono dan Hendy (2001:7-9) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat lima indeks harga saham, yaitu indeks individual, indeks harga saham sektoral, indeks LQ 45, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan indeks syariah atau Jakarta islamic indeks (JII).

a. Indeks Individual

Indeks individual ini menggunakan indeks harga masing-masing saham terdapat harga dasarnya. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu:

BEJ memberi angka dasar IHSI 100, ketika saham diluncurkan pada pasar perdana dan berubah sesuai dengan perubahan pasar.

b. Indeks Harga Saham Sektoral

Indeks harga saham sektoral ini menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing sektor. Perhitungan harga dasar masing-masing sektor didasarkan pada kurs/harga akhir setiap saham tanggal 28 Desember 1995. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996. Di BEJ indeks sektoral terbagi atas Sembilan sektor, yaitu:

1) Sektor-sektor Primer (Ekstraktif) (a) Pertanian

(b) Pertambangan


(37)

2) Sektor-sektor Sekunder (Industri Manufaktur) (c) Industri dasar dan kimia

(d) Aneka industry

(e) Industri barang konsumsi 3) Sektor-sektor Tersier (Jasa)

(f) Properti dan real estate (g) Transportasi dan infrastruktur (h) Keuangan

(i) Perdagangan, jasa dan investasi. c. Indeks LQ 45

Indeks LQ 45 merupakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan februari dan agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah.

d. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

IHSG ini menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. Tanggal 10 agustus 1982 ditetapkan sebagau hari dasar (nilai indeks = 100). Berikut penghitungan Indeks Harga Saham Gabungan:

Nilai Pasar = Jumlah saham tercatat x harga terakhir

IHSG = x 100


(38)

e. Indeks Syariah atau Jakarta Islamic Index (JII)

JII ini merupakan indeks terakhir yang dikembangkan oleh BEJ bekerja sama dengan Danareksa Investment Management. Indeks ini merupakan indeks yang mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariat Islam.

3. Motif investor memegang saham.

Pada dasarnya, ada keuntungan yang diperoleh oleh investor dengan membeli atau memiliki saham yaitu (Darmaji dan Hendy, 2001:8)

1. Dividen

Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash devidend) yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham

2. Capital again

Capital again merupakan selisih anatar harga jual dan harga beli. Misalnya investor membeli saham tersebut dengan harga persaham Rp 3000 dan menjual kembali dengan harga persaham Rp 3500 maka investor mendapatkan capital again sebesar Rp 500.


(39)

3. Saham bonus (jika ada)

Saham bonus adalah saham yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga jual terhadap harga nominal saham pada saat perusahaan melakukkan penawaran umum dipasar perdana.

4. Fungsi Indeks Harga Saham

Menurut Iskandar (2003:89) berpendapat bahwa Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu:

a) Sebagai indikator trend pasar

b) Sebagai indikator tingkat keuntungan c) Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio

d) Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif e) Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Sebagai salah satu instrumen ekonomi, volatilitas harga saham disuatu bursa effek dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu lingkungan mikro dan lingkungan makro (Iskandar, 2003:87-88):


(40)

1. Lingkungan mikro

Lingkungan mikro yang mempengaruhi fluktuasi harga saham adalah: a) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan, rincian kontrak,

produk baru, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, keamanan produk dan laporan penjualan b) Pengumuman pendanaan seperti utang dan ekuitas

c) pengumuman badan direksi manajemen

d) Pengumuman penggabungan pengambil-alihan diversifikasi e) Pengumuman investasi seperti ekspansi pabrik

f) Pengumuman ketenagakerjaan seperti kontrak baru, pemogokan dan lain-lain.

2. Lingkungan makro

Lingkungan makro yang mempengaruhi volatilitas harga saham adalah: a) Pengumuman dari pemerintah, seperti: perubahan suku bunga tabungan

dan deposito, kurs, inflasi dan lain-lain.

b) Pengumuman hukum seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan. c) Pengumuman industri sekuritas.

d) Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga mempengaruhi terhadap harga saham.


(41)

C. Tinjauan Umum Nilai Tukar Rupiah 1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah

Rayun (2007:4) menyatakan bahwa nilai tukar mata uang (exchange rate) atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro-ekonomi yang lainnya.

Menurut Thobarry (2009:46) kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel‐variabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.

Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang Negara yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu Negara dengan Negara lain. Misalnya mata yang Amerika serikat berupa US $, mata uang Yen dari Jepang, dan lain sebagainya. Setiap valuta asing tersebut mempunyai harga tertentu dalam mata uang suatu Negara lain. Misalnya US $ dengan Rp, $1=Rp 9.600, (artinya harga 1 US $ sama dengan Rp 9.600). harga tersebut


(42)

menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing (Asfia, 2006). Menurutnya nilai kurs valuta asing dari waktu ke waktu dapat mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar valuta asing dan juga dapat ditentukan oleh pemerintah.

Pasar valuta asing pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing (Asfia, 2006).

a. Permintaan terhadap valuta asing (Foreign Exchange Demand)

Hal ini timbul apabila penduduk suatu Negara membutuhkan barang yang diproduksi negara lain. Artinya bila terjadi permintaan masyarakat terhadap produk luar negeri, maka permintaan terhadap valuta asing meningkat. Kenaikan permintaan terhadap valuta asing sangat ditentukan oleh faktor-faktor di antaranya:

(1) Nilai tukar atau harga mata uang asing (2) Tingkat pendapatan

(3) Tingkat bunga relative (4) Selera

(5) Ekspektasi, dan (6) Kebijakan pemerintah


(43)

Apabila yang berubah itu hanya harga valuta asing (nilai tukar), maka perubahan permintaan terhadap valuta asing hanya akan bersifat movement along demand curve, artinya pergerakan hanya terjadi disepanjang kurva permintaan yang sudah ada. Tetapi bila yang berubah selain dari kurs, misalnya pendapatan, ekspektasi atau yang lainnya, maka kurva permintaan terhadap valuta asing untuk keperluan barang impor dan keperluan spekulasi akan bergeser, bisa ke kiri dan bisa ke kanan. Tergantung kondisi perubahannya.

b. Penawaran terhadap valuta asing (Foreign Exchange Supply)

Hal ini terjadi apabila Negara lain mengimpor barang dan jasa atau terjadi ekspor. Semakin besae ekspor suatu Negara, maka supply valuta asing akan meningkat. Sebab terjadi peningkatan capital inflow. Sama halnya dengan konsep permintaan, supply dari valuta asing sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain:

(1) Perubahan kurs/ harga valuta asing (2) Harga/ biaya produksi barang impor (3) Selera dan ekspektasi, serta

(4) Kebijakan pemerintah.

Apabila yang berubah hanya kurs, perubahan terhadap supply valuta asing hanya bergerak sepanjang kurva supply yang ada atau bersifat movement along supply curve, tetapi bila yang berubah faktor lain, misalnya biaya/ harga barang


(44)

impor, hal ini akan mendorong terjadinya pergeseran kurva supply bisa ke kiri atau ke kanan tergantung kondisi perubahan dari faktor-faktor tersebut.

Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruh-pengaruh dari luar. Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula (Wibowo dan Suhendra, 2010:2).

Berdasarkan definisi diatas, nilai tukar mata uang kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya dan merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel‐variabel makro ekonomi yang lain dan pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan


(45)

lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing.

2. Perubahan Nilai Tukar Rupiah

Naik turunnya nilai tukar mata uang pada waktu dilakukan transaksi valuta asing, dapat terjadi dengan berbagai cara yaitu secara resmi yamg biasa dilakukan oleh pemerintah di suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate atau bisa juga karena terjadinya tarik menarik antara penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism). Sedangkan perubahan nilai tukar mata uang dapat disebabkan oleh empat hal yaitu depresiasi, apresiasi, devaluasi, dan revaluasi (Rayun, 2007:28).

a. Depresiasi (depreciation) merupakan penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing akibat terjadinya tarik-menarik antara supply dan demand di dalam pasar.

b. Apresiasi (appreciation) merupakan peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing akibat terjadinya tarik-menarik antara supply dan demand di dalam pasar.

c. Devaluasi (devaluation) merupakan penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah di suatu negara.

d. Revaluasi (revaluation) merupakan peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah di suatu negara.


(46)

3. Mekanisme Penentuan Nilai Tukar Melalui Analisis Demand dan Supply di Pasar Valuta Asing

Gambar 2.1

Kurs Kurs Sv Kurs Sv

9500 A B Sv E1 Sv1

9000 E E E

8500 Dv1 E1

Dv Dv Dv 0 Q* Qs 0 Q* Q1b Qs 0 Q* Q1c Q

Keterangan Gambar 2.1 (Thobarry, 2009):

1. Gambar A menunjukkan kurs pada tingkat Rp 9.000

2. Gambar B menunjukkan terjadi perubahan/kenaikan kurs sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan terhadap barang impor. Naiknya impor akan mendorong kenaikan permintaan terhadap Dollar dari Q* menjadi Q1b dan kurva permintaan terhadap valuta asing bergeser ke kanan dari kurva Dv menjadi kurva Dv1, sehingga kurs naik mencapai Rp 9.500. kondisi ini dapat diartikan melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar. Gejala melemahnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut depresiasi.


(47)

3. Gambar C menunjukkan terjadinya perubahan/penurunan kurs sebagai akibat tingginya ekspor. Sebab dengan naiknya ekspor akan menambah supply dollar dari Q* menjadi Q1c dan kurva supply dollar bergeser dari kurva Sv menjadi kurva Sv1, akibatnya kurs turun mencapai Rp 8.500. Kondisi ini dapat diartikan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Gejala menguatnya nilai tukar rupiah karena kekuatan pasar disebut apresiasi.

D. Tinjauan Umum Suku Bunga SBI 1. Pengertian Suku Bunga SBI

Menurut Case dan Fair (2004:167), bunga adalah biaya yang dibayarkan oleh seseorang peminjam kepada pemberi pinjaman atas penggunaan dananya. Tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga pinjaman tahun yang dinyatakan sebagai persentase dari pinjaman; persentase itu sama dengan jumlah bunga yang diterima pertahun dibagi dengan jumlah pinjaman.

Suku bunga (Interest Rate) Menurut Herman Darmawi (2006:181), tingkat bunga adalah harga yang harus dibayar oleh peminjam untuk memperoleh dan dari pemberi pinjaman untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Menurut Yogi (2009:3) Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah melakukan kebijakan moneter. Peredaran uang yang terlalu banyak dimasyarakat akan


(48)

mengakibatkan masyarakat cenderung membelanjakan uangnya yang pada akhirnya bias berdampak pada kenaikan harga-harga barang, yang salah satu faktor pemicu inflasi dengan menaikan bunga SBI berarti bank-bank dan lembaga keuangan akan terdorong untuk membeli SBI. Adanya bunga yang tinggi dalam SBI membuat bank dan lembaga keuangan menikmatinya, ini otomatis akan memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk produknya. Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi pada produk bank seperti deposito/tabungan jelas lebih kecil resikonya atau dapat dikatakan investasi bebas resiko oleh karena itu investor akan menjual sahamnya dan dananya serentak akan berdampak pada penurunan harga saham. Selain itu dampak dari tingkat suku bunga bank yang tinggi juga berdampak pada bunga pinjaman modal kerja perusahaan. Ini artinya penambahan pengeluaran perusahaan jika ini terjadi maka kondisi fundamental perusahaan akan terganggu. Hal ini didukung oleh Wibowo dan Suhendra (2010:4) bahwa tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi diharapkan berkurangnya jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi. Sedangkan menurut Bank Indonesia, tingkat suku


(49)

bunga adalah beban biaya yang dinyatakan dengan persentase tertentu dalam rangka peminjaman uang untuk jangka waktu tertentu.

Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai alat pemerintah untuk melakukan kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku bunga turun). Jadi SBI menurut Prakarsa dan Kusuma (2008:3) adalah salah satu instrument investasi yang menarik bagi investor mengingat instrument ini diterbitkan oleh Bank Indonesia yang merupakan lembaga keuangan milik negara.

Berdasarkan definisi diatas, suku bunga SBI merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat dan mengendalikan tingkat harga yang bertujuan sebagai alat pemerintah untuk melakukan kontraksi pasar dalam primary market dan sebagai secondary reserve dan trading instrument dalam secondary market (untuk situasi tingkat suku bunga turun) dan menjadi salah satu instrument investasi yang menarik bagi investor mengingat instrument ini diterbitkan oleh Bank Indonesia yang merupakan lembaga keuangan milik negara.

2. Macam-Macam Suku Bunga

Menurut Samuelson (2004:318), suku bunga dapat dibedakan berdasarkan satuan uang. Suku bunga yang dibedakan berdasarkan satuan uang dapat dibedakan mejadi dua, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil.


(50)

1. Suku bunga nominal

Suku bunga nominal adalah suku bunga yang diukur dari pendapatan dalam uang pertahun peruang yang diinvestasikan. Suku bunga nominal (suku bunga uang) adalah suku bunga yang diukur dengan uang.

2. Suku bunga riil

Suku bunga riil adalah suku bunga yang dikoreksi karena inflasi yang dihitung sebagai suku bunga nominal dikurang tingkat inflasi. Sebagai contohnya, anggap suku bunga suatu negara adalah 8% pertahun sedangkan inflasi 3 % pertahun. Maka kita dapat mengetahui kurs riil negara tersebut yaitu 8%-3% = 5%.

3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tentang Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter (Bank Indonesia).

Tujuan dari penerbitan SBI yaitu mempengaruhi jumlah uang beredar. Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah dalam paradigma yang dianut, jumlah uang (uang kartal, uang giral


(51)

di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut (Bank Indonesia).

4. Dampak Suku Bunga SBI Terhadap Indek Saham

Salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter dalah suku bunga SBI. Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akan memberikan pengaruh terhadap suku bunga tabungan dan deposito bank-bank umum yang ditawarkan kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan oleh bank kepada debiturnya (Pohan, 2008:19-20).

Selain itu, Perubahan suku bunga mengalami kenaikan maka akan membuat investor akan lebih memilih untuk mengalihkan dananya kedalam surat berharga atas unjuk yang di terbitkan oleh bank Indonesia tersebut. Bila suku bunga mengalami kenaikan maka investor akan lebih memilih untuk mengalihkan dananya kedalam surat berharga atas unjuk yang diterbitkan oleh bank Indonesia tersebut. Kondisi ini dapat berdampak pada aktivitas perdagangan saham di bursa efek (Prakarsa dan Kusuma, 2008:308).

E. Tinjauan Umum Pertumbuhan Jumlah Uang beredar 1. Sejarah Uang

Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhan secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan


(52)

orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.

Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan interaksi antar manusiapun meningkat tajam/ ketika itulah masing-masing individu muai tak mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri atau kebutuhan lain.

Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada waktu bersamaan (double coincidense of wants) dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan manusia semakin sulit menciptakan situasi double concidense of wants ini. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima semua pihak. Alat tukar tersebut yang kemudian disebut uang. Pertama kali uang dikenal dalam peradaban sumeria dan babylonia (Edwin Nasution et al, 2006).

2. Pengertian Uang

Menurut Samuelson (2001), uang adalah segala sesuatu yang bersifat sebagai alat pertukaran atau alat pembiayaan yang diterima secara umum. Sedangkan menurut Sadono Sukirno (2006:267), uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan.


(53)

Menurut Asfia Murni (2006), uang adalah segala sesuatu yang diterima masyarakat secara umum dan dapat dipercaya sebagai alat pembayaran yang sah untuk keperluan transaksi, sebagai satuan hitung, dan sebagai alat penyimpan nilai.

3. Fungsi Uang

Dalam ilmu ekonomi peranan atau fungsi uang dibedakan menjadi 4 jenis (Sadono Sukirno, 2006), yaitu:

1. Fungsi uang sebagai alat tukar

Dengan adanya uang, kegiatan tukar-menukar akan jauh lebih mudah dijalankan kalau dibandingkan dengan perekonomian yag bertransaksi dengan menggunakan barter. Sehingga uang yang dipakai pada masyarakat digunakan untuk bertransaksi mengganti sistem barter.

2. Fungsi uang sebagai satuan hitung

Penggunaan uang dalam masyarakat bersumber dari kesanggupannya untuk bertindak sebagai satuan nilai. Dalam hal ini yang dimaksud dengan satuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari berbagai jenis barang dengan adanya uang. Nilai suatu barang dapat dengan mudah dinyatakan yaitu dengan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut.

3. Fungsi uang sebagai pembayaran tertunda

Penggunaan uang sebagai alat pembayaran atau perantara dalam tukar-menukar dapat mendorong pembayarannya ditunda karena para pelaku


(54)

ekonomi akan merasa yakin bahwa pembayarannya yang ditunda itu adalah sesuai dengan yang diharapkan.

4. Fungsi uang sebagai penyimpan nilai

Uang bisa digunakan sebagai alat penyimpanan nilai. Maksudnya adalah penggunaannya memungkinkan kekayaan orang disimpan dalam bentuk uang.

4. Jenis uang

Terdapat dua jenis uang yang beredar dalam masyarakat yaitu: 1. Uang Giral

Jenis uang ini biasanya diterbitkan oleh bank umum yang diatur oleh perundangan-undangan seperti surat utang, deposito dan sebagainya.

2. Uang Kartal

Uang kartal adalah uang yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh pemerintah berupa uang logam dan uang kertas baik yang memiliki nilai intrinsik maupun yang memiliki nilai nominal (Asfia, 2006:158).

5. Pengertian Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.

1. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit

Uang dalam arti sempit adalah uang yang dalam peredarannya ditambah dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan, perusahaan dan badan pemerintah.


(55)

2. Pengertian uang dalam arti luas

Uang dalam arti luas adalah mata uang yang dalam peredaraannya ditambah dengan uang giral dan uang kuasi yang terdiri dari tabungan, deposito, valas milik swasta dalam negeri.

6. Teori Kuantitas Uang

Menurut teori kuantitas uang oleh Alfred Marshal yang isinya jika perubahan uang beredar akan mengakibatkan perubahan harga secara proporsional.

Menurut Boediono (2005:23) teori marshal dapat dituliskan sebagai berikut: M = kPT atau M = Kpy

Penjelasan:

M : jumlah uang beredar

K : besarnya uang tunai yang dipegang masyarakat P : harga umum

T atau Y: jumlah produk setengah jadi dan jadi

Persamaan diatas menjelaskan jika laju uan beredar diketahui oleh besarnya uang yang dipegang masyarakat, jumlah produksi dan tingkat harga. 7. Teori Penawaran dan Permintaan Uang

Teori permintaan uang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan uang dan teori penawaran uang sangat berkaitan dengan jumlah uang yang beredar.


(56)

a. Teori Permintaan Uang

Menurut Asfia Murni (2006:156), merujuk pada pandangan ekonomi klasik fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar, oleh sebab itu jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat produk atau pendapatan nasional. Bila tingkat produk nasional meningkat permintaan uang untuk transaksi dipandang sebagai nilai likuiditas (L) dalam arti riil yang ada ditangan masyarakat. Sementara L merupakan nilai nominal uang (Md) dibagi dengan tingkat harga (P) dan jika diformulasikan adalah sebagai berikut:

L = kY L = Md/P=kY Penjelasan:

L : permintaan riil

Md : nilai nominal pendapatan P : tingkat harga

Y : produk nasional b. Teori Penawaran Uang

Teori penawaran uang menjelaskan bahwa uang terdiri dari M1 dan M2 yang keduanya tersedia dalam rangka kegiatan ekonomi suatu negara.

1.) Penawaran uang (M1)

Penawaran uang M1 merupakan jumlah uang yang digunakan untuk keperluan transaksi yang terdiri dari:


(57)

a.) uang logam dan uang kertas yang secara umum disebut uang kartal b.) uang giral yaitu deposito yang dikeluarkan oleh bank umum. 2.) penawaran uang (M2)

Penawaran uang M2 terdiri dari M1 ditambah dengan rekening tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan atau dicairkan dalam waktu dekat (Asfia Murni, 2006:158).

F. Keterkaitan Antara Variabel

1. Nilai Tukar Rupiah dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti)

Jika mata uang suatu negara terapresiasi (rupiah menguat) atau terdepresiasi (rupiah melemah) terhadap mata uang lainnya, oleh pasar hal ini dapat di interpretasikan bahwa tingkat perekonomian suatu negara membaik ataupun memburuk. Keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran sehingga akan mempengaruhi harga saham tersebut (Tegarif dan Hartono, 2008:306-307).

Fluktuasi nilai tukar akan mempengaruhi pendapatan dari perusahaan, begitu juga kepada perusahaan dan lembaga sektor keuangan (Herman dan darmawi, 2006). Karena nilai tukar mempengaruhi pendapatan perusahaan maka jelas akan berdampak kepada kesehatan suatu perusahaan. Kesehatan perusahaan tersebut akan berdampak kembali kepada harga saham yang diterbitkan oleh emiten tersebut.


(58)

Kurs rupiah yang terdepresiasi akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan juga akan dapat menimpa perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan, hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal dan secara otomatis akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu, berdasarkan pendekatan analisis fundamental menjelaskan bahwa harga saham baik saham sektor keuangan maupun sektor lainnya akan terbentuk dan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan.(Abdul halim, 2005:21).

Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai impor dibandingkan dengan nilai ekspor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia yang meningkat karena lebih besar ekspor dariada impor yang selanjutnya menimbulkan dampak positif terhadap perdagangan saham di pasar modal.


(59)

2. Suku Bunga SBI dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti)

Berbagai informasi yang masuk di pasar modal maupun kejadian-kejadian yang tidak berhubungan dengan pasar modal dapat mempengaruhi volatilitas atau naik turunnya harga saham. Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Pengaruh-pengaruh eksternal seperti pergerakan tingkat suku bunga begitu juga dengan pergerakan indeks saham luar negeri dipercaya telah menjadi faktor dominan yang mempengaruhi IHSG. Sedangkan faktor internal lebih dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dalam negeri seperti ekspektasi rasional investor serta pengaruh dari pergerakan variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar (money supply).

Salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah suku bunga SBI. Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akan memberikan pengaruh terhadap suku bunga tabungan dan deposito bank-bank umum yang ditawarkan kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan oleh bank kepada debiturnya (Pohan, 2008:19-20). Ketika suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah karena suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Sedangkan ketika suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank.


(60)

Dengan meningkatnya suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit properti (subprime mortgage).

Disaat suku bunga SBI meningkat akan membuat suku bunga tabungan meningkat didunia perbankan. Meningkatnya suku bunga tabungan dan deposito akan membuat investor akan berduyun-duyun mengalihkan dananya dari pasar modal ketabungan karena memberikan tingkat pengembalian hasil yang lebih tinggi dan resiko rendah (Herman Darmawi, 2006:116). Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor .investasi pada produk bank seperti deposito / tabungan jelas lebih kecil resikonya atau dapat dikatakan investasi bebas resiko oleh karena itu investor akan menjual sahamnya dan dananya serentak akan berdampak pada penurunan harga saham. Selain itu dampak dari tingkat suku bunga bank yang tinggi juga berdampak pada bunga pinjaman modal kerja perusahaan. Ini artinya penambahan pengeluaran perusahaan jika ini terjadi maka kondisi fundamental perusahaan akan terganggu (Yogi, 2009:3).

3. Jumlah Uang Beredar (JUB) dengan Nilai Harga Saham (Sektor Properti) Perkembangan jumlah uang beredar (JUB) di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintah, sektor swasta domestik, maupun sektor lainnya. Strategi pengendalian jumlah uang beredar (JUB) dirumuskan berdasarkan instrumen kebijakan moneter, sesorang yang memiliki uang maka dengan mudah mampu memenuhi kebutuhannya dalam pasar, termasuk pasar modal.


(61)

Tingginya jumlah uang beredar (JUB) dalam masyarakat belum tentu akan meningkatkan indeks harga saham pada pasar modal, tingginya beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah terutama pembayaran dalam rangka program penjaminan terhadap kewajiban perbankan dan pembayaran kupon obligasi rekapitalisasi bank mengakibatkan jumlah uang beredar (JUB) riil pada masyarakat tak mengalami kenaikan sehingga masyarakat tak memiliki kelebihan uang untuk masuk ke pasar modal (Oksiana dan Musdholifah, 2007).

G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang nilai saham sektor properti maupun sektor lainnya telah banyak dilakukan namun antara penelitian terdahulu dan berikutnya memiliki suatu hubungan, penelitian-penelitian tersebut dapat digunakan sebagai suatu referensi bagi penelitian dimasa depan. Penelitian tentang indeks harga saham telah dilakukan oleh:

1. Achmad Ath Thobarry (2009)

Penelitian ini mengkaji tentang Analisis pengaruh nilai Tukar Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti. Penelitian ini menggunakan data tahun 2000-2008. Adapun alat analisis yang dugunakan daam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beberapa variabel


(62)

independen secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri terhadap variabel dependen.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar dan SBI secara parsial memiliki hubungan secar signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti sedangkan variabel inflasi dan GDP secara parsial tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti namun secara bersama-sama variabel nilai tukar, SBI, inflasi dan GDP dapat mempengaruhi indeks harga saham sektor properti.

2.Rayun Sekar Meta (2007)

Penelitian ini mengkaji tentang Perbedaan Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Nilai Tukar terhadap Return Saham (studi kasus pada saham properti dan manufaktur yang terdaftar pada bursa efek tahun 2000-2005). Penelitian ini menggunakan Chow Test untuk menguji apakah terdapat perbedaan pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat nilai tukar terhadap return saham properti dan saham manufaktur.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara parsial inflasi dan tingkat suku bunga tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham properti sedangka tingkat nilai tukar memiliki pengaruh signifikan terhadap saham properti.


(63)

3. Tegararief dan Budi Hartono Kusuma (2008)

Penelitian ini mengkaji tentang Analisi Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Tengah BI, Tingkat Inflasi dan Indeks Harga Saham Dow Jones di New York Stock Exchange dalam memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini dari periode januari 2003 hingga juli 2007. Adapun alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan analisis regresi berganda.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi dan indeks saham Dow Jones secara simultan mempengaruhi indeks harga saham gabungan secara signifikan. Secara parsial menjelaskan tingkat suku bunga SBI tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan sedangkan kurs tengah BI, tingkat inflasi dan indeks saham Dow Jones secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.

4.Deddy Azhar Mauliano (2009)

Penelitian ini mengkaji tentang Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 - mei 2009. Penelitian ini menggunakan alat analisis Regresi Ordinary Least Square (OLS) Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis apakah faktor Eksternasi luar negeri yang diwakili oleh indeks Dow Jones (DJIA), Indeks NYSE, Indeks Footsie Lodon (FTSE), Indeks Singapore (STI), Indeks Nikkei Tokyo (N225), Indeks KOSPI


(64)

Korea (KS11), Indeks Hang Seng Hongkong (HSI), dan Indeks Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE), dan Harga Minyak Dunia, serta faktor internal dalam negeri seperti nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, tingkat Suku Bunga, Inflasi benar– benar berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menunjukkan bahwa variabel indeks Dow Jones, KOSPI, Hang Seng, KLSE dan Harga Minyak yang mewakili faktor eksternal serta Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI sebagi faktor internal memberikan pengaruh sebesar 97.3% terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

5. Yogi Permana (2009)

Penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga saham (Studi kasus

Perusahaan Semen Yang Terdaftar di BEI)”. Periode yang yang digunakan

dlam penelitian ini adalah tahun 2006-2008. Alat analisis yang digunakan dalam peneltian ini Regresi Berganda. Varibel independent yang digunakan adalah EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi.

Kesimpulan dari peneltian ini menunjukkkan bahwa secara bersama-sama, diketahui bahwa ketujuh variabel bebas (EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya PBV yang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang terdaftar di


(65)

Bursa Efek Indonesia . Sedangkan variabel EPS, PER, BVS, , ROE, tingkat bunga SBI, dan tingkat inflasi. Secara parsial tidak yang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

6. Oksiana Jatiningsih dan Musdholifah (2007)

Penelitian ini mengkaji tentang Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan periode waktu tahun 1999-2000. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makroekonomi yakni tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek baik secara simultan maupun parsial.

Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda yang menyatakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta dipengaruhi oleh variabel makroekonomi, yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga deposito 1 bulan, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar Amerika, dan jumlah uang beredar (M2). variabel-variabel bebas yang terdiridari tingkat inflasi,

tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang beredar secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terhadap Indeks Harga Saham Gabungan). Secara parsial hanya variabel nilai tukar yang memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan


(66)

sedangkan variabel tingkat inflasi, tingkat bunga deposito dan jumlah uang beredar tidek berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.

7. Naeem Muhammad (2001)

Penelitian ini mengkaji tentang Stock Price and Exchange Rate: Are They Related? Evidence From South Asian Countries. Penelitian ini menggunakan periode tahun 1994 hingga 2000. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller dan Phillips-Perron test untuk mencari integrasi kedua variabel serta menggunakan uji Granger Causality Test untuk mengetahui apakah ada hubungan jangka panjang antara harga saham dan nilai tukar.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk negara Pakistan dan India. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh antara harga saham dan nilai tukar untuk negara Bangladesh dan Sri-Lanka.

8. Catherine S F Ho (2007)

Penelitian ini mengkaji tentang A Comparative Study On The Invesment Value of Residential Property and Stock periode tahun 1993-2003. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar deviasi yang sama dengan resiko.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan antara properti residensial dengan saham properti namun keduanya rentan terhadap inflasi karena properti dan saham properti merupakan asset pengembalian investasi.


(67)

Tabel 2.1

Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian

Metodologi Penelitian

Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

1. Achmad Ath

Thobarry (2009)

Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, Laju inflasi dan pertumbuhan gdp terhadap

Indeks harga saham sektor properti

(kajian empiris pada bursa efek indonesia

Periode pengamatan tahun 2000-2008 )

Variabel

dependen adalah indeks harga saham properti.

Tidak ada variabel laju inflasi yang berpengaruh terhadap indeks harga saham properti.

Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar mata uang dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham properti sedangkan inflasi dan gdp tidak berpengaruh secara signifikan.

2. Rayun Sekar

Meta (2007)

Perbedaan pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan

Nilai tukar rupiah/us

dollar terhadap return

saham

(studi kasus pada saham properti dan manufaktur yang

Terdaftar di bursa efek jakarta 2000-2005) Data yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan data sekunder. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah return saham.

Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai tukar mata uang, inflasi dan suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap

return saham property dan saham

manufaktur.

3. Tegararief

Ocki Prakarsa dan Budi Hartono Kusuma (2008)

Analisis tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi, dan

indeks saham Down Jones

di Newyork stock

exchange dalam

memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG)

Data yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan data sekunder. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah indeks harga saham gabungan (IHSG).

Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI, kurs tengah BI, tingkat inflasi, dan

indeks saham Down

Jones berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).


(1)

Tahun NHSPro Kurs SBI JUB

2009.1 96.026.000.000.000 11355.00 9.96 1.874.145.000.000.000

2009.2 96.558.000.000.000 11980.00 8.71 1.900.208.000.000.000

2009.3 99.742.000.000.000 11575.0 8.31 1.916.752.000.000.000

2009.4 112.318.000.000.000 10713.00 7.72 1.912.623.000.000.000

2009.5 130.986.000.000.000 10340.00 7.26 1.927.070.000.000.000

2009.6 144.787.000.000.000 10225.00 6.98 1.977.533.000.000.000

2009.7 159.975.000.000.000 9920.00 6.73 1.963.180.000.000.000

2009.8 157.959.000.000.000 10060.00 6.60 1.995.294.000.000.000

2009.9 162.285.000.000.000 9681.00 6.48 2.018.031.000.000.000

2009.10 153.985.000.000.000 9545.00 6.48 2.021.517.000.000.000

2009.11 143.635.000.000.000 9480.00 6.48 2.062.206.000.000.000

2009.12 146.800.000.000.000 9400.00 6.46 2.141.384.000.000.000

2010.1 153.491.000.000.000 9502.00 6.50 2.108.857.000.000.000

2010.2 150.231.000.000.000 9382.00 6.50 2.066.481.000.000.000

2010.3 166.378.000.000.000 9318.00 6.50 2.112.083.000.000.000

2010.4 182.123.000.000.000 9127.00 6.50 2.116.024.000.000.000

2010.5 154.504.000.000.000 9021.00 6.50 2.143.234.000.000.000

2010.6 163.384.000.000.000 9330.00 6.50 2.231.144.000.000.000

2010.7 168.259.000.000.000 9033.00 6.50 2.217.589.000.000.000

2010.8 170.904.000.000.000 9052.00 6.50 2.236.459.000.000.000

2010.9 192.768.000.000.000 8982.00 6.50 2.274.955.000.000.000

2010.10 202.413.000.000.000 8964.00 6.50 2.308.846.000.000.000

2010.11 203.223.000.000.000 8925.00 6.50 2.347.807.000.000.000

2010.12 203.097.000.000.000 8960.00 6.50 2.471.206.000.000.000

2011.1 179.288.000.000.000 9057.00 6.50 2.436.679.000.000.000

2011.2 179.398.000.000.000 8823.00 6.75 2.420.191.000.000.000

2011.3 194.239.000.000.000 8709.00 6.75 2.451.357.000.000.000

2011.4 208.419.000.000.000 8574.00 6.75 2.434.478.000.000.000

2011.5 209.389.000.000.000 8537.00 6.75 2.475.286.000.000.000


(2)

LAMPIRAN 2:

HASIL UJI LINEARITAS

Ramsey RESET Test:

F-statistic 1.148146 Prob. F(1,66) 0.2878

Log likelihood ratio 1.224507 Prob. Chi-Square(1) 0.2685

Test Equation:

Dependent Variable: D(PROP) Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:08 Sample: 2006M02 2011M12 Included observations: 71

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(ER) -9.31E+09 4.96E+09 -1.877039 0.0649

D(SBI) -1.16E+13 4.92E+12 -2.357831 0.0214

D(JUB) 0.042341 0.045967 0.921102 0.3604

C 9.01E+11 2.12E+12 0.425812 0.6716

FITTED^2 -1.48E-14 1.38E-14 -1.071516 0.2878

R-squared 0.216442 Mean dependent var 2.28E+12

Adjusted R-squared 0.168953 S.D. dependent var 1.48E+13

S.E. of regression 1.35E+13 Akaike info criterion 63.37662

Sum squared resid 1.21E+28 Schwarz criterion 63.53596

Log likelihood -2244.870 Hannan-Quinn criter. 63.43999

F-statistic 4.557781 Durbin-Watson stat 1.973229


(3)

LAMPIRAN 3:

HASIL UJI NORMALITAS

0

2

4

6

8

10

-2.5e+13

-1.3e+13

0.00000

1.3e+13

2.5e+13

Series: Residuals

Sample 2006M02 2011M12

Observations 71

Mean

0.000206

Median

-9.24e+11

Maximum

2.82e+13

Minimum

-3.19e+13

Std. Dev.

1.32e+13

Skewness

-0.157079

Kurtosis

2.833203

Jarque-Bera 0.374278

Probability

0.829329


(4)

LAMPIRAN 4:

HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.639218 Prob. F(9,61) 0.7591

Obs*R-squared 6.118987 Prob. Chi-Square(9) 0.7280

Scaled explained SS 4.994512 Prob. Chi-Square(9) 0.8348

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:07 Sample: 2006M02 2011M12 Included observations: 71

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.05E+26 3.97E+25 5.170828 0.0000

D(ER) 1.65E+23 1.56E+23 1.059381 0.2936

(D(ER))^2 1.80E+20 1.79E+20 1.008899 0.3170

(D(ER))*(D(SBI)) -1.70E+23 2.39E+23 -0.712615 0.4788

(D(ER))*(D(JUB)) -5.43E+09 4.29E+09 -1.266726 0.2101

D(SBI) 6.35E+25 1.20E+26 0.529672 0.5983

(D(SBI))^2 -1.52E+26 1.68E+26 -0.903874 0.3696

(D(SBI))*(D(JUB)) 1.51E+12 3.10E+12 0.486989 0.6280

D(JUB) 1.96E+11 1.43E+12 0.136666 0.8917

(D(JUB))^2 -0.009498 0.014361 -0.661339 0.5109

R-squared 0.086183 Mean dependent var 1.73E+26

Adjusted R-squared -0.048643 S.D. dependent var 2.36E+26

S.E. of regression 2.42E+26 Akaike info criterion 124.4658

Sum squared resid 3.56E+54 Schwarz criterion 124.7845

Log likelihood -4408.536 Hannan-Quinn criter. 124.5925

F-statistic 0.639218 Durbin-Watson stat 1.705578


(5)

HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS

D(ER) D(SBI) D(JUB)

D(ER) 1.000000 0.317165 0.101203

D(SBI) 0.317165 1.000000 0.005747

D(JUB) 0.101203 0.005747 1.000000

LAMPIRAN 6:

HASIL UJI AUTOKORELASI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.416718 Prob. F(2,65) 0.6610

Obs*R-squared 0.898844 Prob. Chi-Square(2) 0.6380

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:07 Sample: 2006M02 2011M12 Included observations: 71

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(ER) 53120193 5.11E+09 0.010391 0.9917

D(SBI) 4.83E+11 4.97E+12 0.097048 0.9230

D(JUB) -0.006084 0.046912 -0.129687 0.8972

C 1.97E+11 2.02E+12 0.097637 0.9225


(6)

LAMPIRAN 7:

Hasil Uji Regresi dengan Metode OLS

Dependent Variable: D(PROP) Method: Least Squares Date: 12/19/12 Time: 01:05

Sample (adjusted): 2006M02 2011M12 Included observations: 71 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(ER) -1.07E+10 4.80E+09 -2.220443 0.0298

D(SBI) -1.23E+13 4.87E+12 -2.534719 0.0136

D(JUB) 0.041436 0.046010 0.900569 0.3710

C 1.23E+11 1.99E+12 0.061920 0.9508

R-squared 0.202811 Mean dependent var 2.28E+12

Adjusted R-squared 0.167116 S.D. dependent var 1.48E+13

S.E. of regression 1.35E+13 Akaike info criterion 63.36570

Sum squared resid 1.23E+28 Schwarz criterion 63.49317

Log likelihood -2245.482 Hannan-Quinn criter. 63.41639

F-statistic 5.681763 Durbin-Watson stat 1.958359


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga, Dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham Perusahaan Properti Dan Real Estat Di Bursa Efek Indonesia

7 96 143

Pengaruh Nilai Tukar Dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia

49 223 96

Analisis pengaruh nilai tukar, kridit, suku bunga SBI, Inflasi dan investasi terhadap jumlah uang beredar (m2) di Indonesia

0 3 157

Pengaruh variabel makro ekonomi terhadap harga saham syariah di Indonesia dan Malaysia periode Mei 2011 – Desember 2015

0 14 127

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011.1 - 2015.12

1 23 148

ANALISIS INTERDEPENDENSI JUMLAH UANG BEREDAR, SUKU BUNGA SBI,NILAI TUKAR DAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA.

2 12 17

PENGARUH INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TINGKAT SUKU BUNGA SBI (BI RATE), DAN NILAI TUKAR (KURS) TERHADAP INDEKS Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Suku Bunga SBI (BIRATE), dan Nilai Tukar (KURS) terhadap Indeks Harga Saham di Jaka

0 2 19

PENGARUH INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), TINGKAT SUKU BUNGA SBI (BI RATE), DAN NILAI TUKAR (KURS) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), Tingkat Suku Bunga SBI (BIRATE), dan Nilai Tukar (KURS) terhadap Indeks Harga S

0 3 16

PENGARUH INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN NILAI TUKAR DOLLAR TERHADAP HARGA SAHAM PROPERTI YANG Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Dollar Terhadap Harga Saham Properti Yang Terdaftar Dalam LQ 45 Di Bursa Efek Indonesia.

0 1 13

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR (JUB), INFLASI, SUKU BUNGA (SBI), PENDAPATAN TERHADAP FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA PERIODE 2005-2013.

0 1 2