PERBEDAAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (HSCRP) PADA MAHASISWA OBESITAS DAN NON OBESITAS UNIVERSITAS LAMPUNG TAHU 2013

(1)

(2)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF HIGH SENSITIVITY C-REACTIVEPROTEIN (hsCRP) AMONG OBESE AND NON OBESE STUDENTS OF LAMPUNG

UNIVERSITY 2013

by

DIAN REVITA SARI

Obesity is a low chronicle inflamation condition especially in white adipose tissue (WAT). The indication of inflamation which is considered as the best is high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) for this time. The measurement of hsCRP is the best predictor to find out the risk of cardiovaskular disease because it can predict the tromboembolic incident that is effected by atherosclerosis. The objective of this research is to find out the differences of hsCRP level in obese and non obese students of Lampung University 2013. The research design used descriptive-analitic method with cross sectional approaching. The setting of this research was done in October until November 2013. The sample of this research consisted 112 people using consecutive sampling technique which it was appropriated with inclusion and exclusion criterion.

The result of this research showed that the average of hsCRP level in obese students is 2,20 mg/l, meanwhile the average of hsCRP level in non obese students is 0,71 mg/l. There was a significant correlation between the obesity which has level of hsCRP (p=0,000) with the strength of correlation power which included in strong category (0,624).

The conclusion of this research showed that there was a significant difference which has the level of hsCRP between obese students and non obese students with value p=0,000.


(3)

ABSTRAK

PERBEDAAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (HSCRP) PADA MAHASISWA OBESITAS DAN NON OBESITAS

UNIVERSITASLAMPUNGTAHU2013

Oleh

DIAN REVITA SARI

Obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT). Penanda inflamasi yang dianggap terbaik saat ini adalah high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP). Pengukuran hsCRP merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui risiko penyakit kardiovaskuler karena dapat memprediksi kejadian tromboembolik akibat aterosklerosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sampel penelitian berjumlah 112 orang dengan teknik consecutive sampling kemudian disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Dari hasil penelitian diperoleh rerata kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas sebesar 2,20 mg/l, sedangkan pada mahasiswa non obesitas memiliki rerata kadar hsCRP sebesar 0,71 mg/l. Terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar hsCRP (p=0,000) dengan besarnya kekuatan hubungan yang termasuk dalam kategori kuat (0,624).

Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang bermakna kadar hsCRP antara mahasiswa obesitas dan mahasiswa tidak obesitas dengan nilai p=0,000.

Kata kunci : hsCRP, obesitas, mahasiswa


(4)

(5)

(6)

ix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas ... 5

2.1.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Obesitas ... 6

2.1.2 Pengukuran Obesitas ... 9

2.1.2.1 Kategori Indeks Masa Tubuh ... ………….. 9

2.1.2.2 Kekurangan dan Kelebihan Indeks Masa Tubuh ... 10

2.2 High Sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) ... . 12

2.2.1 Pengukuran Kadar hsCRP .. ……… 14

2.2.1.1 ELISA ... 14

2.2.1.2 Particle Enhanced Turbidimetric Assay ... 17


(7)

x

2.3 Kerangka Pemikiran ... 18

2.3.1 Kerangka Teori ... 18

2.3.2 Kerangka Konsep ... 18

2.4 Hipotesis ... 19

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 20

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2.1 Tempat Penelitian .. ... 20

3.2.2 Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi Penelitian ... 21

3.4 Sampel Penelitian ... 21

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

3.5.1 Variabel Bebas ... 22

3.5.2 Variabel Terikat ... 23

3.6 Definisi Operasinal ... 24

3.7 Alat dan Cara Penelitian ... 25

3.7.1 Alat Penelitian ... 25

3.7.2 Cara Pengambilan Data ... 25

3.7.3 Alur Penelitian ... 27

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 27

3.8.1 Pengolahan Data ... 27

3.8.2 Analisis Data ... 28

3.9 Ethical Clereance ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 32

4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 32

4.1.2 Karakteristik Responden ... 33


(8)

xi

4.1.3.1 Rerata Usia Responden ... 33

4.1.3.2 Rerata IMT Responden ... 33

4.1.3.3 Rerata Kadar hsCRP Responden ... 34

4.1.4 Analisis Bivariat ... 35

4.1.4.1 Rerata IMT Berdasarkan Status Gizi ... 35

4.1.4.2 Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 35

4.1.4.3 Analisis Perbedaan Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 36

4.1.4.4 Analisis Hubungan Obesitas dengan Kadar hsCRP ... 37

4.2 Pembahasan ... 38

4.2.1 Analisis Univariat ... 38

4.2.1.1 Rerata Usia, IMT, dan Kadar hsCRP ... 38

4.2.2 Analisis Bivariat ... 40

4.2.2.1 Rerata IMT Berdasarkan Status Gizi ... 40

4.2.2.2 Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 40

4.2.2.3Analisis Perbedaan Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 41

4.2.2.4 Analisis Hubungan Obesitas dengan Kadar hsCRP ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(9)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prinsip Reaksi Elisa ... 16 2. Bagan Alur Faktor yang Terkait antara Obesitas dengan Kadar hsCRP .. 18 3. Bagan Alur Hubungan antara Status Gizi dengan Kadar hsCRP ... 18 4. Bagan Alur Penelitian ... 27


(10)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori Indeks Massa Tubuh ... 10

2. Nilai Rujukan hsCRP ... 14

3. Definisi Operasinal ... 24

4. Kekuatan Koefisien Relasi . ... 30

5. Rerata Usia Responden ... 33

6. Rerata IMT Responden ... 34

7. Rerata Kadar hsCRP Responden ... 34

8. Rerata IMT Berdasarkan Status Gizi ... 35

9. Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 35

10.Analisis Perbedaan Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 36


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Rimbawan & Siagian 2004). Obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT). Hal ini dibuktikan dengan adanya akumulasi makrofag pada jaringan WAT dan fungsi biologi adiposit (Wellen dkk, 2003). Ketidak seimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi menyebabkan terjadinya obesitas karena kelebihan energi tersebut disimpan dalam bentuk jaringan lemak (Wagesetiawan, 2007).

Penanda inflamasi yang dianggap terbaik saat ini adalah high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) karena disintesis di hati dibawah kontrol Inter Leukin-6 (sitokin adiposa) sebagai respon terhadap berbagai rangsangan inflamasi baik inflamasi akut (infeksi) maupun inflamasi kronik (pembentukan plak ateroklerosis). Pengukuran hsCRP merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui risiko penyakit kardiovaskuler karena dapat memprediksi kejadian tromboembolik akibat aterosklerosis (Nyandak. et al, 2007).


(12)

Secara umum dampak yang ditimbulkan obesitas adalah gangguan psikososial, pertumbuhan fisik, gangguan pernapasan, gangguan endokrin. Obesitas yang menetap berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan lain sebagainya (Imam, 2005).

Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang menentukan pada periode perkembangan berikutnya. Dalam kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1% (Sargowo & Andarini, 2011).

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kadar hsCRP berkaitan erat dengan obesitas, hasil penelitian yang dilakukan oleh Vereendra Kumar menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara hsCRP dan BMI (Vareendra, 2011). Penelitian terhadap 55 wanita obesitas dan 55 kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan pada lingkar pinggang dan hsCRP pada wanita obesitas dibanding kelompok kontrol (Nirmita. et al 2012).

Berdasarkan data-data tersebut diatas, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai perbedaan kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.


(13)

1.2 Rumusan Masalah

Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh dan obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT). Dampak yang ditimbulkan akibat obesitas adalah gangguan psikososial, pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan, gangguan endokrin. Obesitas yang menetap berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah rerata kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013 ?

2. Adakah perbedaan kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2103 ?

3. Adakah hubungan antara obesitas dengan kadar hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Mengetahui perbedaan kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung Tahun 2013.


(14)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rerata kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.

2. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan kadar hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Selain mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, penelitian ini juga memiliki kegunaan akademis yaitu :

1. Bagi Peneliti

Untuk ilmu pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan.

2. Bagi Mahasiswa Universitas Lampung

Tempat penelitian ini dilaksanakan. Diharapkan sebagai tambahan pengetahuan kepada mahasiswa agar lebih memahami apa itu obesitas.

3. Bagi Institusi Pendidikan dan Masyarakat

Menambah pengetahuan, kepustakaan dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

Obesitas merupakan kondisi ketidak normalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua jenis, yakni obesitas sentral dan obesitas umum (WHO 2002).

Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah perut (intra-abdominal fat). Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa peningkatan risiko kesehatan lebih berhubungan dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas umum  (Sugianti, 2009). Obesitas bisa juga

diartikan sebagai keadaan tubuh akibat ketidak seimbangan jumlah makanan yang masuk di banding dengan pengeluaran energi oleh tubuh (Faisal, 2010).

Secara klinis seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila terdapat kelebihan berat sebesar 15% atau lebih berat dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang. Pada pria muda normal, rata-rata lemak tubuhnya


(16)

adalah 12% sedangkan pada wanita muda 26%. Pria yang memiliki lemak tubuh lebih dari 20% dari berat tubuh totalnya dinyatakan obesitas. Sementara itu wanita baru dinyatakan obesitas bila lemak tubuhnya melebihi 30% dari berat totalnya (Misnadiarkily, 2007).

2.1.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Obesitas 1. Genetik

Seringkali kita menjumpai anak-anak yang gemuk dari keluarga yang salah satu atau kedua orang tuanya gemuk juga. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Pada saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan, dengan demikian tidak heran apabila bayi yang dilahirkan pun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar (Isnaini, 2012)

2. Kerusakan Pada Salah Satu Bagian Otak

Perilaku makan seseorang dikendalikan oleh sistem pengontrol yang terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua bagian dari hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan), hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa


(17)

diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan (Isnaini, 2012).

3. Pola Makan Berlebihan

Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh orang yang kegemukan. Orang yang kegemukan biasanya lebih responsif dibanding dengan orang yang memiliki berat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan (Boerhan hidajat, dkk. 2010).

4. Kurang Gerak/Olah raga

Berat badan berkaitan erat dengan tingkat pengeluaran energi tubuh. Pengeluaran energi ditentukan oleh dua faktor yaitu : a) tingkat aktivitas dan olah raga secara umum, b) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Ketika berolah raga kalori terbakar, makin sering berolah raga maka makin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang bekerja dengan duduk seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal (Boerhan hidajat, dkk. 2010).

5. Pengaruh Emosional

Beberapa kasus obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang yang memiliki permasalahan menjadikan makanan sebagai pelarian


(18)

untuk melampiaskan masalah yang dihadapinya. Makanan juga sering dijadikan sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya, dengan menjadikan makanan sebagai pelampiasan penyelesaian masalah maka apabila tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup akan menyebabkan terjadinya kegemukan (Rimbawan, 2004).

6. Lingkungan/Sosial Budaya

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan (Isnaini, 2012)

7. Sosial Ekonomi

Perubahan budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup, pala makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Boerhan hidajat, dkk. 2010).

8. Pengaruh Obat-obatan

Seseorang yang dalam keadaan sakit maka bermacam-macam obat dapat diberikan dengan maksud untuk menyembuhkan, beberapa obat dapat merangsang cepat lapar sehingga pasien akan meningkatkan nafsu makannya. Penggunaan obat akan menyebabkan peningkatan berat badan (Rimbawan, 2004).


(19)

2.1.2 Pengukuran Obesitas

Salah satu pengukuran obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002).

IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Berat badan (Kg)

IMT = --- [Tinggi badan (m)]2

2.1.2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh

 Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, IMT di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah


(20)

diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009).

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh

IMT KATEGORI

<18,5 Berat badan kurang

18,5-22,9 Berat badan normal

<23,0 Kelebihan berat badan

23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas

25,0-29,9 Obesitas I

>30 Obesitas II

(Sumber: Centre for Obesity Research and Education, 2007)

2.1.2.2 Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Walau bagaimanapun, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan dalam menggunakan IMT sebagai indikator pengukuran lemak tubuh.

Kekurangan indeks massa tubuh adalah:

1. Pada olahragawan: tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina) yang cenderung berada pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan mereka


(21)

mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemak tubuh mereka dalam kadar yang rendah. Sedangkan dalam pengukuran berdasarkan berat badan dan tinggi badan, kenaikan nilai IMT adalah disebabkan oleh lemak tubuh.

2. Pada anak-anak: tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh itu, pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.

3. Pada kelompok bangsa: tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena harus dimodifikasi mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu.

Kelebihan indeks massa tubuh adalah: 1. Biaya yang diperlukan tidak mahal.

2. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan tinggi badan seseorang.

3. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada tabel IMT (CORE, 2007).


(22)

2.2 High Sensitivity C-Reactive Protein ( hsCRP )

hsCRP adalah suatu protein yang diproduksi oleh hati yang akan meningkat pada kondisi inflamasi dan juga meningkat pada keadaan infeksi atau injury, seperti arthritis rematoid dan penyakit pembuluh darah. Peningkatan hsCRP dalam jangka waktu lama mengindikasikan terjadinya suatu proses peradangan kronik (Koenig W, 2003).

Beberapa penelitian epidemiologi yang menggunakan kadar hsCRP sebagai risiko penyakit jantung, menyimpulkan risiko ringan jika kadar hsCRP kurang dari 1 mg/L, risiko sedang jika kadar antara 1-3 mg/L dan risiko berat jika kadar lebih dari 3 mg/L (Koenig W, 2003).

hsCRP bersama dengan LDL merupakan prediktor yang kuat terhadap risiko penyakit kardiovaskuler. Peningkatan kadar hsCRP dan kadar kolesterol LDL akan meningkatkan risiko terjadinya stroke dikemudian hari, terutama apabila kedua-duanya meningkat. hsCRP akan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis bersama dengan peningkatan kolesterol LDL, hipertensi, diabetes, dan merokok (Koenig W, 2003).

Peradangan pada arteria memegang peranan penting terhadap pembentukan plak aterosklerosis, CRP akan merangsang degradasi permukaan plak sehingga tidak stabil dan dapat pecah yang kemudian menyebabkan serangan jantung dan stroke. Peran CRP terhadap proses aterotrombogenesis bersifat langsung. CRP yang terdapat dalam dinding arteria akan menginduksi ekspresi molekul adhesi E-Selectin, VCAM-1 dan ICAM-1 oleh sel endotel pembuluh darah, dan akan


(23)

menginduksi MCP-1 untuk mediasi monosit. CRP akan merangsang LDL untuk masuk kedalam makrofag. CRP membentuk ikatan dengan membran plasma sel dan akan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik; teraktivasinya sistem komplemen merupakan pertanda semakin matangnya proses lesi aterosklerosis. CRP diketahui berhubungan dengan disfungsi sel endotel dan progresi dari aterosklerosis, kemungkinan dengan jalan menurunkan sintesis nitric oxide; menyebabkan meningkatnya reaktivitas pembuluh darah, hal ini terutama ditemukan pada penderita dengan unstable angina. Disamping itu CRP dapat merangsang sel T CD4 untuk merusak sel endotel. Peran CRP dalam trombogenesis adalah dengan stimulasi biosintesis tissue factor oleh makrofag, tingginya kadar CRP plasma berhubungan dengan ketidakstabilan plak dan akan menyebabkan acute thrombotic events ( Nyandak. et al, 2007)

Aktivasi dari sistem imun pada plak menimbulkan diproduksinya sitokin inflamasi seperti, interferon gamma, interleukin-1 dan tumor necrosis factor, yang selanjutnya akan menyebabkan produksi interleukin-6. Sitokin tersebut juga dapat diproduksi di berbagai jaringan sebagai respon terhadap infeksi dan pada jaringan lemak penderita yang mengalami sindrom metabolik. Interleukin-6 yang terbentuk akan menstimulasi reaktan fase akut, termasuk CRP, serum amyloid A, dan fibrinogen, terutama di hati ( Hansson Gk, 2005).

Keseimbangan antara aktivitas inflamasi dan anti inflamasi merupakan pengendali terhadap perkembangan aterosklerosis. Faktor metabolik dapat mempengaruhi proses tersebut melalui beberapa jalur, terutama terhadap deposisi lipid pada pembuluh darah arteria yang memulai pengaktifan sel-sel imun. Jaringan lemak


(24)

penderita dengan sindrom metabolik dan obesitas memproduksi sitokin inflamasi, seperti tumor necrosis factor dan interleukin-6 ( Hansson Gk, 2005).

Pengukuran hsCRP merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui risiko penyakit kardiovaskuler karena dapat memprediksi kejadian thromboembolic akibat aterosklerosis, dan akan meningkatkan nilai prediktor jika dikombinasikan dengan pemeriksaan profil lipid termasuk kolesterol total, LDL dan HDL ( Nyandak. et al, 2007).

2.2.1 Pengukuran Kadar hsCRP

Pengukuran Kadar hsCRP dapat diukur menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) (Marfianti, 2011). Particle Enhanced Turbidimetric assay atau Immunonephelometry assay ( Roche,2011)

Tabel 2. Nilai Rujukan hsCRP

Kadar hsCRP (mg/l) Tingkat Resiko Penyakit Jantung

< 1.0 mg/l Rendah 1.0 – 3.0 mg/l Sedang >3.0 mg/l Tinggi (Sumber : Koenig W, 2003)

2.2.1.1 ELISA

Pemeriksaan ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) dipakai untuk pengujian semua antigen atau antibodi. Paling banyak dipakai di laboratorium klinis (Marfianti, 2009).


(25)

Tes ELISA ini memiliki 2 teknik dan 4 tipe yaitu:

a) Teknik Kualitatif adalah Berdasarkan bahwa tiap antibodi berikatan pada antigen yang spesifik.

b) Teknik kuantitatif berdasarkan jumlah ikatan antigen-antibodi yang ditentukan dengan nilai absorbansi. Teknik ini menggabungkan spesifitas antibodi dengan kepekaan uji enzimatis dengan spektrofotometer biasa (Marfianti, 2009).

Tipe ELISA, sebagai berikut :

1. Direct ELISA, biasanya digunakan dengan kompetisi dan Inhibisi ELISA. Digunakan untuk deteksi antigen.

2. Indirect ELISA, antigen terikat pada plate. Digunakan untuk deteksi antibodi.

3. Sandwich ELISA, antibodi terikat pada plate. Digunakan untuk deteksi antigen.

4. Capture ELISA, antihuman antibodi terikat pada plate. Digunakan untuk deteksi antibodi (Marfianti, 2009).

Pemeriksaan ELISA dapat dipakai untuk pengujian antigen lewat cara persaingan atau cara antibody ganda (double antibody). Cara Persaingan. Campuran dari antigen yang dilekatkan pada enzim yang diketahui jumlahnya dengan antigen tanpa enzim yang belum diketahui jumlahnya, direaksikan dengan antibodi yang dilekatkan pada permukaan padat. Setelah reaksi selesai membentuk kompleks lalu dicuci, kemudian ditambahkan substrat yang cocok untuk enzim dan aktivitas enzim diukur. Sejumlah antigen yang belum diketahui jenisnya direaksikan


(26)

dengan antibodi tertentu yang dilekatkan pada permukaan padat, dicuci dan direaksikan dengan antibodi berenzim. Setelah dicuci lagi, ditambahkan substrat enzim khusus. Aktivitas enzim yang diuji dengan cara biasa menunjukkan jumlah antigen yang ada. Antiserum yang dicurigai, direaksikan dengan antigen khusus yang dilekatkan pada bahan padat,kemudian dicuci. Selanjutnya direaksikan dengan antibodi yang bersifat anti immunoglobulin berenzim yang akan melekat pada antibodi yang tadi terserap dari anti serum mula-mula. Kompleks yang terjadi dicuci, ditambahkan substrat, aktivitas enzim sesuai jumlah antibodi pada serum mula-mula (Marfianti, 2009)

(Marfianti, 2009)


(27)

2.2.1.2 Particle Enhanced Turbidimetric Assay • Merupakan cara penentuan hsCRP secara kuantitatif

• Prinsip: antibodi anti hsCRP bereaksi dengan antigen pada sampel membentuk komplek Ag-Ab. Setelah terjadi aglutinasi (kekeruhan/turbidity) sampel diukur secara turbidimetrik (Nyoman, 2011).

2.2.1.3 Immunonephelometry Assay

• Partikel polystyrene yang dilapisi antibodi monoklonal terhadap hsCRP. • sampel diencerkan 20 kali lipat secara otomatis.

• Dicampur dengan sampel yang mengandung hsCRP teraglutinasi. • Intensitas cahaya diukur dengan nefelometer.

• Distandarisasi dengan CRM 470 (Nyoman, 2011)

Pada penelitian kali ini, metode yang digunakan adalah metode Particle Enhanced Turbidimetric Assay dan berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kadar hsCRP berkaitan erat dengan obesitas, hasil penelitian yang dilakukan oleh Vereendra Kumar pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara hsCRP dan IMT (Vareendra, 2011). Penelitian terhadap 55 wanita obesitas dan 55 kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan pada lingkar pinggang dan hsCRP pada wanita obesitas dibanding kelompok kontrol (Nirmita. et al 2012).


(28)

Realease TNF-a , IL-6 dan IL-1 2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Kerangka Teori

(Sumber: Johannes, 2012)

Gambar 2. Bagan alur faktor yang terkait antara obesitas dengan kadar hsCRP.

2.3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3. Bagan alur hubungan antara status gizi dengan kadar hsCRP Obesitas

Inflamasi

IMT

Peningkatan Jaringan fatty streaks

Hepar

hsCRP

Kadar hsCRP Non Obesitas


(29)

Berdasarkan bagan kerangka konsep diatas yang menjadi variabel bebas saya adalah obesitas dan non obesitas mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013, sedangkan yang menjadi variabel terikat saya adalah kadar hsCRP mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil suatu hipotesis bahwa:

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013. Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar hsCRP pada mahasiswa

obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.

Ha : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.


(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan data yang menyangkut variabel bebas dan

variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2005).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lab Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan November 2013.


(31)

3.3 Populasi Penelitian

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Ridwan, 2008). Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Universitas Lampung Tahun 2013.

3.4 Sampel Penelitian

Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling.

Consecutive sampling merupakan teknik pengumpulan sampel dimana sampel

memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi :

1) Bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan mengumpulkan atau menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi :

1) Sampel sedang sakit atau mengalami inflamasi, baik infeksi akut maupun infeksi kronik.

Infeksi Akut : ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), OMA (Otitis Media Akut), Gastroenteritis, Keratokonjungtivitis, Febris.

Infeksi Kronik : OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik), TBC, Penyakit Keganasan.

2) Merokok atau alkoholik


(32)

Besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi dalam suatu populasi: n : Za2PQ

d2 Keterangan :

n = jumlah sampel yang dibutuhkan Zα = tingkat kemaknaan 1,96

P = perkiraan prevalensi ( jika tidak diketahui maka nilai P : 0,5 ) Q = 1-p

d = ketelitian sekitar ± 10% (d=0,1) Hasil perhitungan :

n : (1,96)2 x 0,5 x (1-0,5) = 96          (0,1)2  

DO = 10% , sehingga n = 96 + (96X0,1) = 106  

Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 106 orang.

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah obesitas dan non obesitas mahasiswa di Universitas Lampung Tahun 2013.


(33)

3.5.2 Variabel Terikat

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kadar hsCRP mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013.


(34)

3.6 Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar tidak terlalu luasnya penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

Tabel 3. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Status

Gizi Suatu keadaan gizi seseorang yang ditentukan berdasarkan nilai IMT. (CORE, 2007) Timbangan dan Microtoice IMT >25 :ya obesitas IMT<25 :tidak obesitas Ordinal

2 Kadar

hsCRP

Protein yang di produksi di hati yang meningkat pada kondisi inflamasi dan juga meningkat pada keadaan infeksi atau injury. (Koenig W,2003) Automatic Chemistry analyzer– COBAS INTEGRA 400 (metode Particle Enhanced Turbidimetric assay menggunakan Reagen Roche)


(35)

3.7 Alat dan Cara Penelitian

3.7.1 Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut :

1) Timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg. 2) Microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.

3) Alat tulis. 4) Kalkulator. 5) Spuit. 6) Tube.

7) Automatic Chemistry analyzer– COBAS INTEGRA 400.

8) Alkohol. 9) kapas. 10) Plester. 11) Sentrifuge.

12) Lembar Informed consent.

13) Reagen hsCRP Roche.

14) Tourniquet.

3.7.2 Cara pengambilan data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer), yang meliputi :

1. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian 2. Pengisian informed consent


(36)

3. Pengukuran IMT

4. Pengambilan sampel darah

5. Proses pengolahan sampel awal, memisahkan plasma darah di laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Proses pengolahan sample darah dengan metode Particle Enhanced

Turbidimetric assay menggunakan Reagen Roche) dengan menggunakan

alat Automatic Chemistry analyzer– COBAS INTEGRA 400 di

laboratorium PK RSAM


(37)

3.7.3 Alur Penelitian

Gambar 4. Bagan alur penelitian

3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program Software Statistik pada komputer.

Pembuatan Proposal,  Perizinan, Koordinasi  1. Tahap Persiapan 

Pengisian  informed consent  2. Tahap 

pelaksanaan  

Pengukuran IMT 

Pengukuran kadar  hsCRP 

Pencatatan  

Analisis data  3. Tahap 

Pengolahan Data 

Eksklusi  Inklusi 


(38)

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah :

a). Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b). Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

c). Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

d). Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.8.2 Analisis Data

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program Software Statistik pada komputer dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terkait, yaitu untuk mengetahui rerata kadar hsCRP darah pada sampel.

Analisa Bivariat

analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik :

1). Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji Kolmogorov-Smirnov digunakan


(39)

apabila besar sampel > 50 sedangkan uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar

sampel≤ 50 .

• Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,5 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,5 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal ( Dahlan, 2008).

2). Uji Komparatif

Perbandingan Kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas dan non obesitas Uji T Tidak Berpasangan

Uji T tidak berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama. Dalam hal ini uji tersebut digunakan untuk mengetahui Perbandingan kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas dan non obesitas. Namun, bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji U Mann – Whitney sebagai alternatif (

Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji T tidak berpasangan adalah : a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

3). Uji Korelasi

Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan

untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih, namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji statistik non parametrik Uji spearman (Dahlan, 2008).


(40)

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program Software Statistik pada komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,5, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukur tingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2008).

Tabel 4. Kekuatan Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Kekuatan Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399

0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Rendah Sedang Kuat Sangat kuat (Sumber : Dahlan, 2008)


(41)

3.9 Ethical Clearance

Proposal penelitian ini sudah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor ethical clearance :


(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 112 mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013, dapat disimpulkan bahwa :

1. Rerata kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas sebesar 2,20 mg/l, sedangkan mahasiswa non obesitas memiliki rerata kadar hsCRP sebesar 0,71 mg/l. 2. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan

non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar hsCRP dengan besarnya kekuatan hubungan yang termasuk dalam kategori kuat.


(43)

5.2Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai prediktor inflamasi yang lain selain hsCRP seperti Apo A, Apo B, Adiponektin terkait dengan obesitas. 2. Pada mahasiswa yang mengalami obesitas diharapkan dapat mengurangi

berat badan agar terhindar dari meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan obesitas dengan menggunakan cara penilaian dan skala parameter interpretasi yang berbeda seperti menurut lingkar perut dan persentase lemak tubuh terhadap kadar hsCRP.

4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan obesitas dengan kadar hsCRP menggunakan usia sampel yang lebih tua.

5. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sampel obesitas yang mengalami peningkatan kadar hsCRP.


(44)

Bhatt DL. 2002. Need to Test the Arterial Inflammation Hypothesis Circulation. (106) : 136-40

CDC. 2009. Overweight and Obesity.

Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI

Calculator.

Choi KM, Kim SM, Kim YE, et al. 2007. Prevalence and cardiovascular disease

risk of the metabolic syndrome using National Cholesterol Education Program and International Diabetes Federation definitions in the Korean

population. Metabolism ; 56: 552-8.

Dahlan, M Sopiyudin. 2008. Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan. Salemba

Medika. Jakarta.

Djanggan Sargowo, Sri Andarini. 2011. Pengaruh Komposisi Asupan Makanan

terhadap Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja. Jurnal Kardiologi

Indonesia vol.32 . Malang.

Grummer – Strawn LM, et al. 2002. American Journal of Clinical Nutrition,

Dalam : Centers of Disease Control and Prevention. Assessing your


(45)

   

Hansson GK. 2005. Inflammation, atherosclerosis, and coronary artery disease.

N English J Med 352:1685-95.

Harun dkk. 2012. Obesitas dan hsCRP pada Remaja Mahasiswa Baru di

Universitas Hasanuddin. [Jurnal]. Makassar :Fakultas Kesehatan

Masyarakat.

He Y, Jiang B, Wang J, et al. 2006.Prevalence of the metabolic syndrome and its

relation to cardiovascular disease in an elderly Chinese population. J Am

Coll Cardiol 2006; 47: 1588-94

Hidajat Boerhan, dkk. 2010. Obesitas. UNIMUS. Semarang.

Imam S. 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan. Universitas

Sumatera Utara. Medan.

I Nyoman W. 2011. High Sensitivity C-Reactive Protein. Aspek Laboratoris dan

Klinis. Tinjauan Pustaka Imunologi.

Isnaini. 2012. Hubungan Pengetahuan Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang,

Panggul pada ibu Rumah Tangga di Desa Pepe Krajan, Kecamatan

Tegowanu Kabupaten Grobogan. [Skripsi]. UNIMUS. Semarang.

Johannes Bernad RDP. 2012. Hubungan Kadar High Sensitivity C-Reactive

Protein dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner pada Pasien Angina

Pektoris Stabil. [Tesis]. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas


(46)

   

Koenig W. 2003. C-reactive protein and cardiovascular risk: an update on what

is going on in cardiology. Nephrol Dial Transplant;18:1039–41

Marfianti E.2009. Perbedaan Kadar Resistin Obesitas dengan Resistensi Insuln

dan Obesitas tanpa Resistensi Insulin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan

Indonesia.

Misdiakirly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit Edisi 1.

Pustaka Obor Populer. Jakarta.

M Mexitalia et al., 2009. Sindroma Metabolik Pada Remaja Obesitas. Universitas

Diponegoro. Jawa Tengah.

Nirmitha Dev and Sara Rani Marcus. 2012. High sensitive C-Reactive Protein, an

Independent and Early Novel Inflammatory Marker in Healthy Obese Women. Department of Biochemistry, MS Ramaiah Medical College,

Bangalore, India. Biomedical Research 2012; 23 (1): 73-7.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelelitian Kesehatan. Rineka Cipta

Jakarta.

Nyandak T, Gogna A, Bansal S, Deb M. 2007 . High Sensitive C-Reactive Protein

(hsCRP) and its Correlation with Angiographic Severity of Coronary

Artery Disease (CAD). JIACM 2007;8(3):217-21.

Ridker PM, 2001. High-Sensitivity C-Reactive Protein Potential Adjunct for

Global Risk Assessment in the Primary Preventionof Cariovascular


(47)

   

Ridwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. CV Alfabeta. Bandung.

Rimbawan dan Siagian A. 2001. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya.

Jakarta, Hal : 53.

Roche. 2011. Cardiac C-Reactive Protein (Latex) High Sensitive. Roche

Diagnostic GmbH, Sandnofer strasse 116,D- 68305 Mannheim.

Sastroasmoro, Sudigdo. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 3.

Jakarta : Sagung Seto.

Sugianti E. 2009. Faktor Resiko Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa di

Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta. [Skripsi]. Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Universitas Lampung. 2013. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas

Lampung. Lampung.

Vareendra Kumar Arumalla, Routhu Kathyaini. 2011. Serum High Sensitivity

C-reactive Protein in Different Grades of Obesity. Research Journal of

Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences October – December

2011RJPBCS Vol 2(4);PP. 1041

Wagesetiawan C. 2007. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian

Mikroalbuminuria Pada Anak Usia 12-14 Tahun. [Tesis]. Program

Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan PPDS1. Universitas Diponogoro. Semarang.


(48)

   

Wellen K, Hostamisligil GS. 2003. Inflammation-induced inflammatory changes

in adiposa tissue. J Clin Invest 112:1785-88.

WHO. 2002. Obesity and Overweight. Geneva: WHO Technical Report Series.

WJS Poerwadarminto. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta.

Yatim Faisal. 2010. Kendalikan Obesitas dan Diabetes. Indocamp. Jakarta.

Yong Hao Pua, Peck Hoon. 2005. Anthropometric indices as screening tools for

cardiovascular risk factors in Singaporean women. Asia Pac J Clin Nutr


(1)

45

5.2Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai prediktor inflamasi yang lain selain hsCRP seperti Apo A, Apo B, Adiponektin terkait dengan obesitas. 2. Pada mahasiswa yang mengalami obesitas diharapkan dapat mengurangi

berat badan agar terhindar dari meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan obesitas dengan menggunakan cara penilaian dan skala parameter interpretasi yang berbeda seperti menurut lingkar perut dan persentase lemak tubuh terhadap kadar hsCRP.

4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan obesitas dengan kadar hsCRP menggunakan usia sampel yang lebih tua.

5. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sampel obesitas yang mengalami peningkatan kadar hsCRP.


(2)

Bhatt DL. 2002. Need to Test the Arterial Inflammation Hypothesis Circulation. (106) : 136-40

CDC. 2009. Overweight and Obesity.

Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI Calculator.

Choi KM, Kim SM, Kim YE, et al. 2007. Prevalence and cardiovascular disease risk of the metabolic syndrome using National Cholesterol Education Program and International Diabetes Federation definitions in the Korean population. Metabolism ; 56: 552-8.

Dahlan, M Sopiyudin. 2008. Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Djanggan Sargowo, Sri Andarini. 2011. Pengaruh Komposisi Asupan Makanan terhadap Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja. Jurnal Kardiologi Indonesia vol.32 . Malang.

Grummer – Strawn LM, et al. 2002. American Journal of Clinical Nutrition, Dalam : Centers of Disease Control and Prevention. Assessing your weight, About BMI for Adult.


(3)

 

   

47 

Hansson GK. 2005. Inflammation, atherosclerosis, and coronary artery disease. N English J Med 352:1685-95.

Harun dkk. 2012. Obesitas dan hsCRP pada Remaja Mahasiswa Baru di Universitas Hasanuddin. [Jurnal]. Makassar :Fakultas Kesehatan Masyarakat.

He Y, Jiang B, Wang J, et al. 2006.Prevalence of the metabolic syndrome and its relation to cardiovascular disease in an elderly Chinese population. J Am Coll Cardiol 2006; 47: 1588-94

Hidajat Boerhan, dkk. 2010. Obesitas. UNIMUS. Semarang.

Imam S. 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

I Nyoman W. 2011. High Sensitivity C-Reactive Protein. Aspek Laboratoris dan Klinis. Tinjauan Pustaka Imunologi.

Isnaini. 2012. Hubungan Pengetahuan Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang, Panggul pada ibu Rumah Tangga di Desa Pepe Krajan, Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. [Skripsi]. UNIMUS. Semarang.

Johannes Bernad RDP. 2012. Hubungan Kadar High Sensitivity C-Reactive Protein dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner pada Pasien Angina Pektoris Stabil. [Tesis]. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.


(4)

Koenig W. 2003. C-reactive protein and cardiovascular risk: an update on what is going on in cardiology. Nephrol Dial Transplant;18:1039–41

Marfianti E.2009. Perbedaan Kadar Resistin Obesitas dengan Resistensi Insuln dan Obesitas tanpa Resistensi Insulin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.

Misdiakirly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit Edisi 1. Pustaka Obor Populer. Jakarta.

M Mexitalia et al., 2009. Sindroma Metabolik Pada Remaja Obesitas. Universitas Diponegoro. Jawa Tengah.

Nirmitha Dev and Sara Rani Marcus. 2012. High sensitive C-Reactive Protein, an Independent and Early Novel Inflammatory Marker in Healthy Obese Women. Department of Biochemistry, MS Ramaiah Medical College, Bangalore, India. Biomedical Research 2012; 23 (1): 73-7.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelelitian Kesehatan. Rineka Cipta Jakarta.

Nyandak T, Gogna A, Bansal S, Deb M. 2007 . High Sensitive C-Reactive Protein (hsCRP) and its Correlation with Angiographic Severity of Coronary Artery Disease (CAD). JIACM 2007;8(3):217-21.

Ridker PM, 2001. High-Sensitivity C-Reactive Protein Potential Adjunct for Global Risk Assessment in the Primary Preventionof Cariovascular Disease. Circulation. (103): 1813-18


(5)

 

   

49 

Ridwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. CV Alfabeta. Bandung. Rimbawan dan Siagian A. 2001. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya.

Jakarta, Hal : 53.

Roche. 2011. Cardiac C-Reactive Protein (Latex) High Sensitive. Roche Diagnostic GmbH, Sandnofer strasse 116,D- 68305 Mannheim.

Sastroasmoro, Sudigdo. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto.

Sugianti E. 2009. Faktor Resiko Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta. [Skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Universitas Lampung. 2013. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Lampung.

Vareendra Kumar Arumalla, Routhu Kathyaini. 2011. Serum High Sensitivity C-reactive Protein in Different Grades of Obesity. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences October – December 2011 RJPBCS Vol 2(4);PP. 1041

Wagesetiawan C. 2007. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian Mikroalbuminuria Pada Anak Usia 12-14 Tahun. [Tesis]. Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan PPDS1. Universitas Diponogoro. Semarang.


(6)

Wellen K, Hostamisligil GS. 2003. Inflammation-induced inflammatory changes in adiposa tissue. J Clin Invest 112:1785-88.

WHO. 2002. Obesity and Overweight. Geneva: WHO Technical Report Series.

WJS Poerwadarminto. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta.

Yatim Faisal. 2010. Kendalikan Obesitas dan Diabetes. Indocamp. Jakarta.

Yong Hao Pua, Peck Hoon. 2005. Anthropometric indices as screening tools for cardiovascular risk factors in Singaporean women. Asia Pac J Clin Nutr 2005;14(1): 74-9