ANALISIS PERJANJIAN PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) OLEH PT BANK LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF LENDING AGREEMENT BY PT BANK LAMPUNG

By

AHMAD MALIKI ARIF

Credit agreement between the customer and the bank provides legal certainty for the parties to be guided by the principle of freedom of contract, which is all agreements are made legally valid as a law for those who make it. Problems in this research was formulated: (1) What is the legal relationship in the Agreement Loans by PT Bank Lampung? (2) How is the implementation of rights and obligations by PT Bank Lampung and Customer Lending Agreement?

This research uses normative approach, with a type of empirical and normative research descriptive type. Data collected by library research and field research. Data analyzed descriptively qualitative.

The results showed: (1) the legal relationship Lending Agreement by Bank Lampung is reciprocal, namely the right customers into bank obligations and liabilities of the bank are entitled to the customer. Credit agreement indicate the legal relationship between the Bank and the customer Lampung, in which one party the right to demand something from the other, and the other party is obliged to fulfill it. (2) The rights and obligations by PT Bank Lampung and Customer Lending Agreement is the Customer entitled to receive financing and know clearly the specification and number of credit financing, the amount of technical interest and payments. Client's obligation is to return the entire loan guarantee financing following principal interest charged, notify in writing the bank in the event of a change of identity or effort, submit any documents requested bank, conducting its business in accordance with the provisions or not deviate or conflict with the credit agreement. Bank Lampung rights are charging for late payment, earn interest on the business carried on customers and accept credit financing from the customer, transfer credit guarantee from customers. Bank Lampung obligation is to provide explanations and realize credit financing to customers.

Suggestions in this research were: (1) Bank Lampung advised to actually implement the principle of prudence in giving credit to the debtor, by way of implementing the principle of Know Your Customer (2) Bank suggested a more optimal Lampung socialize granting credit financing to businesses for facilitate the business community in developing practiced.


(2)

ANALISIS PERJANJIAN PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) OLEH PT BANK LAMPUNG

Oleh

AHMAD MALIKI ARIF

Perjanjian kredit antara nasabah dan bank memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berpedoman pada asas kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan: (1) Bagaimanakah hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung? (2) Bagaimanakah pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)? Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, dengan jenis penelitian normatif empiris dan tipe deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Lampung adalah bersifat timbal balik, yaitu hak nasabah menjadi kewajiban Bank dan kewajiban bank menjadi hak nasabah. Perjanjian kredit menunjukkan hubungan hukum antara Bank Lampung dan nasabah, di mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhinya. (2) Pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah Nasabah berhak menerima pembiayaan dan mengetahui secara jelas spesifikasi dan jumlah pembiayaan kredit, besaran bunga dan teknis pembayaran. Kewajiban nasabah adalah mengembalikan seluruh jaminan pokok pembiayaan kredit berikut bunga yang dibebankan, memberitahukan secara tertulis kepada bank dalam hal terjadinya perubahan identitas atau usaha, menyerahkan setiap dokumen yang diminta bank, menjalankan usahanya menurut ketentuan-ketentuan atau tidak menyimpang atau bertentangan dengan perjanjian kredit. Hak Bank Lampung adalah melakukan penagihan atas keterlambatan pembayaran, mendapatkan bunga atas usaha yang dijalankan nasabah dan menerima pembiayaan kredit dari nasabah, memindahtangankan jaminan kredit dari nasabah. Kewajiban Bank Lampung adalah memberikan penjelasan dan merealisasikan pembiayaan kredit kepada nasabah.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Bank Lampung disarankan untuk benar-benar menerapkan asas kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada debitur, dengan cara melaksanakan prinsip Know Your Costumer (2) Bank Lampung disarankan lebih optimal mensosialisasikan pemberian pembiayaan kredit kepada pelaku usaha untuk memudahkan masyarakat dalam mengembangkan usaha yang ditekuninya. Kata Kunci: Perjanjian Kredit, Kredit Usaha Rakyat, Bank Lampung


(3)

i

ANALISIS PERJANJIAN PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) OLEH PT BANK LAMPUNG

Oleh

AHMAD MALIKI ARIF

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

ANALISIS PERJANJIAN PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) OLEH PT BANK LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

AHMAD MALIKI ARIF NPM. 1222011002

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Masalah dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Pemikiran ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 12

II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Perjanjian... 15

B. Perjanjian Kredit ... 21

C. Prestasi dan Wanprestasi ... 33

D. Bank dan Aktivitas Perbankan ... 39

III METODE PENELITIAN ... 44

A. Pendekatan Masalah ... 44

B. Jenis Penelitian ... 44

C. Tipe Penelitian ... 44

D. Sumber dan Jenis Data ... 45

E. Penentuan Narasumber Penelitian ... 46

F. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 46


(6)

A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha

Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung ... 48

B. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ... 74

V PENUTUP ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

1. Tim Penguji

Ketua

Sekretaris

Penguji Utama

:Dr,

lVahyu Sasongko, S.H., M.Hu

: Dr. Hamzah, S.H., M.H.

:

Dr.

Muhammad tr'akih, S.H., M.S.

: Dr.I)ra. Nunung Rodliyh, M.A.

:-Br. Eddy

Rifai,

S.H., M.H.

. Heryandi, S.H., M.S.

P 19621109 198703

I

003 Anggota

Anggota

r.l:-

i1..".-rri-i#;i:*ry+,p

*S$'e " gr51*.'"i;i1

gEffi.#ttE

Program Pascasarjana

. Sudjarwo, M.S. 30528198103 1002


(8)

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasrswa : Program Kekhususan :

Fakultas

:

Ahmad

Maliki

Arif

1222UrcAz

Hukum Perdata

Hukum

Ilr.

Wahyu Sasongko,

S.S;;M.Hum.

NrP 19580502 t9M03 1001

MENYETUJUI

Dosen Komisi Pembimbing

MENGETAHLII

Ketua Program

NIP 19690520 199802 1 001

'ar1afla

Fakultas Hukum Universitas pung

aidir Anwar, S.H., M.Hum.

ffi

5#;".tsr)


(9)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

t. Tesis dengan judul: Analisis Perjanjian Penyaluran

Kredit

Usaha Rakyat

(KUR) oleh

PT

Bank Lampung, adalah karya saya sendiri dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang

tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

Hak intelektual atas karya ilmiah ini diseratrkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pemyataan

ini,

apabila

di

kemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidak-benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya; saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung,

2l

Mei2015

Pembuat Perflyataan, 2.

ffflT

AHMAU

MALIKI

ARIF


(10)

i MOTO

“Sesungguhnya di balik kesusahan ada kemudahan,

maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan) maka kerjakanlah (urusan yang lain) dengan sungguh-sungguh,

dan hanya kepada Tuhanmu hendaklah engkau berharap”.


(11)

i

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim Kupersembahkan Tesis ini sebagai tanda bukti hormat dan cintaku

kepada kedua orang tuaku

Drs. Hi. Holapa Maliki dan Hj. Fatimah S.Pd. (Almh) ibunda Mutiah S.P.

Adik-adikku

Nesia Januarisma, Siti Fauziah dan Muhammad Khatami Arief, Almamater Tercinta Universitas Lampung


(12)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 15 November 1987, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Hi. Holapa Maliki dan Ibu Hj. Fatimah S.Pd. (Almh).

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah Taman Kanak-kanak (TK) Dwi Tunggal Bandar Lampung yang selesai pada tahun 1994, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Gunung Sulah yang selesai pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negri (SLTPN) 5 Bandar Lampung yang selesai pada tahun 2003. Pada Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2006. Penulis meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung Tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(13)

i

SAN WACANA

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sebab hanya dengan rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tesis berjudul: Analisis Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Lampung. Penyusunan hingga penyelesaian Tesis ini, penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dukungan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, SH., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Sekretaris Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Penguji atas masukan dan saran yang diberikan dalam perbaikan Tesis. 4. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing I, atas masukan

dan saran yang diberikan dalam proses bimbingan hingga selesainya Tesis.

5. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Pembimbing II, atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses bimbingan hingga selesainya Tesis.


(14)

ii

7. Ibu. Dr. Dra. Nunung Rodliyah, M.A. selaku Penguji atas masukan dan saran yang diberikan dalam perbaikan Tesis.

8. Seluruh dosen Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung telah memberikan ilmu kepada penulis, dan seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan bantuan selama menempuh pendidikan. 9. Seluruh rekan Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 21 Mei 2015 Penulis,


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah yang sering disamakan dengan utang atau pinjaman yang pengembaliannya dilaksanakan secara mengangsur. Hal ini menunjukkan bahwa upaya seseorang untuk memenuhi kebutuhan dana atau finansial dapat ditempuh dengan melakukan pinjaman atau kredit kepada bank.

Perjanjian kredit antara nasabah dengan bank dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit secara tertulis. Perjanjian dalam bentuk tertulis lebih memberikan kepastian hukum bagi para pihak, namun di samping keuntungan itu banyak pula debitur yang justru mengeluhkan tentang perjanjian kredit yang mereka buat. Hal ini dikarenakan proses pengajuan kredit hingga saat penandatanganan perjanjian yang terlalu rumit. Saat ini untuk memperoleh kredit juga telah dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dan idealnya perjanjian tersebut tentu harus disepakati oleh kedua belah pihak, yang berisi seluruh keinginan dan mekanisme dari awal sampai akhir proses perjanjian sekaligus pembagian pertanggungjawaban masing-masing apabila terjadi suatu hal di luar dari apa yang telah diperjanjikan.


(16)

Perjanjian kredit jika dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka secara yuridis dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus. Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus maka tidak ada perjanjian bernama dalam KUHPerdata yang disebut dengan perjanjian kredit, karena itu yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian1

Perjanjian kredit secara ideal berpedoman pada asas kebebasan berkontrak, sebagaimana dinyatakan Salim H.S., bahwa asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya” 2

Masalah lainnya adalah mengenai beratnya risiko yang dibebankan kepada debitur karena materi perjanjian kredit yang kurang proporsional dalam pembagian tanggung jawab antara para pihak karena perjanjian di buat dalam bentuk

standard contract yang kurang memberikan perlindungan bagi debitur.

Persoalan kredit bank menurut Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, adalah penyediaan uang, atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjaman untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Sesuai pengertian tersebut, maka

1

Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 117.

2

Salim H.S., Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.. Sinar Grafika. Jakarta. 2003, hlm. 9.


(17)

terlihat adanya suatu konsekuensi yang akan diterima kreditur pada masa yang akan datang berupa jumlah bunga, imbalan, atau pembagian keuangan, dengan demikian maka kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaraan dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Menurut ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, segala harta kekayaan seorang debitur, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang debitur kepada kreditur atas segala kekayaan debitur tersebut. 3

Kredit yang diberikan oleh bank memiliki beberapa karakteristik, di antaranya mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu diantaranya bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis; memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat, dan akan membawa kerugian; memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit); bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.

Guna mengurangi risiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Faktor adanya

3

St. Remy Sjahdeini. Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan. Alumni. Bandung. 1999, hlm. 7.


(18)

jaminan inilah yang penting harus diperhatikan bank. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menentukan bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan diperjanjikan.

Guna memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap watak kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Meskipun demikian dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengenai jaminan atas kredit tidak begitu sulit, hanya saja dipentingkan tetap adanya jaminan, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan tambahan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayainya.

Adanya kemudahan dalam hal jaminan kredit ini merupakan realisasi dari Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi, dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stablitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Meskipun adanya kemudahan demikian, jaminan tersebut harus tetap ideal karena jaminan mempunyai tugas melancarkan, mengamankan pemberian kredit, yaitu


(19)

dengan memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan perlunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur wanprestasi. PT Bank Lampung merupakan salah satu lembaga perbankan di Provinsi Lampung yang menyediakan fasilitas penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada nasabah dengan nama Kredit Aneka Guna dan Kredit Multi Guna (Pikul). Tujuan penggunaan kredit ini adalah untuk pembiayaan investasi dan atau untuk pembiayaan modal kerja. Sektor usaha yang dapat mengajukan kredit ini terdiri dari pertanian, perkebunan, perikanan, dan perternakan, pertambangan, industri, listrik dan gas, konstruksi, perdagangan, restoran, dan perhotelan, pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi, jasa-jasa dunia usaha dan jasa-jasa sosial kemasyarakatan.

Sehubungan dengan Kredit Usaha Rakyat oleh Bank Umum tersebut maka Bank Indonesia selaku pemegang otoritas perbankan (yang saat ini sudah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan) mengeluarkan regulasi dalam hal pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Kredit Usaha Rakyat ini sejalan dengan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan. Tujuannya adalah Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman prioritas pembangunan nasional. Dalam pengembangan KUR selain dibutuhkan dana untuk melaksanakan program KUR dibutuhkan juga political will oleh pemerintah untuk bisa mendorong lebih cepat


(20)

mendorong program tersebut berjalan. Political will tersebut harus diterjemahkan dalam kebijakan-kebijakan yang tepat sehingga berjalan selaras dari pusat hingga daerah. Kebijakan tersebut harus dilahirkan dari peraturan perundang-undangan yang mengahsilkan program yang mempunyai kepastian hukum yang jelas serta mempunyai kemanfaatan dalam mendukung jalannya program KUR.

Bank Lampung menetapkan kriteria yang ketat agar bagi calon debitur yang akan mengajukan KUR, hal ini diberlakukan dalam rangka mengantisipasi terjadinya kredit macet di kemudian hari. Bank dalam memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap watak kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur, meskipun demikian dalam Undang-Undang Perbankan mengenai jaminan atas kredit tidak begitu sulit, hanya saja dipentingkan tetap adanya jaminan, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan

Perjanjian kerjasama antara Bank Lampung dengan nasabah dalam hal penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Nomor: 077/SPK/KI-KUR/VIII/2013. Nasabah bernama Nuraliati memperoleh pembiayaan kredit dari Bank Lampung sebesar Rp.250.000.000, (Duaratus lima puluh juta rupiah), untuk pembelian satu unit mesin hydraulic steam dalam rangka mengembangkan usahanya yang bergerak di bidang jasa pencucian mobil. Jangka waktu perjanjian kredit tersebut adalah 60 bulan, terhitung sejak 26 Agustus 2013 sampai dengan 26 Agustus 2018.


(21)

Hubungan hukum antara pihak Bank Lampung dan nasabah dalam perjanjian KUR berupa hubungan pelaksanaan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik, kedua belah pihak terikat dengan butir-butir perjanjian KUR yang telah disepakati bersama, yaitu melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan Perjanjian.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam Tesis yang berjudul: Analisis Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung.

B. Masalah dan Ruang Lingkup 1. Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung?

b. Bagaimanakah pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah kajian hukum perdata, khususnya yang berkaitan dengan kajian mengenai hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung. Ruang lingkup waktu pelaksanaan penelitian adalah Tahun 2014, sedangkan ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada PT Bank Lampung.


(22)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah ditentukan di atas, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung

b. Untuk menganalisis pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis sebagai berikut:

a. Kegunaan teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna di dalam pengembangan pengetahuan pada bidang ilmu hukum perdata, khususnya yang berkaitan dengan kajian mengenai isi Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung dan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

b. Kegunaan praktis

Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat berguna:

(1) Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti mengenai Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung


(23)

(2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak lain yang akan melakukan penelitian dengan kajian mengenai Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung

(3) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Lampung

D. Kerangka Pemikiran

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana sesorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan atau lebih untuk melakukan sesuatu.4

Ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata kurang begitu memuaskan karena ada beberapa kelemahan, yaitu:

1) Hanya menyangkut sepihak saja

2) Kata perbuatan mencakup juga kata konsensus 3) Pengertian perjanjian terlalu luas

4) Tanpa menyebut tujuan5

Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan bahwa perjanjian adalah persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan dirinya untuk suatu hal dalam harta kekayaan. Dari rumusan perjanjian tersebut dapat diketahui unsur-unsur perjanjian sebagai berikut ada pihak-pihak sedikitnya dua orang (subjek),

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 224. 5Ibid, hlm. 225.


(24)

ada persetujuan antara pihak-pihak (konsensus), ada objek berupa benda, adanya tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan) dan ada bentuk tertentu lisan dan tertulis.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessoir-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.6

Persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak (nasabah) di mana pihak peminjam berkewajiban melunasi pinjamannya setelah jangka waktu

tertentu dengan bunga yang telah ditetapkan itu dinamakan ”perjanjian kredit” atau ”akad kredit”.

Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan

“condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Model-model prestasi dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan untuk pemesan.

6

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006, hlm. 71


(25)

Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan suatu bangunan, perjanjian tidak akan menggunakan merk dagang tertentu.7

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa.8

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kebebasan Berkontrak, yang dikemukakan oleh Hugo de Groot dan Thomas Hobbes, yang menyatakan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seseorang yang berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang lain itu menerimanya. Kontrak lebih dari sekedar janji karena suatu janji tidak dapat memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan janji itu. Selanjutnya Hobbes menyatakan bahwa kebebasan berkontrak sebagai kebebasan manusia yang fundamental. Kontrak adalah metode dimana hak-hak fundamental manusia dapat dialihkan.9

Kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. Asas ini tersirat dalam pasal 1338 KUHPerdata, pada intinya

7

Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 210.

8

Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 214.

9

Mariam Darus Badrulzaman, PerjanjianKredit Bank, PT. Citra Aditya Bhakti Bandung, 1991. hlm. 110.


(26)

menyatakan bahwa terdapat kebebasan membuat kontrak apapun sejauh tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban dan kesusilaan. Setiap orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Secara Historis kebebasan berkontrak sebenarnya meliputi lima macam kebebasan, yaitu:

a) kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.

b) kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak. c) kebebasan para pihak menetukan bentuk kontrak.

d) kebebasan para pihak menentukan isi kontrak.

e) kebebasan pada pihak menentukan cara penutupan kontrak.

Kebebasan berkontrak sebagai suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum. Kebebasan berkontrak bukan berarti para pihak dapat membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap mengindahkan syarat-syarat sahnya pernjanjian, baik syarat umum sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami isi Tesis ini maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka pemikiran, serta sistematika penulisan.


(27)

Kegunaannya adalah sebagai gambaran awal mengenai pentingnya pelaksanaan penelitian ini dan sebagai acuan penyusunan Tesis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi berbagai teori atau pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan permasalah yang dibahas dalam penelitian, yaitu pengertian perjanjian, kredit dan pembiayaan, prestasi dan wanprestasi serta hukum perjanjian konsumen. Kegunaannya adalah sebagai landasan teori atau konsep yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

III.METODE PENELITIAN

Berisi pendekatan masalah, jenis dan sumber data, penentuan narasumber, metode pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data. Kegunaannya adalah sebagai panduan teknis pelaksanaan penelitian ilmiah mulai dari pengumpulan, penyajian sampai dengan analisis data.

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan serta analisis deskriptif mengenai hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh PT Bank Lampung dan pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kegunaannya adalah menjelaskan, memaparkan dan menganalisis hasil penelitian sesuai dengan pokok bahasannya masing-masing.


(28)

V. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran-saran yang diajukan kepada berbagai pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Kegunaannya adalah sebagai simpulan umum dan sebagai rekomendasi saran yang diajukan sebagai bahan perbaikan di masa-masa yang akan datang.


(29)

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana sesorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan atau lebih untuk melakukan sesuatu.1

Perjanjian merupakan persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan dirinya untuk suatu hal dalam harta kekayaan. Dari rumusan perjanjian tersebut dapat diketahui unsur-unsur perjanjian sebagai berikut ada pihak-pihak sedikitnya dua orang (subjek), ada persetujuan antara pihak-pihak (konsensus), ada objek berupa benda, adanya tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan) dan ada bentuk tertentu lisan dan tertulis.

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan kepada debitur dalam perjanjian memberikan hak kepada kreditur dalam perjanjian untuk melaksanakan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut2

1

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 224.

2


(30)

Perjanjian adalah peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang tersebut berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian merupakan suatu perhubungan hak mengenai harta benda atau pihak dalam mana satu pihak dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan. 3

Berdasarkan peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan karena perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian juga disebut persetujuan karena dua pihak setuju untuk melaksanakan sesuatu. Suatu perjanjian sudah dianggap sah dalam arti sudah mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat mengenai hal yang pokok dari perjanjian itu atau dengan kata lain bahwa perjanjian itu umumnya konsensual.

2. Asas Perjanjian

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Asas-asas dalam perjanjian dalam perjanjian adalah sebagai berikut:

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini sering juga disebut sebagai sistem terbuka (open system) yang mengandung suatu asas kebebasan berkontrak (kebebasan membuat perjanjian), seperti dinyatakan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja walau belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang. Tetapi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak ini Pers. Jakarta. 2003, hlm. 91.

3


(31)

dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaaan.

b. Asas Pelengkap (Optional)

Hukum perjanjian bersifat pelengkap, artinya Pasal-Pasal di dalam undang-undang boleh disingkirkan apabila para pihak menghendaki. Maksudnya, ketentuan dalam Undang-Undang dapat dikurangi atau bahkan disingkirkan, tetapi apabila terjadi perselisihan tentang hal-hal yang tidak ditentukan dalam perjanjian, maka berlakulah hal-hal menurut ketentuan dalam undang-undang. c. Asas Konsensualitass

Perjanjian itu terjadi sejak tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak yang membuatnya, mengenai pokok-pokok perjanjian. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok-pokok perjanjian.

d. Asas Obligator

Perjanjian dibuat baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru akan berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan, yaitu melalui penyerahan4

Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan, sehingga ia diakui oleh hukum perjanjian, yang tidak memenuhi syarat-syarat atau mengandung suatu cacat dan ada kemungkinan dilakukan penuntutan oleh pihak yang berkepentingan yang berarti perjanjian ini tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, ini dapat dituntut pembatalannya oleh pihak yang berhak untuk dilindungi Undang-Undang.

4


(32)

3. Dasar Hukum Perjanjian

Dasar Hukum Perjanjian adalah KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan atau lebih untuk melakukan sesuatu. Pengertian ini mengandung makna bahwa perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana sesorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.

Pasal 1320 KUHPerdata menjelaskan syarat-syarat sah perjanjian adalah : a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.

Persetujuan kehendak adalah kesepakatan seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat, di mana pokok perjanjian itu berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama serta timbal balik. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun. (Pasal 1324, KUHPerdata)

b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian

Pada umumnya orang itu dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan wanita bersuami.


(33)

b. Adanya suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian merupakan objek perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak.

c. Ada sebab yang halal

Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian yang mendorong orang membuat perjanjian. Sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.

Perjanjian yang memenuhi syarat menurut Undang-Undang diakui oleh hukum dan sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak diakui hak, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian maka perjanjian itu berlaku bagi mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian terebut batal demi hukum.

Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:


(34)

1) Syarat subjektif, maksudnya syarat melekat pada subjek, merupakan syarat sepakat antara pihak-pihak yang mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat perjanjian.

2) Syarat objektif maksudnya syarat yang melekat pada objek, merupakan yaitu syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal5

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi perjanjian dapat dibatalkan, tetapi jika tidak dimintakan pembatalannya kepada hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-pihak walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata). Tidak dipenuhinya syarat-syarat subjektif tadi mengakibatkan perjanjian batal demi hukum.

Selanjutnya, apabila syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal, kebatalan tersebut dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya kemudian diperkarakan ke muka hakim, dan hakim menyatakan perjanjian batal karena memenuhi syarat objektif. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian dikatakan perjanjian yang sah jika telah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Syarat yang tidak mungkin terlaksana, bertentangan dengan kesusilaan atau bertentang dengan undang-undang yang berlaku, syarat tersebut batal demi hukum, sedangkan kontraknya menjadi tidak berdaya (Lihat Pasal 1254 KUHPerdata). Sedangkan kontrak dengan syarat bahwa pelaksananya

5


(35)

mata bergantung pada kemauan orang yang terikat, kontrak tersebut batal demi hukum (Lihat Pasal 1256 ayat (1) KUHPerdata)6

Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata perjanjian yang dibuat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup kuat menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

B. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessoir-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.7

Persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak (nasabah) di mana pihak peminjam berkewajiban melunasi pinjamannya setelah jangka waktu

tertentu dengan bunga yang telah ditetapkan itu dinamakan ”perjanjian kredit” atau ”akad kredit”. Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan.8

6

Munir Fuady. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),Citra Aditya Bakti Bandung, 2003, hlm. 107.

7

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006, hlm. 71

8Ibid


(36)

Dalam kaitannya dengan fasilitas pemberian kredit, analisis terhadap fakta dan data yang menyertai debitur dalam mengajukan permohonannya merupakan bagian dari faktor-faktor yang mendukung analisis dan kesimpulan bahwa

terdapat ”jaminan” suatu fasilitas kredit yang diberikan dapat kembali dengan menguntungkan. Oleh karena itu terdapat pendapat bahwa ”jaminan adalah ”keyakinan” kreditur bahwa kredit yang diberikan dapat kembali dengan tepat

waktu. Dengan kata lain, istilah ”jaminan” yang diistilahkan dengan ”jaminan pemberian kredit” diartikan sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kebutuhan masyarakat untuk mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah yang sering disamakan dengan utang atau pinjaman yang pengembaliannya dilaksanakan secara mengangsur. Hal ini menunjukkan bahwa upaya seseorang untuk memenuhi kebutuhan dana atau finansial dapat ditempuh dengan melakukan pinjaman atau kredit kepada bank.

Perjanjian kredit antara nasabah dengan bank dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit secara tertulis. Perjanjian dalam bentuk tertulis lebih memberikan kepastian hukum bagi para pihak, namun di samping keuntungan itu banyak pula debitur yang justru mengeluhkan tentang perjanjian kredit yang mereka buat. Hal ini dikarenakan proses pengajuan kredit hingga saat penandatanganan perjanjian yang terlalu rumit. Saat ini untuk memperoleh kredit juga telah dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dan idealnya perjanjian tersebut tentu harus disepakati oleh kedua belah pihak, yang berisi seluruh keinginan dan mekanisme dari awal


(37)

sampai akhir proses perjanjian sekaligus pembagian pertanggungjawaban masing-masing apabila terjadi suatu hal di luar dari apa yang telah diperjanjikan.

Perjanjian kredit jika dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka secara yuridis dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus. Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus maka tidak ada perjanjian bernama dalam KUHPerdata yang disebut dengan perjanjian kredit, karena itu yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian9

Unsur kerelaan dalam berkontrak memang secara jelas dan tegas tidak menjadi syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun bila dilihat dalam ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata: “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan

paksaan atau penipuan.”Selain itu berturut-turut perlu juga diindahkan ketentuan Pasal 1323, 1324, dan Pasal 1325 KUHPerdata. Pasal 1323 KUHPerdata:“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut

tidak telah dibuat.”Pasal 1324 KUHPerdata:“Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang dapat berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.

9

Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 117.


(38)

Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia, kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan.”Pasal 1325 KUHPerdata:“Paksaan mengakibatkan batalnya suatu persetujuan tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau isteri atau sanak-keluarga dalam garis ke atas

maupun ke bawah.”Maka berdasarkan Pasal 1321, 1323, 1324 dan 1325

KUHPerdata secara tegas jelas bahwa unsur paksaan dalam rangka mencapai kata sepakat adalah dilarang oleh hukum perjanjian di Indonsia. Mengenai unsur paksaan pada praktik standar kontrak di Indonesia ini belum dapat tebukti adanya unsur paksaan menurut aturan formal hukum perjanjian itu sendiri.Adapun lahirnya konsep standar konrak itu sendiri dipayungi oleh hukum perjanjian di Indonesia melalui ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Pasal 1338 KUHPerdata:“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang -undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad

baik.”Dari sudut pandang hukum positif standar kontrak mendapat legalitas atau

dipandang sah, tentu saja standar kontrak tersebut menjadi memiliki daya ikat dari aspek hukum bagi para pihak yang membuatnya. Standar kontrak sah secara hukum selama ia mengindahkan norma hukum perjanjian yang diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata. Menurut penulis sah tidaknya standar kontrak tidak dapat terlepas dari teori tentang kesepakatan dalam hukum perjanjian. Hal ini karena


(39)

pembuat standar kontrak itu mengajukan penawaran kepada pihak lain, maka pihak lain itu memiliki kebebasan dalam menentukan sikap apakah ia setuju dan kemudian menandatangani isi kontrak atau bila ia tidak setuju dengan isi klausul yang diajukan kepadanya, ia dapat menolak dengan cara tidak menandatangani atau meninggalkan tempat di mana pihak penawar standar kontrak itu berada, termasuk dalam kredit perbankan.

Persoalan kredit bank menurut Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Perbankan, adalah penyediaan uang, atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjaman untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Dari kedua pengertian tersebut, kita melihat adanya suatu konsekuensi yang akan diterima kreditur pada masa yang akan datang berupa jumlah bunga, imbalan, atau pembagian keuangan, dengan demikian maka kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaraan dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa.

Menurut ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, segala harta kekayaan seorang debitur, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian


(40)

jaminan oleh seorang debitur kepada kreditur atas segala kekayaan debitur tersebut. 10

Mengenai kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu diantaranya bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis; memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat, dan akan membawa kerugian; memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit); bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.

Guna mengurangi risiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Faktor adanya jaminan inilah yang penting harus diperhatikan bank. Pasal 8 Undang-Undang Perbankan menentukan bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan diperjanjikan.

Guna memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap watak kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Meskipun demikian dalam Undang-Undang Perbankan mengenai jaminan atas kredit tidak begitu sulit, hanya saja dipentingkan tetap adanya jaminan, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain

10

St. Remy Sjahdeini. Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan. Alumni. Bandung. 1999, hlm. 7.


(41)

telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan tambahan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayainya.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu perjanjian kredit adalah sebagai berikut:

a. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang dibe-rikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh Bank, di mana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun dari ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dari sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

b. Kesepakatan

Selain unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. d. Risiko


(42)

tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan Bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya

e. Balas jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit merupakan keuntungan bank11

Dasar pemberian kredit berlandaskan pada ketentuan hukum perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Buku III KUHPerdata, yakni adanya suatu perjanjian yang dibuat antara pihak bank dengan calon nasabah debitur dengan tujuan untuk mendapatakan kredit dari pihak bank. Istilah perjanjian kredit tidak diatur di dalam UU Perbankan, bahkan tidak ditemukan juga tentang perjanjian kredit sebagai dasar pemberian kredit.

Dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 Tanggal 3 Oktober 1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit 1 Nomor 2/539/UPK Tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Nomor 2/643/UPK Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966, diinstruksikan bahwa: “Dalam bentuk apapun setiap pemberian kredit, Bank wajib menggunakan akad perjanjian kredit”. Dari kata

11Ibid


(43)

akad perjanjian tersebut, dalam praktik perbankan dikenal dengan istilah

Perjanjian Kredit.12

Menurut Djuhaendah Hasan, perjanjian kredit mempunyai identitas sendiri dan berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Antara perjanjian pinjam-meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan, yang antara lain adalah:

a. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut berkaitan dengan program pembangunan. Dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas. b. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank

atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam pemberi pinjaman dapat oleh individu.

c. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam: yakni bagi perjanjian pinjam-meminjam berlaku ketentuan umum dari Bab III dan Bab XIII Buku III KUHPerdata, sedangkan bagi perjanjian kredit berlaku ketentuan umum KUHPerdata, ketentuan yang ada dalam UU Perbankan, Paket Kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang ekonomi terutama bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) dan sebagainya.

12

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996. hlm. 170-171.


(44)

d. Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai dengan bunga, imbalan atau pembagian hasil, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam hanya berupa bunga saja dan bunga tersebut baru ada apabila diperjanjikan.

e. Pada Perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan kemampuan debitur terhadap pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materiil maupun immateriil, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian pelunasan utang dan hal tersebut baru ada apabila diperjanjikan, dan jaminan hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja. 13

Perjanjian Kredit berbeda dengan Perjanjian Pinjam-Meminjam, baik dalam pengertian, subjek pemberi kredit, pengaturan, tujuan dan jaminannya. Oleh karena itu, perjanjian kredit lebih merupakan pada bentuk perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst), karena mengenai perjanjian kredit belum ada pengaturannya secara khusus baik di dalam UU Perbankan maupun di dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Pengaturan yang telah ada hanyalah pengaturan tentang pengertian kredit, yang dapat ditemukan di dalam UU Perbankan yakni Pasal 1 ayat (11), Pasal 6 dan 13 tentang kredit sebagai salah satu jenis usaha bank, kemudian Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) tentang jaminan dalam pemberian kredit, serta Pasal 11 ayat (1) tentang BMPK. Dalam ketentuan tersebut tidak ada yang mengatur tentang bentuk dan isi serta klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit yang dibuat antara bank dengan para debitur.14

13Ibid

, hlm. 173.

14

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal,Op.Cit., hlm. 175.


(45)

Dalam praktik perbankan ketentuan dan isi serta penentuan klausula perjanjian kredit dibuat berdasarkan pada kesepakatan antara para pihak, yaitu pihak bank sebagai pihak kreditur dengan pihak calon debitur. Dalam hal bentuk, isi serta kalusula-klausula yang diperjanjikan berbeda pada setiap bank.15 Perbedaan klausula perjanjian kredit pada setiap bank tersebut dapat berupa bentuknya, jenis dan isi serta persyaratan klausula dan juga kriteria dalam penentuan kategori ingkar janji, tidak ada keseragaman dalam perjanjian kredit bagi semua bank.

Sebagai dasar hukum pelaksanaan perjanjian kredit bagi para pihak adalah berlaku ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang mengandung azas kebebasan berkontrak. Perjanjian kredit dilandaskan pada kesepakatan antara para pihak, yaitu kesepakatan pihak bank sebagai kreditur dan pihak calon debitur.

Berdasarkan pada kesepakatan tersebut (antara bank sebagai kreditur dengan calon debiturnya), apabila dikemudian hari terjadi ingkar janji diantara para pihak, maka pihak bank dapat melakukan tindakan berdasarkan apa yang telah disepakati sebagaimana yang tertera dalam klausula perjanjian yang telah ditandatangani oleh para pihak tersebut. Dengan azas kebebasan berkontrak diartikan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tersebut mengikat sedemikian rupa, sehingga hanya dapat ditarik kembali berdasarkan kesepakatan para pihak atau oleh Undang-undang.16

15Ibid

. hlm. 176.

16

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal,Op.Cit., hlm. 177.


(46)

Dalam setiap perjanjian kredit yang dibuat antara pihak kreditur dengan debitur, itikad baik juga merupakan syarat yang harus ada. Meskipun di dalam setiap perjanjian tidak selalu dengan tegas dinyatakan, akan tetapi perjanjian tersebut harus selalu tersirat adanya itikad baik dari para pihak. 17 Perjanjian kredit harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya para pihak bukan hanya terikat pada kata-kata dalam perjanjian saja, akan tetapi harus ada itikad baik dalam pelaksanaannya. Dalam praktik perbankan pada umumnya, bentuk perjanjian kredit merupakan perjanjian tertulis dalam bentuk perjanjian standar atau perjanjian baku yang dibuat dengan Akta Notariil.18

Ketentuan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966 Tanggal 3 Oktober 1966 jo. SEBI Unit I Nomor 2/-539/UPK/Pemb. tanggal 8 Oktober 1966 dan SEBI Unit I Nomor 2/649 UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet AMPERA Nomor 10/EK/IN/2/1967 Tanggal 6 Februari 1967, menyebutkan bahwa: “Dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun harus

dibuat Akad Kredit. Dalam ketentuan tetsebut hanya disebutkan dalam bentuk

apapun harus dibuat Akad Kredit”, dan dalam ketentuan tersebut tidak ada

ketentuan yang mengharuskan bentuk-bentuk tertentu.19

Pihak bank menafsirkan bahwa dengan adanya keharusan membuat akad kredit tersebut, bentuk perjanjian kredit harus dalam bentuk tertulis. Kemudian kata

“akad”, sebenarnya berarti perjanjian, jadi ketentuan Instruksi Presidium tersebut

secara gramatikal hanya mengharuskan dibuat perjanjian kredit dalam setiap pemberian kredit dan bukan berkaitan dengan bentuk perjanjiannya. Untuk lebih

17

Ibid. hlm. 178.

18

Ibid, hlm. 180.

19


(47)

terjaminnya perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis, sehingga para pihak yang telah menandatangani perjanjian tersebut tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan. Perjanjian kredit tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti otentik yang sah dan mengikat apabila dikemudian hari terjadi pengingkaran terhadap perjanjian kredit ataupun terhadap dana yang telah disalurkan oleh pihak bank.

C. Prestasi dan Wanprestasi 1. Prestasi

Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan

“condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Model-model prestasi dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan untuk pemesan. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan suatu bangunan, perjanjian tidak akan menggunakan merk dagang tertentu.20

Pasal 1234 KUHPerdata menentukan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Kemudian Pasal 1235 KUHPerdata menyebutkan: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk

20


(48)

menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan. Berdasarkan pasal

tersebut maka dapat diketahui bahwa dalam suatu perikatan, pengertian “memberi sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya hingga waktu penyerahannya.

Istilah “memberikan sesuatu” sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235

KUHPerdata tersebut dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:

(1) Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek perjanjian. (2) Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian, yang

dinamakan penyerahan yuridis.

Wujud prestasi yang lainnya adalah “berbuat sesuatu” dan “tidak berbuat

sesuatu”. Berbuat sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan tidak berbuat sesuatu adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang telah ditetapkan dalam perjanjian, manakala para pihak telah menunaikan prestasinya maka perjanjian tersebut akan berjalan semestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun kadang ditemui bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau menolak memenuhi prestasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian21.

Prestasi dalam suatu perikatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat yaitu harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat ditentukan jenisnya, tanpa adaya ketentuan sulit untuk menentukan apakah debitur telah memenuhi prestasi atau belum. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan, tanpa

21


(49)

suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan, prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum dan prestasi harus mungkin dilaksanakan.

2. Wanprestasi

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. 22

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:

1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. 23

22

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 212.

23Ibid


(50)

Dasar hukum wanprestasi terdapat pada Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Pasal 1243 KUHPerdata menentukan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

Menurut Pasal 1239 KUHPerdata dinyatakan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.

Dalam keadaan normal perjanjian dapat dilaksanakan sebagai mana mestinya tanpa gangguan atau halangan, tetapi pada waktu tertentu yang tidak dapat diduga oleh para pihak, muncul halangan, sehingga pelaksanaan perjanjian tidak dapat dilaksanakan dengan baik, faktor penyebabnya terjadinya wanprestasi dapat didiklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu:

1) Faktor dari luar para pihak

Faktor dari luar adalah peristiwa yang diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga akan terjadi terjadi ketika perjanjian dibuat


(51)

2) Faktor dari dalam diri para pihak

Faktor dari dalam manusia /para pihak merupakan kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan tersebut yang dilakukan dengan sengaja atau kelainan pihak itu sendiri, dan para pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang timbul dari perbuatanya tersebut. 24

Wanprestasi dalam perjanjian harus dinyatakan terlebih secara resmi yaitu dengan memperingatkan kepada pihak yang lalai. bahwa pihak kreditur menghendaki pemenuhan prestasi oleh pihak debitur. Peringatan tersebut harus dinyatakan tertulis, namun sekarang sudah dilazimkan bahwa peringatan itu pula dapat dilakukan secara lisan asalkan cukup tegas menyatakan desakan agar segera memenuhi prestasinya terhadap perjanjian mereka perbuat.

Peringatan tersebut dapat dinyatakan pernyataan lalai yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. Pernyataan lalai tersebut dalam beberapa bentuk pernyataan lalai tersebut dalam bentuk pernyataan lalai yaitu:

1) Berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis.

2) Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri. Apabila dalam surat perjanjian telah ditetapkan ketentuan debitur dianggap bersalah jika satu kali saja dia melewati batas waktu yang diperjanjikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong debitur untuk tepat waktu dalam melaksanakan kewajiban dan sekaligus juga menghindari proses dan prosedur atas adanya wanprestasi dalam jangka waktu yang panjang. Dengan adanya penegasan seperti ini dalam perjanjian,tanpa teguran kelalaian dengan sendirinya pihak debitur

24


(52)

sudah dapat dinyatakan lalai, bila ia tidak menempati waktu dan pelaksanaan prestasi sebagaimana mestinya.

3) Jika teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan (aanmaning) dan dapat juga disebut dengan somasi. Dalam somasi inilah pihak kreditur menyatakan segala haknya atas penuntutan prestasi kepada pihak debitur. 25

Adanya pernyataan lalai yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak debitur, maka menyebabkan pihak debitur dalam keadaan wanprestasi, bila ia tidak mengindahkan pernyataan lalai tersebut. Pernyatan lalai sangat diperlukan karena akibat wanprestasi tersebut adalah sangat besar baik bagi kepentingan pihak kreditur maupun pihak debitur. Dalam perjanjian biasanya telah ditentukan di dalam isi perjanjian itu sendiri, hak dan kewajiban para pihak serta sanksi yang ditetapkan apabila pihak debitur tidak menepati waktu atau pelaksanaan perjanjian.

Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam kategori yaitu: 1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2) Melaksanakan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

3) Melakukan apa yang diperjanjikan akan tetapi terlambat.

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan26

Debitur yang oleh pihak kreditur dituduh lalai, dapat mengajukan pembelaan diri atas tuduhan tersebut. Adapun pembelaan debitur yang dituduh dapat didasarkan

25

M. Yahya Harahap, Hukum Perjanjian.Rineka Cipta Jakarta. 2008. hlm. 7.

26Ibid,


(53)

atas tiga alasan yaitu mengajukan tuntutan adanya keadaan yang memaksa, mengajukan bahwa si kreditur sendiri juga wanprestasi dan mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

D. Bank dan Aktivitas Perbankan

Bank merupakan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Bank adalah badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri atau uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat pertukaran baru berupa uang giral.

Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai peran yang sangat strategis dalam kegiatan perekonomian melalui kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kredit bagi usaha produktif dan konsumtif, sekaligus menjadi penentu arah bagi perumusan kebijakan pemerintah di bidang moneter dan keuangan dalam mendukung stabilitas pembangunan nasional, khususnya untuk dapat menjadi tempat penyimpanan dana yang aman, dapat melakukan kegiatan perkreditan demi kelancaran dunia usaha dan perdagangan27

Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, mengumpul dana, memberi kredit, mempermudah pembayaran atau tagihan, stabilisator moneter dan dinamisator perekonomian. Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kredit, pinjaman dan jasa keuangan lain. Bank dalam

27

Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, (Yogyakarta: BPFE, 2006). hlm. 56.


(54)

konteks ini melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian. 28

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, jenis-jenis bank adalah sebagai berikut:

a. Bank Sentral, adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi perbankan.

b. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau lintas pembayaran.

c. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bentuk hukum perkreditan rakyat yang dapat berupa perusahaan daerah, koperasi, perseroan terbatas, atau bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Jenis-jenis bank dilihat dari kegiatan kepemilikannya, adalah sebagai berikut: a. Bank pemerintah, adalah bank yang akte pendiriannya maupun modalnya

dimiliki pemerintah, sehingga seluruh bank itu dimiliki oleh pemerintah. b. Bank swasta, adalah bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki swasta

nasional serta kepemilikannya dimiliki pihak swasta.

c. Bank asing, adalah bank sebagai cabang dari luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintahan asing dalam suatu negara.

d. Bank campuran, adalah bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta. 29

28

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998

(Bandung: Citra Aditia Abadi, 2000). hlm. 67. 29Teguh Pudjo Mulyono, Op Cit. hlm. 57.


(55)

Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga penghimpun dan menyalur dana masyarakat atas dasar kepercayaan. Maju mundurnya usaha lembaga keuangan tersebut sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Secara fundamental bank memiliki dua fungsi perolehan (pengumpulan) dana dan fungsi pengguna (penyalur) dana. Sumber dana yang ada berasal dari simpanan, dana pinjaman lainnya, dan modal. Simpanan merupakan fungsi terbesar dan terpenting dalam aktifitas pengumpulan dana yang mendominasi lebih kurang 80% sampai dengan 90% sumber dana Bank. Bank juga memperoleh dana melalui peminjaman sumber lain, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang seperti peminjaman bank Indonesia, penjualan surat-surat berharga, dan lain-lain. Tambahan modal terutama diperoleh bank melalui pejualan saham di pasar modal serta hutang jangka panjang. 30

Fungsi bank lainnya adalah fungsi pengguna atau penyalur kredit yang dapat diklarifikasikan menjadi kelompok besar, yaitu: peminjaman (kredit), investasi. aktif lancar, dan fasilitas Bank. Fungsi utama bank adalah membuat dan memusnahkan uang, mekanisme pembayaran dan transfer dana, pemusatan dan pengumpulan dana, penyaluran kredit, fasilitas pembiayaan dan perdagangan luar negeri, jasa-jasa perwalian dan penyimpanan dana-dana berharga serta jasa-jasa penawaran dan penjualan dan pembelian surat berharga.

Setiap bank berbeda-beda dalam melaksanakan kegiatannya, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat, artinya produk yang ditawarkan jelas berbeda bahkan lebih lengkap dibandingkan bank perkrediran rakyat, hal ini disebabkan

30Ibid


(56)

bank umum memiliki kebebasan untuk menentukan jenis produk dan jasanya. Sedangkan dalam hal penjualan produk dan wilayah operasinya bank perkreditan rakyat lebih sempit dibanding bank umum. Dewasa ini kegiatan-kegiatan perbankan di Indonesia terutama dalam bank umum adalah sebagai berikut:

a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk:

1) Simpanan giro (deman deposit) yang berupa simpanan pada bank di mana penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan check atau

billyet giro

2) Simpanan tabungan (saving deposit) yaitu simpanan pada bank yang slip penarikannya atau buku tabungan penarikannya dapat dilakukan sesuai perjanjian antara bank dengan nasabah dan penarikannya mengunakan kartu ATM atau sarana penarikan lainnya.

3) Simpanan deposito (time deposito) merupakan simpanan pada bank yang penarikannya sesuai jangka waktu (jatuh tempo) dan dapat ditarik dengan

billyet deposito atau sertifikat deposito.

b. Menyalurkan dana kemasyarakatan (landing) dalam bentuk kredit seperti: 1) Kredit modal kerja merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai

suatu usaha dan biasanya bersifat jangka pendek guna memperlancar transaksi perdagangan.

2) Kredit perdagangan yaitu yang diberikan kepada pedagang baik agen atau pengecer.

3) Kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk konsumsi atau dipakai untuk keperluan pribadi.


(57)

4) Kredit produktif merupakan kredit yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa.

c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) antara lain:

1) Menerima setoran seperti pembayaran pajak, pembayaran telepon dan pembayaran listrik.

2) Melayani pembayaran-pembayaran seperti gaji, pensiun, honorarium, pembayaran defiden, dan pembayaran kupon.

d. Usaha dalam pasar modal perbankan dapat memberikan atau menjadi emisi, wali amanat dan perantara perdagangan efek

e. Jasa-jasa lain seperti transfer, inkaso, kliring, save deposit box, bank notes,

bank garansi, bank draf, letter of kredit, dan cek wisata. 31

31


(1)

c. Bahan hukum tersier, bahan hukum yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

E. Penentuan Narasumber Penelitian

Penelitian ini membutuhkan narasumber guna memperoleh data yang dibutuhkan sesuai permasalahan. Narasumber penelitian berjumlah 2 orang sebagai berikut: a) Harry Budiarjo selaku Pimpinan Bidang Operasional PT Bank Lampung b) Nur Aliati selaku Debitur pada PT Bank Lampung

F. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik:

a. Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan

b. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data dengan cara mengajukan tanya jawab atau wawancara kepada narasumber menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya.

b. Pengolahan Data

Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Seleksi Data, data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.


(2)

47

b. Klasifikasi Data, penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

c. Penyusunan Data, penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

G. Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Setelah itu dianalisis secara deskriptif kualitatif, dengan cara menafsirkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Hasil dari penafsiran data diuraikan atau dideskripsikan kemudian diambil kesimpulan.


(3)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hubungan hukum dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Lampung adalah bersifat timbal balik, yaitu hak nasabah menjadi kewajiban Bank dan hak bank menjadi kewajiban nasabah, yang harus dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kredit yang disepakati. Perjanjian kredit menunjukkan hubungan hukum antara Bank Lampung dan nasabah, di mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu.

2. Pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PT Bank Lampung dan Nasabah dalam Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah Nasabah berhak menerima pembiayaan dan mengetahui secara jelas spesifikasi dan jumlah pembiayaan kredit, besaran bunga dan teknis pembayaran. Kewajiban nasabah adalah mengembalikan seluruh jaminan pokok pembiayaan kredit berikut bunga yang dibebankan, memberitahukan secara tertulis kepada bank dalam hal terjadinya perubahan identitas atau usaha, menyerahkan setiap dokumen yang diminta bank, menjalankan usahanya menurut ketentuan-ketentuan atau


(4)

93

tidak menyimpang atau bertentangan dengan perjanjian kredit. Hak Bank Lampung adalah melakukan penagihan atas keterlambatan pembayaran, mendapatkan bunga atas usaha yang dijalankan nasabah dan menerima pembiayaan kredit dari nasabah, memindahtangankan jaminan kredit dari nasabah. Kewajiban Bank Lampung adalah memberikan penjelasan dan merealisasikan pembiayaan kredit kepada nasabah.

B. Saran

Beberapa saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bank disarankan untuk benar-benar menerapkan asas kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada debitur, dengan cara melaksanakan prinsip Know

Your Costumer (mengenali nasabah), baik dari aspek kepribadiannya maupun

dari aspek kemampuannya secara finansial, sehingga bank memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan diperjanjikan.

2. Bank disarankan untuk secara lebih optimal mensosialisasikan pemberian pembiayaan kredit kepada pelaku usaha untuk memudahkan masyarakat yang memiliki usaha dalam rangka mengembangkan usaha yang ditekuninya. 3. Sebaiknya selain ada jaminan kebendaan ada juga jaminan perorangan dalam

Perjanjian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Lampung, sebagai wujud prinsip kehati-hatian bank.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

---. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti Bandung, 2003.

---. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global.

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan Yuridis), Penerbit Djambatan, Jakarta, 1996

Hasan, Djuhaendah Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan

Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di

Indonesia (Panduan Dasar Legal Officer), PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1998.

Harahap, M. Yahya. Hukum Perjanjian, Rineka Cipta, Jakarta, 2008

Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006.

H.R., Ridwan. Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.


(6)

Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2003.

Mulyono, Teguh Pudjo. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil,

BPFE, Yogyakarta, 2006.

Salim. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Sjahdeini, St. Remy. Hak Tanggungan, Asas-Asas Ketentuan Pokok dan Masalah

yang Dihadapi oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2012.

Subekti, R. Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 2000.

Suyatno, Thomas. dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Undang -Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia