TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN KARY

(1)

TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN KARYAWAN PT. HADENA INDONESIA ATAS PERISTIWA PRAKTEK SKEMA PIRAMIDA OLEH PELAKU USAHA PT. HADENA INDONESIA

LEGAL MEMORANDUM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah

Teknik Penulisan Karya Ilmiah, Semester VI, Tahun Akademik

2015 - 2016

Disusun Oleh :

Nama

: Deden Ahmad Rohendi

NPM

: 131000256

Kelas

: B

Di bawah Bimbingan :

Hj.N. Ike Kusmiati, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG


(2)

BAB I

LATAR BELAKANG PEMILIHAN MASALAH HUKUM

Persaingan merupakan masalah yang timbul dari luar perusahaan (problem ekstern), dimana persaingan akan timbul dari perusahaan lain yang sejenis. Dengan semakin maju dan berkembangnya persaingan tersebut, maka besar sekali peluangnya terhadap pengaruh perkembangan aktivitas penjualan produk-produk keluaran perusahaan. Pemasaran hasil produksi merupakan salah satu kegiatan dari sekian banyak kegiatan pokok perusahaan dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, maka pemasaran akan barang-barang industri dan barang-barang konsumsi membutuhkan pemikiran yang sangat mendalam dan memerlukan fokus perhatian yang khusus terhadap faktor-faktor pemasarannya.

Dalam persaingan yang makin kompetitif sekarang ini, pengusaha tidak hanya dituntut efektif melakukan promosi, tetapi juga harus ditunjang oleh faktor-faktor lain seperti kualitas produk, harga yang bersaing dan pelayanan yang meliputi pengantaran barang, pemberian potongan harga dan jaminan puma jual terhadap produk tersebut. Makin banyaknya persaingan menyebabkan konsumen makin dimanjakan oleh beragamnya macam-macam produk, dan tentu hal itu menyebabkan konsumen makin pandai dan selektif memilih produk apa yang pas dan sesuai dengan keuangan yang dia miliki.

Multi level Marketing (MLM) adalah suatu konsep penyaluran barang (produk/jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan menikmaati keuntungan di dalam garis kemitraanya atau sponsorisasi. Dalam pengertian yang lebih luas Multi Level


(3)

Marketing (MLM) adalah salah satu bentuk kerja sama di bidang perdagangan atau pemasaran suatu produk atau jasa, dengan sistem ini diberikan kepada setiap orang kesempatan untuk mempunyai dan menjalankan usaha sendiri.

Sejatinya, MLM sama saja dengan perusahaan perdagangan pada umumnya yang menjual produk. Hanya saja menurut Neni, sekretaris Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), yang menjadi pembeda hanyalah pada sistem distribusi. Rekrutmen anggota baru pada perusahaan MLM ditujukan untuk memperluas jaringan penjualan, bukan sebagai pendapatan perusahaan, jadi tidaklah tepat jika sistem MLM disalahkan terkait maraknya penipuan bermodus skema piramida. Beberapa perusahaan nakal memanfaatkan celah pada sistem MLM yang biasanya mengharuskan biaya keanggotaan.1

MLM nakal menjadikan uang pendaftaran keanggotaan sebagai pendapatan utama dan memberikan komisi setiap orang yang bergabung atas rekomendasi anggota MLM. Skema ini disebut skema piramida (Pyramid Scheme) atau Money Game yang diwariskan dari skema Ponzi. Selain itu izin perusahaan yang menerapkan sistem MLM berbeda dengan surat izin perdagangan biasa. Jika perusahaan perdagangan biasa harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) sedangkan pada perusahaan yang berbasis MLM harus memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL). Lebih lanjut, Neni menjelaskan perusahaan yang menerapkan skema piramida tidak mungkin mendapatkan SIUPL. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan MLM harus mempresentasikan sistem kerja perusahaan mereka sebelum mendapatkan SIUPL.

1

http://www.kompasiana.com/willywilley/money-game-bertopeng-lowongan-pekerjaan_54f946b4a33311ac048b4b54 (yang diakses pada tanggal 24 April 2016, Pukul: 16.39 WIB).


(4)

PT Hadena Indonesia adalah salah satu yang memanfaatkan skema piramida ini untuk menjalankan bisnisnya. Memanfaatkan iming-iming pekerjaan pengeleman benang teh, PT Hadena Indonesia mampu mengaet calon korban untuk mengeluarkan uang keanggotaan pertama. Dengan semakin banyak yang bergabung akan semakin besar jaringan PT Hadena Indonesia karena setiap anggota akan mencari anggota lain untuk mendapatkan komisi. Tak heran, PT Hadena Indonesia mampu mendirikan cabang di 20 kota besar yang tersebar di Pulau Jawa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka salah satu karyawan PT. Hadena Indonesia yaitu Aushaf meminta penulis untuk memberikan pandangan hukum (legal opinion), mengenai upaya hukum yang dapat dilakukannya terhadap kasus praktek skema piramida yang dilakukan oleh PT. Hadena Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum dalam bentuk memorandum hukum (legal memorandum), dengan judul : UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN KARYAWAN PT. HADENA INDONESIA ATAS PERISTIWA PRAKTEK SKEMA PIRAMIDA OLEH PELAKU USAHA PT. HADENA INDONESIA.


(5)

BAB II

FAKTA HUKUM DAN IDENTIFIKASI FAKTA HUKUM

A. Fakta Hukum

1. Gaji Tak Dibayarkan Karyawan Freelance PT. Hadena Indonesia Kecewa

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Beberapa warga

Kota Pekanbaru merasa kecewa, atas perjanjian kerja di perusahaan tempat mereka melamar pekerjaan, yakni PT Hadena Indonesia di Jalan Arengka II/SM Amin, Pekanbaru. Setelah beberapa bulan bekerja hak gaji tidak dibayarkan perusahaan.

Seperti diketahui, sejak PT Hadena Indonesia Cabang Pekanbaru membuka lowongan kerja, sejak Agustus 2015 lalu hingga sekarang, ratusan warga melamar ke perusahaan tersebut. Kerjanya disebutkan untuk pengeleman produk yang sudah disiapkan perusahaan tersebut. "Saya sudah mengelem produk tersebut, tapi gaji saya tak diberikan. Alasan perusahaan saya harus mencari warga lainnya 5 orang untuk bergabung ke PT Hadena Indonesia. Sya sangat kecewa," kata Tuti, warga yang sudah mendaftar ke PT Hadena Indonesia tersebut kepada Tribunpekanbaru.com, Jumat (18/3/2016) di Pekanbaru.

Pengeleman produk tersebut dibayar satu kotak kepada warga yang melamar Rp 60 ribu. Hanya saja, warga yang melamar harus menyetor uang dengan nilai Rp 305 ribu ke perusahaan. Uang itu terdiri dari Rp 10 ribu untuk pendaftaran, Rp 20 ribu untuk kartu member dan Rp 275 ribu untuk pembelian produk perusahaan tersebut.

Hal yang sama juga disebutkan karyawan lainnya, Sinta. "Karena saya lihat tak benar lagi PT Hadena tersebut, saya minta uang saya dikembalikan. Tapi mereka tak mau mengembalikannya," tegasnya pula seraya mengaku heran, karena belum ada perusahaan yang dilamarnya, minta uang pendaftaran hingga ratusan ribu.

"Ini modus mereka menipu. Saya tak yakin, karena setelah banyak uang warga dikumpulkan, lalu mereka kabur. Lagi pula produknya perlu dipertanyakan, legal atau ilegal," sebut warga yang komplain lainnya.


(6)

Sementara itu, Kacab PT Hadena Indonesia Pekanbaru Helmi mengatakan, pihaknya tidak ada melakukan penipuan. Karena sistem pekerjaan di perusahaannya bersifat freelence. Jumlahnya saat ini sekitar 500 orang.

2. Ilegal, Perusahaan Pengeleman Benang Ditutup

KEDIRI, KOMPAS.com - PT Hadena Indonesia Cabang Madya Kediri, Jawa Timur, yang menyediakan pekerjaan pengeleman benang bungkus teh Rosela dan kantong teh Rosela, Selasa (20/11/2012), operasionalnya dihentikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja setempat. Kepala Satpol PP Pemerintah Kota Kediri, Djati Utomo mengatakan, penutupan itu dilakukan karena perusahaan yang berkantor di kawasan Ruko Brawijaya itu belum mengantongi izin usaha dari Kantor Pelayanan Perizinan maupun Dinas Sosial Tenaga Kerja Kediri. Selain itu perusahaan tersebut dianggap meresahkan.

"Kita beri deadline terakhir jam 12 siang sambil menyelesaikan pendaftar yang terlanjur masuk. Besok, sudah harus tutup total," kata Djati Utomo ditemui usai mendatangi lokasi kantor PT HDN Kediri. Perusahaan bidang industri dan perdagangan yang berpusat di Jakarta itu mulai membuka cabangnya di Kediri sejak 11 Nopember 2012 lalu. Bidang pekerjaan yang dijanjikan berupa pengeleman benang dengan penghasilan mulai dari Rp 70 ribu untuk beberapa helai benang yang dapat dirangkai.

Untuk dapat bergabung, masyarakat harus mendaftar dengan biaya sebesar Rp 5 ribu dan juga memenuhi biaya keanggotaan sebesar Rp 250 ribu. Setelah menjadi anggota, mereka diberi waktu 3 hari untuk mengelem 200 helai benang pada tahap pertama. Untuk dapat mengambil benang pada tahapan berikutnya, seorang member harus melengkapi persyaratan tertentu yang mana hal ini tidak dijelaskan sejak awal mendaftar sehingga dianggap meresahkan.

Kepala cabang PT HDN Madya Kediri Muhammad Hasan mengatakan, pihaknya sudah pernah mengurus perizinan kepada KPP, namun belum dapat diterbitkan karena pimpinan KPP masih berada di Bali. Meskipun demikian ia akan mematuhi langkah pemkot yang menutup operasional usahanya hingga terbitnya perizinan.

"Kami akan mematuhinya, namun kami juga masih harus menyelesaikan urusan pada 480 member yang sudah berjalan. Kalo kami tutup dikira kami bagaimana," kata Hasan.


(7)

Ia menampik tudingan perusahannya meresahkan masyarakat. Menurutnya, keresahan itu hanya datang dari pihak yang tidak mengetahui mekanisme usahanya. Terkait penjelasan rekrutmen, pihaknya berjanji akan memperbaiki mekanismenya dengan memberikan penjelasan secara utuh saat dilakukannya wawancara awal. "Akan kami pertajam penjelasannya di awal rekrutmen," imbuh Hasan.

3. Pemkot Solo Segera Cabut Izin Usaha PT. Hadena Indonesia Cabang Solo

Solopos.com, SOLO–Pemkot Solo segera mencabut izin usaha PT Hadena Solo menyusul penetapan kepala cabangnya, Supar, sebagai tersangka oleh kepolisian. Saat ini, usaha berkedok pengeleman benang teh celup tersebut masih beroperasi di sebuah ruko di Jebres. Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, saat ditemui solopos.com seusai peresmian Museum Radya Pustaka, Selasa (15/4/2014), mengatakan semestinya izin usaha PT Hadena di Solo bisa segera dicabut. Hal itu karena PT Hadena terbukti melanggar aturan yang diperkuat dengan penetapan kepala cabangnya sebagai tersangka. “Kalau sudah ada kata tersangka ya dicabut izinnya,” ujar Wali Kota.

Diketahui, sepak terjang PT Hadena banyak diprotes setelah menarik sejumlah dana dengan kedok jasa pengeleman benang teh celup. Keluhan itu lantas diproses kepolisian setlah adanya aduan dari sejumlah konsumen usaha. Menurut Rudy, Pemkot tak akan segan menutup operasional PT Hadena melihat banyaknya pihak yang telah dirugikan. Wali Kota pun tak ingin ada modus baru yang mengintai jika perusahaan terus dibiarkan hidup. “Daripada masyarakat semakin sengsara ya ndang ditutup. Jangan sampai terus berkembang.”

Dari segi perizinan, Wali Kota mengakui ada penyalahgunaan yang dilakukan PT Hadena dalam praktik jasa pengeleman benang teh. Data dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Solo, Hadena hanya mengantongi surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang berarti izin untuk menjual barang jadi. Sedangkan usaha pengeleman teh membutuhkan izin untuk industri (IUI). “Izinnya gawe gaplek tapi pelaksanaannya gawe tempe ya enggak entuk. Nanti kami segera terjunkan Satpol PP untuk memberi tindakan.”

Kepala Satpol PP, Sutarjo, siap menutup usaha PT Hadena jika terbukti ada penyalahgunaan perizinan. Saat ini, pihaknya terus berkoordinasi dengan kepolisian maupun tim Pemkot untuk mengkaji


(8)

tindakan tersebut. “BPMPT dan Disperindag juga perlu diajak bicara. Kalau terbukti melanggar ya kami tutup, ranah pencabutan izin di BPMPT.”

Sementara itu, Kepala BPMPT, Toto Amanto, belum dapat dikonfirmasi. Yang bersangkutan sedang mengikuti diklat di luar kota. Sebelumnya, Toto mengatakan izin Hadena bisa dicabut apabila bukti ihwal penyalahgunaan perizinan telah terkumpul. Toto menegaskan PT Hadena hanya mengantongi SIUP meliputi penjualan peralatan suku cadang, kecantikan, kosmetik, buku, makanan dan minuman ringan. Tidak ada poin pengeleman benang teh dalam perizinan tersebut. “Masalah nariki duit [menarik uang dari] tenaga kerja itu persoalan yang lain,” ucapnya.

4. Ratusan Orang Tertipu Bisnis Pengeleman Kantog Teh Rosela

SURYA Online, KEDIRI-Ratusan warga Kediri mengaku tertipu pekerjaan pengeleman benang dan kantong kemasan teh Rosela yang dilakukan PT Hadena Indonesia Cabang Kediri. Mereka terkecoh dengan iming-iming iklan selebaran yang dinilai menyesatkan. Kasus ini banyak menimpa seluruh lapisan masyarakat mulai kalangan pelajar sampai ibu rumah tangga. Rata-rata para konsumen mengaku kecewa setelah bergabung menjadi anggota member.

"Semula kami tertarik dengan iklan selebarannya yang menjanjikan penghasilan Rp 70.000 setelah mengelem satu kotak teh Rosela. Tapi setelah bergabung saya malah kecewa," ungkap Mikael (17) pelajar salah satu SMKN di Kota Kediri, Jawa Timur kepada Surya Online, Senin (19/11/2012).

Diungkapkan Mikael, seminggu lalu dia bergabung dengan PT Hadena yang berkantor di kompleks Ruko Brawijaya, Kota Kediri sesuai selebaran yang diterimanya yakni pengeleman kantong teh Rosela. Saat datang juga diminta wawancara layaknya melamar kerja. Karena tertarik Mikael kemudian ikut bergabung menjadi anggota member dengan membayar Rp 250.000 serta mendapatkan kartu frelance kualifikasi (FK). Kekecewaan muncul karena uang Rp 70.000 sebagaimana yang dijanjikan di awal ternyata tidak diterimanya. Uang bonus itu diganti dengan barang lagi. "Ada puluhan teman saya yang bernasib sama, teman-teman semua kecewa dan merasa tertipu. Korbannya sudah ratusan bahkan ribuan," ungkap pelajar kelas XII. Penuturan sama juga dikemukakan Tomo (45) warga Mojoroto yang mengaku kecewa bonus yang dijanjikan di awal ternyata tidak sesuai kenyataan. "Semula kami berharap bonusnya kami terima, tapi


(9)

ternyata kami malah diberi barang lagi," tuturnya. Untuk menjadi anggota baru diharuskan membayar pendaftaran senilai Rp 5.000. Kemudian di awal harus menyetor dana Rp 250.000 dengan imbalan mendapatkan parfum Royal Hardena seharga Rp 200.000.

Untuk mendapatkan penghasilan tambahan anggota member harus menyebarkan selebaran iklan kepada teman dan kenalannya. Jika berhasil mengajak lima anggota baru barulah statusnya naik menjadi supervisor serta mendapatkan tambahan penghasilan. Rinciannya penghasilan itu berasal dari hasil penyebaran brosur dimana setiap brosur yang direspons mendapatkan pemasukan Rp 5.000 per lembar yang disebut komisi iklan. Penghasilan lainnya yang diterima dari anggota baru sebesar Rp 50.000 per satu anggota baru yang disebut komisi sponsor. Serta penghasilan Rp 20.000 per kotak dari sisa komisi ngelem. Dari brosur yang disebarkan penghasilan yang diperoleh anggota member bisa mencapai Rp 3 - Rp 10 juta sebulan. 5. Money Game Bertopeng Lowongan Pekerjaan

Kompasiana.com - Sejatinya, MLM sama saja dengan perusahaan perdagangan pada umumnya yang menjual produk. Hanya saja menurut Neni, sekretaris Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), yang menjadi pembeda hanyalah pada sistem distribusi. Rekrutmen anggota baru pada perusahaan MLM ditujukan untuk memperluas jaringan penjualan, bukan sebagai pendapatan perusahaan.(Jadi tidaklah tepat jika sistem MLM disalahkan terkait maraknya penipuan bermodus skema piramida) Beberapa perusahaan nakal memanfaatkan celah pada sistem MLM yang biasanya mengharuskan biaya keanggotaan. MLM nakal menjadikan uang pendaftaran keanggotaan sebagai pendapatan utama dan memberikan komisi setiap orang yang bergabung atas rekomendasi anggota MLM. Skema ini disebut skema piramida (Pyramid Scheme) atau Money Game yang diwariskan dari skema Ponzi. Selain itu izin perusahaan yang menerapkan sistem MLM berbeda dengan surat izin perdagangan biasa. Jika perusahaan perdagangan biasa harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) sedangkan pada perusahaan yang berbasis MLM harus memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL). Lebih lanjut, Neni menjelaskan perusahaan yang


(10)

menerapkan skema piramida tidak mungkin mendapatkan SIUPL. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan MLM harus mempresentasikan sistem kerja perusahaan mereka sebelum mendapatkan SIUPL. Sedangkan, sistem piramida jelas-jelas dilarang oleh Peraturan Menteri Perdagangan No 32 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung. Pada pasal 21 ayat e berisi larangan untuk “menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan atau pendaftaran sebagai mitra usaha secara tidak wajar.” PT Hadena Indonesia adalah salah satu yang memanfaatkan skema ini untuk menjalankan bisnisnya. Memanfaatkan iming-iming pekerjaan pengeleman benang teh, PT Hadena Indonesia mampu mengaet calon korban untuk mengeluarkan uang keanggotaan pertama. Dengan semakin banyak yang bergabung akan semakin besar jaringan PT Hadena Indonesia karena setiap anggota akan mencari anggota lain untuk mendapatkan komisi. Tak heran, PT Hadena Indonesia mampu mendirikan cabang di 20 kota besar yang tersebar di Pulau Jawa. PT Hadena Indonesia jelas-jelas menonjolkan pentingnya uang pendaftaran dari orang yang bergabung atas rekomendasi anggota. Tak tanggung-tanggung, komisi pendaftaran dari anggota baru mencapai Rp 110.000,-. Rp 75.000,-diberikan langsung ketika orang tersebut menjadi anggota. Rp 35.000,- sebagai komisi pengeleman diberikan setelah terakumulasi 5 orang. Neni menekankan ranjau dari sistem perusahaan dengan skema piramida adalah pada sumber pendapatan mereka.

Identifikasi Fakta Hukum

Dari fakta-fakta hukum yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa identifikasi masalah, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaiamana penegakkan peraturan hukum yang dapat menjerat pelaku usaha PT. Hadena Indonesia yang telah melakukan praktek skema piramida dalam menjalankan usahanya..?


(11)

2. Bagaimana tindakan hukum yang dapat dilakukan karyawan PT. Hadena Indonesia atas peristiwa praktek skema piramida oleh pelaku usaha PT. Hadena Indonesia..?

BAB III ALAT ANALISIS

Dalam memecahkan permasalahan yang tercantum dalam identifikasi fakta hukum, penulis mempergunakan alat analisis berupa interprestasi atau penafsiran. Penafsiran atau interprestasi adalah “ menjalankan suatu ketentuan undang -undang yang telah dijelaskan atau menjalankan kaedah undang-undang yang


(12)

dinyatakan tidak jelas. Menafsirkan tidak lain dari mencari kehendak pembuat undang-undang yang dinyatakan tidak jelas.” 2

Penafsiran yang dipergunakan sebagai alat analisis adalah penafsiran tata bahasa atau penafsiran gramatikal. Penafsiran gramatikal atau tata bahasa adalah ”penafsiran menurut bunyi ketentuan undang-undang yang berpedoman pada perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dengan kalimat yang dipergunakan atau yang dipakai dalam undang-undang, atau dapat pula dikatakan bahwa Penafsiran gramatikal adalah menafsirkan kata-kata dalam Undang-Undang sesuai dengan kaedah hukum tata bahasanya.'' 3

Menurut Pitlo, ''selama kita menafsirkan, kita bertitik tolak pada teks Undang-Undang. Kita dapat menafsirkan secara gramatikal atau sistematis, historis atau teologis, tetapi dalam hal-hal tersebut kita menghadapi teks Undang-Undang.'' 4

2 Buchari Said. Ringkasan Hukum Pidana. FH. Unpas Tahun 2002, hlm 2.

3 Sofyan Sastrawidjaja, Hukum Pidana Azas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Pemidanaan Pidana, Armico, 1995, hlm. 68.


(13)

BAB IV ULASAN HUKUM

A. Penegakkan Peraturan Hukum Yang Dapat Menjerat Pelaku Usaha PT. Hadena Indonesia Yang Telah Melakukan Praktek Skema Piramida Dalam Menjalankan Usahanya

Ciri khas utama dari Skema Piramida adalah tidak mengutamakan penjualan produk untuk meraih income, namun lebih mengutamakan perekrutan anggota baru dimana anggota lama disubsidi oleh anggota baru hingga akhirnya sampai ke level paling bawah dimana anggotanya akan mengalami kesulitan dan akhirnya sistem ini menjadi collapse/berhenti. Pyramid Scheme adalah system bisnis yang tidak “fair” yang menjanjikan “income” yang melimpah bagi para anggotanya hanya dengan mencari anggota baru tanpa menjual sebuah produk nyata kepada publik, dan kalaupun ada produk yang dijual itu hanya merupakan kedok/kamuflase untuk menyamarkan skema piramida tersebut.

Aturan hukum bisnis Multi Level Marketeing (MLM) diatur dalam Keputusan menteri perindustrian dan Perdaganangan Nomor 73/MPP/ Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang. Definisi dari penjualan berjenjang adalah suatu cara atau metode penjualan secara berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh perorangan atau badan usaha yang memperkenalkan barang dan/atau jasa tertentu kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar.


(14)

Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Perdagangan telah mewajibkan kepada perusahaan yang memakai sistem Multi Level Marketing untuk mengurus Izin Usaha Penjualan Berjenjang (IUPB) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. Jadi tidak cukup dengan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), IUPB ini diatur dalam Keputusan Mnperindag Nomor 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang.

Namun demikian usaha MLM harus melihat pada ketentuan dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pada intinya menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang/jasa tersebut.

Kemudian dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana denga pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua

milyar rupiah).

Beberapa fakta terdapat metode lain yang dapat merugikan masyarakat atau konsumen, yaitu kegiatan usaha MLM yang sering disebut dengan permainan uang atau money game yang memiliki skema-skema piramida yang mengerucut ke atas, ke samping dan ke bawah. Kegiatan ini


(15)

dapat digolongkan kedalam perbuatan yang melawan hukum.5 Sebagai

informasi berdasarkan hasil investigasi Federal Bureau Of Investigation (FBI) di Amerika bisnis money game dinyatakan sebagai bisnis yang ilegal.

Peraturan lain yang mengatur mengenai larang praktek skema piramida oleh pelaku usaha terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang menyatakan bahwa : ''Pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang.''

Dalam penjelasan Pasal 9 tersebutt, yang dimaksud dengan “skema piramida” adalah istilah/nama kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan Barang. Kegiatan usaha itu memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut. Skema piramida memanfaatkan peluang keikutsertaan mitrausaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitrausaha itu.

Kemudian dalam Pasal 105 Undang-Undang Perdagangan tersebut memberikan ancaman sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dalam distribusi dengan pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan/atau pidana denda sepuluh miliar rupiah. Rumusan Pasal 9 UU Perdagangan mempersempit jenis skema piramida yang dapat dipidana. Jenis skema piramida yang dapat dipidana terbatas pada skema yang 5 http://www.gresnews.com/berita/tips/23122511-hukum-bisnis-mlm-dan-money-game/0/ (yang diakses pada tanggal 25 April 2016, Pukul 23.09 WIB)


(16)

digunakan pada distribusi barang. Artinya, harus ada unsur barang yang didistribusikan dalam skema itu walaupun keuntungan yang diraih bukan dari distribusi barang.6

Berdasarkan peraturan-peraturan yang telah dipaparkan di atas, terkait dengan penerapan atau praktek skema yang dilakukan oleh pelaku usaha PT. Hadena Indonesia, barang atau produk dari perusahaan tersebut yang berupa ''teh rosella'' hanyalah kedok atau kamuflase unuk menutupi skema piramida dalam menjalankan usahanya, dan barang atau produk PT. Hadena Indonesia bukan merupakan keuntungan yang diraih dari pendistribusian produk tersebut melainkan keuntangannya didapat dari hasil pendaftaran para anggota atau member-membernya. Dengan kata lain keuntungan yang didapat dari perusahaan tersebut adalah dengan memanfaatkan peluang keikutsertaan mitrausaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitrausaha itu.

Maka penulis berpendapat, jeratan hukum yang dapat dikenakan kepada PT. Hadena Indonesia adalah sebagaiman diatur dalam Pasal 9

juncto Pasal 105 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dalam distribusi dengan pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan/atau pidana denda sepuluh miliar rupiah.

6 http://m3online88.blogspot.co.id/2014/09/skema-bisnis-piramida-bisa-dijerat-hukum.html (yang diakses pada tanggal 26 April 2016, Pukul 00.38 WIB).


(17)

B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Karyawan PT. Hadena Indonesia Atas Peristiwa Praktek Skema Piramida Oleh Pelaku Usaha PT. Hadena Indonesia

Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan PT. Hadena Indonesia adalah dengan mengadukan kasus tersebut kepada Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana dan Pengelolaan Investasi.

Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada 20 Juni 2007 dan diperpanjang pada 19 Maret 2012. Anggotanya terbagi menjadi tiga yaitu bertindak sebagai regulator yang terdiri dari Bapepam-LK, Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Selanjutnya yang bertindak sebagai Penegak hukum adalah kepolisian dan kejaksaan. Terakhir menjadi supporting adalah Kementrian komunikasi dan informasi (Kemenkominfo). Dengan anggota seperti ini, penanganan kasus yang beragam bisa langsung ditangani oleh instansi yang berwenang. Misalnya, jika usaha berbentuk online trading, yang berwenang adalah Kementerian Kominfo. Bila berbentuk koperasi, yang berwenang Kementerian Koperasi dan UKM. Tim Satgas terdiri dari para pejabat institusi-institusi di atas dengan jumlah anggota keseluruhan sebanyak 41 orang. Dan sebelumnya, Satgas melaporkan tentang


(18)

pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Bapepam-LK. Bila kasusnya murni pidana, kepolisian dan kejaksaan langsung menangani.

Disamping itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki fungsi dan tugas sebagai regulator dan pengawas lembaga jasa keuangan dan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan perlindungan konsumen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa:

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.

Khusus untuk perlindungan konsumen, OJK memiliki tiga peranan penting yakni, pencegahan kerugian, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan hukum. Dalam melakukan pencegahan, OJK dituntut berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk jasa keuangan. Selain itu, OJK juga dapat dimintakan untuk menghentikan kegiatan usaha PT. Hadena Indonesia apabila berpotensi merugikan masyarakat, atau melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk melindungi masyarakat dan konsumen.

Sementara dalam memberikan pelayanan pengaduan konsumen, OJK melalui tiga puluh lia kantor cabang yang tersebar di Indonesia menyiapkan perangkat dan mekanisme pelayanan pengaduan konsumen yang menjadi korban pelaku lembaga jasa keuangan.


(19)

BAB V KESIMPULAN


(1)

Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Perdagangan telah mewajibkan kepada perusahaan yang memakai sistem Multi Level Marketing untuk mengurus Izin Usaha Penjualan Berjenjang (IUPB) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. Jadi tidak cukup dengan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), IUPB ini diatur dalam Keputusan Mnperindag Nomor 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang.

Namun demikian usaha MLM harus melihat pada ketentuan dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang pada intinya menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang/jasa tersebut.

Kemudian dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana denga pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua

milyar rupiah).

Beberapa fakta terdapat metode lain yang dapat merugikan masyarakat atau konsumen, yaitu kegiatan usaha MLM yang sering disebut dengan permainan uang atau money game yang memiliki skema-skema piramida yang mengerucut ke atas, ke samping dan ke bawah. Kegiatan ini


(2)

dapat digolongkan kedalam perbuatan yang melawan hukum.5 Sebagai informasi berdasarkan hasil investigasi Federal Bureau Of Investigation (FBI) di Amerika bisnis money game dinyatakan sebagai bisnis yang ilegal.

Peraturan lain yang mengatur mengenai larang praktek skema piramida oleh pelaku usaha terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang menyatakan bahwa : ''Pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang.''

Dalam penjelasan Pasal 9 tersebutt, yang dimaksud dengan “skema piramida” adalah istilah/nama kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan Barang. Kegiatan usaha itu memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut. Skema piramida memanfaatkan peluang keikutsertaan mitrausaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitrausaha itu.

Kemudian dalam Pasal 105 Undang-Undang Perdagangan tersebut memberikan ancaman sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dalam distribusi dengan pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan/atau pidana denda sepuluh miliar rupiah. Rumusan Pasal 9 UU Perdagangan mempersempit jenis skema piramida yang dapat dipidana. Jenis skema piramida yang dapat dipidana terbatas pada skema yang

5 http://www.gresnews.com/berita/tips/23122511-hukum-bisnis-mlm-dan-money-game/0/ (yang diakses pada tanggal 25 April 2016, Pukul 23.09 WIB)


(3)

digunakan pada distribusi barang. Artinya, harus ada unsur barang yang didistribusikan dalam skema itu walaupun keuntungan yang diraih bukan dari distribusi barang.6

Berdasarkan peraturan-peraturan yang telah dipaparkan di atas, terkait dengan penerapan atau praktek skema yang dilakukan oleh pelaku usaha PT. Hadena Indonesia, barang atau produk dari perusahaan tersebut yang berupa ''teh rosella'' hanyalah kedok atau kamuflase unuk menutupi skema piramida dalam menjalankan usahanya, dan barang atau produk PT. Hadena Indonesia bukan merupakan keuntungan yang diraih dari pendistribusian produk tersebut melainkan keuntangannya didapat dari hasil pendaftaran para anggota atau member-membernya. Dengan kata lain keuntungan yang didapat dari perusahaan tersebut adalah dengan memanfaatkan peluang keikutsertaan mitrausaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitrausaha itu.

Maka penulis berpendapat, jeratan hukum yang dapat dikenakan kepada PT. Hadena Indonesia adalah sebagaiman diatur dalam Pasal 9

juncto Pasal 105 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman sanksi pidana bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem skema piramida dalam distribusi dengan pidana 10 (sepuluh) tahun penjara dan/atau pidana denda sepuluh miliar rupiah.

6 http://m3online88.blogspot.co.id/2014/09/skema-bisnis-piramida-bisa-dijerat-hukum.html (yang diakses pada tanggal 26 April 2016, Pukul 00.38 WIB).


(4)

B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Karyawan PT. Hadena Indonesia Atas Peristiwa Praktek Skema Piramida Oleh Pelaku Usaha PT. Hadena Indonesia

Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan PT. Hadena Indonesia adalah dengan mengadukan kasus tersebut kepada Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana dan Pengelolaan Investasi.

Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada 20 Juni 2007 dan diperpanjang pada 19 Maret 2012. Anggotanya terbagi menjadi tiga yaitu bertindak sebagai regulator yang terdiri dari Bapepam-LK, Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Selanjutnya yang bertindak sebagai Penegak hukum adalah kepolisian dan kejaksaan. Terakhir menjadi supporting adalah Kementrian komunikasi dan informasi (Kemenkominfo). Dengan anggota seperti ini, penanganan kasus yang beragam bisa langsung ditangani oleh instansi yang berwenang. Misalnya, jika usaha berbentuk online trading, yang berwenang adalah Kementerian Kominfo. Bila berbentuk koperasi, yang berwenang Kementerian Koperasi dan UKM. Tim Satgas terdiri dari para pejabat institusi-institusi di atas dengan jumlah anggota keseluruhan sebanyak 41 orang. Dan sebelumnya, Satgas melaporkan tentang


(5)

pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Bapepam-LK. Bila kasusnya murni pidana, kepolisian dan kejaksaan langsung menangani.

Disamping itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki fungsi dan tugas sebagai regulator dan pengawas lembaga jasa keuangan dan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan perlindungan konsumen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa:

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.

Khusus untuk perlindungan konsumen, OJK memiliki tiga peranan penting yakni, pencegahan kerugian, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan hukum. Dalam melakukan pencegahan, OJK dituntut berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk jasa keuangan. Selain itu, OJK juga dapat dimintakan untuk menghentikan kegiatan usaha PT. Hadena Indonesia apabila berpotensi merugikan masyarakat, atau melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk melindungi masyarakat dan konsumen.

Sementara dalam memberikan pelayanan pengaduan konsumen, OJK melalui tiga puluh lia kantor cabang yang tersebar di Indonesia menyiapkan perangkat dan mekanisme pelayanan pengaduan konsumen yang menjadi korban pelaku lembaga jasa keuangan.


(6)

BAB V KESIMPULAN