secara khusus adalah usaha guru untuk membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan stimulus agar dapat terjadi hubungan stimulus
dan respon tingkah laku yang diinginkan. Untuk mewujudkan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran,
seorang guru perlu memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sebagai pegangan dalam
pembelajran. Selain itu penggunaan media pembelajaran yang bervariatif juga salah satu faktor lain yang mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
2.1.1.5 Basis Data
Database atau basis data adalah kumpulan data yang disimpan secara sistematis di dalam komputer dan dapat diolah atau dimanipulasi menggunakan
perangkat lunak program aplikasi untuk menghasilkan informasi. Pendefinisian basis data meliputi spesifikasi berupa tipe data, struktur, dan juga batasan-batasan
data yang akan disimpan. Basis data merupakan aspek yang sangat penting dalam sistem informasi dimana basis data merupakan gudang penyimpanan data yang
akan diolah lebih lanjut. Basis data menjadi penting karena dapat menghidari duplikasi data, hubungan antar data yang tidak jelas, organisasi data, dan juga
update yang rumit.
2.1.2 Model Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning
CTL
Contextual Teaching and Learning CTL adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna,
dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari- hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak
hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan
diterapkan dalam tugas pekerjaan. CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
masyarakat. Dari pengertian konsep CTL tersebut ada tiga hal yang harus dipahami.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima materi pembelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan
sendiri pengetahuannya. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting,
yaitu : 1.
Mengaitkan
Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa
membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu
mengubungkan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap
permasalahan tersebut. 2.
Mengalami
Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi
baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-
bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif. 3.
Menerapkan
Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4.
Kerjasama
Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa
yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga
konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat
bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendorong siswa
mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5.
Mentrasfer
Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran
guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.
Menurut Nurhadi 2002: 10 sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh komponen utama contextual
teaching and learning berikut, yaitu: 1.
Konstruktivistik
constructivism
: mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2.
Menemukan
inquiry
: melaksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiry
untuk semua topik.
3. Bertanya
questioning
: mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Masyarakat belajar
learning community
: menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk kelompok-kelompok belajar.
5. Pemodelan
modelling
: menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6.
Refleksi reflection : melakukan refleksi di akhir pertemuan. 7.
Penilaian yang riil authentic assessment : melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Beberapa perbedaan penting antara pendekatan kontekstual berorientasi
constructivism
dengan pendekatan konvensional berorientasi
behaviorism
, yaitu dapat dilihat pada tabel berikut :
No. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Konvensional
1. Siswa secara aktif terlibat dalam
proses pembelajaran. Siswa adalah penerima informasi secara
pasif. 2.
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3. Pembelajaran
dikaitkan dengan
kehidupan yang nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak.
4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan 5.
Keterampilan dikembangkan
atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
6. Hadiah untuk perilaku baik adalah
kepuasan diri. Hadiah untuk perilaku baik adalah
pujian atau nilai angka rapor. 7.
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan
merugikan. Seseorang tidak melakukan yang jelek
karena dia takut dengan hukuman.
8. Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komunikatif, yakni
siswa diajak
menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural : rumus diterangkan sampai
paham, kemudian dilatihkan.
9. Pemahaman rumus dikembangkan atas
dasar skema yang sudah ada dalam diri siswa.
Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan,
dan dilatihkan. 10.
Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang
lainnya, sesuai dengan skemata siswa
on going process development
. Rumus adalah kebenaran absolut sama
untuk semua orang. Hanya ada 2 kemungkinan, yaitu pemahaman rumus
yang salah atau pemahaman rumus yang benar.
11. Siswa
menggunakan kemampuan
berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan
terjadinya proses
pembelajaran efektif, ikut bertanggung jawab
atas terjadinya
proses pembelajaran yang efektif.
Siswa secara pasif menerima rumus atau
kaidah membaca,
mencatat, mendengarkan,
menghafal, tanpa
memberikan konstribusi ide dalam proses pembelajaran.
12. Pengetahuan yang dimiliki siswa cara
memberi arti
dan memahami
pengalamannya. Pengetahuan
adalah penangkapan
terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada di luar diri manusia.
13. Karena pengetahuan itu dikonstruksi
dikembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami
peristiwa baru, maka pengetahuan itu selalu berkembang dan tidak pernah
stabil tentative incomplete. Kebenaran
bersifat absolut
dan pengetahuan bersifat final.
14. Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan
mengembangkan pembelajaran mereka sendiri.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
15. Penghargaan terhadap pengalaman
siswa sangat diutamakan Pembelajaran
tidak memperhatikan
pengalaman siswa. 16.
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya,
penampilan, rekaman, tes, dll. Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
17. Pembelajaran
terjadi diberbagai
tempat, konteks, dan setting. Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.
18. Penyesalan adalah hukuman dari
perilaku jelek. Sanksi adalah hukuman dari perilaku
jelek. 19.
Perilaku baik
berdasar motivasi
instrinsik. Perilaku
baik berdasar
motivasi ekstrinsik.
20. Seseorang berperilaku baik karena dia
yakin itulah
yang terbaik
dan bermanfaat
Seseorang berperilaku baik karena terbiasa. Kebiasaan ini dibangun dengan
hadiah yang menyenangkan. Adapun dalam model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning
CTL memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Berikut kelebihan yang dimiliki model pembelajaran tersebut antara lain :
Pertama
, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi
siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
Kedua,
Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana
seorang siswa
dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”. Sedangkan kelemahan yang dimiliki antara lain:
Pertama
, guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode ini guru tidak lagi berperan
sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru
bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
Kedua,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan
dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang
ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
Pembelajaran berbasis konstekstual dengan sendirinya akan membawa implikasi-implikasi tertentu ketika guru menerapkannya di dalam kelas. Menurut
Zahorik Nurhadi, 2002: 7 terdapat lima elemen penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
activating knowledge
2. Pemerolehan pengetahuan baru
acquiring knowledge
, yaitu dengan cara memperlajari secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudian memperhatikan
detailnya. 3.
Pemahaman pengetahuan
understanding knowledge
, yaitu dengan cara menyusun konsep sementara atau hipotesis, melakukan
sharing
kepada orang lain agar mendapat tanggapan atau validasi dan atas dasar tanggapan itu
konsep tersebut direvisi atau dikembangkan. 4.
Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
applying knowledge
. 5.
Melakukan refleksi
reflecting knowledge
terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Berkaitan dengan proses pembelajaran kontekstual, sistem evaluasi yang digunakan adalah penilaian autentik, yaitu evaluasi kemampuan siswa dalam
konteks dunia yang sebenarnya, penilaian kinerja
performance
, penilaian portofolio kumpulan hasil kerja siswa, observasi sistematik dampak kegiatan
pembelajaran terhadap sikap siswa, dan jurnal buku tanggapan. Menurut Enoh 2004: 23 dijelaskan bahwa evaluasi dalam pembelajaran kontekstual dilakukan
tidak terbatas pada evaluasi hasil ulangan harian, cawu, tetapi juga berupa kuis, tugas kelompok, tugas individu, dan ulangan akhir semester tetapi juga dapat
dilakukan evaluasi proses. Dengan demikian akan diketahui kecepatan belajar siswa, walau akhirnya akan dibandingan dengan standar yang harus dicapai.
Adapun metode penilaian yang digunakan dalam pembelajaran pendekatan kontekstual adalah :
1. Diskusi : kemampuan siswa berbicara, mengemukakan ide, dan sebagainya.
2. Wawancara : kemampuan siswa dalam memahami konsep dan kedalamannya.
3.
Paper Pencil Test
: berbagai jenis tes dengan tingkat pemikiran yang tinggi.
4. Observasi : menilai sikap dan perilaku siswa.
5. Demonstrasi : kemampuan mentransformasikan ide-ide ke dalam sesuatu
yang konkret dan dapat diamati melalui penglihatan, pendengaran, seni, drama pergerakan, dan atau musik.
2.2 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian ini ada
lah “Metode
Contextual Teaching and Learning
CTL dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran Basis Data kelas XI jurusan
Rekayasa Perangkat Lunak di SMK Negeri 1 Purbalingga”.