2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian: Bagaimana komunikasi terapeutik perawat pada anak usia
sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam Malik Medan?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah di
RSUP. H. Adam Malik Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1. Pendidikan Keperawatan Penelitian bermanfaat menjelaskan konsep, teknik dan praktik komunikasi
terapeutik perawat ketika memberikan tindakan invasif terkhusus saat menghadapi anak usia sekolah guna menurunkan traumatic hospitalisasi pada
anak. 4.2. Praktik Keperawatan
Penelitian bermanfaat untuk meningkatkan motivasi perawat untuk mengaplikasikan komunikasi terapeutik kepada anak guna mempermudah
pemberian tindakan invasif dan intervensi lainnya sehingga mempercepat proses penyembuhan anak dan peningkatan pelayanan mutu keperawatan.
4.3. Institusi Rumah Sakit Penelitian dapat memberikan gambaran praktik komunikasi terapeutik perawat
pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif sehingga menjadi tolak ukur dalam peningkatan mutu pelayanan perawatan.
Universitas Sumatera Utara
4.4. Penelitian Keperawatan Penelitian ini membantu memperjelas bahwa komunikasi terapeutik pada anak
usia sekolah yang mendapat tindakan invasif memiliki metode yang berbeda dengan usia perkembangan anak lainnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Komunikasi Terapeutik
1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien
dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal Stuart dalam Suryani, 2006. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka
komunikasi keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi. Perawat menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien dan dipimpin oleh seorang profesional Keltner Schwecke dan Bostrom,
1991. Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus, karena perawat
harus memperhatikan pada berbagai interaksi dan tingkah laku non verbal. Perawat dengan sengaja memberi informasi untuk kepentingan pasien dan
memaksimalkan rencana perawatan.
1.2.Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan.
a. Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri Perawat dan klien akan terlibat dalam hubungan yang intensif untuk
mencapai tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan. Perawat harus
Universitas Sumatera Utara
mengeksplorasi kemampuan komunikasinya dengan memiliki pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi
yang baik. Perawat akan memberikan memberi kesan bermakna dan membawa dampak positif bagi klien.
Integritas yang tinggi dari perawat akan mampu meyakinkan klien akan kemampuan perawat. Klien akan percaya apa yang dilakukan perawat
merupakan tindakan yang akan membantu proses penyembuhan penyakit sehingga kooperatif dalam berkomunikasi, apa yang diinginkan untuk
terbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu akan meningkatkan citra diri yang optimal dengan tetap menjaga kehormatan
dirinya. b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi
Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya saling mamahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing.
Perawat berusaha membantu meningkatkan harga diri dan martabat klien, sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau meremehkan kemampuannya.
c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima.
Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Perawat dengan ikhlas memberikan
pelayanan keperawatan kepada klien dan klien dengan bebas mengutarakan
Universitas Sumatera Utara
keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang mengganjal. Perawat dan klien tidak membawa ego masing-masing dan
mengenyampingkan adanya perbedaan sehingga terbentuk hubungan saling percaya.
Memberikan pelayanan kepada pasien merupakan upaya mengaplikasikan ilmunya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan
menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu keperawatan. Untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan dalam menyelesaikan
masalahnya, klien seharusnya mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan sehingga dapat dipakai sebagai acuan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Konsep Carl Roger yang dikembangkan Mundakir 2006 mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam
mengembangkan hubungan yang saling membantu helping relationship, yaitu keikhlasan genuineness, empati empathy dan kehangatan
warmth. d.
Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan yang realistis.
Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan memperhatikan segala aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan yang cepat, tepat, tegas,
serta dengan suasana tenang dan humanistik. Harapan yang diinginkan seharusnya disesuaikan dengan kondisi sakitnya sehingga memerlukan
penerimaan yang tinggi dan komitmen yang tinggi untuk mau bekerja sama dalam melaksanakan tindakan. Harapan yang tidak realistis menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
menurunnya harga diri dan menjadikan hubungan menjadi sangat renggang sehingga timbul isolasi sosial: menarik diri. Individu akan merasa
kenyataan hidupnya jauh dari ideal diri akan merasa rendah diri. Hal ini sangat menyulitkan dalam hubungan terapeutik Suryani, 2006.
1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Menurut Mundakir 2006 untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah
komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: 1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut. 2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya
dan saling menghargai. 3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
Universitas Sumatera Utara
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistennya.
8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. 12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut. 13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi. 14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. 15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.
1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi
Perawat hadir secara utuh fisik dan psikologis pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik
Universitas Sumatera Utara
komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.
1. Kehadiran diri secara fisik Cara untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu berhadapan,
mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien,
mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan dan tetap releks.
Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal
yang dikemukakan Clum 1991 dalam Mundakir, 2006 yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:
a. Gerakan mata Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata
dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. anak sangat peka terhadap sikap perawat dalam
memberikan pelayanannya, misalnya perawat melotot menunjukkan perawat tidak suka dengan perilaku pasien dan sikap ini menjadi
ancaman bagi pasien. b. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan
tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari. Perawat perlu menyadari dan menjaga tentang perubahan yang terjadi pada dirinya. Keberadaan
Universitas Sumatera Utara
perawat adalah sebagai penolong bagi klien sehingga selalu dituntut berekspresi yang sejuk dan hangat kepada klien.
c. Sentuhan Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari
oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan
sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai
alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari diharapkan mampu mengembangkan hal yang sama
baginya. 2. Kehadiran Diri Secara Psikologis
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan. Dimensi respon merupakan sikap
perawat secara psikologis dalam berkomunikasi dengan klien. Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan
konkrit. Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon.
Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan,
keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran Stuart dan Sundeen dalam Mundakir, 2006.
Universitas Sumatera Utara
1.5.Tahap Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan Potter dan Perry 2005 terdiri dari empat fase yang masing-masing fase memiliki karakteristik dan tujuan
yang berbeda. Adapun fase-fase hubungan terapeutik tersebut terdiri dari: 1. Fase Pra-Interaksi
Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan terhadap klien.
Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik klien, mengantisipasi masalah kesehatan yang mungkin timbul pada interaksi pertama,
mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan merencanakan waktu yang cukup untuk interaksi. Pada fase ini juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan yang ada di dalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan klien. Perawat
yang berhasil melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih percaya diri dan lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan.
2. Fase Orientasi atau Perkenalan Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan klien dan saling
mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap yang hangat, empati, menerima dan bersikap penuh perhatian terhadap klien. Hubungan pada
fase ini masih bersifat superfisial, tidak pasti dan masih tentatif. Klien biasanya akan menguji kemampuan dan komitmen perawat dalam memberikan asuhan
sesuai dengan harapan yang dimilkinya.
Universitas Sumatera Utara
3. Fase Kerja Fase kerja merupakan dimana perawat dan klien bekerja sama untuk
memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu memotivasi klien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan tujuan
yang hendak dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan sikap caring dengan memberikan informasi yang dibutuhkan klien, melakukan tindakan yang
sesuai dan menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Perawat juga dapat membantu klien dalam menggali pikiran dan perasaannya, mengeksplorasi
stressor, mendorong perkembangan kesadaran diri klien, mendukung pemakaian mekanisme koping yang adaptif dan merencanakan program selanjutnya yang
sesuai dengan kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan klien terhadap perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat dengan teknik dan
pendekatan yang sesuai. 4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat bersama klien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat dari perpisahan
yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun klien dapat merasakan perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan perasaan lainnya yang
mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat perlu menghadirkan reaalitas perpisahan kepada klien dan melakukan evaluasi dari pencapaian tujuan setelah
interaksi dilakukan. Pada fase ini perawat juga perlu menetapkan rencana tindak lanjut yang perlu dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan
pada fase kerja dan menetapkan kontrak untuk interaksi yang berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Tahap komunikasi terapeutik Intan dalam Damaiyanti, 2008
1
Tahap prainteraksi
Mengumpulkan data tentang klien. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri.
Membuat rencana pertemuan dengan klien kegiatan, waktu, tempat.
2
Tahap orientasi
Memberikan salam dan tersenyum pada klien. Melakukan validasi kognitif, psikomotor, afektif.
Memperkenalkan nama perawat. Menanyakan nama panggilan kesukaan klien.
Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan.
Menjelaskan tujuan. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melalukan kegiatan
Menjelaskan kerahasiaan.
3
Tahap kerja Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
Menanyakan keluhan utamakeluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan.
Memulai kegiatan dengan cara yang baik. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
4
Tahap terminasi Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi proses dan hasil.
Memberikan reinforcement positif. Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya waktu, tempat, topik. Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.
Dimensi responperilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan Berhadapan
Mempertahankan kontak mata. Tersenyum pada saat yang tepat
Membungkuk ke arah klien pada saat yang diperlukan. Mempertahankan sikap terbukatidak bersedekap, memasukkan tangan ke
kantung atau melipat kaki
1.6.Teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut Natsir 2011 teknik-teknik komunikasi dengan cara: 1. Mendengarkan dengan Penuh Perhatian
Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Keluhan yang
disampaikan menjadi lebih lengkap dan lebih terperinci, serta sistematis
Universitas Sumatera Utara
sehingga memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk menentukan diagnosis keperawatan.
Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai apabila perawat mengaggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang sangat
penting. Bahasa nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum saat yang tepat membantu untuk mencapai maksimal dalam proses
mendengarkan. 2.
Menunjukkan penerimaan Perilaku yang ditampilkan oleh klien dan keluhan yang disampaikan
merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa yang diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda dan gejala
masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu melakukan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien
tidak bebas mengutarakan perasaannya. Unsur yang harus dihindari adalah mengubah pikiran klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai, berdebat dan
mengkritik. Perawat sebaiknya mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian,
menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju begitu juga dengan kata-kata yang yang menimbulkan keraguan atau
ketidakpercayaan. 3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan Pertanyaan terbuka
Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dengan menggali penyebab klien datang ke tempat pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam menggungkapkan keluhannya
sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan adalah tidak menginterogasi atau menyelidiki sehingga data yang diperoleh dapat dipakai
menjadi acuan dasar untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Hindari pertanyaan yang diawali dengan kata tanya kenapa atau mengapa. Jika dilihat
lebih dalam pertanyaan itu adalah pertanyaan memvonis yang bisa menambah kecemasan klien.
4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-kata Sendiri Stuart dan Sundeen 1995 mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan
pikiran utama yang diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama yang dimaksud bisa dimaknai sebagai pengulangan apa yang diucapkan dan
pengulangan apa yang dimaksud. Tujuannya adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan
oleh klien sebagai umpan balik. Perawat harus mengklarifikasi, validasi ataupun pengulangan kata yang disampaikan sesuai dengan maksud dan
tujuan. 5. Klarifikasi
Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Klarifikasi dapat
diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah
untuk memfokuskan perhatian.
Universitas Sumatera Utara
6. Memfokuskan Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Hal yang penting adalah konsisten dan berkesinambungan serta tidak menyimpang dari topik pembicaraan guna mencapai keseriusan dan
pemaknaan yang kuat. 7. Menyampaikan Hasil Observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien untuk menyatakan pemahamannya. Tindakan ini dianjurkan apabila terdapat konflik antara verbal
dan nonverbal klien, serta saat tingkah laku verbal dan nonverbal nyata dan tidak biasa ada pada klien. Penyampaian hasil pengamatan perawat sering
membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
8. Menawarkan Informasi Tindakan ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Klien akan lebih percaya kepada perawat yang menguasai
ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah yang dihadapi klien. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberi nasihat kepada klien ketika memberi informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9. Diam Tujuan tindakan yang dilakukan perawat untuk menunggu respon klien
mengungkapkan perasaannya. Ini merupakan teknik komunikasi yang
Universitas Sumatera Utara
memberikan kesempatan pada klien untuk mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Penggunaan metode diam
memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu. 10. Meringkas
Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin penting selama diskusi ataupun pembicaraan yang telah dilakukan sehingga terdapat kesatuan ide. Meringkas
pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
11. Memberikan Penguatan Tindakan ini berupa pemberian penghargaan yang bertujuan untuk
meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Penghargaan dalam pelayanan keperawatan juga dapat berupa memberi salam
sambil menyebut namanya. Hal ini menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai manusia yang utuh
sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang mampu menggugah semangat klien.
12. Menawarkan Diri Klien yang belum siap berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien
tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari perilakunya yang
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Universitas Sumatera Utara
13. Memberi Kesempatan kepada Klien untuk Memulai Pembicaraan Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam dalam memilih topik
pembicaraan. Perawat bisa memberi stimulasi untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan
yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih
berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi. 15. Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat dan Klien untuk
Melihatnya dalam Suatu Perspektif Tindakan ini membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu
perspektif. Perawat akan dapat menetukan pola kesukaran interpersonal dan memberi data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi kebutuhannya. 16. Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya. Perawat harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Perawat harus waspada akan gejala
kecemasan ketika klien menceritakan pengalamannya. 17. Refleksi
Teknik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan, dan pertanyaan kepada klien. Hal yang dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan
perasaan klien, akan tetapi perawat mengembalikan lagi pikiran dan perasaan
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai upaya untuk
mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil.
1.7. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi terapeutik dipengaruhi beberapa hal antara lain :
a. Persepsi Persepsi akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses
komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesaan yang disampaikan dan diterima oleh kedua pihak.
b. Nilai Perawat perlu memegang nilai-nilai professional dalam berkomunikasi,
perawat tidak harus marah-marah ketika ada klien yang tidak kooperatif terhadap rencana tindakan yang dilakukan, namun harus menggali semangat
klien untuk harus cepat sembuh melalui pendekatan nilai yag dianut klien. c. Emosi
Seorang perawat harus menghadirkan perasaannya untuk menolong pasien dengan cara merasakan apa yang dirasakan kliennya. Perawat harus bisa
membedakan suasana emosi personal dengan suasana emosi profesional. Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan efektif apabila perawat dapat
mengelola emosinya.
Universitas Sumatera Utara
d. Pengetahuan Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan.
Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat pengetahuan yang dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut punya
pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan dan perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
klien. e. Peran dan Hubungan
Kemajuan hubungan perawat-klien adalah bila hubungan tersebut saling menguntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. Komunikasi efektif
bila partisipan perawat-klien mempunyai efek dampak positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan perannya masing-masing.
f. Kondisi Lingkungan
Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi berlangsung, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang merupakan
identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antara lain: usia, jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, peraturan sosial, peran sosial.
2. Anak Usia Sekolah
Anak usia 6-12 thn dalam memperoleh informasi anak usia sekolah lebih mampu memperhatikan detil-detil yang relevan dalam menyelesaikan tugas atau
masalah. Perubahan ini menunjukkan munculnya kontrol kognitif atas perhatian sehingga anak bertindak dengan nalar atau lebih terkontrol.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada masa ini yaitu adanya peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya
kebanggaan dan rasa malu Kuebli, 1994. Emosi-emosi ini menjadi lebih terinternalisasi Self-generated dan terintegrasi dengan tanggung jawab personal.
Anak usia sekolah mengalami peningkatan pemahaman sehingga terdapat lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu. Terjadinya peningkatan kecenderungan
untuk lebih mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu. Dengan adanya peningkatan kemampuan guna dalam menekan atau
menutupi reaksi emosional yang negatif. Anak usia sekolah menggunakan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau
pikiran ketika mengalami emosi tertentu Santrock, 2007.
3. Tindakan Invasif