Persepsi dan Aspirasi Aktor

Laporan Akhir 37 1. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung door to door 2. Pengangkutan sampah dengan sistem pemindahan di Transfer depo tipe I dan II, Di Kabupaten Klungkung terdapat beberapa pola pengumpulan sampah yaitu: pola pengumpulan individual langsung, pola pengumpulan individual tidak langsung, dan pola pengumpulan komunal langsung.

3.4. Persepsi dan Aspirasi Aktor

Aktor dalam konteks penelitian ini dimaksudkan sebagai pelaku konkret praktik sosial di ranah internal dan sekitar TPA Sente. Sedangkan persepsi diartikan sebagai tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris yang dilakukan oleh aktor, guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan tempat mereka bernaung. Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra. Aspirasi merupakan keinginan atau harapan, cita‐cita, ambisi, mimpi yang dimiliki aktor untuk diusahakan agar tercapai. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, teridentifikasi adanya dua kelompok aktor, yaitu aktor internal dan aktor eksternal. Aktor internal adalah mereka yang melakukan praktik sosial di lingkungan TPA secara rutin dan mendapatkan manfaat secara langsung. Manfaat langsung yang diperoleh aktor internal ini berupa keuntungan ekonomistis, dengan adanya lapangan pekerjaan yang eksis di ranah TPA, baik formal maupun informal. Pekerjaan formal adalah aktivitas berulang dan berpola yang dilakukan aktor sebagai perpanjangan tangan Pemkab, diwakili oleh apparatus Dinas Kebersihan dan Pertamanan DKP. Sedangkan pekerjaan informal adalah praktik rutin yang dilakukan oleh aktor di luar katagori aparat DKP. Berikut identifikasi Aktor TPA Sente: 1. Aktor Internal 1. Formal: Laporan Akhir 38 • Mandor Dapat dikatakan, mandor merupakan aktor internal utama karena posisinya yang strategis dalam ranah TPA. Mandor merupakan “penguasa tertinggi” dalam tata relasi aktor internal, yang menentukan siapa saja yang boleh eksis di TPA, terkait dengan dua kepentingan utama yang berkaitan dengan TPA Sante, yaitu membuang sampah dan pemanfaatan sampah secara ekonomis. Praktik membuang sampah berada dalam pengawasan mandor yang menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh melakukannya. Juga dalam konteks jejaring ekonomi yang muncul dalam konteks pemanfaatan sampah, mandor mengawasi siapa saja yang boleh eksis dalam tata jaringan tersebut. Dalam menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh membuang sampah, mandor selain mengikuti aturan formal dari atasannya di DKP, juga dalam praktik pengawasannya mengikuti feeling tertentu yang terbentuk lewat interaksi intimnya dengan praktik realitas sehari‐hari di TPA. Pihak yang boleh membuang sampah di TPA Sente adalah siapapun sepanjang mereka adalah masyarakat Kabupaten Klungkung. Sedangkan pihak luar warga Klungkung, tidak diperkenankan oleh mandor untuk membuang sampahnya. Kemampuan mengenali siapa yang merupakan masyarakat Klungkung dan bukan, dimiliki sang mandor dengan mengandalkan feeling khasnya tersebut. Mandor juga mengawasi aktor internal lainnya dalam hal pemanfaatan sampah. Hanya masyarakat sekitar TPA saja yang boleh melakukan kegiatan tersebut, sedangkan untuk “masyarakat luar” pendatang, dilarang melakukan aktivitas di internal TPA. Praktik pembatasan ini melahirkan sebuah “in group feeling” yang melahirkan solidaritas organik di kalangan aktor internal TPA. Solidaritas organik ini menjadi hal yang melahirkan rasa kebersamaan yang kuat, menjadi Laporan Akhir 39 semacam etika tidak tertulis di kalangan mereka dalam melakukan interaksi internal, sehingga tercipta sub kultur TPA Sente. Dalam aktivitasnya, mandor berkedudukan di sebuah tempat yang disebut kantor, yang sengaja di bangun di posisi yang tinggi dan memiliki banyak jendela, sehingga dapat melakukan pengawasan menggunakan indera penglihatan. Posisi kantor yang strategis tersebut menunjang pekerjaan mandor dan perangkatnya dalam hal pengawasan TPA Sente. • Pencatat Sirkulasi Truk Aktor ini memiliki tugas mencatat truk‐truk DKP yang masuk dan keluar TPA Sente. Ia bekerja di dalam kantor mendampingi mandor, dan mengevaluasi siapa saja sopir dan kernet truk DKP yang telah dan tidak melaksanakan tugasnya. • Operator Bulldozer Bertugas mengoperasikan dua buah bulldozer yang tersedia di TPA. Jika ada sampah yang kurang tertata dan berpotensi longsor, tugas operator untuk meratakannya, sehingga sampah di TPA tetap tertata. Resiko pekerjaan aktor ini cukup besar, akan tetapi sampai sejauh ini belum pernah terjadi kecelakaan kerja, karena operator bulldozer juga memiliki kapasitas dalam mengenali medan kerjanya. Sehingga hapal bagian mana saja yang bisa dilalui bulldozer dan tempat yang rentan menjadi route kendaraan yang dioperasikannya tersebut. • Supir Truk Supir truk memiliki peran penting karena berposisi sebagai aktor internal yang transit, dan melakukan fungsi pelintas. Artinya, supir truk ini memiliki interaksi relatif singkat dengan aktor internal TPA lainnya, dengan membuang muatan sampah dari truk dan melapor kepada petugas pencatat sirkulasi truk dan mandor di kantor, untuk selanjutnya beroperasi keluar TPA untuk mengangkut sampah di area Laporan Akhir 40 Kabupaten Klungkung. Di pundak para sopir inilah citra TPA Sente diemban. Berdasarkan informasi yang diperoleh, di beberapa titik route yang dilalui truk DKP, umumnya masyarakat berpersepsi positif, artinya mereka tidak pernah menjumpai supir truk DKP yang ugal‐ugalan sehingga sampah tercecer di jalan. Malah para supir sering menyapa jika berpapasan dengan warga di jalan. Hal ini menumbuhkan respek masyarakat terhadap para supir, sehingga tidak pernah ada kejadian yang kontraproduktif antara masyarakat dengan salah satu aparatus DKP ini.

2. Informal • Pemulung

Berjumlah 25‐30 orang, aktor ini yang memanfaatkan sampah buangan di TPA sehingga memiliki nilai ekonomis. Mereka memilih sampah untuk selanjutnya dipilah menjadi dua katagori, yaitu: sampah plastik dan sampah untuk makanan ternak. Mayoritas pemulung berjenis kelamin perempuan, dan berasal dari Banjar Dawan, sedangkan yang berasal dari Banjar Sente hanya berjumlah lima orang. Sampah yang telah dipilah selanjutnya mereka packaging, menggunakan karung untuk sampah plastik dan tas kresek untuk sampah yang dijadikan makanan ternak. Untuk sampah plastik yang telah dikarungi, selanjutnya menunggu pengepul datang guna ditimbang beratnya lalu dibayar berdasarkan berat dan kualitas sampah yang berhasil dikumpulkan. Sedangkan untuk sampah yang diolah sebagai pakan ternak, mereka mengemasnya sendiri yang dihargai Rp 5000,00 untuk setiap satu tas kresek. Untuk pakan ternak ini babi dan sapi mereka tinggal menunggu pembeli datang, yang umumnya telah memesannya karena merupakan pelanggan, atau pembeli yang sengaja datang langsung guna memilih dan jika cocok terjadilah transaksi. Laporan Akhir 41 Adanya aktivitas transaksi jual beli ini menjadikan TPA Sente juga berfungsi sebagai “pasar tak resmi”. Penghasilan para pemulung sekitar Rp 50.000,00 sampai dengan Rp 75.000,00 perharinya. Untuk kaum perempuan, umumnya kegiatan memulung merupakan perkerjaan tetap, artinya mereka setiap hari melakukan aktivitas sebagai pemulung dan menjual hasilnya. Sedangkan untuk kaum laki‐laki, kegiatan memulung merupakan aktivitas sambilan, yang dilakukan jika ada waktu luang. Tafsir aktor ini terhadap eksistensi TPA adalah memandang sebagai ranah ekonomi, sehingga mempersepsikan TPA secara positif sebagai ruang yang memberikan peluang untuk mencari nafkah. Sedangkan aspirasi yang berhasil dihimpun dari mereka adalah adanya keinginan agar TPA Sente tidak ditutup, pemerintah Kabupaten Klungkung memperhatikan kesehatan mereka karena setiap hari bergelut dengan sampah dengan memberikan masker dan sepatu boot serta sarung tangan. Jika pemkab ingin memberikan bantuan, diminta agar langsung diberikan kepada mereka, dan mereka akan menunjuk perwakilan dari pemulung untuk menerimanya. • Pengepul Aktor ini mengkoordinir para pemulung untuk menjual hasil aktivitas mereka kepadanya. Hanya ada satu orang pengepul yang diijinkan untuk bertransaksi ekonomi secara langsung dalam ranah TPA, dan merupakan warga Banjar Dawan.

2. Aktor Eksternal • Masyarakat

Yang dimaksud dengan masyarakat dalam konteks ini adalah mereka yang bertempat tinggal di sekitar TPA Sente, dikatagori menjadi dua: mereka yang tinggal di banjar‐banjar yang dekat dengan TPA, dan mereka yang memiliki tanah yang langsung berbatasan dengan TPA Sente. Laporan Akhir 42 Untuk masyarakat Banjar Dawan, umumnya mereka tidak berkeberatan atas beroperasinya TPA. Hal ini dapat dipahami karena secara geografis letak banjar mereka relatif jauh dan terhalang bukit, sehingga tidak merasakan dampak negatif secara langsung dari beroperasinya TPA Sente. Juga, banyak dari masyarakat mereka yang menjadi aktor internal di TPA Sente, seperti mandor, pemulung, dan pengepul. Sedangkan masyarakat Banjar Sente umumnya menolak keberadaan TPA Sente karena merekalah yang secara langsung merasakan dan mengalami “gangguan” dari beroperasinya TPA. Masyarakat Banjar Sente sering mendapat “kiriman” dari TPA berupa asap dan aroma yang tidak enak. Masyarakat mengkhawatirkan aspek kesehatan mereka karena hampir selama 20 tahun menerima realitas tersebut. Untuk masyarakat yang tanahnya berbatasan langsung dengan TPA sebanyak tiga orang. Keluhan utama mereka adalah ketika pagar pembatas diistilahkan mereka: gronjong jebol, sehingga sampah TPA meluber ke lahan mereka. Mereka menginginkan agar gronjong diperkokoh dan dipertinggi, sehingga lahan mereka aman dari luberan sampah. Mereka juga mengeluhkan turunnya hasil produksi perkebunan yang diupayakan di lahan mereka, seperti tanaman kelapa yang terus merosot sejak TPA beroperasi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, untuk aktor internal persepsi terhadap TPA Sente adalah positif, dengan aspirasi agar TPA tetap dioperasikan. Sedangkan untuk aktor eksternal, persepsi terhadap TPA Sente adalah negatif, dan aspirasi mereka adalah TPA agar ditutup. Berikut identifikasi dari aktor, tafsirnya terhadap TPA Sente, persepsi, serta aspirasinya, disajikan dalam bentuk tabel: Laporan Akhir 43 Tabel 3 Identifikasi Aktor, Tafsir dan Persepsi terhadap TPA Sente serta Aspirasinya. Sumber: Hasil penelitian 2015 No . Aktor Tafsir Persepsi Aspirasi 1 Internal: a. Formal: • Mandor • Pencatat • Operator Bulldozer • Supir Truk 1. Pragmatis 2. Ekonomistis 1. Positif 2. Produktif 3. Solidaritas Mekanis • Tetap dioperasikan b. Informal: • Pengepul • Pemulung 1. Positif 2. Produktif 3. Solidaritas Organis 4. Sub Kultur • Tetap dioperasikan • Cek dan bantuan kesehatan secara rutin • Bantuan perlengkapan kerja 2 Eksternal: • Masyarak at Banjar Sente 1. Politis 1. Negatif 2. Kontraproduktif 3. Kontrakultur • Ditutup • Beroperasi sementara dengan syarat Laporan Akhir 44

3. Aspek Dampak

Dampak dari perspektif sosial budaya berkaitan dengan adanya perubahan sosial budaya yang ditimbulkan karena adanya sesuatu hal faktor eksternal yang masuk ke ruang sosial suatu masyarakat. Dampak sosial budaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif tercermin dari perubahan perilaku masyarakat yang produktif, sedangkan dampak negatif terepresentasi dengan adanya perubahan perilaku masyarakat yang kontraproduktif. • Dampak Positif Keberadaan TPA Sente membawa perubahan yang produktif bagi masyarakat sekitar TPA, terutama bagi mereka yang dikatagorikan sebagai aktor internal, yaitu: 1. Menciptakan lapangan kerja 2. Terciptanya subkultur TPA yang memperkuat solidaritas organis di kalangan mereka 3. Tersedianya pakan ternak yang berlimpah sehingga dapat memenuhi kebutuhan peternak sapi dan babi. • Dampak Negatif Terjadi perubahan yang kontraproduktif dengan adanya TPA Sente, terutama di kalangan aktor eksternal, yang menafsirkan: 1. Merosotnya kualitas lingkungan tempat mereka tinggal, dengan membandingkan lingkungan mereka sebelum TPA beroperasi dan setelah beroperasi. 2. Implikasi dari terdegredasinya kualitas lingkungan terkait dengan problem kesehatan, masyarakat akan mengkaitkan secara langsung dengan TPA jika mereka terserang suatu penyakit. 3. Menurunnya self‐esteem masyarakat, karena wilayahnya dijadikan TPA. Laporan Akhir 45 4. Munculnya suasana disharmonis dalam interaksi sosial skala desa, antara banjar yang terkena dampak negatif dengan banjar yang merasakan dampak positif dari keberadaan TPA. 5. Hal ini melahirkan distrust yang memendam konflik laten, sehingga rentan akan terjadi konflik terbuka jika terjadi momentum yang pas, walau dihasilkan dari gesekan kecil.

3.5. Perumusan Alternatif Pengelolaan Persampahan di TPA Sente