Data Fisik IDENTIFIKASI DATA

commit to user

BAB II IDENTIFIKASI DATA

A. Data Fisik

Museum Sangiran adalah museum situs yang dipersiapkan untuk menampung temuan-temuan dari situs Sangiran dengan luas wilayah lebih kurang 56 km 2 yang mencakup 2 kabupaten, 4 kecamatan, 22 desa, dan 151 dusun. Wilayahnya berada di dua kabupaten Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, sehingga penanganannya sampai saat ini masih menjadi pertanggungjawaban pusat, yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata melalui DPT daerah Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah yang berkedudukan di Prambanan. Sangiran sebenarnya adalah nama kembar dari dua pedukuhan kecil yang teletak di perbatasan antara Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Kedua pedukuhan ini dipisahkan oleh Kali Cemoro yang mengalir dari Kaki Gunung Merapi menuju ke Sungai Bengawan Solo. Dukuh Sangiran sisi utara terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Sedangkan Dukuh Sangiran sisi selatan masuk wilayah Desa Krendowahono, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Namun saat ini, nama kembar dua pedukuhan tersebut yaitu Sangiran telah dijadikan nama dari sebuah kawasan situs manusia purba yang cukup penting di antara jajaran situs-situs manusia purba lain di dunia yang jumlahnya sangat terbatas. Situs Sangiran secara astronomis terletak antara 110°49 hingga 110°53 BT, dan antara 07°24 hingga 07°30 LS. Situs Sangiran ini dianggap penting 4 commit to user karena memiliki beberapa keutamaan antara lain, situs ini areal sebaran temuannya sangat luas yaitu sekitar 56 km 2 , dan mengalami masa hunian oleh manusia purba yang paling lama dibandingkan situs-situs lain di dunia, yaitu dihuni oleh manusia purba selama lebih dari satu juta tahun, dengan jumlah temuan fosil manusia purba yang cukup melimpah, yaitu mencapai lebih dari 50 populasi homo erectus di dunia. Potensi tersebut membuat situs Sangiran sampai sekarang selalu menjadi ajang penelitian dan studi evolusi manusia purba oleh para ahli dari berbagai penjuru dunia. Perhatian terhadap situs Sangiran sebenarnya sudah diawali sejak tahun 1893 oleh Eugene Dubois yang pada saat itu sedang dalam penelusuran mencari fosil nenek moyang manusia. Namun, karena Dubois kurang serius meneliti di Sangiran maka tidak berhasil mendapatkan temuan yang dicarinya. Temuan yang dicarinya justru didapatkan di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Temuan tersebut berupa sebuah fosil tengkorak dan tulang paha manusia purba yang dinamakan Pithecanthropus Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak. Penelitian yang lebih intensif dilakukan tahun 1930-an oleh J.C. van Es, dilanjutkan oleh GHR von Koenigswald. Tahun 1934 von Koenigswald berhasil menemukan sekitar seribu buah alat batu buatan manusia purba yang pernah hidup di Sangiran. Alat-alat batu tersebut umumnya dibuat dari batuan kalsedon yang dipecah sehingga mempunyai sisi tajam yang dapat digunakan untuk memotong, menyerut, maupun untuk meruncingkan tombak kayu. Bentuk alat batu yang sangat sederhana kadang sulit dibedakan dengan batuan alam. Alat batu jenis ini dalam ilmu commit to user arkeologi dikenal dengan nama alat serpih dan von Koenigswald menyebutnya dengan istilah Sangiran Flake Industry” industri serpih dari situs Sangiran. Tahun 1936 von Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang atas manusia purba berukuran besar yang disebut fosil Meganthropus Paleojavanicus. Selanjutnya pada tahun 1937 von Koenigswald berhasil menemukan fosil manusia purba yang dicari oleh Dubois yaitu fosil Pithecanthropus Erectus. Temuan berupa tengkorak oleh von Koenigswald dinamakan Pithecanthropus II S2. Penemuan spektakuler ini mengundang para ahli untuk mengadakan penelitian lanjutan di situs Sangiran. Tercatat diantaranya adalah Helmut de Terra, Movius, P. Marks, R.W. van Bemmelen, H.R. van Heekeren, Gert Jan Bartstra, Francois Semah, Anne Marie Semah, dan M. Itihara. Sedangkan peneliti-peneliti Indonesia yang serius menangani Sangiran antara lain adalah R.P. Soejono, Teuku Yacob, S. Sartono, dan Hari Widianto. Lembaga-lembaga penelitian baik luar negeri maupun dalam negeri yang pernah mengadakan penelitian di Sangiran antara lain the American Museum of National History, the Biologisch Archaeologisch Instituut Groningen Netherlands, Tokyo University, Padova University, National d’Historie Naturelle Paris, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Yogyakarta, dan lain-lain. Usaha pemerintah untuk melestarikan dan melindungi situs Sangiran diawali pada tahun 1997 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menetapkan Kawasan Sangiran dan sekitarnya seluas ± 56 km 2 sebagai Daerah Cagar Budaya SK Menteri P dan K No. 070O1977, tanggal 15 Maret 1977. Arealnya mencakup commit to user sebagian wilayah Kabupaten Sragen dan sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar. Wilayah Kabupaten Sragen yang ditetapkan sebagai Daerah Cagar Budaya antara lain sebagian dari Kecamatan Kalijambe, sebagian dari Kecamatan Plupuh, dan sebagian dari Kecamatan Gemolong. Sedangkan wilayah Kabupaten Karanganyar yang ditetapkan sebagai daerah Cagar Budaya Sangiran hanya sebagian dari Kecamatan Gondangrejo. Selanjutnya untuk meningkatkan status situs Sangiran di mata dunia, maka pada tanggal 25 Juni 1995, situs Sangiran telah dinominasikan ke UNESCO agar tercatat sebagai salah satu warisan dunia. Akhirnya pada tanggal 5 Desember 1996 melalui persidangan yang ketat situs Sangiran secara resmi diterima oleh UNESCO sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia dan dicatat dalam ”World Heritage List” No. 523 dengan nama ”Sangiran Early Man Site” dokumen WHC-96Conf. 220121. Ketetapan ini kemudian secara resmi disebarluaskan oleh UNESCO melalui UNESCO-PERS No. 96-215. Saat ini jumlah koleksi seluruhnya ± 13.809 buah. Berbagai koleksi yang ada sebanyak 10.875 buah disimpan di gudang penyimpanan museum dan 2.934 lainnya disimpan di dalam ruang pameran museum. Jumlah ruang pameran saat ini ada 3 ruang. Ruang Utama berisi 15 vitrin, Ruang Pameran Tambahan I berisi 11 vitrin, dan Ruang Pameran Tambahan II berisi 12 vitrin. Sedangkan fosil manusia purba lainnya disimpan di Museum Geologi Bandung dan laboratorium Palaeoanthropologi Yogyakarta. Beberapa koleksi Museum Sangiran antara lain: 1. Ruang Pameran Utama a. Vitrin 1 fosil mollusca commit to user b. Vitrin 2 1 Rahang dan sirip belakang ikan 2 Gigi ikan hiu 3 Ruas tulang belakang ikan 4 Sirip ikan bagian depan 5 Kepiting c. Vitrin 3 fosil kayu d. Vitrin 4 fosil kuda nil Hippopotamus SP e. Vitrin 5 fosil tengkorak manusia 1 Australopithecus Africanus 2 Pithecanthropus Modjokertensis 3 Tengkorak Pithecanthropus erecus II 4 Tengkorak Pithecanthropus VIII 5 Tengkorak Pithecanthropus Soloensis 6 Homo Sapien 7 Homo Neanderthal Eropa 8 Homo Neanderthal Asia 9 Homo Sapiens sapiens f. Vitrin 6 alat-alat batu g. Vitrin 7 contoh batuan dari Situs Sangiran h. Vitrin 8 tengkorak kerbau Bubalus Palaeo Kerabau i. Vitrin 9 gajah purba j. Vitrin 10 fosil Bovidae commit to user k. Vitrin 11 Stegodon Trigonocephalus l. Vitrin 12 fosil rusa Cervus Sp. dan domba m. Vitrin 13 fosil babi, harimau, dan badak n. Vitrin 14 rahang atas Elephas Namadicus o. Vitrin 15 rahang gajah 2. Ruang Pameran Tambahan I a. Vitrin 1 bola batu b. Vitrin 2 rahang atas babi, rahang bawah babi, taring babi c. Vitrin 3 rahang bawah badak d. Vitrin 4 tengkorak banteng Bibos Palaeosondaicus e. Vitrin 5 tulang kaki depan Radius gajah, tulang hasta Ulna gajah f. Vitrin 6 rahang atas gajah g. Vitrin 7 tulang pinggul Pelvis gajah h. Vitrin 8 rahang bawah gajah i. Vitrin 9 tulang jari gajah j. Vitrin 10 rahang atas Maxilla rusa, tanduk rusa k. Vitrin 11 tengkorak banteng 3. Ruang Pameran Tambahan II a. Vitrin 1 rahang bawah kuda nil Hippopotamus b. Vitrin 2 kura-kura c. Vitrin 3 rahang atas dan gigi buaya d. Vitrin 4 kepiting, tulang ikan, gigi hiu e. Vitrin 5 koral atau batu karang diatome commit to user f. Vitrin 6 Marginellidae, Buccinidae, Canideae g. Vitrin 7 Tridacna Maxima, Pugillina Cochlidium h. Vitrin 8 Metraviolacea, Veneridae i. Vitrin 9 Tonnidalium, Valutidae, Cymbiola j. Vitrin 10 Turritella, Cantharus Melanasioum k. Vitrin 11 Pleuraploca Trapizium Pugilina Cochilidium l. Vitrin 12 fosil kayu Selain ruang pameran yang luas, Museum Sangiran memiliki berbagai fasilitas lain yang dapat diakses dengan mudah. Bangunan Museum Sangiran ini terletak di sebuah puncak bukit. Sedangkan di bawahnya terdapat kios-kios penjual souvenir yang menjajakan aneka kerajinan batu mirip fosil. Berbagai macam bentuk dan tipe souvenir bisa ditemukan di sini. Bagian depan museum terdapat taman tempat untuk beristirahat, fasilitas toilet, dan para pedagang yang menjual makanan dan minuman. Selain dapat melihat berbagai koleksi Sangiran, para pengunjung juga dapat melihat pemutaran video atau film tentang sejarah Sangiran yang menyingkap adanya situs peninggalan sejarah purbakala. Pengunjung yang ingin melihat film dikenakan biaya tiket Rp 50.000,- tiap sekali pemutaran. Obyek wisata Museum Sangiran semakin lengkap dengan dibangunnya ruang atau bangunan-bangunan baru di area museum, serta pembangunan Menara Pandang yang sangat representatif untuk melakukan pengamatan. Para wisatawan bisa menikmati keindahan dan keasrian panorama di sekitar kawasan Sangiran dari ketinggian lewat Menara Pandang tersebut. commit to user Para pengunjung juga dimudahkan dari segi transportasi setelah dilakukannya pengaspalan jalan di jalur besar menuju kawasan Sangiran. Bagi rombongan study tour juga disediakan area parkir yang luas. Tidak jauh dari Menara Pandang, terdapat sebuah wisma penginapan Guest House Sangiran bergaya arsitektur tradisional Jawa. Wisma ini dibangun untuk menunjang kegiatan para tamu atau wisatawan, khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian tentang seluk beluk fosil di kawasan situs.

B. Promosi yang Pernah Dilakukan