PENGARUH JENIS EKSTRAK KOMPOS KEPALA UDANG DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN UNSUR MIKRO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica rapa L.)

(1)

BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN UNSUR MIKRO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica rapa L.) (Skripsi)

Oleh

ANDRISA TIARANI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(2)

PENGARUH JENIS EKSTRAK KOMPOS KEPALA UDANG DENGAN BERBAGAI JENIS PENGEKSTRAK YANG DIKOMBINASIKAN

DENGAN UNSUR MIKRO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica rapa L.)

Oleh

ANDRISA TIARANI

Produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, yang diperkirakan rata-rata meningkat 7,4% per tahun. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis data adanya kenaikan produksi udang nasional sebesar 2,6% dari 338.060 ton pada 2009 menjadi 352.600 ton pada 2010. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70 persen dari berat udang menjadi limbah produksi pada bagian kulit dan kepala. Limbah udang jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Selama ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk pakan ternak, bahkan sering dibiarkan membusuk. Limbah udang harus mengalami beberapa tahapan teknologi agar dapat dimanfaatkan di bidang pertanian, karena tidak dapat digunakan secara langsung tanpa sentuhan teknologi. Teknik tersebut antara lain pengomposan dan ekstraksi untuk diformulasikan menjadi pupuk organik cair. Unsur hara mikro dapat ditambahkan ke dalam formula pupuk organik cair tersebut guna bersinergi dengan senyawa aktif dalam ekstrak limbah kepala udang yang diharapkan lebih berguna juga dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui jenis ekstrak kompos kepala udang terbaik hasil ekstraksi menggunakan air destilata, asam sitrat, atau asam asetat yang dikombinasikan dengan pemberian unsur hara mikro (mangan, seng, besi, boron, dan tembaga) yang diaplikasikan pada tanaman sawi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x2 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi berbagai jenis pengekstrak (E) yang terdiri dari air destilata (E1), asam sitrat 2% (E2), dan asam asetat 0,01 N (E3) yang diaplikasikan pada konsentrasi 75%. Faktor kedua adalah tanpa pemberian unsur


(3)

mikro (M0) dan dengan pemberian unsur mikro (M1). Data yang diperoleh dirata-rata berdasarkan ulangannya, kemudian diuji homogenitas dan aditivitas dengan uji Bartlett dan uji Tukey. Selanjutnya data diolah dengan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan perbedaan perlakuan diuji dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat lebih baik dibandingkan dengan ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak air destilata dan asam sitrat ,dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi seperti ditunjukkan oleh bobot akar, tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot bagian atas tanaman sawi. Interaksi jenis ekstak kompos kepala udang dengan unsur mikro terbaik terjadi pada kombinasi perlakuan ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat yang dikombinasikan dengan pemberian unsur mikro (mangan, seng, besi, boron dan tembaga) terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi yang ditunjukkan oleh persentase peningkatan produksi (bobot basah bagian atas tanaman) tertinggi mencapai 103%.

Kata kunci : Asam Sitrat, Asam Asetat, Kompos Kepala, Limbah Kepala Udang, Pengekstrak air, Pupuk Cair Organik, Tanaman sawi.


(4)

Halama

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran... 3

D. Hipotesis... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Limbah Kepala Udang ... 8

B. Pengekstrak ... 11

1. Air (H2O) ... 11

2. Asam Sitrat (C6H8O7) ... 11

3. Asam Asetat (CH3COOH)... 13

C. Unsur Hara Mikro ... 13

1. Besi (Fe) ... 13

2. Mangan (Mn) ... 14

3. Tembaga (Cu) ... 14

4. Boron (B) ... 15

5. Seng (Zn) ... 16

D. Tanaman Sawi ... 17

E. Syarat Penanaman pada Media Tanpa Tanah... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 22

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

B. Alat dan Bahan ... 22

C. Metode Penelitian... 23

D. Pelaksanaan Penelitian ... 23

1. Pengomposan ... 23

2. Ekstraksi Kompos Kepala Udang ... 24

3. Penyiapan Larutan Stok Unsur Hara Mikro... 24


(5)

Kepala Udang... 25

E. Analisis Awal ... 26

F. Pengamatan ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

A. Hasil 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai Jenis pengekstrak dengan Unsur Mikro terhadap Variabel Pengamatan... 28

2. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang Dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro Tinggi Tanaman Sawi ... 29

3. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang Dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi... 31

4. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang Dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Basah Akar Tanaman Sawi .. 32

5. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang Dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Kering Akar Tanaman Sawi 33 6. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang Dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Basah Daun Tanaman Sawi.. 35

7. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang Dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Kering Daun Tanaman Sawi 36 B. Pembahasan... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Simpulan ... 41

B. Saran... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(6)

Teks

Tabel Halaman

1. Sifat Fisik Asam Asetat... 12 2. Hasil Analisis Kimia Kompos Kepala Udang... 26 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos

Kepala Udang dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Komponen Pertumbuhan Tanaman Sawi (tinggi, jumlah daun, dan bobot akar) ... 29 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos

Kepala Udang dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Komponen Produksi Tanaman Sawi

(bobot basah dan kering bagian atas tanaman) ... 29 5. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai Jenis

Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap

terhadap Tinggi Tanaman Sawi (cm)... 30 6. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai Jenis

Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap

terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi (helai) ... 31 7. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai Jenis

Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap

terhadap Bobot Basah Akar Tanaman Sawi (g tan-1)... 32 8. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai Jenis

Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap

terhadap Bobot Kering Akar Tanaman Sawi (g tan-1) ... 34 9. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai Jenis

Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap


(7)

Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap

terhadap Bobot Kering Bagian Atas Tanaman (g tan-1)... 36

Lampiran 13. Data Tinggi Tanaman Sawi (cm) ... 46

14. Uji Homogenitas Tinggi Tanaman Sawi... 46

15. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Sawi (cm) ... 47

16. Data Jumlah Daun Tanaman Sawi (helai)... 47

17. Uji Homogenitas Jumlah Daun Tanaman Sawi ... 48

18. Analisis Ragam Jumlah Daun Tanaman Sawi (helai)... 48

19. Data Bobot Basah Akar Tanaman Sawi (g tan-1) ... 49

20. Uji Homogenitas Bobot Basah Akar Tanaman Sawi... 49

21. Analisis Ragam Bobot Basah Akar Tanaman Sawi (g tan-1) ... 50

22. Data bobot kering akar tanaman sawi (g tan-1) ... 50

23. Uji Homogenitas Bobot Kering Akar Tanaman Sawi... 51

24. Analisis Ragam Bobot Kering Akar Tanaman Sawi (g tan-1)... 51

34. Data Bobot Basah Bagian Atas Tanaman Sawi (g tan-1) ... 52

35. Uji Homogenitas Bobot Basah Bagian Atas Tanaman Sawi ... 52

36. Analisis Ragam Bobot Basah Bagian Atas Tanaman Sawi (g tan-1) 53 37. Data Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Sawi (g tan-1) ... 53

38. Uji Homogenitas Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Sawi ... 54

39. Analisis Ragam Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Sawi (g tan-1) ... 54


(8)

Teks

Gambar Halaman

1. Sketsa media tumbuh tumbuh tanaman sawi ... 25 2. Foto media tumbuh tumbuh tanaman sawi ... 25


(9)

A. Latar Belakang

Produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, yang diperkirakan rata-rata meningkat 7,4% per tahun. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis data adanya kenaikan produksi udang nasional sebesar 2,6% dari 338.060 ton pada 2009 menjadi 352.600 ton pada 2010 (Trubus, 2011). Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70 persen dari berat udang menjadi limbah produksi pada bagian kulit dan kepala (Prasetiyo, 2004).

Seiring berkembangannya industri pengolahan udang, limbah yang dihasilkan terus meningkat. Limbah udang jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, karena selama ini pemanfaatan limbah cangkang dan kepala udang hanya terbatas untuk pakan ternak dan terasi, bahkan sering dibiarkan membusuk.

Saat ini limbah udang belum diaplikasikan pada bidang pertanian. Padahal di dalam limbah udang tersebut diperkirakan terdapat bahan atau senyawa kimia aktif yang diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Limbah udang harus mengalami beberapa tahapan proses agar dapat dimanfaatkan di bidang pertanian, antara lain dengan pengomposan dan pengekstrak.


(10)

Namun demikian, sifat kompos yang bulky seringkali menyebabkan kesulitan dalam pengaplikasiannya. Selain itu dengan kandungan hara yang rendah menyebabkan kompos selalu diaplikasikan dalam volume yang besar, sehingga akibatnya menyulitkan dalam hal pengangkutan, tenaga kerja, dan biaya (Taisa, 2009). Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka harus dicari pemecahan masalahnya. Alternatif yang diterapkan yaitu dengan cara ekstraksi untuk mengambil senyawa aktif dalam kompos. Menurut Giglioti et al. (2002), senyawa organik aktif yang terekstrak dari kompos mempunyai peranan yang tidak berbeda denganbulkkomposnya.

Ekstraksi dapat menggunakan berbagai pengekstrak, baik air, asam maupun alkali. Dengan ekstraksi diharapkan senyawa organik aktif yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman yang diperkirakan terdapat dalam limbah udang dapat terambil. Bahan ekstrak tersebut dapat diformulasikan menjadi pupuk organik cair. Telah diketahui bahwa, selain dapat dilakukan melalui akar, pemupukan dapat pula diberikan melalui daun. Menurut Lingga (1999), bukan hanya akar yang dapat mengabsorpsi unsur hara, tetapi bagian tanaman yang lainnya seperti batang dan daun dapat pula mengabsorpsi unsur hara yang diberikan.

Beberapa unsur hara mikro dapat ditambahkan dalam formulasi pupuk organik cair tersebut yang diharapkan bersinergi dengan senyawa ekstrak limbah kepala udang, yang diharapkan dapat lebih berdaya guna dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Unsur hara mikro sudah biasa ditambahkan melalui pupuk cair. Pemupukan melalui daun berjalan lebih cepat karena tanaman dapat langsung menyerap hara yang diberikan, sehingga hasilnya pun akan cepat terlihat. Selain


(11)

itu keuntungan pemupukan melalui daun adalah cairan pupuk yang jatuh ke media tidak hilang melainkan dapat diserap kembali oleh akar (Taisa, 2009).

Potensi ekonomi dari penelitian ini bisa sangat menguntungkan, karena dapat di lihat dari bahan utama ekstrak yang berupa limbah memiliki nilai jual yang rendah. Penelitian ini juga dapat dilihat dari potensi lingkungannya karena dapat mengurangi polusi lingkungan dengan memanfaatkan limbah.

Berdasarkan pemikiran di atas, perlu dilakukan kajian sistematik mengenai pemanfaatan limbah industri udang, khususnya untuk mendukung pengembangan pupuk cair alternatif di bidang pertanian.

B. Tujuan

Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui jenis ekstrak kompos kepala udang terbaik hasil ekstraksi dengan air destilata, asam sitrat, dan asam asetat yang dikombinasikan dengan pemberian unsur hara mikro (mangan, seng, besi, boron dan tembaga) yang diaplikasikan pada tanaman sawi (Brassica rapa).

C. Kerangka Pemikiran

Pupuk adalah bahan yang digunakan untuk menambah unsur hara dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman dalam pertumbuhannya yang baik, sehingga dapat berproduksi secara optimal, yang penambahannya dapat dilakukan melalui tanah maupun tubuh tumbuhan. Pupuk berdasarkan bentuknya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) pupuk padat dan (2) pupuk cair. Pupuk padat yang larut sempurna di dalam air disebut solution fertilizer. Pupuk cair (liquid


(12)

fertilizer) dalam bentuk suspensi umumnya diaplikasikan melalui daun tanaman, tetapi juga dapat diaplikasikan melalui bagian-bagian tanaman lainnya. Pupuk cair juga biasanya digunakan pada fase pembibitan tanaman dikarenakan penggunaanya yang lebih praktis.

Salah satu sumber pupuk organik adalah bahan organik. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, peternakan dan perikanan, serta limbah sampah kota. Kompos merupakan salah satu produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan, hasil dari proses dekomposisi. Kepala udang merupakan limbah industri udang yang dapat dijadikan salah satu sumber alternatif bahan organik untuk dijadikan pupuk organik (kompos).

Limbah udang yang terdiri dari kepala dan kulit masih mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, adalah 25 – 40% protein, 45 – 50% kalsium karbonat, 15 - 20% kitin (Altschul, 1976). Menurut Sudibya (1998), komposisi nutrien limbah kepala udang windu segar adalah protein 45,54 %, lemak 5,52 %, serat kadar 15,31 %, kalsium. 9,58 % dan pospor 1,63 %. Kepala udang yang telah dikeringkan mempunyai kandungan protein 45,37 %, lemak 5,91 %, air 9,54 % dan abu 18,28 %.

Salah satu kandungan yang bermanfaat dalam limbah kepala udang adalah kitin dan kitosan (Rismana 2001, dalam Winan, 2010). Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopopolimer berbentuk lembaran


(13)

tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan enzim kitin diasetilase.

Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan. Kitosan merupakan senyawa yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Balley and Ollis 1977). Kitin dan kitosan bisa diperoleh dengan mudah dari cangkang udang atau kepiting. Mengingat potensi negara maritim Indonesia, perlu dipikirkan alternatif pemanfaatan kitin atau kitosan yang memiliki nilai jual tinggi, salah satunya adalah untuk bahan dasar pupuk organik cair seperti dalam penelitian ini.

Untuk memanfaatkan limbah industri udang di bidang pertanian, antara lain dijadikan pupuk cair, maka diperlukan proses pengomposan. Proses dilanjutkan dengan proses ekstraksi untuk mengambil senyawa organik aktif yang terdapat dalam kepala udang tersebut. Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai separating agent (Taisa, 2009). Proses ekstraksi sangat tergantung dari jenis zat pengekstrak, antara lain air, asam asetat, dan asam sitrat.

Pengaruh aplikasi ekstrak kompos kepala udang terhadap pertumbuhan tanaman ditentukan oleh konsentrasi ekstrak yang diaplikasikan. Hasil penelitian Fajrin


(14)

(2011) menyimpulkan bahwa konsentrasi aplikasi ekstrak 75% merupakan konsentrasi terbaik ekstrak kompos kepala udang yang diaplikasikan pada tanaman sawi.

Unsur mikro diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi pengaruhnya sangat signifikan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penambahan unsur mikro ke dalam ekstrak kompos kepala udang diharapkan dapat meningkatkan manfaat dari ekstrak kompos kepala udang tersebut. Unsur mikro sudah biasa diformulasikan dalam bentuk pupuk cair, yang diaplikasikan melalui daun. Unsur hara mikro tersebut adalah besi (Fe), Mangan (Mn), tembaga (Cu), Boron (B) dan seng (Zn).

Untuk mengetahui pengaruh jenis ekstrak kepala udang hasil ekstraksi dengan berbagai jenis pengekstrak yang dikombinasikan dengan pemberian unsur mikro terhadap tanaman, maka campuran ekstrak tersebut perlu diaplikasikan pada tanaman. Tanaman sawi digunakan karena berumur pendek dan banyak dibudidayakan sebagai tanaman sayuran.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat lebih baik daripada hasil ekstraksi dengan pengekstrak lain dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi.

2. Ekstrak kompos kepala udang yang dikombinasikan dengan pemberian unsure hara mikro lebih baik daripada hasil ekstraksi dengan pengekstrak lain dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi.


(15)

3. Terjadi interaksi pengaruh jenis ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi berbagai jenis pengekstrak dan pemberian unsur mikro (mangan, seng, besi, boron dan tembaga) dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi.


(16)

A. Limbah Kepala Udang

Limbah udang sering kali menimbulkan masalah lingkungan karena mudah busukdan sangat berbau. Hal ini terutama karena limbah udang banyak mengandung senyawa organik, terutama protein sebesar 23-27% dan kepala udang merupakan tempat berkumpulnya enzim-enzim pemecah bahan organik serta bakteri pembusuk. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969).

Kepala udang kini tak lagi dibuang-buang sebagai limbah tak tersayang. Ternyata, dalam kepala si bongkok itu tersimpan bahan industri kitin dan kitosan dalam jumlah besar. Itu telah dibuktikan oleh Syarif Bastaman dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian (BPPIHP) Bogor. Menurut penelitiannya, kadar kitin dalam kepala udang mencapai 25-30% (Bastaman, 1989). Selama ini kepala udang dibiarkan membusuk. Hanya sebagian kecil yang diolah menjadi terasi, sambal petis, atau kerupuk udang. Padahal, jika kepala udang seIndonesia dikumpulkan, jumlahnya bisa mencapai 9-11 ribu ton/setahun. Dari kepala udang itu juga bisa diperoleh bahan kitosan, zat kimia yang tak kalah pentingnya dengan kitin. Cara pengolahannyalah yang menentukan limbah kepala


(17)

udang itu akan menghasilkan kitin atau kitosan (Synowiecki dan Al-Khateeb, 2003).

Zat pengatur tumbuh tanaman atau ZPT digunakan untuk mengendalikan dan mendukung kelangsungan hidupnya. Unsur ZPT ini merupakan hormon pada tumbuhan yang merupakan senyawa kimia yang diekskresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya. Dan salah satu tipe Zat Pengatur Tumbuhan tersebut yang telah diidentifikasi yaitu auksin.

Kitin ditemukan sebagian besar di dalam hewan tak bertulang belakang, krustacea, serangga, ganggang, dinding sel jamur dan ragi (Synowiecki dan Al-Khateeb, 2003).

Kitosan merupakan bahan yang dapat membantu mempercepat proses pertumbuhan pada tanaman. Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba, krustase, dan hewan-hewan lain sejenis). Kitin tergolong homopolisakarida linear yang tersusun atas residu N-asetilglukosamin pada rantai beta dan memiliki monomer berupa molekul glukosa dengan cabang yang mengandung nitrogen. Kitin murni mirip dengan kulit, namun akan mengeras ketika dilapisi dengan garam kalsium karbonat Kitin membentuk serat mirip selulosa yang tidak dapat dicerna oleh vertebrata. Kitosan merupakan turunan kitin yang diperoleh melalui proses desetilasi. Menurut Mckay et al (1987), kitosan tidak larut dalam air, larutan alkali pada pH di atas 6,5 dan pelarut organik, tetapi larut dengan cepat dalam


(18)

asam organik encer seperti asam formiat, asam asetat, asam sitrat dan asam mineral lain kecuali sulfur.

Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat khas kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm darah. Peneliti Jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat hipokolesterolmik yang sangat efektif. Dengan kata lain, kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa menimbulkan efek samping.

Pada saat ini limbah kepala udang banyak sekali dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi, industri pangan, farmasi, kesehatan, dan pengolahan limbah, tetapi sedikit yang dimanfaatkan dalam bidang pertanian.Limbah padat krustasea (kulit, kepala, kaki) merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan krustasea. Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan dengan nilai yang rendah (Trubus, 2011).


(19)

B. Pengekstrak

Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Nur dan Adijuwana, 1989). Proses ekstrasi sangat tergantung pada jenis pengekstrak yang digunakan. Pengekstrak yang biasa digunakan dalam ekstraksi bahan organik antara lain air destilata, asam lemah dan basa lemah.

1. Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik (Anonim, 2010a).

2. Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup. Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7(strukturnya ditunjukkan pada tabel informasi di


(20)

sebelah kanan). Struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat (Anonim, 2010b)

3. Asam Asetat

Asam asetat termasuk kelompok asam organik. Asam organik ini dikenal sebagai bakteriostatik (zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri) maupun bakterisidal (zat yang dapat membunuh bakteri) sehingga kemampuan tersebut sering dimanfaatkan sebagai bahan pengawet. Asam asetat merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan memiliki bau asam yang menusuk. Asam asetat dapat larut dalam air, alkohol, lemak, dan gliserol. Selain itu, asam jenis ini juga dikenal sebagai pelarut yang baik untuk bahan organik (Marshallet al., 2000).

Tabel 1. Sifat fisik asam asetat

Rumus kimia CH3COOH

Bobot molekul 60,03 g mol-1

Bentuk fisik Cairan tidak berwarna

Titik didih 119oC

Titik beku 16,6oC

Comercial grades Larutan aqueous 99,5% dan 36%

Kelarutan Larut air, alkohol, dan gliserin

Konstanta ionisasi 1,75 x 10-5

Panas jenis 20oC 0,505 kal g-1oC

Densitas larutan 99,5% 1045 g l-1

Densitas larutan 36% 376 g l-1

Bau Menyengat

Rasa Asam

pH larutan 1% 2,78


(21)

C. Unsur Hara Mikro

Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif sedikit namun mutlak diperlukan. Unsur hara mikro bisa diperoleh melalui penaburan pupuk kandang atau pupuk organik yang lain, bisa juga dilakukan melalui penyemprotan dengan pupuk mikro dosis tinggi misal Multimikro, metalik atau yang lainnya (Ardi, 2009).

1. Besi (Fe)

Pada kondisi aerasi baik dan pH sekitar netral konsentrasi ion Fe+++dan Fe (III) dan Fe (II) adalah bentuk Fe yang dominan di dalam tanah dan larutan nutrisi. Fe (II) adalah bentuk Fe yang langsung tersedia bagi tanaman, sedangkan Fe (III) harus direduksi dulu pada permukaan akar sebelum diangkut ke dalam cytoplasma.

Defisiensi Fe menyebabkan terjadi penimbunan atau akumulasi asam-asam organik seperti malic dan citric acid dan ini merupakan gejala khas dan umum dijumpai pada kasus defisiensi Fe. Penimbunan asam-asam organik pada tanaman yang mengalami defisiensi kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya aktivitas enzim yang mengkatalisa isomerisasi citrate menjadi isocitrat. Enzim yang dimaksud adalah enzim aconitase yang mana Fe (II) adalah komponen utama enzim tersebut.


(22)

2. Mangan (Mn)

Mangan diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn++dan ditranslokasikan sebagai kation bebas bervalensi dua di dalam xylem dari akar ke bagian tajuk tanaman. Dibandingkan dengan unsur hara mikro lain seperti Fe, Cu, Zn, dan Mo, Mn memiliki stabilitas ikatan yang paling lemah. Karena itu Mn dapat dengan mudah diganti oleh Mg++dalam berbagai reaksi.

Mn merupakan bagian penyusun enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim ini memiliki peran penting dalam melindungi jaringan tanaman dari efek negatif dari oksigen radikal bebas yang terbentuk dari reaksi enzimatis yang satu elektronnya bergabung denagn O2.

3. Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen diamine tetra acetate acid) dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta acetate acid). Dalam getah tanaman bik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino. Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks. Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3 dan SiO4 misalnya kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), kalkopirit (CuFeS2), borinit (Cu5FeS4), luvigit (Cu3AsS4), tetrahidrit [(Cu,Fe)12SO4S3)], kufirit (Cu2O), sinorit (CuO), malasit [Cu2(OH)2CO3], adirit [(Cu3(OH)2(CO3)], brosanit [Cu4(OH)6SO4].


(23)

Fungsi dan peranan Cu antara lain : mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin.Adapun gejala defisiensi atau kekurangan Cu antara lain : pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mongering serta batang dan tangkai daun lemah.

4. Boron (B)

Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5%dari kadar total boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+. Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin (H2MgNaAl3(BO)2Si4O2)O20 yang mengandung 3%-4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis.

Mineral lain yang mengandung boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O), kolamit (Ca2B6O11.5H2O), uleksit (NaCaB5O9.8H2O) dan aksinat. Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3+Fe2O3). Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme asam nukleat, karbohidrat,


(24)

protein, fenol dan auksin. Di samping itu boron juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan perkecambahan serbuk sari. Gejal defisiensi hara mikro ini antara lain : pertumbuhan terhambat pada jaringan meristematik (pucuk akar), mati pucuk (die back), mobilitas rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan, mudah terserang penyakit.

5. Seng (Zn)

Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++ dan dalam tanah alkalis mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+. Di samping itu, Zn diserap dalm bentuk kompleks khelat, misalnya Zn-EDTA. Seperti unsure mikro lain, Zn dapat diserap lewat daun. Kadar Zn dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3 dan ZnSiO4).

Fungsi Zn antara lain : pengaktif enim anolase, aldolase, asam oksalat dekarboksilase, lesitimase,sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside demutase (SOD), dehidrogenase, karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang. Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terytama pada tanah berkapur.


(25)

Adapun gejala defisiensi Zn antara lain : tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan klorosis pada daun-daun muda dan intermedier serta adanya nekrosis (Wijaya, 2008).

D. Tanaman Sawi

Klasifikasi:

Divisi : Spermatophyta. Subdivisi : Angiospermae. Kelas : Dicotyledonae.

Ordo : Rhoeadales (Brassicales). Famili : Cruciferae (Brassicaceae). Genus : Brassica.

Spesies : Brassica rapa.

Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl.

Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk. lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bils di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta


(26)

pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Margiyanto, 2007).

Manfaat tanaman caisim/sawi adalah daunnya digunakan sebagai sayur dan bijinya dimanfaatkan sebagai minyak serta pelezat makanan. Tanaman caisim/sawi banyak disukai karena rasanya serta kandungan beberapa vitaminnya. Pada daun sawi 100 gr terkandung 6460 IU Vitamin A, 102 mg Vit B, 0,09 mg Vit C, 220 mg kalsium dan kalium (Arief, 1990).

E. Penanaman Pada Media Tanpa Tanah

Istilah hidroponik digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Di kalangan umum, istilah

ini dikenal sebagai “bercocok tanam tanpa tanah”. Di sini termasuk juga bercocok

tanam di dalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air atau bahan porous lainnya, seperti pecahan genting, pasir kali, kerikil, maupun gabus putih. Keuntungan yang bisa didapatkan dari bertanam secara hidroponik, diantaranya: perawatan lebih praktis serta gangguan hama lebih terkontrol, pemakaian pupuk lebih hemat atau efisien, kebersihan tanaman lebih mudah dikontrol, dan produksi tidak tergantung pada musim dan kondisi alam (Lingga, 2002).

Media tanam yang dapat digunakan dalam teknik hidroponik ini diantaranya adalah: pasir, sekam, arang tempurung kelapa, batu apung putih, batu zeolit, pecahan batu bata, batu kali, dan kawat kasa nilon. Untuk menjaga sterilitas bahan, sebaiknya semua bahan di autoklaf atau direbus dahulu sebelun dijadikan


(27)

media tanam. Sedangkan tanamannya, diambil tanaman yang telah tumbuh di dalam polybag dan siap direplanting ke dalam pot.

Faktor-faktor penting dalam budidaya hidroponik diantaranya yaitu:

1. Unsur Hara

Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air yang berlebihan. Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.5 – 7.5 tetapi yang terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman. Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air. Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut.

2. Media Tanam Hidroponik

Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam


(28)

hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya. Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi sifat lingkungan media. Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan berlainan antara media yang satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan yang digunakan sebagai media. Arang sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah banyak digunakan sabagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik. Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52% dan C sebanyak 31%. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah relatif kecil serta bahan organik. Karakteristik lain adalah sangat ringan, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi, warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, pH tinggi (8.5 – 9.0), serta dapat menghilangkan pengaruh penyakit khususnya bakteri dan gulma.

3. Oksigen

Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya oksigen menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel makin sukar untuk ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang. Tingkat oksigen di dalam pori-pori media mempengaruhi perkembangan rambut akar. Pemberian oksigen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: memberikan gelembung-gelembung udara pada larutan (kultur air), penggantian larutan hara yang berulang-ulang, mencuci atau mengabuti akar yang terekspose


(29)

dalam larutan hara dan memberikan lubang ventilasi pada tempat penanaman untuk kultur agregat.

4. Air

Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam jumlah besar karena dapat meracuni tanaman.

Sistem bercocok tanam secara hidroponik memiliki banyak sekali keunggulan, tetapi selain itu juga hidroponik memiliki beberapa kelemahan. Kelebihan bertanam secara hidroponik diantaranya yaitu: produksi tanaman persatuan luas lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan penyakit tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu. Sedangkan kelemahan dari hidroponik ini yaitu: ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia serta investasi awal yang mahal (Anonim, 2010c)


(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 - Maret 2011. Penelitian

dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah dan rumah kaca Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lainhand sprayerukuran 500 ml,

shaker, pipet, corong, erlenmeyer, timbangan, botol air mineral ukuran 1.500 ml,

gelas ukur, kertas label, dan pot untuk penanaman ukuran 1 kg.

Bahan yang digunakan adalah limbah industri udang berupa kepala udang sebagai

bahan baku kompos, ekstrak kompos kepala udang, aquades (H2O), larutan asam

asetat (CH3COOH) 0,01N, larutan asam sitrat (C6H8O7) 2%, mangan (MnSO4.

7H2O) 2,37 ppm, seng (ZnSO4. H2O) 11,15 ppm, besi (Fe chelaetes) 36,45 ppm,

boron (Na2B4O7 . 10H2O) 0.25% dan tembaga (CuSO4 . 5H2O) 0.03, benih

tanaman sawi, kertas saring, tissue, serta bahan kimia untuk analisis kimia ekstrak

kompos kepala udang. Disamping itu digunakan larutan hara lengkap standar

(Gandasil dan Sampurna) dengan dosis 50% dari dosis yang dianjurkan. Bahan

Format t ed:English (United States)

Format t ed:Left


(31)

limbah Industri udang berasal dari PT. Central Pertiwi Bahari Kabupaten Tulang

Bawang.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x2 dengan 3 ulangan. Secara

keseluruhan penilitian ini terdiri dari 18 satuan percobaan. Faktor pertama adalah

jenis gekstrak kompos kepala udang (E) hasil ekstraksi dengan pengekstrak yang

terdiri dari air destilata (E1), asam sitrat 2% (E2), dan asam asetat 0,01 N (E3).

Faktor Kedua adalah tanpa pemberian unsur mikro (M0) dan dengan pemberian

unsur mikro (M1).

Selanjutnya data yang diperoleh dirata-rata berdasarkan ulangan, kemudian diuji

homogenitas dan aditivitas dengan uji Bartlett dan uji Tukey. Selanjutnya data

diolah dengan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan perbedaan perlakuan diuji

dengan uji BNT pada taraf 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengomposan

Limbah industri udang sebanyak 100 kg di masukkan kedalam karung plastik

berlubang. Sebelum pengomposan tambahkan inokulan EM4 sesuai dosis anjuran

10cc per l air dan pupuk NPK Phonska 1kg per 100kg. Kelembaban

dipertahankan pada kondisi sedang. Diaduk secara berkala 7 hari sekali, dibiarkan


(32)

2. Ekstraksi Kompos Kepala Udang

Prosedur ekstraksi kompos kepala udang dilakukan dengan sedikit memodifikasi

metode yang dilakukan oleh Gigliotti dkk. (2005). Kompos kepala udang

diekstrak dengan menggunakan air destilata, asam asetat, dan asam sitrat dengan

perbandingan 1 : 5 (bahan kompos : pengekstrak) . Campuran dikocok selama 48

jam kemudian campuran disentrifius pada kecepatan 3000 rpm dan disaring

menggunakan kertas saring 1 μ m. Konsentrasi ekstrak yang diperoleh dianggap

100%, kemudian larutan dianalisis sifat kimianya. Selanjutnya dibuat larutan

ekstrak konsentrasi 75% dengan cara menambahkan air destilata dengan

perbandingan 75% : 25% (larutan ekstrak : air destilata).

3. Penyiapan Larutan Stok Unsur Hara Mikro

Membuat larutan stok unsur mikro mangan (MnSO4 . 7H2O) 2,37 ppm, seng

(ZnSO4 . H2O) 11,15 ppm, besi (Fe chelaetes) 36,45 ppm, boron (Na2B4O7 .

10H2O) 0.25% dan tembaga (CuSO4 . 5H2O) 0.03. Kemudian masing-masing

unsur mikro dimasukkan kedalam larutan ekstrak kompos kepala udang

konsentrasi 75%.

4. Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah larutan hara lengkap standar (gandasil,

Sampurna) dengan dosis 50% dari dosis anjuran, pot, dan arang sekam.

Sebelumnya arang sekam harus disterilkan terlebih dahulu denggan autoklaf

sampai suhu 1250C. Pot diisi 500 g arang sekam dan diberi larutan hara standar


(33)

► Media Tumbuh (arang sekam)

Lubang◄ ► Larutan Hara

Standar

Gambar 1. Sketsa media tumbuh tanaman sawi

Gambar 2. Foto media tumbuh tanaman sawi

5. Penanaman Sawi dan Aplikasi Ekstrak Kompos Kepala Udang

Pertama-tama benih disemai terlebih dahulu pada menia persemaian yang

menggunakan campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan komposisi 1:1:1.

Bibit ditanam setelah berumur 2-3 minggu atau bibit telah memiliki kira-kira 3-5

helai daun, bibit tanaman tersebut diambil yang paling baik dan seragam. Ekstrak - - - -

-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- ---Pengaplikasian

ekstrak melalui daun (foliar)


(34)

kompos kepala udang konsentrasi 75% yang dikombinasikan dan tanpa

dikombinasikan unsur mikro disiapkan untuk kemudian dilakukan pengaplikasian

ekstrak kompos kepala udang. Volume ekstrak yang diberikan adalah 50 ml

/tanaman-1 dan diberikan dengan cara disemprotkan melalui daun dengan

menggunakan alat hand sprayer plastik. Penyemprotan ekstrak kompos kepala

udang dilakukan pertama kali bersamaan dengan penanaman pada media tanam.

Selanjutnya penyemprotan ekstrak kompos kepala udang dilakukan secara

periodik dengan selang waktu 1 (satu) minggu. Pemberian ekstrak kompos ini

diberikan sampai masa vegetatif sawi berhenti yaitu sampai 6 minggu setelah bibit

di tanam pada media tanam sehingga dilakukan pengaplikasian ekstrak kompos

kepala udang sebanyak 6 kali.

E. Analisis awal

Kompos kepala udang : Analisis pH dan C dan N.

Ekstrak kompos kepala udang : Analisis pH, C, N, P dan K.

Tabel 2. Hasil analisis kimia ekstrak kepala udang

Pengekstrak pH C (mg L-1)

Kadar Hara (mg L-1) Nitrogen

(N) Fosfor (P)

Kalium (K)

Air (H2O) 7.81 0,79 546 12.69 1502

Asam Sitrat 2%

(C6H8O7) 8.56 0.98 658 9.36 1673

Asam Asetat 0,01

N(CH3COOH) 7.58 0.72 623 7.75 1390


(35)

F. Pengamatan

Variabel utama yang diamati : Tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah akar

dan bobot kering akar, serta bobot basah bagian

atas tanaman dan bobot kering bagian atas

tanaman sawi.


(36)

A. Simpulan.

1. Ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat lebih baik dibandingkan dengan ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak air destilata dan asam sitrat ,dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi seperti ditunjukkan oleh bobot akar, tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot bagian atas tanaman sawi.

2. Interaksi jenis ekstak kompos kepala udang dengan pemberian unsur mikro terbaik terjadi pada kombinasi perlakuan ekstrak kompos kepala udang hasil ekstraksi dengan pengekstrak asam asetat yang dikombinasikan dengan unsur mikro (mangan, seng, besi, boron dan tembaga) terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi yang ditunjukkan oleh persentase peningkatan produksi (bobot basah bagian atas tanaman) tertinggi mencapai 103%.


(37)

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan penggunaan pengekstrak basa lemah untuk melihat perbedaan dengan pengekstrak asam dan penyempurnaan pada teknik percobaan, khususnya media tanam.

2. Melanjutkan penelitian dengan pengaplikasian pada tanaman jenis lain, khususnya untuk mengetahui pengaruh ekstrak kompos kepala udang pada tanaman yang memiliki hasil produksi berupa buah dan tanaman lain.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan perlakuan ekstrak saja atau menggunakan unsur mikro saja.


(38)

Altschul, A.M. 1976. New Protein foods. Academic Press Inc., New York.

Agung, R., A. Nawawi dan D. Hadi. 2005. Pengaruh Suhu, Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Total Senyawa Terekstrasi dalam Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih (Allium sativum L.). Abstrak. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id diakses tanggal 19 Mei 2010.

Anonim. 2010a.Air.http://id.wikipedia.org/wiki/Air. Diakses tanggal 10 Mei 2010. Anonim. 2010b.Asam Sitrat. http://www.scribd.com/doc/24470723/Asam-SITRAT.

Diakses tanggal 10 Mei 2010.

Anonim. 2010c.http://ayo bertani. wordpress. Diakses tanggal 31 Juli 2010. Ardi, R.Unsur Hara Makro dan mikro dalam tanah.

http://rioardi.wordpress.com/2009/03/03/unsur-hara-dalam-tanah-makro-dan-mikro/ diakses tanggal 10 Mei 2010.

Arief, A. 1990.Holtikultura. Peneber Swadaya

Austin, P., C.J., Brine, J.E. Castle, and J.P. Zikakis. 1981.Chitin:New of Research. Science. 212 : 749

Balley, J.E., and D.F. Ollis. 1977, “Biochemical Engineering Fundamental”, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.

Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shell (Nephrops norvegicus). Thesis. The Departement of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering. Faculty

of Engineering The Queen’s University of Belfast.

Fajrin, C. 2011. Pengaruh Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai jenis Pengekstrak terhadap pertumbuhan Tanaman sawi (Brassica rapa). Draft Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(39)

Focher, B., A. Naggi, G. Tarri, A. Cosami and M. Terbojevich. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer.17 (2) : 97–102.

Foth, H. D. 1978.Fundamentls of Soil Science. 6thedition. John Wiley and Sons. New York. Pp. 293-374.

Gigliotti,G., F. G. Erniquens and D. Said-Pullicino. 2005. Changes In The Chemical Characteristic Of Dissolved Organic Matter During The Composting Process And Their Influence On Compost Stability And Maturity. Geophysical Research Abstract7: 1-7.

Handayani, E. O. 2009. “Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Jerami Padi Pada

Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annum. L)”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.68 hlm.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial

Chemistry. Republicka of Germany. 5th. ed. A 6: 231–232.

Krissetiana, H. 2004.Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang. H.U. Suara Merdeka. Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hlm. Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. http://zuldesains.wordpress.com/

2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/. Diakses tanggal 4 Oktober 2010.

McKay, G., H. S. Blair dan S. Grant. 1987. Desorption of Copper from a Copper-Chitosan Complex. J. Chem. Tech. Biotechnology. 40:63.

Muzzarelli, R.A.A. 1986. Chitin. Faculty of Medicine Univeersity of Ancona. Italy. Pergamon Press. 81–87.

Neely, M.C.H and William. 1969. Chitin and Its Derivates in Industrial. Gums Kelco. Company California. 193–212.31 hlm.

Nur, M.A. dan Adijuwan. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. PAU. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prasetiyo, K. W. 2004.Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan.


(40)

Rosmarkam, A dan N. W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm.

Salisbury, F. B dan Ross, C. W. 1991. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diterjemahkan oleh Diah R Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 241 hlm.

Sudibya, 1998.Manipulasi Kadar Kolesterol dan Asam Lemak Omega-3 Telur Ayam Melalui Penggunaan Limbah Kepala Udang dan Minyak Ikan Lamuru. Program Pascasarjana, IPB.

Sunarjono, H. 2004.Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soputri, R. D. 2009. “Pengaruh PengekstrakKotoran Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan Dan Serapan Hara Tanaman Tomat (Lycopersicon asculentum

Mill.)”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.

Sutejo, M. M. 2008.Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm. Stevenson, F.J. 1982.Humus Chemistry Genesis, Composition, Reaction. John Wiley

and Sons. London. 443p.

Synowiecki, J. and N. A. Al-Khateeb. 2003. Production, properties, and some new applications of chitin and its derivatives. Crit Rev Food Sci Nutr. 43 (2): 145-71.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=pubmed &dopt=Abstract&list_uids=12705640&query_hl=1. Diakses tanggal : 21 Juli 2011

Taisa, R. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Sampah Kota Melalui Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai ( Capsicum annum L.). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trubus. 2011. Serema : Terkecil di Dunia ( Tubuh Sekepal, Tinggi Sejengkal). Februari : 2011

Winan. 2010.Chitin–Chitosan. http://winan08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/chitin-chitosan. Diakses tanggal 23 Mei 2010.

Wijaya, K.A. 2008.Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta


(41)

THE INFLUENCE COMBINATION OF EXTRACT COMPOST OF SHRIMP INDUSTRY WITH SEVERAL KIND OF EXTRACTANTS WITH

MICRO NUTRIENTS ON THE GROWTH AND PRODUCTION OF MUSTARD PLANT (Brassica rapa L.)

By

ANDRISA TIARANI

Shrimp production in Indonesia from year to year then increase, estimated average increase 7, 4% per year. Oceanic ministry and fishery collect data about national shrimp production increase as big as 2,6% from 338.060 ton in 2009 be 352.600 ton in 2010. From shrimp coagulation process to export, 60-70 percent from heavy shrimp is production waste in skin part and head. Shrimp waste otherwise handled correctly will evoke negative impact for environment. During the time shrimp eggshell waste utilization just for livestock woof, even often let to decay. Shrimp waste must experience several technology stages so that can be made use agriculture side, because cannot be used directly without technology touching. Technique among others compost and extract to be formulated by liquid organic fertilizer. Element hara micro can be added into formula liquid organic fertilizer with mobile compound in supposed shrimp waste extract useful also in influence growth and plants production.

The aims of this research is to know kind of extract compost is the best result shrimp head compost extract uses water distillate, citrate, or sour acetate combine with element gift hara micro (manganese, zinc, iron, boron and copper) that applied in mustard green plants. This research is done by using group random plan. Treatment is composed factorial 3x2 with 3 repetitions. First factor is result shrimp head compost extract with several extractor kinds (E) that consists of water destilata (E1) citrate 2% (E2), and sour acetate 0,01 N (E3) that applied in concentration 75%. Second factor is without element gift micro (M0) and with element gift micro (M1). Data that got average based on the repetition, then at homogeneity test and aditivitas with Burtlett test and Turkey test. furthermore data is cultivated with analyses kind in real standard 5% and treatment difference is tested with test difference smallest real in standard 5%.


(42)

Extract compost of Shrimp head of extract result with acetate has good influence compared with shrimp head compost extract by extract result with water extractor distillate and citrate, in increasing of growth and production mustard green plants likes showed by root heavy, tall plants, leaf total and the top of plant with mustard green plants heavy. shrimp head compost extract kind interaction influence with element gift micro best happen in result shrimp head compost extract treatment combination extract with acetate sour extractor combine with element gift micro (manganese, zinc, iron, boron and copper) towards growth and mustard green plants production that by product increase percentage (wet heavy) achieves 103%. Keywords : liquid fertilizer, mustard green, shrimp head compost extract, shrimp


(1)

42 B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan penggunaan pengekstrak basa lemah untuk melihat perbedaan dengan pengekstrak asam dan penyempurnaan pada teknik percobaan, khususnya media tanam.

2. Melanjutkan penelitian dengan pengaplikasian pada tanaman jenis lain, khususnya untuk mengetahui pengaruh ekstrak kompos kepala udang pada tanaman yang memiliki hasil produksi berupa buah dan tanaman lain.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan perlakuan ekstrak saja atau menggunakan unsur mikro saja.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Altschul, A.M. 1976. New Protein foods. Academic Press Inc., New York.

Agung, R., A. Nawawi dan D. Hadi. 2005. Pengaruh Suhu, Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Total Senyawa Terekstrasi dalam Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih (Allium sativum L.). Abstrak. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id diakses tanggal 19 Mei 2010.

Anonim. 2010a.Air.http://id.wikipedia.org/wiki/Air. Diakses tanggal 10 Mei 2010. Anonim. 2010b.Asam Sitrat. http://www.scribd.com/doc/24470723/Asam-SITRAT.

Diakses tanggal 10 Mei 2010.

Anonim. 2010c.http://ayo bertani. wordpress. Diakses tanggal 31 Juli 2010. Ardi, R.Unsur Hara Makro dan mikro dalam tanah.

http://rioardi.wordpress.com/2009/03/03/unsur-hara-dalam-tanah-makro-dan-mikro/ diakses tanggal 10 Mei 2010.

Arief, A. 1990.Holtikultura. Peneber Swadaya

Austin, P., C.J., Brine, J.E. Castle, and J.P. Zikakis. 1981.Chitin:New of Research. Science. 212 : 749

Balley, J.E., and D.F. Ollis. 1977, “Biochemical Engineering Fundamental”, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.

Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shell (Nephrops norvegicus). Thesis. The Departement of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering. Faculty of Engineering The Queen’s University of Belfast.

Fajrin, C. 2011. Pengaruh Ekstrak Kompos Kepala Udang dengan Berbagai jenis Pengekstrak terhadap pertumbuhan Tanaman sawi (Brassica rapa). Draft Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(3)

44 Focher, B., A. Naggi, G. Tarri, A. Cosami and M. Terbojevich. 1992. Structural

Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-IR and FT-Raman Spectroscopy. Charbohidrat Polymer.17 (2) : 97–102.

Foth, H. D. 1978.Fundamentls of Soil Science. 6thedition. John Wiley and Sons. New York. Pp. 293-374.

Gigliotti,G., F. G. Erniquens and D. Said-Pullicino. 2005. Changes In The Chemical Characteristic Of Dissolved Organic Matter During The Composting Process And Their Influence On Compost Stability And Maturity. Geophysical Research Abstract7: 1-7.

Handayani, E. O. 2009. “Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Jerami Padi Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annum. L)”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.68 hlm.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republicka of Germany. 5th. ed. A 6: 231–232.

Krissetiana, H. 2004.Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang. H.U. Suara Merdeka. Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hlm. Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. http://zuldesains.wordpress.com/

2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/. Diakses tanggal 4 Oktober 2010.

McKay, G., H. S. Blair dan S. Grant. 1987. Desorption of Copper from a Copper-Chitosan Complex. J. Chem. Tech. Biotechnology. 40:63.

Muzzarelli, R.A.A. 1986. Chitin. Faculty of Medicine Univeersity of Ancona. Italy. Pergamon Press. 81–87.

Neely, M.C.H and William. 1969. Chitin and Its Derivates in Industrial. Gums Kelco. Company California. 193–212.31 hlm.

Nur, M.A. dan Adijuwan. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. PAU. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prasetiyo, K. W. 2004.Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan.


(4)

45 Rosmarkam, A dan N. W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.

Yogyakarta. 224 hlm.

Salisbury, F. B dan Ross, C. W. 1991. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diterjemahkan oleh Diah R Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 241 hlm.

Sudibya, 1998.Manipulasi Kadar Kolesterol dan Asam Lemak Omega-3 Telur Ayam Melalui Penggunaan Limbah Kepala Udang dan Minyak Ikan Lamuru. Program Pascasarjana, IPB.

Sunarjono, H. 2004.Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Soputri, R. D. 2009. “Pengaruh PengekstrakKotoran Cacing Tanah Terhadap

Pertumbuhan Dan Serapan Hara Tanaman Tomat (Lycopersicon asculentum Mill.)”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.

Sutejo, M. M. 2008.Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm. Stevenson, F.J. 1982.Humus Chemistry Genesis, Composition, Reaction. John Wiley

and Sons. London. 443p.

Synowiecki, J. and N. A. Al-Khateeb. 2003. Production, properties, and some new applications of chitin and its derivatives. Crit Rev Food Sci Nutr. 43 (2): 145-71.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=pubmed &dopt=Abstract&list_uids=12705640&query_hl=1. Diakses tanggal : 21 Juli 2011

Taisa, R. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Sampah Kota Melalui Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai ( Capsicum annum L.). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trubus. 2011. Serema : Terkecil di Dunia ( Tubuh Sekepal, Tinggi Sejengkal). Februari : 2011

Winan. 2010.Chitin–Chitosan. http://winan08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/chitin-chitosan. Diakses tanggal 23 Mei 2010.

Wijaya, K.A. 2008.Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta


(5)

ABSTRACT

THE INFLUENCE COMBINATION OF EXTRACT COMPOST OF SHRIMP INDUSTRY WITH SEVERAL KIND OF EXTRACTANTS WITH

MICRO NUTRIENTS ON THE GROWTH AND PRODUCTION OF MUSTARD PLANT (Brassica rapa L.)

By

ANDRISA TIARANI

Shrimp production in Indonesia from year to year then increase, estimated average increase 7, 4% per year. Oceanic ministry and fishery collect data about national shrimp production increase as big as 2,6% from 338.060 ton in 2009 be 352.600 ton in 2010. From shrimp coagulation process to export, 60-70 percent from heavy shrimp is production waste in skin part and head. Shrimp waste otherwise handled correctly will evoke negative impact for environment. During the time shrimp eggshell waste utilization just for livestock woof, even often let to decay. Shrimp waste must experience several technology stages so that can be made use agriculture side, because cannot be used directly without technology touching. Technique among others compost and extract to be formulated by liquid organic fertilizer. Element hara micro can be added into formula liquid organic fertilizer with mobile compound in supposed shrimp waste extract useful also in influence growth and plants production.

The aims of this research is to know kind of extract compost is the best result shrimp head compost extract uses water distillate, citrate, or sour acetate combine with element gift hara micro (manganese, zinc, iron, boron and copper) that applied in mustard green plants. This research is done by using group random plan. Treatment is composed factorial 3x2 with 3 repetitions. First factor is result shrimp head compost extract with several extractor kinds (E) that consists of water destilata (E1) citrate 2% (E2), and sour acetate 0,01 N (E3) that applied in concentration 75%. Second factor is without element gift micro (M0) and with element gift micro (M1). Data that got average based on the repetition, then at homogeneity test and aditivitas with Burtlett test and Turkey test. furthermore data is cultivated with analyses kind in real standard 5% and treatment difference is tested with test difference smallest real in standard 5%.


(6)

Andrisa Tiarani Extract compost of Shrimp head of extract result with acetate has good influence compared with shrimp head compost extract by extract result with water extractor distillate and citrate, in increasing of growth and production mustard green plants likes showed by root heavy, tall plants, leaf total and the top of plant with mustard green plants heavy. shrimp head compost extract kind interaction influence with element gift micro best happen in result shrimp head compost extract treatment combination extract with acetate sour extractor combine with element gift micro (manganese, zinc, iron, boron and copper) towards growth and mustard green plants production that by product increase percentage (wet heavy) achieves 103%. Keywords : liquid fertilizer, mustard green, shrimp head compost extract, shrimp