Inovasi Camat dan atau Masyarakat Kecamatan Pendelegasian Kewenangan Pemerintahan .1 Urgensi Pendelegasian Kewenangan Pemerintahan

c Belanja modal c. Pembiayaan Kecamatan  Pembiayaan adalah selisih antara pendapatan dengan belanja  Pendapatan Belanja = surplus ~ dipakai untuk apa  Pendapatan Belanja = devisit ~ ditutup dari mana Untuk anggaran kecamatan tidak disarankan ada defisit, kecuali untuk pengeluaran mendesak atau darurat seperti penanggulangan bencana alam, wabah penyakit dsb. 3. Penatausahaan Keuangan Kecamatan a. Penatausahaan Penerimaan Bendahara Kecamatan wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan. b. Penatausahaan pengeluaran Bendahara Kecamatan wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran. 4. Pelaporan Setelah berakhirnya tahun anggaran, Camat wajib menyusun pelaporan pelaksanaan anggaran yang disampaikan kepada Kepala Daerah. 5. Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Setelah berakhirnya tahun anggaran, Camat wajib menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang disampaikan kepada Kepala Daerah. 6. Evaluasi Evaluasi dilakukan oleh Kepala Daerah untuk melihat sejauhmana perkembangan antara perencanaan dan capaian.

2.9 Inovasi Camat dan atau Masyarakat Kecamatan

Inovasi yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dan masyarakat cukup bervariatif. Dibidang ketrentaman dan ketertiban, pemerintah kecamatan telah membuat deklasi tentang Trantibmas. Dimana deklarasi tersebut ditandatangani oleh tokh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, camat, serta unsur forpida yang ada di kecamatan. Hal ini bertujuan untuk mengsinergikan agar kecamatan Basa Ampek Balai Tapan senantiasa kondosif. Hal ini dilatar belakangi dengan semakin maraknya perilaku kenakalan remaja, bahkan diindikasikan anak usia SD telah melakukan perbuatan tercela seperti ngelem. Hal ini diperburuk karena hal tersebut semakin awam di mata msyarakat. 26 Selain itu, dibidang pembangunan fisik pemerintah kecamatan dan masyarakat telah membuka jalan semi permanen bagi para petani yang biasanya melintas di area kantor camat yang membuat lingkungan kantor camat menjadi buruk. Selain itu, di dalam kantor camat pun sedang dibangun ruang pertemuan agar sekiranya jika ada rapat, dapat menggunakan ruangan tersebut. 27 BAB III PEMBAHASAN TEMUAN PRAKTEK LAPANGAN 3.1 Pendelegasian Kewenangan Pemerintahan 3.1.1 Urgensi Pendelegasian Kewenangan Pemerintahan A. Konsep Pelimpahan Kekuasaan Pendelegasian atau pelimpahan kewenangan delegation of authority dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni aspek tugas, tanggung jawab dan wewenang. Pada prinsipnya, pendelegasian atau pelimpahan sama dengan penyerahan, jadi pendelegasian atau pelimpahan kewenangan berarti penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat satu kepada pejabat lainnya. Menurut Hodge dan Anthony 1998, menyebutkan pendelegasian dapat diartikan sebagai responsibility dan authority. Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa bentuk pendelgasian kewenangan adalah pemberian tugas dan pemberian hak berupa tanggung jawab dan kewenangan. Sedangkan menurut Sutarto 2002, mengatakan bahwa pelimpahan kewenangan itu bukan penyerahan hak dari atasan kepada bawahan, melainkan penyerahan hak dari pejabat kepada pejabat. Format pendelegasian wewenang dapat dilakukan oleh pejabat yang berkedudukan lebih tinggi superior kepada pejabat yang berkedudukan rendah subordinate atau pejabat atasan kepada pejabat bawahan, di samping itu pelimpahan wewenang dapat pula dilakukan di antara pejabat yang berkedudukan pada jenjang yang sama atau antara pejabat yang sederajat. Pelimpahan wewenang menegak atau vertikal, sedangkan pelimpahan kewenangan yang kedua diartikan pelimpahan kewenangan mendatar atau horizontal. Dilihat dari sumbernya, kewenangan dapat dibedakan menjadi dua jenis Wasistiono : 2005, yaitu : 1. Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat dan diberikan kepada suatu institusi atau pejabat yang berdasarkan peraturan perundang- undangan; 2. Kewenangan delegatif adalah kewenagan yang berasal dari pendelegasian kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya. 28 Masing-masing pejabat diberikan tugas melekat sebagai bentuk tanggung jawab agar tugas yang diberikan itu dapat dilaksanakan dengan baik. Tanggung jawab merupakan keharusan pada seseorang pejabat untuk melaksanakan secara layak segala sesuatu yang telah dibebankan kepadanya. Tanggung jawab hanya dapat dipenuhi bila pejabat yang bersangkutan disertai dengan wewenang tertentu dalam bidang dan tugasnya. Dengan tiadanya otoritas itu, tanggung jawab tidak dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Jadi ada korelasi antara tugas, tanggung jawab dan wewenang. B. Alasan pentingnya pendelegasian wewenang Ada dua alasan penting perlunya pendelegasian kewenangan, yaitu: 1 kemampuan seseorang menangani pekerjaan ada batasnya; dan 2 perlu adanya pembagian tugas dan kaderisasi kepemimpinan. Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini sebenarnya merupakan upaya untuk optimalisasi peran dan fungsi kecamatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hasil yang diharapkan adalah terealisasikannya kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat yang mudah, murah, cepat dan berkualitas. Lebih lanjut Koswara 2007:69 mengatakan, agar pelimpahan wewenang kepada camat dapat diiimplementasikan dengan efektif, maka diperlukan sejumlah prasyaratan, yaitu: a. Adanya keinginan politik dari bupati untuk melimpahkan wewenang ke Camat. b. Adanya kemauan politik dari pemerintah daerah Bupati dan DPRD untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat, terutama untuk pelayanan yang bersifat sederhana, seketika, mudah, dan murah serta berdaya lingkup setempat. c. Adanya ketulusan hati dari dinaslembaga teknis daerah untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh kecamatan. d. Adanya dukungan anggaran, infrastruktur dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan. lebih lanjut oleh Handoko 2003:224 bahwa ada beberapa alas an mengapa perlu dilakukan pendelegasian wewenang, yaitu : 1. Pendelegasian memungkinkan manejer dapat mencapai lebih dari bila mereka menangani setiap tugas sendiri. 2. Pendelegasian wewenang dari atasan ke bawahan merupakan proses yang diperlukan agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien. 29 3. Delegasi juga memungkinkan manejer memusatkan tenaganya pada tugas- tugas prioritas yang lebih penting. 4. Delegasi memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkaan dapat digunakan sebagai alat untuk belajar dari kesalahan.

3.1.2 Pendekatan Pola Pendelegasian

A. Pendekatan Pendelegasian Penetapan suatu pendelegasian wewenang pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2 dua pendekatan yaitu : a. Pendekatan yuridistop down Pendekatan yuridis adalah pendekatan yang melimpahkan kewenangan beserta rincian kewenangan ditentukan secara limitatif melalui peraturan perundang-undangan tertentu. Dalam hal ini, contoh produk hukum yangmengatur mengenai pelimpahan kewenangan menggunakan pendekatan yuridis adalah sebagai berikut :  Pasal 66 ayat 4 UU Nomor 22 Tahun 1999 yang berbunyi: “Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari BupatiWalikota”.  Lampiran Kepmendagri 1582004 yang mengatur bahwa kewenangan pemerintahan yang dapat dilimpahkan oleh BupatiWalikota kepada Camat meliputi 5 Bidang dengan 43 rincian kewenangan, yakni: o Pemerintahan 17 rincian o Ekonomi dan Pembangunan 8 rincian o Pendidikan dan Kesehatan 8 rincian o Sosial dan Kesejahteraan Rakyat 6 rincian o Pertanahan 4 rincian 30  Keputusan Bupati Walikota suatu daerah otonom tentang “Pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan kepada Camat”. b. Pendekatan sosiologisbottom up Pendekatan sosiologis adalah pendekatan Pola Pendelegasian pendekatan yang melimpahkan kewenangan beserta rincian kewenangan ditentukan dari aspirasi masyarakat atas dasar kemempuan riil dan kebutuhan obyektif mereka. Jika model ini diterapkan, maka yang ada sesungguhnya bukanlah “pelimpahan atau penyerahan wewenanag”, melainkan “pengakuan kewenangan”. Kondisi ini serupa dengan model otonomi yang dianut UU Nomor 22 Tahun 1999, dimana pemerintah Pusat melakukan pengakuan terhadap kewenangan KabupatenKota Kepmendagri No. 130-67 Tahun 2002. Memang Kecamatan hanyalah merupakan perangkat daerah dan bukan unit kewilayahan yang otonom. Namun demi alasan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, pendekatan sosiologis bottom-up ini penting untuk dipertimbangkan. Jika pendekatan sosiologis dipakai, ada kemungkinan bahwa besaran kewenangan yang dihasilkan akan sangat berbeda dibanding melalui pendekatan yuridis. Boleh jadi, besaran kewenangan menjadi sangat kecil, jika memang potensi kecamatan dan masyarakatnya belum tergali secara optimal. Sebaliknya, kewenangan tadi bisa saja lebih besar, tergantung pada kondisi obyektifnya. Intinya adalah, kewenangan kecamatan akan berjalan secara efektif apabila sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki kecamatan tersebut. Adanya perbedaan orientasi dalam menentukan besaran kewenangan kecamatan tadi menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam memetakan potensi dan kebutuhan kecamatan. Inilah akibat logis yang timbul ketika pendekatan yuridis menjadi pilihan tunggal dalam proses pelimpahan kewenangan. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mendekatkan kesenjangan penafsiran yang muncul, maka dua penjelasan berikut kiranya dapat dipertimbangkan: 1. Ketentuan dalam Kepmendagri No. 1582004 harus ditafsitrkan sebagai aturan yang bersifat minimalis. Artinya, peraturan ini hanya mengatur kewenangan-kewenangan yang dipandang penting dan strategis untuk 31 dilimpahkan kepada Kecamatan, sementara BupatiWalikota dapat mengadopsi dan memodifikasi menambah, mengurangi, atau mengubah sesuai keadaan dan kebutuhan daerahnya. 2. Pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan harus dievaluasi secara periodik, sehingga dapat diketahui secara pasti kemampuan aparat kecamatan dalam mengimplementasikan kewenangan tersebut. Selanjutnya, atas dasar evaluasi ini, dapat ditentukan langkah-langkah assessment yang diperlukan, baik berupa pengurangan pencabutan atau penambahan kewenangan, penyesuaian pemberian sumber daya, dan sebagainya. B. Pola pendelegasian Pada prinsipnya terdapat dua kelompok, yaitu pola homogen dan pola heterogen. Dalam pola homogen, kecamatan diasumsikan memiliki potensi dan karakteristik yang relatif sama, sehingga diberikan kewenangan delegatif yang sama pula. Sedangkan dalam pola heterogen, setiap kecamatan hanya menerima kewenangan yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi obyektif kecamatan yang bersangkutan. Dalam prakteknya, opsi pertama-lah yang banyak diterapkan. Namun, tentu saja pola ini mengandung kelemahan yang cukup mendasar. Pola ini mengabaikan kondisi dan karakteristik yang berbeda-beda untuk tiap wilayah kecamatan. Padahal, setipis apapun perbedaannya, setiap kecamatan pasti memiliki ciri khas yang membedakannya dengan kecamatan lainnya. Katakanlah dalam kewenangan bidang pertambangan, tidak semua kecamatan memiliki potensi tambang. Kecamatan yang tidak memiliki potensi tambang namun tetap diberi delegasi wewenang untuk mengurus mengatur bidang ini, adalah sebuah kesia-siaan, kalau tidak dikatakan kesalahan administrasi. Dampaknya jelas bahwa kewenangan tadi tidak mungkin dapat dioperasionalkan. Dan jika pendelegasian kewenangan ini dijadikan sebagai alat ukur menilai kinerja kecamatan, maka dapat dipastikan bahwa tingkat kinerja kecamatan dalam bidang itu sangat rendah bahkan nol. Untuk menghindari hal tersebut, pendelegasian kewenangan dengan pola heterogen lebih dianjurkan. Meskipun demikian, pola homogen dapat saja diterapkan, namun harus disertai dengan klausul bahwa kecamatan berhak untuk 32 menyatakan suatu kewenangan tertentu “tidak dapat dilaksanakan” atas dasar pertimbanganpertimbangan yang rasional.

3.1.3 Kriteria Pendelegasian

Persoalan yang menyangkut besaran kewenangan kecamatan sebagaimana dikemukakan diatas, juga bersumber dari tidak jelasnya kriteria yang dipakai dalam melimpahkan kewenangan. Kewenangan kecamatan baik yang tercantum dalam Kepmendagri No. 1582004 maupun dalam Keputusan BupatiWalikota, terkesan “turun begitu saja dari langit”, tanpa didahului oleh forum konsultasi dari bawah. Padahal, tanpa adanya kriteria yang jelas, maka dapat dipastikan bahwa implementasi kewenangan tadi tidak dapat berjalan dengan baik. Untuk menghindari terjadinya kegagalan kebijakan mengenai pelimpahan kewenangan tadi, maka beberapa kriteria dibawah ini perlu dipertimbangkan secara seksama: a. Dilihat dari lokus dan kepentingannya, kewenangan tersebut lebih banyak dioperasionalisasikan di Kecamatan sehingga berhubungan erat dengan kepentingan strategis Kecamatan yang bersangkutan. Contoh: penanganan penyakit masyarakat seperti perjudian, PSK, dan lain-lain b. Dilihat dari fungsi administratifnya, kewenangan tersebut lebih bersifat rowing pelaksanaan dari pada steering pengaturan, sehingga kurang tepat jika terdapat campur tangan dari pemerintah KabupatenKota. Contoh: pemberian ijin IMB untuk luas tertentu, administrasi kependudukan, dan lain-lain. c. Dilihat dari kebutuhan dasar masyarakat, kewenangan tadi benar-benar dibutuhkan secara mendesak oleh masyarakat setempat. Contoh: pelayanan sampah dan kebersihan, sanitasi dan kebutuhan air bersih, pendidikan dasar khususnya yang berkaitan dengan pemberantasan 3 B Buta huruf, Buta aksara, dan Buta pendidikan dasar, dan lain-lain. d. Dilihat dari efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, suatu kewenangan hamper tidak mungkin dilaksanakan oleh KabupatenKota karena alasan 33 keterbatasan sumber daya. Contoh: perbaikan dan pemeliharaan jalan-jalan dan jembatan perintis, pelayanan penyuluhan pertanian KB, dan lain-lain. e. Dilihat dari penggunaan teknologi, suatu kewenangan tidak membutuhkan pemakaian teknologi tinggi atau menengah. Contoh: pembinaan usaha kecil dan rumah tangga small and micro business, dan lain-lain. f. Dilihat dari kapasitas, kecamatan memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan kewenangan tersebut, baik dari aspek SDM, keuangan, maupun sarana dan prasarana.

3.1.4 Implementasi Pendelegasian Kewenangan Terhadap Pelaksanaan PATEN

Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat merupakan fungsi yang harus diemban pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, sebagai tolak ukur terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik good governance. Banyak hal yang menyebabkan belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan tersebut, misalnya terbatasnya sarana pelayanan, perilaku petugas yang belum bersifat melayani, serta prosedur yang kurang jelas. Oleh karenanya, daerah diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik di masyarakat melalui program PATEN Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan. Diharapkan program paten dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di era new public management yang selanjutnya berkembang menjadi new public service. Dengan kata lain, posisi pemerintah sebagai penyelenggaraan pelayanan publik berubah dari “dilayani” menjadi “melayani”. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi pada hakekatnya harus diikuti dengan perubahan konsep penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih meyakinkan akan terciptanya akses dan mutu pelayanan. Peningkatan pelayanan publik di daerah dapat dilakukan dengan inovasi manajemen pada unit layanan di SKPD atau pada tingkat yang secara langsung berhadapan dengan masyarakat yaitu kecamatan. Optimalisasi peran kecamatan merupakan keniscayaan yang dapat menjadi akselerator dalam peningkatan pelayanan publik di daerah. Posisi kecamatan 34 menjadi sangat penting mengingat banyak pihak berharap agar kecamatan mampu berperan sebagai pusat pelayanan bagi masyarakat. Fungsi kecamatan sebagai pusat pelayan masyarakat ini menjadi relevan bila dilihat dari segi kedekatan jarak, kecepatan waktu dan kualitas pelayanan yang diberikan. Bila fungsi ini dapat dijalankan dengan baik maka secara bertahap akan berdampak strategis dalam menekan inisiatif pemekaran daerah kabupaten. Secara filosofis, kecamtan yang dipimpin oleh camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan. Untuk itu, camat melaksanakan kewenangan pemerintahan dari dua sumber yakni : 1 Bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan kewenangan atributif; dan 2 Kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupatiwalikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah kewenangan delegatif. Di kecamatan Basa Ampek Balai Tapan pemerintahnya sudah berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya melalui pelayanan administrasi terpadu kecamatan. Namun, upaya ini tak berjalan optimal, karena sebagian besar urusan pelayanan publik, terutama pelayanan administrasi yang ditangani kecamatan seperti surat keterangan atau rekomendasi masih harus dilanjutkan ke pemerintah kabupaten untuk penyelesaiannya. Aikbatnya warga masyarakat harus mengeluarkan biaya dan waktu tambahan untuk mengeluarkan biaya dan waktu tambahan untuk menyelesaikan pelayanan administrasi terpadu. Hal ini lah yang menjadi permasalahan di kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, dimana masyarakatnya harus mengeluarkan biaya lebih yang cukup besar hanya untuk meminta surat keterangan atau rekomendasi yang penyelesaiannya di tingakt kabupaten. Selain itu jarak tempuh yang menimbulkan waktu perjalanan yang cukup lama, terlebih lagi jika penyelesaiannya harus menunggu beberapa hari lagi. Hal ini jelas mengakibatkan dilema bagi kecamatan, di satu sisi ingin memberikan pelayanan yang mudah, murah dan cepat, namun di sisi lain terhambat oleh sedikitnya kewenangan untuk menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. 35 Salah satu upaya agar pelayanan administrsi dapat diselesaikan di kecamatan, pelimpahan wewenang dari bupatiwalikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan, salah satunya adalah pelayanan administrasi. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutamaa dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 226 ayat 1 yang berbunyi “ Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 1, camat mendapatkan pelimpahan sebagian kewenangan bupatiwali kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupatenkota.” Hal ini diperjelas oleh PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, yang menyatakan bahwa “Selain melaksanakan tugas umum pemerintahan, camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupatiwalikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan , pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan.” Pelimpahan sendiri dapat berjalan efektif bila sejumlah persyaratan terpenuhi, yaitu : a. Adanya keinginan politik dari bupatiwalikota untuk melimpahkan wewenang ke camat. b. Adanya kemauan politik dari pemerintahan daerah bupatiwalikota dan DPRD untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat, terutama pelayanan yang bersifat sederhana, seketika, mudah, dan murah serta berdaya lingkup setempat. c. Adanya ketulusan hati dari dinaslembaga teknis daerah untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh kecamatan. d. Adanya dukungan anggaran, infrastruktur dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan. 36 Meski pelimpahan berarti ada sejumlah kewenangan berkurang dari pemerintahan daerah, namun sebenarnya itu tak berarti dibanding manfaat yang diperoleh. Pelimpahan juga bukan berarti memindahkan kekuasaan kepada camat, namun justru membagi beban dari bupatiwalikota dan dinaslembaga teknis daerah di kabupatenkota kepada camat, sehingga bupatiwalikota dan dinaslembaga teknis daerah dapat berkonsentrasi kepada hal-hal yang strategis. Manfaat utamanya adalah mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga pelayanan menjadi lebih berkualitas, dan mempersempit rentang kendali dari bupatiwalikota kepada kepala desalurah. Manfaat lain adalah mempercepat pengambilan keputusan terkait dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga program-progran pemberdayaan masyarakat pun dapat diimplementasikan. Terakhir adalah bermanfaat untuk memunculkan kader kepemimpinan pemerintahan yang lebih handal, karena lebih teruji dengan tanggung jawab yang lebih besar. 3.2 Perencanaan Anggaran 3.2.1 Perencanaan Anggaran Kecamatan