48
betterment jalan dan pemeliharaan maintenance, pendekatan lebih kearah kondisi jalan dalam parameter kekasaran permukaan jalan roughness.
2.4. Pendapatan dan Distribusi Pendapatan
Beratus juta orang miskin dengan penghasilan rendah bahkan sangat rendah terdapat di dunia dan menjadi permasalahan yang serius. Menurut World bank
2006, orang miskin didefenisikan sebagai orang yang mempunyai biaya hidup kurang dari 2 dollar perhari. Mereka tinggal di negara-negara termiskin, dan
negara-negara berpenghasilan menengah yang menunjukkan adanya ketimpangan pendapatan yang besar. Tantangan-tantangan kemiskinan global berkaitan erat
dengan ketidak sama-rataan bidang ekonomi dan sosial, serta perbedaan dalam pembagian jatah kekayaan alam. Bank dunia menerapkan strategi jangka panjang
dengan dua pilar anti kemiskinan yang saling berkaitan yaitu memperbaiki iklim penanaman modal, dan memberi kekuasaan kepada orang-orang miskin.
Pertanian masih tetap menjadi mesin pertumbuhan utama pada kebanyakan negara-negara yang berpenghasilan rendah di dunia. Untuk mendukung produksi
pertanian, bank dunia memberikan prioritas pembangunan pada sektor prasarana infrastruktur
. Pada tahun fiskal 2006, terdapat 125 proyek baru yang disetujui dengan komponen prasarana berjumlah 8 milyar dolar. Kenaikan kira-kira 10
persen dibandingkan pembukuan tahun sebelumnya. Kebanyakan dari proyek yang sudah disetujui berada pada sektor pengangkutan, termasuk sektor jalan 40
persen, dan sektor energi serta pertambangan 38 persen, diikuti dengan air, sanitasi, serta sektor perlindungan banjir 21 persen.
Pasar untuk faktor
Rumahtangga
Pasar uang
Perusahaan
Pemerintah
Pembayaran Pajak
Defisit pemerintah
Investasi swasta
Transfer pemerintah
Pendapatan
Tabungan rumahtangga
Pajak
Pembayaran
49
Sumber: Mankiw 2000 Gambar 6. Arus Uang dalam Perekonomian
Konsep pendapatan dapat dibagi atas pendapatan individu, pendapatan perusahaan dan pendapatan pemerintah. Mankiw 2000, menggambarkan arus
perputaran kegiatan ekonomi circular flow of economics activity yang menunjukkan interaksi ketiga pendapatan tersebut Gambar 6.
Rumahtangga memperoleh pendapatan dari perusahaan atas penawaran faktor-faktor produksinya, dan dari pemerintah yang disebut dengan transfer
pemerintah. Rumahtangga mengeluarakan pendapatannya untuk belanja barang dan jasa, ditabung, serta untuk membayar pajak kepada pemerintah. Perusahaan
memperoleh pendapatan yang bersumber dari belanja barang dan jasa rumahtangga, pemerintah, dan selanjutnya mengeluarkan pendapatan untuk
membayar penggunaan faktor-faktor produksi, membayar pajak dan investasi. Pemerintah memperoleh pendapatan yang bersumber dari pembayaran pajak
rumahtangga dan perusahaan, serta mengeluarkan pendapatan untuk pembelian barang dan jasa, dan transfer ke rumahtangga. Pendapatan pemerintah sebaiknya
lebih besar dari pengeluaran surplus untuk menjamin stabilitas ekonomi, namun bila pengeluaran pemerintah lebih besar dari pendapatan defisit, maka
pemerintah akan meminjam dari pasar uang untuk menutupi defisit tersebut. Distribusi pendapatan dapat dikelompokkan menjadi distribusi pendapatan
fungsional distribusi balas jasa , dan distribusi pendapatan antar rumahtangga.
Distribusi pendapatan fungsional mengacu pada teori keseimbangan neo-klasik
50
yang diturunkan dari konsep pasar persaingan sempurna, dimana dijelaskan pembagian pendapatan yang diterima masing-masing faktor produksi, misalnya
yang diterima oleh pekerja dan pemilik modal. Distribusi pendapatan berdasarkan pendekatan fungsional dapat
diturunkan dengan menggunakan faktor produksi yaitu: ......................................................................................... 2.17
dimana: = output fisik, = kapital modal dan adalah labor tenaga kerja. Berdasarkan persamaan diatas dapat diturunkan marginal faktor
dan produk marginal faktor produksi kapital
. Dengan mengetahui besaran dan
, selanjutnya dapat diketahui pembagian pendapatan atau output fisik masing-masing faktor produksi menurut kondisi pasar.
Distribusi pendapatan rumahtangga dibagi menjadi distribusi pendapatan absolut mutlak dan distribusi pendapatan relatif. Distribusi pendapatan absolut
berkaitan dengan proporsi jumlah rumahtangga yang pendapatannya mencapai tingkat tertentu atau lebih kecil, dan selalu dikaitkan dengan jumlah penduduk
yang berada dibawah garis kemiskinan. Pemahaman mengenai distribusi pendapatan menjadi parameter yang
penting dalam analisis keberhasilan pembangunan ekonomi. Faktor pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pendapatan perkapita tidak cukup, Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan meningkatnya pendapatan perkapita tidak ada artinya bila distribusi pendapatan sangat timpang. Penduduk kaya yang jumlahnya sedikit
akan menikmati kenaikan pendapatan yang jauh lebih besar, sementara penduduk miskin yang mayoritas hanya mengalami sedikit peningkatan pendapatan. Tidak
mengherankan apabila distribusi pendapatan yang timpang menimbulkan kondisi dimana si kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah miskin.
51
2.5. Studi Empir ik Inter -r egional Social Accounting Matr ix
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Model Input-Output dan SAM memiliki kaitan yang sangat erat. Model Input-Output merupakan komponen
utama dalam penyusunan Social Accounting Matrrix SAM. Pada tahun 1990, Badan Pusat Statistik BPS bekerja sama dengan Japan Bank for International
Agency JICA menyusun tabel Inter-regional Input-Output IRIO Indonesia berdasarkan lima pulau yaitu pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Pulau lainnya. Berdasarkan tabel IRIO selanjutnya dikembangkan Inter-regional Social Accounting Matrix
IRSAM. Di Indonesia, IRSAM pertama sekali dibangun oleh Hidayat 1991
berdasarkan data tahun 1985. Indonesia dibagi menjadi 2 wilayah yaitu Jawa dan luar Jawa. SAM Nasional digunakan untuk mengestimasi neraca Jawa, sementara
neraca account luar Jawa dihitung sebagai perbedaan antara neraca nasional dan neraca Jawa. Lebih jauh Hidayat 1991 mengestimasi transfer inter-regional
sebagai perbedaan antara pendapatan total dengan pengeluaran total. Namun demikan hanya transfer didalam blok yang sama saja yang digunakan.
Wuryanto 1996, memperbaiki struktur IRSAM dengan membagi Indonesia menjadi 2 wilayah yaitu Jawa dan luar Jawa. Spesifikasi regional dibuat lebih
rinci untuk faktor dan account rumahtangga. Jawa dibagi 3 region yaitu Jawa bagian Barat, sentral dan Timur, sedangkan luar Jawa menjadi 4 sub-region yaitu
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan wilayah Indonesia timur lainnya. Wuryanto 1996 menunjukkan desentralisasi fiskal dapat meningkatkan pendapatan
rumahtangga regional pada hampir semua provinsi, terutama di Jawa. Peningkatan pendapatan rumahtangga luar Jawa pada awalnya rendah dan cenderung
menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dibandingkan skenario aktual.
52
Perbaikan dilakukan oleh Achyar et al. 2003, yang membangun IRSAM Indonesia tahun 1995 dengan membagi Indonesia menjadi 5 wilayah utama yaitu
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau di timur lainnya. Hadi 2001, dan Achyar et al. 2003, membangun model IRSAM
menggunakan data IRIO dengan fokus penelitian disparitas ekonomi antar wilayah Indonesia belahan Barat dan Timur yang disebut dengan Sistem Neraca
Sosial Ekonomi Antar Regional Kawasan Barat Indonesia KBI – Kawasan Timur Indonesia KTI Tahun 1993 SNSE-AR KBI-KTI 1993. Pulau Sumatera
dan Jawa-Bali dikelompokkan sebagai wilayah Barat, sementara pulau Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya dikelompokkan dalam wilayah Timur.
Model IRSAM KBI-KTI yang dibangun digunakan untuk meneliti ketimpangan pembangunan wilayah antara KBI dan KTI, keterkaitan sektor ekonomi intra dan
inter-regional, serta dampak perubahan kebijakan terhadap disparitas KBI-KTI. Dari penelitian Hadi diperoleh fakta bahwa sektor-sektor ekonomi pada KTI
memiliki ketergantungan yang lebih besar terhadap sektor-sektor ekonomi di KBI daripada sebaliknya. KTI membutuhkan input dari sektor ekonomi KBI rata-rata
29 persen dari input total yang dibutuhkan, yang terdiri dari sektor primer 32 .
1 persen, sektor industri 28.6 persen dan sektor jasa 26.4 persen. Sebaliknya sektor
ekonomi KBI memerlukan input dari KTI rata-rata 4.8 persen dengan perincian sektor primer 6.4 persen, sektor industri 5.3 persen, dan sektor jasa 2.8 persen.
Keterkaitan langsung sektor ekonomi menunjukkan 39.1 persen total output sektor KBI dijual ke KTI, namun tidak ada produk industri KTI yang dijual ke KBI.
Rachman dan Utama 2003, menggunakan IRSAM untuk menganalisis dampak desentralisasi fiskal. Berbeda dengan studi sebelumnya, Indonesia dibagi
menjadi dua wilayah makro yaitu Jawa dan luar Jawa. Wilayah Jawa selanjutnya
53
dikelompokkan dalam tiga wilayah mikro yaitu Jawa Barat termasuk Jakarta dan Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara wilayah luar Jawa terdiri dari
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya. Data IRSAM 1990 matrik 102x102 yang dibangun Wuryanto 1996, diperbaharui menjadi IRSAM 1999
matrik 30 x 30 yang selanjutnya digunakan untuk meneliti dampak anggaran pemerintah daerah pada tahun fiskal 2002 dalam menyeimbangkan pendapatan,
mengurangi disparitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Penelitian Rahman dan Utama 2003, menunjukkan bahwa perekonomian
Indonesia sangat bergantung pada pulau Jawa. Ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa tenaga kerja dan modal yang digunakan di luar pulau Jawa kebanyakan
didatangkan dari Jawa. Hal ini merupakan dasar utama terjadinya disparitas ekonomi antara Jawa dan luar Jawa. Sektor yang dominan dalam alokasi
penganggaran di Jawa adalah sektor manufaktur, jasa dan pertanian, dan ini juga merupakan porsi tertinggi dari output multiplier dari luar Jawa.
Nurdianto et al. 2009 menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap perekonomian nasional dengan menggunakan Inter-regional Social
Acccounting Matrix IRSAM . Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa strategi
transfer fiskal akan mereduksi gap pertumbuhan perekonomian regional, namun dapat menyebabkan dampak negatif terhadap perekonomian nasional secara
keseluruhan. Desentralisasi fiskal yang lebih banyak akan memberi keuntungan pada wilayah Sulawesi dan Indonesia Timur. Dampak terhadap tenaga kerja
bervariasi bergantung pada wilayah dan tipe tenaga kerja. Alim 2006, sebagaimana disinggung dalam perumusan masalah,
menggunakan model IRSAM Jawa - Sumatera tahun 2002 SAMIJASUM 2002 untuk menganalisis keterkaitan dan kesenjangan ekonomi intra dan inter-regional
54
Jawa dan Sumatera. Dengan menggunakan tabel IRIO Sumatera-Jawa tahun 2000, SAMIJASUM tahun 2002 disusun dengan matriks berukuran 59 x 59. Studi yang
dilakukan mencakup analisis struktur ekonomi intra-regional dan inter-regional, struktur pengeluaran dan pendapatan rumahtangga, distribusi pendapatan.
Keterkaitan linkages antar sektor intra-regional pada penelitian Alim menunjukkan bahwa sektor jasa di Jawa maupun Sumatera memiliki backward
dan forward linkages yang tinggi, sementara sektor perdagangan, restoran dan hotel, dan sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di kedua wilayah
kurang terkait dengan sektor dibelakangnya. Keterkaitan antar sektor inter- regional inter-linkages menunjukkan secara agregat tingkat ketergantungan
perekonomian Sumatera atas input dari Jawa relatif tinggi dibandingkan sebaliknya terutama pada sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Studi
Rum alim menyimpulkan bahwa distribusi kenaikan pendapatan antar golongan rumahtangga di Sumatera relatif lebih baik lebih merata daripada di Jawa-Bali,
walaupun distribusi pendapatan kedua pulau cenderung divergen. Kecuali golongan rumahtangga golongan atas desa dan rumahtangga buruh tani yang
cenderung konvergen. Melalui simulasi diketahui bahwa perekonoman di Jawa sangat sensitif terhadap kemajuan ekonomi Sumatera, sedang perekonomian
Sumatera kurang sensitif terhadap ekonomi Jawa-Bali. Hal ini dibuktikan dengan besarnya efek multiplier yang diterima Jawa dari kemajuan ekonomi Sumatera,
sementara efek multiplier yang diterima Sumatera dari Jawa relatif kecil, yang artinya efek sebar spread effect yang diterima Sumatera dari kemajuan ekonomi
Jawa lebih kecil daripada efek serap balik backwash effect. Berdasarkan SAM Indonesia, Thorbecke and Jung 1996, menganalisis
konsekwensi pertumbuhan sektoral terhadap kemiskinan dalam prespektif dampak
55
multiplier SAM. Studi kasus di Indonesia tersebut menunjukkan pertumbuhan sektor pertanian dan sektor jasa yang terkait pertanian cenderung lebih baik dalam
penanggulangan kemiskinan daripada pertumbuhan sektor industri atau bahkan sektor jasa, bahkan setelah mengakomodasi variasi dampak multiplier.
2.6. Studi Empir ik Dampak Infr astr uktur ter hadap Per ekonomian Dampak pembangunan infrastruktur terhadap fungsi produksi production
function dengan berbagai metode analisis sudah banyak dilakukan para ekonom.
Aschauer 1989, mengestimasi hubungan antara kapital infrastruktur publik dengan kapasitas produksi melalui investasi sektor swasta dengan menggunakan
fungsi produksi Cobb-Douglas yang menggunakan time series data tahun 1945 - 1985. Hasilnya menunjukkan bahwa infrastuktur memiliki dampak positif pada
sektor private dengan koefisien infrastruktur sebesar 0.39 persen. Munnell 1990, meneliti dampak public capital pada produktifitas pekerja
dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas berbasis data time series. Hasilnya menunjukkan pertambahan 1 persen public capital akan meningkatkan
output 0.34 persen. Lebih jauh Munnel menganalisis hubungan antara public
capital dengan aktifitas ekonomi pada level negara bagian state menggunakan
fungsi produksi Cobb-Douglas dengan panel data dari tahun 1970 – 1986. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa public capital memiliki dampak positif
yang signifikan pada output dengan koefisien 0.15. McGuire 1992 memakai fungsi Cobb-Douglas pada tingkat state dengan memilih public capital yang
terdiri dari prasarana jalan, air dan lain sebagainya. Hasilnya menunjukkan bahwa prasarana jalan memiliki dampak positif yang kuat terhadap output.
Stephan 1997, mengestimasi dampak infrastruktur jalan terhadap produksi sektor manufaktur menggunakan metode ekonometrika seperti autocorrelation,
56
heteroskedasticity dan cross-sectional correlation. Dari penelitian Stephan yang
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass dengan panel data, diperoleh hasil bahwa infrastruktur jalan memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap
output sektor manufaktur dengan koefisien infrastruktur jalan sebesar 0.325. Boarnet 1998, melakukan test terhadap eksistensi output negatif spillover
dari street-and-highway capital, dengan menggunakan fungsi produksi pada negara bagian California pada tahun 1969-1988. Hasilnya menunjukkan street-
and-highway capital mempengaruhi output di California, namun infrastruktur ini
menyebabkan negative output spillovers sepanjang daerah urban, berarti investasi infrastruktur produktif untuk negara bagian counties, namun mereduksi output
pada tingkat state yang disebabkan oleh negative output spill-overs.
Tabel 3. Rangkuman Hasil Studi Terhadap Fungsi Produksi
Peneliti Data
Hasil
Aschauer 1989 Time series data, 1945-1985 Koefisien infrastruktur 0.39
Munnell 1990a Time series data, 1948-1987 Koefisien public capital 0.34
Munnell 1990b Panel data, 1970-1986
Koefisien public capital 0.15 Stephan 1997
Panel data, 1970-1993 Koefisien infrastruktur jalan 0.32
Boarnet 1998 Panel data, 1969-1988
Infrastruktur produktif untuk counties, namun negatif pada tingkat state
Para ahli juga meneliti dampak infrastruktur terkait fungsi biaya cost function
. Berndt and Hanson 1991 meneliti pengaruh infrastruktur pada output private
sektor bisnis swasta dan manufaktur dan tingkat produktivitas menggunakan fungsi biaya berbasis data time series di Swedia. Hasilnya
menunjukkan reduksi infrastructure capital menyebabkan tingkat kecepatan pertumbuhan produktivitas yang lebih rendah dan peningkatan investasi
infrastruktur publik akan mereduksi biaya private private cost. Nadiri and Mamuneas 1996, menganalisis kontribusi output demand, harga
input, perubahan teknologi dan pertumbuhan Total Factor Productivity TFP,
57
dan mengukur kontribusi jalan terhadap pertumbuhan produksi sektor private menggunakan fungsi biaya. Hasilnya menunjukkan prasaran jalan mempengaruhi
reduksi biaya produksi dan berdampak positif pada kapital, buruh dan material. Tortorice 2002, menganalisis peranan infrastruktur pemerintah terhadap
proses produksi dengan menggunakan fungsi biaya, dan menemukan dampak pada variabel cost dari industral private dan TFP total yang bertumbuh. Hasilnya
adalah perubahan dalam government capital stock memiliki peranan signifikan pada proses produksi. Elastisitas biaya pekerja terhadap goverment capital adalah
0.02 dan elastisitas produktivitas terhadap government capital adalah 0.003. Canaleta et al. 1998, memeriksa dampak infrastruktur pada produktivitas
dalam berbagai wilayah di Spanyol dan memberikan estimasi dampak berbagai type infrastruktur pada biaya produktifitas dalam pertanian, industri dan jasa.
Hasilnya menunjukkan bahwa dampak terhadap industri dan jasa lebih tinggi sedikit pada sektor sekunder secondary sector, dan lebih besar daripada
pertanian. Hasil ini memperlihatkan bahwa public capital mereduksi biaya produksi private dan terdapat dampak spillover pada infrastruktur transportasi.
Cohen and Catherine 2002, melakukan re-evaluasi pada public capital hypothesis
untuk sektor manufaktur di Amerika Serikat dengan periode waktu 1986-1992. Hasilnya menunjukkan bahwa investasi infrastruktur publik pada
intra-state adalah produktif. Spatial spillovers berdampak terhadap penghematan
biaya pada “within-state”. Mereka memberi argument bahwa pertumbuhan output dapat menstimulasi investasi modal dan lapangan kerja baru.
Tabel 4. Rangkuman Studi Fungsi Biaya
Peneliti Data
Hasil
Berndt and Hanson 1991 Data Swedia, 1960-1988
Investasi publik mereduksi private cost
58
Nadiri and Mamuneas 1996 35 sektor, 1950-1989
Penghematan biaya produksi dari kapital jalan raya.
Canaleta et al 1998 Spanyol, 1964-1991
Public capital mereduk si
biaya produksi Cohen and Paul 2002
Manufaktur, 1986-1992 Public capital
ternyata produktif
Dampak infrastruktur terhadap industri banyak diteliti para ahli, terutama terkait pengambilan keputusan lokasi. Wasylenko 1980, meneliti keputusan
suatu perusahaan yang pindah dari Milwaukee Central City ke daerah sub-urban dengan menggunakan model logistik dan melakukan testing keputusan tersebut
secara statistik signifikan. Wasylenko menyebutkan terdapat dua tipe dari industri. Type pertama termasuk konstruksi, manufaktur, dan wholesale trade yang fokus
pada permintaan output output demand dimana keuntungan tidak bergantung signifikan terhadap lokasi perusahaan
. Tipe kedua termasuk perdagangan eceran
retail, keuangaan dan jasa dimana keuntungan dipengaruhi oleh lokasi. Perkin et al. 2005 melakukan analisis jangka panjang pengembangan
infrastruktur dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi jangka panjang di negara Afrika Selatan. Berdasarkan F-test yang digunakan sebagai alat analisis
diperoleh hasil bahwa investasi infrastruktur yang tidak mencukupi dapat menyebabkan hilangnya kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi. Pembuat
kebijakan policy maker harus fokus dalam memilih atau mendukung tipe infrastruktur yang tepat pada waktu yang tepat pula. Selain itu kebutuhan investasi
infrastruktur untuk mendukung ekonomi tidak pernah berkurang, pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur sangat penting dalam mendorong pertumbuhan.
Holl 2004, menganalisis dampak infrastruktur jalan terhadap lokasi pendirian perusahaan manufaktur yang baru di Spanyol dan hasil empiris
menunjukkan bahwa infrastruktur jalan sangat penting dalam menentukan lokasi.
59
Motorway mempengaruhi distribusi spasial dari pendirian perusahaan yang baru dan infrastruktur jalan memiliki dampak berbeda sepanjang sektor manufaktur.
Kim and Shin 2002, mengukur keuntungan regional dari investasi jalan menggunakan fungsi biaya pada industri manufaktur di 4 wilayah utama Seoul
ibukota Korea Selatan. Hasilnya menunjukkan prasarana jalan road capital stock berkontribusi signifikan pada industri manufaktur.
Hewings, Okuyama, and Sonis 2001 menggunakan aplikasi teori lokasi untuk melakukan estimasi nilai koefisien perdagangan industri diantara sub-
regional kota metropolitan Chicago dengan model multiregional Input-Output. Chang and Kraybill 2001 meneliti dampak pertambahan investasi publik
terhadap output regional dan kesejahteraan rumahtangga di Ohio dengan menggunakan model Regional Dynamic Computable General Equilibrium
Kim 2006 menganalisis investasi transportasi pada ekonomi Korea dengan model Dynamic Computable General Equilibrium. Hasilnya menunjukkan
kebijakan investasi infrastruktur menguntungkan pertumbuhan ekonomi, namun tidak menguntungkan terhadap inflasi harga price inflation. Elastisitas investasi
infrastruktur kaitannya dengan produk domestik bruto PDB, ekspor, utilitas dan inflasi bergantung pada keterbatasan institusi dalam negeri untuk arus modal luar
negeri dan ketersediaan dana untuk proyek infrastruktur. Dampak investasi transportasi terhadap pertumbuhan dapat ditingkatkan bila regulasi arus modal
asing pada sektor private diperbaiki. Sebaliknya dampak investasi transportasi . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa investasi publik mempengaruhi pertumbuham ekonomi negara bagian Ohio, walaupun besar dampaknya bergantung pada
elastisitas public capital. Melewati tingkat tertentu, investasi infrastruktur tidak lagi menambah kesejahteraan rumahtangga, namun mereduksi kesejahteraan.
60
terhadap inflasi dapat diminimumkan bila pengeluaran investasi transportasi semuanya dibiayai dari pendapatan pajak tax revenue. Berdasarkan hasil
berbagai penelitian diatas, diketahui infrastruktur publik memberi kontribusi positif terhadap reduksi biaya produksi selain faktor lokasi.
III. KERANGKA PENELITIAN
3.1. Pemilihan Alat Analisis
Menyadari posisi penting prasarana transportasi jalan sebagai ”driving force for economic growth
”, maka kebutuhan analisis dampak ekonomi pembangunan jalan secara komprehensif dalam kerangka makro ekonomi sangat diperlukan.
Fokus analisis dalam penelitian ini dilakukan di pulau Jawa-Bali dan Sumatera dengan pertimbangan dan latarbelakang bahwa perekonomian pulau Jawa-Bali
sudah lebih terintegrasi dengan pulau Sumatera yang saat ini dihubungkan oleh moda transportasi udara dan laut
selat sunda yang cukup baik. Intensitas dan frekwensi perpindahan arus manusia, barang dan jasa antara kedua pulau tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan misalnya Jawa - Kalimantan atau pulau lain. Berbagai alat analisis makroekonomi dapat digunakan untuk meneliti
dampak infrastruktur jalan terhadap perekonomian seperti Ekonometrika, Input- Output I-O
, Social Accounting Matrix SAM, Computable General Equilibrium CGE. Berbagai alat analisis memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan alat
analisis terutama didasarkan oleh tujuan penelitian serta data yang tersedia.
3.1.1. Input-Output
Analisis Input-Output I-O sebenarnya telah dikenal sejak jaman Phsyokrat, kemudian dikembangkan secara signifikan pertama sekali oleh Wassily Leontif
pada akhir dekade tahun 1930-an. Analisis Input-Output disebut juga dengan inter-industry analysis
disebabkan tujuan semula kerangka input-output adalah untuk menganalisis saling ketergantungan antar industri dalam perekonomian.
Model Input-Output merupakan alat perencanaan ekonomi yang digunakan untuk menganalisis dampak perekonomian suatu wilayah atau nasional, serta
memotret hubungan dan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian, misalnya