Dampak pembangunan infrastruktur jalan terhadap perekonomian dan distribusi pendapatan intra dan interregional kawasan barat dan timur Indonesia suatu analisis model interregional social accounti

(1)

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN

TERHADAP PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

INTRA DAN INTERREGIONAL KAWASAN BARAT DAN TIMUR

INDONESIA: SUATU ANALISIS MODEL INTERREGIONAL

SOCIAL ACCOUNTING MATRIX

Oleh :

SLAMET MULJONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul “DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN DAN

DISTRIBUSI PENDAPATAN INTRA DAN INTERREGIONAL

KAWASAN BARAT DAN TIMUR INDONESIA: SUATU ANALISIS

MODEL INTERREGIONAL SOCIAL ACCOUNTING MATRIX”

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2010

Slamet Muljono NRP. A161040214


(3)

ABSTRACT

SLAMET MULJONO. Impacts of Road Infrastructure Development on Economy and Income Distribution Intra and Interregional West - East Indonesia: An Interregional Social Accounting Matrix Model Analysis. (BONAR M. SINAGA as Chairman, ARIEF DARYANTO and MAX ANTAMENG as Member of Advisory Committee).

The objective of this study is to analyze the impact of road infrastructure development on economy and income distribution in both Intra and Inter West-East Region of Indonesia. The model used is named Interregional Social Accounting Matrix West and East Region of Indonesia (IRSAM WEI). Within the IRSAM WEI framework, construction sector is disaggregated into construction of road infrastructure (includes bridge) and other constructions while urban and rural household income are disaggregated according to the World Bank into low, middle and high income. In order to meet the purposes of the research, data are analyzed descriptively and quantitatively the IRSAM multiplier. The use of Structural Path Analysis (SPA) is intended to clarify the correlation between roads and bridges infrastructure sector and household sector. The correlation between road infrastructure sector and other production sectors in West Region and East Region is determined by quantitatively analyzing the data using structural path analysis, while the impact of the policy in road infrastructure development on the interregional disparity between West Region and East Region is determined by analyzing the data quantitatively using policy simulation analysis.

The results show that the development of road infrastructure provides more value added impact on West Region than on East Region The spillover effect from East Region to West Region is higher than from West Region to East Region. The road infrastructure development policy increase household income. From the Structural Path Analysis shows that the strongest multiplier effect of the policy comes from production factor of worker and capital before to household. The road infrastructure development policy may reduce inequality household income interregional, especially when it is concentrated in East Region. The disparity West-East interregional both for household income and value added may be reduced. Therefore, in order to reduce the disparity West-East Region development, the development of road infrastructure should be more focused on the East Region.

Key words : road infrastructure, spillover effect, income distribution, interregional social accounting matrix, structural path analysis


(4)

RINGKASAN

SLAMET MULJONO. Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social Accounting Matrix. (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, ARIEF DARYANTO dan MAX ANTAMENG sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kesenjangan dalam pembangunan telah lama menjadi isu penting di Indonesia. Perbedaan perkembangan antardaerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Kendati sudah banyak hasil-hasil pembangunan yang dirasakan, kesenjangan perkembangan wilayah antara KTI dibandingkan dengan KBI masih tinggi. Ketimpangan yang tinggi dapat membawa dampak buruk terhadap kestabilan ekonomi dan politik.

Penanggulangan ketimpangan pembangunan wilayah, antara lain dengan penyebaran pembangunan infrastruktur transportasi termasuk jalan. Untuk itu, diperlukan strategi pembangunan infrastruktur jalan yang tepat dalam kerangka pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi baik intra maupun interregional, maka perlu dilakukan penelitian dengan tujuan sebagai berikut : (1) menganalisis efek pembangunan jalan terhadap pendapatan tenaga kerja, modal dan lahan yang merupakan faktor produksi baik intra maupun interregional KBI dan KTI, (2) menganalisis efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional KBI dan KTI, (3) Menganalisis efek pembangunan jalan terhadap pendapatan sektor-sektor produksi selain sektor pembangunan jalan dan jembatan di KBI dan KTI, (4) menganalisis peranan pembangunan infrastruktur jalan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI, (5) menganalisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI serta ketimpangan nilai tambah interregional KBI dan KTI.

Studi ini menggunakan model Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM) dengan basis data tahun 2005. Model ini dapat memotret seluruh neraca ekonomi baik yang endogen maupun eksogen, baik yang intraregion maupun interregional. Dengan model ini akan dapat dianalisis keterkaitan antarwilayah antara KBI dengan KTI dalam suatu matrix, berdasarkan bukti empiris model IRSAM ini sangat cocok dengan explorasi studi yang bersifat intra dan interregional. Untuk kepentingan penelitian sektor bangunan didisaggregasi menjadi sektor bangunan jalan (termasuk jembatan) dan sektor bangunan lainnya. Institusi rumahtangga, didisaggregasi berdasarkan klasifikasi penggolongan rumahtangga menurut World Bank. Dimana klasifikasi rumahtangga dibedakan menjadi 3, yaitu: golongan rendah, golongan sedang, dan golongan tinggi atau atas baik di kota maupun di desa. Analisis dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif terhadap multiplier (pengganda) IRSAM. Untuk mengetahui keterkaitan antara sektor pembangunan jalan dengan sektor-sektor produksi lainnya di KBI dan KTI dengan Structural Path Analysis (SPA) atau analisis jalur struktural. Dampak kebijakan pembangunan infrastruktur jalan terhadap


(5)

ketimpangan interregional KTI dan KBI dilakukan dengan analisis simulasi kebijakan, sedangkan pengukuran ketimpangan dilakukan dengan analisis Maximum to Minimum Ratio (MMR) dan Coefficient of Variations (CV).

Dari analisis multiplier pembangunan jalan dan jembatan terhadap pendapatan faktor produksi, menunjukkan bahwa multiplier pendapatan tenaga kerja di kota lebih besar daripada di desa baik di KTI maupun KBI. Spillover multiplier pendapatan tenaga kerja dari KTI ke KBI lebih besar daripada dari KBI ke KTI. Sedangkan, multiplier pendapatan pemilik modal dan lahan di KBI lebih besar daripada di KTI. Untuk multiplier nilai tambah yang merupakan penjumlahan tenaga kerja, modal dan lahan di KBI lebih besar daripada di KTI. Fokus pembangunan jalan ke KTI, sepertinya kurang banyak mengatasi ketimpangan value added KBI dan KTI, hal ini karena multiplier efek intraregional KTI relatif kecil serta spillover dari KTI ke KBI relatif cukup besar.

Dari analisis multiplier pembangunan jalan dan jembatan terhadap pendapatan rumahtangga, pendapatan rumahtangga di KBI lebih besar daripada di KTI, pendapatan rumahtangga di kota lebih besar daripada rumahtangga di desa baik di KBI maupun di KTI. Rumahtangga di kota golongan pendapatan tinggi memperoleh pendapatan terbesar baik di KBI maupun di KTI. Total nilai multiplier sektor pembangunan jalan dan jembatan relatif besar dibanding sektor-sektor lain. Namun, karena rumahtangga kota golongan pendapatan tinggi yang memperoleh pendapatan terbesar sulit sekali mengurangi ketimpangan antargolongan pendapatan rumahtangga, dan ketimpangan spasial antarwilayah kota dan desa baik itu di KBI maupun di KTI.

Untuk multiplier efek terhadap pendapatan sektor produksi, multiplier sektor produksi di KBI lebih besar dari pada di KTI; Ketertkaitan kebelakang dgn sektor industri paling tinggi di KBI; Keterkaitan kebelakang KTI dengan sektor-sektor pertambangan, industri, perdagangan hotel dan restoran. Spillover dari KTI ke KBI lebih besar dari pada KBI ke KTI. Dari angka-angka multiplier tersebut menunjukkan sektor pembangunan jalan dan jembatan untuk saat ini belum atau tidak dapat dijadikan sebagai instrumen kebijakan sektoral yang dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan antarsektor dan antarwilayah KBI dan KTI.

Pembangunan inrfastruktur jalan mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Efek multiplier yang dijabarkan dalam SPA dipancarkan paling kuat melalui faktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum sampai ke rumahtangga. Pengaruh intraregional KBI dan KTI, gol rumahtangga kota dan gol rumahtangga desa menggambarkan hasil yang sama, gol rumahtangga pendapatan tinggi memperoleh pengaruh global tertinggi dari efek dana stimulus. Efek global tertinggi didapat golongan rumahtangga kota pendapatan tinggi sedangkan yang terendah didapat golongan rumahtangga desa pendapatan rendah. Dari analisis SPA, efek spillover dari sektor pembangunan jalan dan jembatan dari KBI ke rumahtangga di di KTI lebih kecil daripada dari KTI ke rumahtangga di KBI.

Dari analisis simulasi kebijakan, perubahan kenaikan pendapatan rumahtangga kota, golongan pendapatan tinggi dari nilai dasar (baseline) lebih kecil dari pendapatan rumahtangga golongan pendapatan rendah. Golongan pendapatan rendah lebih cepat merespon dampak stimulus fiskal pada sektor pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Indeks ketimpangan pendapatan antar golongan rumahtangga dari angka base sangat kecil atau tidak berubah Intra KBI = 9.16 Intra KTI = 21.03; Interregional sepertinya mampu mereduksi


(6)

ketimpangan yang terjadi, bila dikonsentrasikan ke KTI. Terlihat pada simulasi 5 ketimpangan Pendapatan rumahtangga dari nilai base berkurang -3.6123. Ketimpangan nilai tambah dari nilai base berkurang -0.08 (MMR). Dari analisis CV selisih terhadap base relatif kecil, KBI= 0.7828 KTI= 0.9461 NKRI untuk simulasi 5 menurun -0.0037.

Dari analisis-analisis tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor pembangunan jalan dan jembatan dapat memberi dampak yang besar terhadap kenaikan nilai tambah di KBI dan di KTI. Untuk setiap tambahan dana stimulus sebesar satu rupiah di sektor pembangunan jalan dapat memberi dampak kenaikan nilai tambah yang lebih tinggi di KBI dibandingkan di KTI.

Perekonomian KBI lebih cepat merespon dampak pembangunan infrastruktur jalan, dibandingkan dengan perekonomian KTI. Hal tersebut semakin diperjelas dengan melihat spillover effect antara dua kawasan, yang mana spillover effect dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di KTI lebih besar ke KBI dibandingkan KBI ke KTI. Dengan kondisi seperti ini, maka pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang selalu terfokus KBI tidak akan menyelesaikan masalah kesenjangan nilai tambah diantara kedua kawasan. Namun demikian, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang lebih terfokus ke KTI sepertinya kurang banyak juga mengatasi ketimpangan nilai tambah antara KBI dan KTI. Ini terjadi karena selain efek multiplier intraregion nilai tambah yang sangat rendah diterima oleh KTI, spillover effect KTI terhadap KBI juga terlihat tinggi.

Multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan lebih banyak menguntungkan golongan rumahtangga yang berpendapatan tinggi, dan rumahtangga yang berada di kota. Sehingga sangat sulit mengharapkan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dapat mengurangi ketimpangan antargolongan pendapatan rumahtangga, dan ketimpangan spasial antarwilayah kota dan desa baik itu di KBI maupun KTI. Efek pembangunan sektor infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pendapatan rumahtangga belum dapat mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi selama ini, baik itu ketimpangan antargolongan pendapatan, spasial maupun regional.

Multiplier sektor pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan terhadap sektor produksi terlihat lebih besar di KBI dibandingkan do KTI. Di KBI, sektor pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan paling tinggi memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor industri namun tidak di KTI.

Kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Efek multiplier dari kebijakan ini sebagaimana yang dijabarkan dalam SPA dipancarkan paling kuat melalui faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum sampai ke rumahtangga. Ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dalam wilayah sendiri, masing-masing di KBI dan KTI tidak dapat dikurangi. Kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional saat ini dapat mereduksi ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah yang terjadi apabila pembangunan infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI, ketimpangan antarwilayah baik itu berdasarkan pendapatan rumahtangga maupun nilai tambah (PDRB) antarwilayah dapat diturunkan.


(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(8)

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN

TERHADAP PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

INTRA DAN INTERREGIONAL KAWASAN BARAT DAN TIMUR

INDONESIA: SUATU ANALISIS MODEL INTERREGIONAL

SOCIAL ACCOUNTING MATRIX

SLAMET MULJONO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:

Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:

Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, M.Sc., Ph.D

Pejabat Fungsional Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum Dr. Muhammad Firdaus, SP., M.Si

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor


(10)

Menyetujui,

Menyetujui, 1.Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec Dr. Max Antameng, MA

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3.Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 21 September 2010 Tanggal Lulus :

Judul Disertasi : Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social Accounting Matrix Nama Mahasiswa : Slamet Muljono

Nomor Pokok : A161040214


(11)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya disertasi yang berjudul Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan Terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social Accounting Matrix dapat diselesaikan dengan baik.

Isu kesenjangan interregional tersebut saat ini masih relevan dan masih menarik, karena pemasalahan kesenjangan ekonomi interregional tersebut belum terpecahkan secara memuaskan, sehingga disertasi ini menjadi penting karena salah satu agenda utama dalam pembangunan KBI dan KTI adalah menyelesaikan masalah ketimpangan struktur ekonomi dan distribusi pendapatan. Berbagai alternatif solusi telah ditawarkan dan beberapa kebijakan serta langkah operasional telah ditempuh namun belum membuahkan hasil.

Penyusunan disertasi ini tidak akan terlaksana baik jika tidak ada arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing, dan bantuan dari pihak-pihak lainnya. Karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB yang juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat konstruktif terhadap segala perbaikan penyusunan disertasi ini serta banyak memberi ilmu ekonomi yang lebih mendalam selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan.

2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku Anggota Komisi Pembimbing yang sudah banyak memberi masukan dalam perbaikan penyusunan disertasi kepada penulis disela-sela kesibukan beliau.

3. Dr. Max Antameng, MA selaku Kepala Sub Direktorat Perencanaan Umum Direktorat Bina Program Ditjen Bina Marga dan Anggota Komisi Pembimbing, selain telah banyak memberi saran dan arahan untuk penyempurnaan disertasi, beliau juga mengajak penulis untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan Sub Direktorat Perencanaan Umum, sehingga penulis sangat dimudahkan dalam mencari dan mendapatkan data-data yang dibutuhkan.


(12)

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga ingin disampaikan penulis kepada :

1. Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh program S3 di IPB.

2. Bapak H. Arwin As, SH selaku Bupati Siak, yang juga telah memberikan ijin kepada penulis untuk tetap mengikuti program S3 di IPB ketika penulis bertugas di Kabupaten Siak.

3. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS, Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS, Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi dan Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS, Dr. Yusman Syaukat, Dr. Dedi Budiman Hakim, Dr. Ir. Poernomosidhi Poerwo, MSc yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis untuk perbaikan disertasi ini.

Selain itu, dengan rasa tulus penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada rekan-rekan seangkatan Program S3 EPN Khusus Angkatan II, I,III dan S3 EPN Program Reguler yang bersama-sama dengan kompak dan secara kekeluargaan kita semua menyelesaikan kuliah dan ujian prelim dengan baik. Atas segala dorongan maupun saling bantu membantu selama mengikuti penyelesaian studi bersama di Sekolah Pascasarjana IPB tidak akan penulis lupakan.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri Hj. Irmawati, ST, dan ketiga anak Rizky Mulya Putra, Keysha Ferrellina Mulya, Tristan Azka Mulya atas kasih dan segala dukungan selama penulis menjalani hari-hari yang mengurangi secara signifikan waktu kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan istri dan anak-anak tercinta, mustahil pendidikan ini dapat terselesaikan dengan baik. Waktu yang bergerak cepat dan menekan akan menjadi tak tertanggungkan tanpa kasih sayang kalian.

Akhirul kata, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang penulis tidak sebutkan lagi satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan selama ini. Semoga amal dari semua yang berperan tersebut mendapatkan balasan dari Allah SWT yang Maha Bijaksana, Maha Pemurah dan Penyayang. Amin.

Bogor, Desember 2010 Penulis,

Slamet Muljono


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1958 di Kota Jember Provinsi Jawa Timur. Merupakan anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan H.Soeripto, SH (almarhum) dan Hj. Siti Mulyati.

Pada tahun 1970 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 6 Manado, kemudian melanjutkan pada SMP Negeri 1 Manado dan lulus pada tahun 1973. Selanjutnya pada tahun 1976 lulus dari SMAK Sancta Maria Surabaya. Penulis meneruskan studi di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang, lulus pada tahun 1984. Setelah itu penulis mengikuti studi Pascasarjana Jalan Raya di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, lulus tahun 1985. Pada tahun 1989 penulis dengan beasiswa AusAID melanjutkan studi Master of Engineering Science jurusan Teknik Sipil/Transport di School of Civil Engineering The University of New South Wales, Sydney, Australia, lulus tahun 1991. Terakhir, tahun 2004 penulis melanjutkan studi program S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan Bidang Konsentrasi Ilmu Ekonomi Regional.

Riwayat pekerjaan penulis sebagai pegawai Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum sejak tahun 1984, telah bertugas dalam berbagai jabatan fungsional antara lain sebagai pemimpin proyek baik pembangunan fisik jalan dan jembatan maupun perencanaan dan pengawasan jalan dan jembatan di Jakarta, Riau dan Sumatera Utara selama lebih dari 15 tahun. Selain itu, juga telah ditugasi menjabat berbagai jabatan struktural baik di lingkungan Ditjen Bina Marga maupun Dinas PU Provinsi Riau dan Dinas PU


(14)

Kabupaten Siak. Sejak tahun 2009 hingga kini sebagai staf khusus Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.

Tahun 1998 penulis menikah dengan Hj. Irmawati, ST dan dikarunia tiga orang anak yaitu Rizky Mulya Putra (lahir tahun 2005), Keysha Ferrellina Mulya (lahir tahun 2007) dan Tristan Azka Mulya (lahir tahun 2009).


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12

II. PROFIL INFRASTRUKTUR JALAN ... 13

2.1. Umum ... 13

2.2. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur Jalan ... 14

2.3. Infrastruktur Jalan di Indonesia ... 15

2.3.1. Jalan Nasional dan Daerah ... 18

2.3.2. Kondisi Jaringan Jalan Nasional ... 21

2.3.3. Perkembangan Jalan Tol ... 26

2.3.3.1. Komparasi Antarnegara ... 26

2.3.3.2. Progres Pembangunan Jalan Tol ... 27

2.4. Daya Saing Jalan di Indonesia ... 29

2.5. Harga Satuan Penanganan Jalan ... 38

2.6. Rangkuman ... 39

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 44

3.1. Pengertian Regional ... 44

3.2. Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi Regional ... 47

3.3. Pembangunan Ekonomi Regional ... 50

3.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 50


(16)

ii

3.4. Teori Kutub Pertumbuhan ... 59

3.5. Pertumbuhan Regional... 61

3.6. Teori Basis Ekspor ... 68

3.7. Peranan Investasi Infrastruktur Publik... 73

3.8. Distribusi Pendapatan ... 77

3.8.1. Distribusi Pendapatan Personal atau Institusi ... 83

3.8.2. Distribusi Pendapatan Fungsional atau Faktorial ... 84

3.9. Ketimpangan Pendapatan... 90

3.10. Konsep dan Aplikasi Model SAM ... 97

3.11. Studi Empirik dengan Model IRSAM ... 113

3.12. Rekomendasi Kebijakan ... 127

IV. KERANGKA PEMIKIRAN ... 128

4.1. Tinjauan Umum ... 128

4.2. Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Ekonomi Makro ... 130

4.3. Peran Investasi Infrastruktur Jalan ... 135

4.4. Justifikasi Pengunaan Model IRSAM ... 138

4.5. Kerangka Sederhana SAM ... 139

4.6. Kerangka Analisis Pengganda SAM ... 148

4.7. Kompilasi Jaringan Interregional ... 155

4.8. Metode Updating dan Balancing SAM ... 162

4.9. Konsep Distribusi Pendapatan ... 166

4.10. Structural Path Analysis ... 167

4.10.1. Pengaruh Langsung ... 170

4.10.2. Pengaruh Total ... 171

4.10.3. Pengaruh Global ... 172

V. METODOLOGI PENELITIAN ... 174

5.1.Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI ... 174

5.1.1. Membangun Interregional Input Output ... 174

5.1.2. Penyusunan IRSAM... 181

5.1.3. Disagregasi Sektor Bangunan dan Klasifikasi Institusi Rumahtangga ... 190


(17)

iii

5.2.Metode Analisis ... 192

5.2.1. Analisis Multiplier Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 193

5.2.2. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 193

5.2.3. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi ... 194

5.2.4. Analisis Jalur Struktural ... 195

5.2.5. Analisis Dampak Kebijakan Pengembangan Jaringan Jalan Nasional ... 196

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN ... 199

6.1.Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 199

6.1.1.Efek Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Intraregional . 200

6.1.2.Efek Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Interegional ... 202

6.1.3.Efek Terhadap Nilai Tambah ... 205

6.1.4.Rangkuman ... 206

6.2.Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 208

6.2.1.Efek Terhadap Pendapatan Rumahtangga Intraregional ... 209

6.2.2.Efek Terhadap Pendapatan Rumahtangga Interregional ... 210

6.2.3.Rangkuman ... 214

6.3.Analisis Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor Produksi ... 215

6.3.1.Efek Terhadap Pendapatan Sektor Produksi Intraregional .... 215

6.3.2.Efek Terhadap Pendapatan Sektor Produksi Intrerregional ... 217

6.3.3. Rangkuman ... 219

VII. JALUR STRUKTURAL SEKTOR INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN KE RUMAHTANGGA ... 220

7.1. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI Terhadap Rumahtangga ... 220

7.2. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KTI Terhadap Rumahtangga ... 228


(18)

iv

7.3. Jalur Struktural Efek Dana Stimulus Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Rumahtangga Berdasarkan Jalur yang

Mempunyai Persentase Global Terbesar ... 232

7.4. Rangkuman ... 234

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA ... 236

8.1. Analisis Simulasi Kebijakan ... 236

8.2. Analisis Distribusi Pendapatan ... 238

8.2.1. Analisis Maximum to Minimum Ratio ... 239

8.2.2. Analisis Coefficient of Variation ... 240

8.3. Rangkuman ... 243

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 247

9.1. Kesimpulan ... 247

9.2. Saran ... 250

9.2.1. Implikasi Kebijakan ... 250

9.2.2. Penelitian Lanjutan ... 251

DAFTAR PUSTAKA ... 254


(19)

v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Pulau di Indonesia

Tahun 2009 ... 21

2. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan Tahun 2004-2009 ... 23

3. Perkiraan Pencapaian Panjang Jalan di Indonesia Tahun 2005 – 2009 ... 24

4. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan Kabupaten dan Perkotaan di Indonesia Tahun 2006 – 2008 ... 24

5. Kualitas Jalan di Indonesia Tahun 2000-2006 ... 25

6. Perbandingan Panjang Jalan Tol di Beberapa Negara Asia dan Asean ... 26

7. Ruas Jalan Tol yang Sudah Beroperasi Sampai dengan Tahun 2008 ... 28

8. Faktor Kunci dan Persentase Dua Belas Pilar Daya Saing ... 30

9. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2008 ... 32

10. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2009 ... 32

11. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2010 ... 33

12. Peringkat Indonesia Berdasarkan Logistic Performance Index Dibandingkan dengan Negara Tetangga Tahun 2010 ... 34

13. Kondisi Infrastruktur Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2010 ... 35

14. Ranking Regional untuk Akses Jasa Infrastruktur di Indonesia Tahun 2007 ... 36

15. Kenaikan Kemacetan Jalan di Indonesia dari Tahun 1998-2005 ... 36

16. Dampak Menyeluruh Penanaman Investasi Publik ... 74


(20)

vi

18. Structure of Social Accounting Matrix ... 98

19. Kerangka Dasar SNSE Indonesia... 100

20. Struktur Sederhana Social Accounting Matrix ... 141

21. Struktur IRSAM ... 142

22. Definisi Neraca Transaksi IRSAM ... 143

23. Tabel I-O ... 181

24. Kerangka Dasar SAM... 182

25. Pengembangan Kerangka Tabel SAM ... 183

26. Data Tabel SAM dari Tabel I-O... 184

27. Tabel SAM Transfer Data dari Tabel I-O... 185

28. Matrik Transfer Antarinstitusi ... 187

29. Tabel SAM Lengkap ... 189

30. Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 200

31. Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Rumahtangga... 209

32. Total Multiplier Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pendapatan Rumahtangga... 213

33. Multiplier Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Pendapatan Sektor-Sektor Ekonomi ... 216

34. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI Terhadap Rumahtangga... 221

35. Analisis Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KTI Terhadap Rumahtangga... 228

36. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Perubahan Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga... 238

37. Dampak Kebijakaan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Ketimpangan Antarrumahtangga dan Nilai Tambah ... 240


(21)

vii

38. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Ketimpangan Antarrumahtangga dan Nilai Tambah (Analisis

Coefficient of Variation) ... 241 39. Dampak Pembangunan Jalan Sepanjang 1 Km Terhadap Pendapatan

Rumahtangga ... 242 40. Dampak Penambahan Panjang Jalan Sesuai Rencana Jaringan Jalan


(22)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan KBI-KTI Tahun 2000 ... 5 2. Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 KBI-KTI

Tahun 2002-2006 ... 6 3. Linkages antara Infrastruktur, Pengurangan Kemiskinan dan

Pertumbuhan ... 7 4. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur ... 14 5. Kontribusi pada PDB Nasional Sub Sektor Transportasi di Indonesia

Tahun 2003 ... 16 6. Pilihan Moda untuk Angkutan Penumpang dan Barang ... 17 7. Perkembangan Jaringan Jalan Menurut Status Jalan di Indonesia

Tahun 2002-2006 ... 18 8. Panjang Jalan Nasional Sesuai Klasifikasi Bedasarkan Spesifikasi

Penyediaan Prasarana Jalan di Indonesia Tahun 2009 ... 19 9. Perbandingan Luas Wilayah, Penduduk, Panjang Jalan dan Jumlah

Kendaraan di Indonesia Tahun 2009 ... 20 10. Pencapaian dan Target Kondisi Jalan Nasional di Indonesia

Tahun 2008 ... 22 11. Pertumbuhan Panjang Jalan Tol di Indonesia Tahun 2009 ... 27 12. Perbandingan Peringkat Negara ASEAN Terhadap Dunia dalam Pilar

Infrastruktur dan Kualitas Jalan Tahun 2008-2009 ... 31 13. Perubahan Sistem Distribusi Berdasarkan Peringkat Logistic

Performance Index Tahun 2010 ... 33 14. Proporsi Jalan dengan Perkerasan Antarnegara Tahun 2007 ... 37 15. Rasio Jalan di Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara

Tetangga Tahun 2008 ... 38 16. Metode Perhitungan Biaya Penanganan Jalan di Indonesia Tahun 2007 .. 41 17. Klasifikasi Investasi Publik ... 76


(23)

ix

18. Arus Uang Melalui Perekonomian ... 78 19. Distribusi Pendapatan dengan Pendekatan Fungsional ... 80 20. Distribusi Pendapatan Fungsional, Distribusi Pendapatan Personal, dan

Golongan Penduduk Pedesaan di Indonesia ... 85 21. Kurva U Terbalik (Hipotesis Kuznets) ... 91 22. The Economy-Wide Circular Flow of Income ... 104 23. Potensi Kesempatan Kerja ... 132 24. Linkage Mikro Pembangunan Jalan dengan Sektor Industri dan Jasa ... 133 25. Interaksi Tata Ruang dan Sistem Transportasi ... 134 26. Transportasi Menggerakkan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 136 27. Kerangka SAM Interregional ... 144 28. Proses Pengganda Antaraneraca Endogen SAM ... 151 29. Jalur Dasar Dalam Analisis Jalur ... 168 30. Sirkuit Dalam Analisis Jalur ... 168 31. An Example of the Possible Linkages Between Two Sectors ... 169 32. Prosedur Penyusunan Koefisien Input Antardaerah... 177 33. Prosedur Penyusunan Matriks Antardaerah ... 178 34. Prosedur Penyusunan Tabel I-O Interregional Tahun 2005 ... 180 35. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI

Terhadap Rumahtangga di Desa ... 223 36. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI

Terhadap Rumahtangga di Kota ... 224 37. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI

Terhadap Rumahtangga Kota Pendapatan Tinggi di KTI ... 228 38. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KTI

Terhadap Rumahtangga di Kota ... 230 39. Diagram Jalur Struktural Sektor Infrastruktur Jalan dan Jembatan KBI


(24)

x 40. Ja lur S tr uk tur al E fe k D a n a S ti m u lu s S ekt o r I nf ra st rukt u r J al a n da n Je m b at an T er h ada p R u m a h tan gga B er da sar ka n J a lur y a n g M e m pu ny a i P er sen tas e G lo ba l T er be sar ... 233

©

Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor)

Bogar Agricultural University

HOR Cipto Dilindungi Undong-Undong

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh I:?arya tulis ini tanpa mencantuml:?an dan menyebutl:?an sumber:

a. Pengutipan hanya untul:? I:?epentingan pendidil:?an, penelitian, penulisan I:?arya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan I:?ritil:? atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidal:l merugil:lan I:lepentingan yang wajar IPB.


(25)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Struktur dan Klasifikasi Sektor Interregional SAM Indonesia

(KBI-KTI) Tahun 2005 ... 264 2. Matrik Koefisien Input Interregional SAM Indonesia (KBI-KTI)

Tahun 2005 ... 267 3. Matrik Multiplier Interregional SAM Indonesia (KBI-KTI)

Tahun 2005 ... 310 4. Hasil Simulasi Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan

Jembatan di KBI dan KTI ... 352


(26)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kendati sudah banyak hasil-hasil pembangunan yang dirasakan, namun perlu disadari bahwa masalah kesenjangan antardaerah belum ditangani secara serius. Sejalan dengan keberhasilan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya, pemerintah pada saat ini memberikan perhatian yang lebih besar pada pembangunan daerah-daerah yang masih tertinggal, khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini merupakan tantangan pembangunan yang harus dihadapi mengingat masalah kesenjangan dapat mengancam disintegrasi bangsa serta menyulitkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan pemerataan.

Perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi-provinsi di pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antardaerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan (Kuncoro, 2002). Di samping itu masih ditemui daerah-daerah yang relatif tertinggal dibandingkan dengan yang lainnya seperti daerah terpencil, minus, kritis, perbatasan dan daerah terbelakang lainnya.

Hill (2007) dalam kajiannya menunjukkan tidak adanya perbedaan besar dalam pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia bagian barat dengan provinsi-provinsi di bagian timur sejak 1970 hingga kini. Terlepas dari kenyataan


(27)

2

bahwa sejak dulu sudah banyak perbedaan antarprovinsi, namun tampak ada pemerataan antarprovinsi sejak 1970-an baik dilihat dari segi laju pertumbuhan maupun kenaikan indikator-indikator sosial di setiap provinsi. Hill mengemukakan KTI masih tertinggal dibandingkan wilayah KBI karena sejak dulu wilayah timur Indonesia memang lebih miskin.

Indonesia bagian timur masih terbelakang dan tertinggal dari provinsi lain, tetapi bisa dikatakan Indonesia bagian timur juga maju dilihat dari laju pertumbuhan sehingga tidak terlalu banyak perbedaan antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Tetapi oleh karena dari dulu Indonesia bagian timur lebih miskin, maka laju pertumbuhannya tidak setinggi wilayah barat sehingga kesenjangannya semakin lama semakin besar.

Isu kesenjangan interregional tersebut saat ini masih relevan dan masih menarik, hal ini dikarenakan pemasalahan tersebut belum terpecahkan secara memuaskan. Berbagai alternatif solusi telah ditawarkan dan beberapa kebijakan serta langkah operasional telah ditempuh namun belum membuahkan hasil.

Kesenjangan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dapat dilihat dari dua aspek besar, yaitu kependudukan dan kegiatan usaha. Jumlah penduduk yang ada di KTI hanya seperempat dari jumlah penduduk KBI, atau dapat dikatakan jumlah penduduk KBI sebesar 80% sedangkan KTI adalah 20%. Penduduk di KBI terkonsentrasi di pulau Jawa, yaitu sebesar 60% dan sisanya sebesar 20% di pulau Sumatera. Sedangkan di KTI hanya terkonsentrasi pada pulau-pulau besar, yaitu Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Dilihat dari kualitas penduduknya, di KBI penduduk yang mempunyai kualitas sudah tersebar merata di pualu Jawa dan Sumatera, yaitu: Jabodetabek,


(28)

3

Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang dan kota-kota besar lainnya. Sedangkan di KTI penduduk yang mempunyai kualitas hanya dapat dijumpai di ibukota provinsi saja, misalnya Makasar, Balikpapan, Banjarmasin, Jayapura, Ternate dan Mataram. KBI mempunyai persentase perdesaan yang seimbang dengan kawasan perkotaan, sedangkan KTI masih banyak sekali (dominan) daerah-daerah perdesaan bahkan sebagian dari perdesaan tersebut masih banyak daerah yang terpencil. Aspek kegiatan usaha memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan ekonomi daerah ataupun kesejahteraan penduduk. Pendapatan daerah bruto (PDB) di daerah KBI sebesar 81% sangat jauh apabila dibandingkan dengan KTI yang hanya 19%. Pulau Jawa menyumbang 61% untuk PDB KBI, sedangkan pulau Sumatera sisanya, yaitu 20%. Di KTI persentase terbesar PDB yaitu Kalimantan (8%), diikuti dengan Sulawesi (5%), Papua (3%), Nusa Tenggara (1.5%) dan Maluku (1.5%). Dengan kondisi alam yang cukup bagus KBI mendominasi pertanian di Indonesia, yaitu sebesar 78% sedangkan KTI hanya 22%. Kantong-kantong pertanian KBI terletak di Jawa 54% dan Sumatera 24%, dengan produk unggulan yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan perikanan. KTI mempunyai produk unggulan kehutanan, perikanan laut, perkebunan, peternakan dan kelapa. Pertambangan di KTI mempunyai variasi yang lebih banyak dibandingkan dengan KBI. Produk unggulan pertambangan KTI meliputi: minyak, gas, batubara, emas, uranium tembaga, nikel, mangan, timah dan batubara, sedangkan KBI hanya mempunyai produk unggulan berupa minyak, gas dan batubara. Hampir seluruh industri di Indonesia terkonsentrasi di KBI (90%), sedangkan kawasan yang paling besar adalah Jabodetabek, sedangkan KTI hanya menyumbang 10% dan hanya berada


(29)

4

di Makassar dan Papua yang sebagian besar adalah industri pertambangan. Usaha jasa yang dominan di KBI adalah jasa keuangan, yang tersedia dari hulu sampai hilirnya, sedangkan di KTI didominasi oleh usaha jasa perdagangan (Ditjen Penataan Ruang, 2002; BPS, 2009)

Isu-isu pengembangan KTI adalah (1) masih rendahnya kemampuan manajemen potensi kelautan di KTI, serta belum terpadu dan sinkronnya pola pengelolaan potensi kelautan yang sangat besar dengan pengelolaan potensi darat yang masih berupa produk awal untuk kebutuhan konsumsi rumahtangga atau lokal (self-containe), (2) rendahnya tingkat aksesibilitas antarkawasan di KTI sehingga masih banyak dijumpai kawasan-kawasan yang terisolasi dari pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti daerah perbatasan, pulau-pulau kecil, pesisir dan daerah pedalaman, (3) dalam kaitan dengan aksesibilitas yang rendah tersebut, secara umum sentra-sentra produksi yang terdapat di KTI belum memiliki aksesibilitas langsung ke pasar internasional, dan (4) masih banyak dan tingginya

kawasan rawan konflik sosial-ekonomi dan pertahanan keamanan di daerah KTI yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sangihe-Talaud, Halmahera, Kei-Aru, Timor Barat dan Papua. Sebagai ilustrasi kondisi Produk Domestik Regioanal Bruto (PDRB) KBI dan KTI dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa perbedaan PDRB antara KTI dengan KBI sangat besar, yaitu PDRB KTI hanya sekitar 21% dibandingkan dengan PDRB KBI. Sedangkan Gambar 2 terlihat bahwa antara KBI dan KTI memiliki laju pertumbuhan yang sama-sama bertambah, namun tidak ada yang menonjol hanya berkisar 2%.


(30)

5

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

2000 2001 2002 2003 2004 2005* 2006*

P

DRB (

J

u

ta

Ru

p

ia

h

)

KBI KTI Sumber: BPS (2007)

Gambar 1. Produk Domestik Regioanal Bruto Atas Dasar Harga Konstan KBI-KTI Tahun 2000

Penyeimbangan pembangunan antara KTI dan KBI perlu dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembangunan infrastruktur yang membuka aksesibilitas KTI harus diikuti dengan peningkatan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia (SDM) masyarakat di wilayah KTI yang biasanya memerlukan waktu lebih panjang. Pembangunan infrastruktur tanpa diimbangi peningkatan SDM hanya akan menambah tingkat kebocoran regional KTI yang sudah terjadi selama ini.

Meningkatnya pendapatan per kapita internal sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah tidak menjamin kesenjangan ekonomi antara kedua wilayah menjadi semakin mengecil (konvergen). Hal ini tergantung pada pola integrasi ekonomi ke dua wilayah, apakah saling tergantung (interdependence) ataukah ketergantungan sepihak (depend on).


(31)

6

Sumber: BPS,2007

Gambar 2. Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 KBI-KTI Tahun 2002-2006

Integrasi dan interaksi ekonomi antara dua wilayah akan memberikan pengaruh tidak hanya secara internal tetapi juga eksternal dari setiap perubahan ekonomi di suatu wilayah. Artinya, apabila terjadi perubahan (injeksi) ekonomi di KTI, maka perubahan itu di samping memberikan pengaruh terhadap perekonomian KTI sendiri (self-influence), juga terhadap perekonomian KBI (spillover effect). Posisi saling mempengaruhi inilah yang membuka peluang terjadi atau tidaknya penyempitan kesenjangan ekonomi antarwilayah.

Setiap upaya percepatan pertumbuhan ekonomi akan membuka celah terjadinya ketimpangan pendapatan antargolongan masyarakat ataupun interregional. Oleh karena itu, setiap upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan upaya untuk mengeliminir setiap celah yang memungkinkan terjadinya ketimpangan pendapatan. Pembangunan infrastruktur mempunyai hubungan yang erat dengan pengentasan kemiskinan dan peluang

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

2000 2001 2002 2003 2004 2005* 2006*

(%

)


(32)

7

usaha, secara umum Joint Flag Study (IBRD dan ADB, 2005) digambarkan sebagai berikut:

Sumber : IBRD dan ADB, 2005

Gambar 3. Linkages antara Infrastruktur, Pengurangan Kemiskinan dan Pertumbuhan

Pembangunan infrastruktur mempunyai korelasi positif dengan pengentasan kemiskinan, karena pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan berarti peningkatan income per kapita dan memiliki multiplier effect termasuk peningkatan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat mengentaskan kemiskinan.

Infrastruktur jalan merupakan sektor yang sangat penting dalam perkembangan dan pengembangan wilayah yang cukup substansial sehingga kontribusi investasi sektor infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan dapat dikatakan signifikan. Peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial di daerah yang telah berkembang, sedang berkembang ataupun akan berkembang, dapat meningkatkan pergerakan manusia dan barang dari dan ke pusat-pusat pelayanan,


(33)

8

produksi, pusat kota, pusat-pusat permukiman atau konsumsi sehingga membutuhkan prasarana jalan dengan kualitas tinggi serta tingkat aksesibilitas dan mobilitas yang memadai.

Terdapat mazhab yang mengatakan bahwa dengan pembangunan infrastruktur jalan maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak juga ada aliran yang menyatakan bahwa pembangunan terlebih dahulu baru ada pengembangan prasarana. Keduanya tidak perlu diperdebatkan, karena bukti-bukti empiris menyatakan bahwa kontribusi sektor jalan cukup signifikan terhadap pertumbuhan wilayah.

Pembangunan infrastruktur mempunyai arti strategis karena merupakan tambahan terhadap stok kapital infrastruktur (infrastructure stock) yang mempunyai kaitan yang erat dengan output perekonomian. Semakin bertambah stok modal seperti jalan dan jembatan maka semakin besar pula dorongannya terhadap pertumbuhan ekonomi makro. Pada level makro, gambaran tentang peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi umumnya menunjukkan hubungan positif antara pembangunan infrastruktur publik dengan pembentukan modal, lapangan kerja serta pertumbuhan output perekonomian. Khususnya untuk jalan beberapa studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara investasi di bidang infrastruktur transportasi dengan pembangunan ekonomi (Aschauer, 1991; Forkenbrock and Foster, 1990; Babcock et al., 1997; Ozbay et al., 2003, 2006).

Infrastruktur jalan juga memacu pertumbuhan industri di lokasi sekitarnya, seperti yang diperlihatkan dari penelitian di Spanyol dimana selama periode 1980 - 1994 banyak dibangun jaringan jalan interregional dan satu dampak pentingnya adalah munculnya industri manufaktur baru (Holl, 2004). Pada level mikro dan


(34)

9

spasial, spillover positif dari keberadaan infrastruktur transportasi terhadap perekonomian daerah akan semakin kecil jika semakin jauh dari infrastruktur tersebut (Ozman, et al., 2007).

1.2. Perumusan Masalah

Kesenjangan dalam pembangunan telah lama menjadi isu penting di Indonesia (Resosudarmo et al., 2009). Perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi-provinsi di pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antardaerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan (Kuncoro, 2002). Meskipun sudah banyak hasil-hasil pembangunan yang dirasakan, kesenjangan perkembangan wilayah antara KTI dibandingkan dengan KBI masih tinggi. Ketimpangan yang tinggi dapat membawa dampak buruk terhadap kestabilan ekonomi dan politik.

Penanggulangan ketimpangan pembangunan wilayah dapat dilakukan antara lain dengan penyebaran pembangunan prasarana infrastruktur transportasi termasuk jalan (Sjafrizal, 2008; Tjahjati, 2009). Infrastruktur jalan diharapkan dapat berperan sebagai instrumen bagi pengurangan kemiskinan, pembukaan daerah terisolasi, dan juga mempersempit kesenjangan antarawilayah.

Pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan perlu menjadi prioritas utama guna menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Pembangunan infrastruktur jalan dituntut untuk makin mampu berperan dalam mendukung


(35)

10

tumbuhnya perekonomian nasional dan pengembangan wilayah, sekaligus mempersempit kesenjangan pembangunan antardaerah. Berdasarkan uraian tersebut, untuk memperoleh strategi pembangunan infrastruktur jalan yang tepat dalam kerangka pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi baik intra maupun interregional, maka diperlukan studi yang mengkaji permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Seberapa besar multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan faktor produksi yang meliputi tenaga kerja, modal dan lahan baik intra dan interregional KBI dan KTI?

2. Seberapa besar multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI?

3. Seberapa besar multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan dengan sektor-sektor produksi lainnya di KBI dan KTI?

4. Seberapa besar peranan sektor pembangunan infrastruktur jalan dalam terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI?

5. Seberapa besar dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI serta ketimpangan nilai tambah interregional KBI dan KTI?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak pembangunan infrastruktur jalan terhadap perekonomian dan distribusi pendapatan intra dan interregional kawasan barat dan timur indonesia untuk memperoleh strategi pembangunan infrastruktur jalan yang tepat dalam kerangka


(36)

11

pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi di kedua kawasan tersebut. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis multiplier efek pembangunan jalan terhadap pendapatan rumahtangga, modal dan lahan baik intra maupun interregional KBI dan KTI. 2. Menganalisis multiplier efek pembangunan infrastruktur jalan terhadap

pendapatan rumahtangga baik intra maupun interregional KBI dan KTI. 3. Menganalisis multiplier efek pembangunan jalan terhadap pendapatan

sektor-sektor produksi lainnya di KBI dan KTI.

4. Menganalisis peranan pembangunan infrastruktur jalan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di KBI dan KTI.

5. Menganalisis dampak kebijakan pengembangan jaringan jalan Nasional terhadap ketimpangan pendapatan rumahtangga intra dan interregional KBI dan KTI serta nilai tambah interregional KBI dan KTI.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada (1) pemerintah pusat dan daerah sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah yang berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan, dan (2) akademisi dan peneliti sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut, terutama untuk memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan tentang ekonomi interregional di Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Kesenjangan ekonomi interregional disebabkan oleh (1) sebaran sumberdaya alam yang tidak merata, (2) sebaran penduduk yang tidak merata, baik kuantitas dan kualitas, (3) lingkungan usaha yang tidak sama, dan (4) perbedaan aktivitas ekonomi. Faktor-faktor penyebab tersebut saling berkaitan,


(37)

12

namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perbedaan aktivitas ekonomi atau faktor keempat.

Aktivitas ekonomi dapat dikelompokkan menjadi aktivitas produksi dan aktivitas konsumsi. Aktivitas produksi dapat dibagi menurut lapangan usaha, yang akan dikaji berdasarkan struktur ekonomi, keterkaitan antarsektor dan dampak perubahan suatu sektor terhadap output dan pendapatan, baik intraregional maupun interregional. Aktivitas konsumsi menyangkut pengeluaran, pendapatan rumahtangga dan pendapatan pemerintah. Dalam hal ini yang akan dikaji adalah struktur pengeluaran dan sumber pendapatan rumahtangga intraregional dan interregional. Selain itu, dikaji juga kebijakan pemerintah tentang pemerataan pendapatan antargolongan rumahtangga.

Penelitian ini akan menggunakan data pada satu titik waktu, sehingga hasil yang diperoleh hanya dapat menggambarkan kesenjangan ekonomi dan distribusi pendapatan baik intra maupun interregional pada waktu tertentu. Sehingga, tidak dapat menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi, perubahan kesenjangan ekonomi dan perubahan distribusi pendapatan baik intra maupun interregional.


(38)

II. PROFIL INFRASTRUKTUR JALAN

2.1. Umum

Infrastruktur adalah satu set struktur yang bergabung satu dengan yang lain dan membentuk satu rangka yang menyokong keseluruhan struktur tertentu. Misalnya, infrastruktur pengangkutan terangkum di dalamnya berupa rel kereta api, jalan raya, lapangan terbang, pelabuhan serta elemen-elemen yang masih bersangkutan dengan pengangkutan atau transportasi. Definisi infrastruktur dalam arti ekonomi adalah utilitas publik yang meliputi pembangkit tenaga listrik, telekomunikasi, suplai air terpipa, sanitasi dan pembuangan limbah, pengumpulan buangan padat, sampah serta gas terpipa. Pekerjaan umum meliputi: jalan, DAM, pekerjaan kanal untuk irigasi dan drainase. Sektor transportasi meliputi rel antarkota, pelabuhan dan bandar udara (World Bank, 1994).

Analisis tentang pengaruh pembangunan infrastuktur publik terhadap pertumbuhan ekonomi makro nasional dan regional ataupun indikator ekonomi makro lainnya mempunyai kaitan erat dengan kebijakan pembangunan infrastruktur publik. Dengan demikian analisis tentang dampak pembangunan infrastruktur publik di Indonesia mempunyai kaitan yang erat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur publik. Dalam kaitannya dengan jenis-jenis infrastruktur, diatur dengan Peraturan Presiden nomor 42 tahun 2005, Tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur yaitu: infrastruktur transportasi, jalan, pengairan, air minum dan sanitasi, telematika, ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi.


(39)

14

Pembangunan infrastruktur mendapat perhatian yang cukup besar mengingat masih terbatasnya infrastruktur publik untuk menunjang roda kegiatan ekonomi, sementara program pembangunan nasional mengarah pada upaya untuk memperkuat kembali pertumbuhan ekonomi setelah terjadi krisis ekonomi yang cukup parah pada tahun 1998.

2.2. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur Jalan

World Bank (1994), menggambarkan karakteristik ekonomi dari

infrastruktur seperti pada Gambar 4. Dari bagian infrastruktur dapat dilihat bahwa telekomunikasi merupakan anggota infrastruktur yang paling komersial dan dikategorikan sebagai private goods yang sangat individual.

Sumber:World Bank (1994)

Gambar 4. Karakteristik Ekonomi Infrastruktur

Eksternalitas

Barang Pribadi Kepemilikan Bersama Telekomunikasi Bus Antarkota Tenaga Pembangkit Air Tanah

Generator Jalan Antarkota Saluran Irigasi

Distribusi Tenaga Rel, Bandara, dan Pelayan Pipa Suplai Air Lokal

Transmisi Tegangan Saluran Irigasi Tinggi

Sanitasi Urban Seawerage

Jalan Tol Jalan dalam Kota Penjaga Jalan

Rambu-Rambu

Barang Kelompok Barang Umum

Rendah Lebih Tinggi

Kepemilikan Sendiri Bukan Kepemilikan Sendiri

Bukan Saingan


(40)

15

Spektrum yang lain adalah jalan desa atau kabupaten, tanda lampu lalu lintas dan pembersihan jalan yang merupakan public goods, sulit diidentifikasi

secara individu dan bersifat non rival. Jalan tol, terutama interurban walaupun

mempunyai karakteristik non rival akan tetapi masih berstatus club goods yang

mempunyai karakteristik luar yang rendah. Berdasarkan gambar yang dibuat oleh World Bank (1994) tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan

karakteristik ekonomi antara telekomunikasi dengan jalan, dapat dikatakan perbedaan karakteristik antara yang sangat komersial dengan yang tidak komersial atau kurang komersial.

Jalan secara umum tidak dapat dikategorikan komersial, selain pernyataan para pakar juga merupakan bukti empirik di lapangan. Jalan tol adalah satu-satunya jalan yang dapat dikategorikan komersial dengan mempergunakan road

user charges hanya maksimal 5% dari total panjang jalan suatu negara, bahkan di

Indonesia hanya sekitar 0.5% dari total panjang jalan yang keseluruhannya adalah 320.000 km.

2.3. Infrastruktur Jalan di Indonesia

Jalan menurut Undang-undang nomor 38 tahun 2004 sebagai prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial-budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan faktor yang penting dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan yang menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Selain undang-undang tersebut juga dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2005 tentang jalan


(41)

16

0 10 20 30 40 50 60

Transportasi Laut

Transportasi Udara

Transportasi Jalan

ASDP Rel Jasa Angkutan

(%

)

tol serta Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem (primer dan sekunder), fungsi (arteri, kolektor dan lokal), status (nasional, provinsi dan kabupaten atau kota) dan kelas (diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan).

Adapun kontribusi transportasi jalan terhadap sub sektor transportasi mencapai 50% (Gambar 5). Selain itu, berdasarkan hasil survei asal tujuan transportasi nasional 1996 memperlihatkan bahwa moda jalan hampir mendominasi di seluruh provinsi yaitu antara 60%-90%, kecuali Maluku yang moda jalannya hanya sebesar 20% (Bappenas, 2003). Sedangkan di pulau Jawa dan Sumatera moda jalan mendominasi sekitar 80%-90% dari seluruh perjalanan. Moda jalan merupakan pilihan utama untuk perjalanan jarak pendek dan menengah dalam satu pulau atau kawasan.

Sumber: Bappenas, 2003

Gambar 5. Kontribusi pada PDB Nasional Sub Sektor Transportasi di Indonesia Tahun 2003


(42)

17

84,13

7,32

0,43 4,83 1,76 1,52

90,34

0,62

1,01

0,98 7 0,05

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

p

er

s

en

Angkutan penumpang Angkutan Barang

Dari Gambar 6 di bawah ini, dapat dilihat porsi pengangkutan penumpang dan barang dari moda yang digunakan. Moda pada pengangkutan penumpang dan barang dibagi menjadi 7 moda, yaitu: jalan, kereta api, sungai, penyeberangan, laut dan udara. Moda angkutan penumpang yang banyak dipilih atau digunakan adalah jalan, yaitu 84.13 persen sangat tinggi dibandingkan moda yang lain. Kereta api menduduki peringkat kedua yaitu 7.32 persen, sedangkan moda-moda yang lain hanya digunakan kurang dari 5 persen. Hal ini juga terjadi pada moda pengangkutan barang, jalan merupakan moda yang sangat mendominasi yaitu 90.34 persen, sedangkan moda yang lain hanya mempunyai porsi kurang dari 5 persen. Apabila dilihat dari rata-rata moda untuk angkutan barang dan penumpang, maka dapat dilihat bahwa yang menggunakan moda jalan adalah kurang lebih 87 persen.

Sumber: Kuncoro (2010)

Gambar 6. Pilihan Moda untuk Angkutan Penumpang dan Barang di Indonesia Tahun 2010


(43)

18

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

PRAPELITA PELITA I PELITA II PELITA III PELITA IV PELITA V PELITA VI PROPENAS TAHUN

2005

TAHUN 2006

(Km

)

Nasional Provinsi Kabupaten Kotamadya Tol

2.3.1. Jalan Nasional dan Daerah

Jalan nasional adalah jalan dengan status jalan nasional dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, sedangkan jalan daerah yaitu meliputi jalan dengan status jalan provinsi, kabupaten atau kota yang diselenggarakan oleh masing-masing pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota (Undang-undang nomor 38 tahun 2004).

Perkembangan jaringan jalan menurut status jalan dapat dilihat pada Gambar 7. Panjang jalan total seluruh Indonesia terus meningkat terutama terjadi pada jalan kabupaten. Penambahan panjang jalan kabupaten terus meningkat cukup tajam dari tahun 1981 – 1994, dan setelah itu relatif stabil. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia mengakibatkan pembangunan dan rehabilitasi jalan mengalami penurunan, hal ini disebabkan pendanaan difokuskan untuk membantu masyarakat yang terpuruk akibat krisis ekonomi. Secara umum kondisi jaringan jalan nasional beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan.

Sumber: Ditjen Praswil 2002, 2005, 2006

Gambar 7. Perkembangan Jaringan Jalan Menurut Status Jalan di Indonesia Tahun 2002-2006


(44)

19

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

2006 2007 2008

(

Km

)

Jalan Tol Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil Jalan Sub Standard Total

Beberapa sebab utama adalah kualitas konstruksi jalan yang belum optimal, pembebanan berlebih (excessive over loading), bencana alam seperti:

longsor, banjir dan gempa bumi, serta menurunnya kemampuan pembiayaan setelah masa krisis ekonomi yang menyebabkan berkurangnya anggaran alokasi dana untuk biaya pemeliharaan jalan oleh pemerintah secara drastis. Panjang jalan nasional sesuai dengan klasifikasi berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dapat dilihat dalam Gambar 8. Pulau Jawa dan Bali merupakan pulau yang paling mudah diakses di Indonesia, karena nilai aksesibilitasnya paling tinggi mencapai 0.102 km per km2. Pulau Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara dan

Maluku memiliki kesamaan dalam kemudahan mengakses wilayah tersebut.

Sumber: Ditjen Bina Marga 2009

Gambar 8. Panjang Jalan Nasional Sesuai Klasifikasi Bedasarkan Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan di Indonesia Tahun 2009

Pulau Papua merupakan pulau yang paling sulit diakses (terisolir) di Indonesia karena nilai aksesibilitasnya yang rendah, hanya 0.07 km per km2.


(45)

20

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

Sumatra Jaw a Bali&NT Kalimantan Sulaw esi Maluku&Papua

(%)

Luas Wilayah Penduduk Panjang Jalan Kendaraan

tetapi bukan berarti wilayahnya sulit diakses oleh penduduknya, hal ini dikarenakan adanya moda transportasi air sebagai alternatif yang digunakan di Kalimantan (Gambar 9).

Sumber: Ditjen Bina Marga 2009

Gambar 9. Perbandingan Luas Wilayah, Penduduk, Panjang Jalan dan Jumlah Kendaraan di Indonesia Tahun 2009

Sungai-sungai di Kalimantan pada umumnya tergolong sungai yang besar dan dapat dilayari. Namun, kedepan bila lingkungan hutan tidak terjaga dengan baik sungai-sungai tersebut mungkin tidak dapat dilayari lagi sepanjang tahun karena semakin dangkal sehingga peran transportasi jalan menjadi sangat penting, gambaran panjang jalan, luas wilayah dan penduduk dapat dilihat pada Tabel 1.

Kondisi jaringan jalan dicerminkan dari kualitas jaringan jalan. Kualitas jaringan jalan erat kaitannya dengan kenyamanan dan keamanan perjalanan melewati jaringan jalan, selain itu juga merupakan bentuk kinerja jalan dalam fungsinya sebagai prasarana transportasi darat. Penilaian kualitas jalan didasarkan dengan perhitungan berdasarkan indeks yang digunakan di dunia, yaitu International Roughness Index (IRI).


(46)

21

Tabel 1. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2009

Pulau

Panjang Jalan Luas Wilayah Penduduk Aksesibilitas Mobilitas

(Km) % (Km2) % (Jiwa) % (Km/Km2 (Km/1000

penduduk) )

Sumatera 126.769 33.97 446.732 24.12 48,468 345 21.46 0.28 2.62 Jawa 86.647 23.22 129,306.48 6.98 130 401 500 57.74 0.67 0.66 Bali 6.960 1.87 5,449.37 0.29 3 466 800 1.53 1.28 2.01 Nusa

Tenggara 24.609 6.59 65,847 3.56 8 736 700 3.87 0.37 2.82 Kalimantan 42.627 11.42 507,412 27.40 13 107 100 5.80 0.08 3.25 Sulawesi 55.941 14.99 193,847 10.47 16 662 032 7.38 0.29 3.36 Maluku

Papua 29.620 7.94 503,371 27.18 5 012 079 2.22 0.06 5.91 KBI 213.416 57.19 576,038 31.10 178 869 845 79.20 0.37 1.19 KTI 159.757 42.81 1,275,926 68.90 46 984 711 20.80 0.13 3.40

TOTAL 373 173 100.00 1,851,965 100.00 225 854 556 100.00 0.20 1.65

Sumber : BPS, 2007; Bina Marga, 2009

Nilai IRI menggambarkan tingkat kekasaran permukaan jalan dan panjang jalan kasar per kilometer, semakin besar nilai IRI maka semakin kasar jalan tersebut. Kriteria jalan dengan kondisi baik berada pada nilai IRI ≤ 4 m per km, jalan dengan kondisi sedang memiliki nilai IRI antara 4 – 8 m per km, jalan dengan kondisi rusak ringan nilai IRI-nya adalah 8 – 12 m per km, dan jalan rusak berat memiliki nilai IRI >12 m per km. Sedangkan jalan dikatakan mantap jika berkondisi baik dan sedang dan jalan dikatakan tidak mantap jika jalan tersebut berkondisi rusak ringan dan rusak berat.

2.3.2. Kondisi Jaringan Jalan Nasional

Secara umum, kondisi rata-rata jaringan jalan Nasional di seluruh Indonesia antara tahun 2005 sampai tahun 2009 semakin membaik. Capaian dan Target Kondisi Jalan Nasional dalam Gambar 10.


(47)

22

Sumber: Ditjen Bina Marga,2008

Gambar 10. Pencapaian dan Target Kondisi Jalan Nasional di Indonesia Tahun 2008

Karena keterbatasan pendanaan, sejak tahun 2004-2007 pemerintah hanya melakukan operasi pemeliharaan jalan nasional agar tetap berfungsi dengan baik, hal ini disebabkan keterbatasan anggaran pembangunan. Peningkatan kapasitas jalan baru direncanakan pada tahun 2008 dan 2009, pemerintah akan menambah lajur dari 59.107 lajur km tahun 2004 menjadi 82.190 lajur km tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 angka ini akan bertambah menjadi 84.985 lajur km.

Terlepas dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan yakni lebar minimal 7 meter, akan tetapi karena keterbatasan pemerintah masih sekitar 45% dari total panjang jalan nasional yang masih sub standar. Beberapa ruas jalan nasional masih banyak dalam kategori sub standard atau di bawah 5 meter satu lajur.

Terkait dengan kapasitas jalan, pemerintah juga menaruh perhatian pada daya dukung jalan nasional. Daya dukung jalan nasional saat ini rata-rata masih

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

2005 2006 2007 2008 2009

(%

)


(48)

23

sekitar 8 ton. Kondisi jalan nasional yang mencapai 34.628 km, tercatat kondisi jalan mantap mencapai 83.23%, rusak ringan 13.34% dan rusak berat 3.43% (2008) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan di Indonesia Tahun 2004-2009

N

o

Kondisi Jalan

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009

km % km % km % km % km %

1 Baik 17037.4 37.0 10956.6 31.6 11905.4 34.4 17200.9 49.7 18092.8 52.2 2 Sedang 10873.4 43.9 17314.3 50.0 16565.7 47.8 11620.1 33.6 12055.9 34.8 3 Rusak

ringan

2874.2 8.3 3210.1 9.3 3232.7 9.3 4617.9 13.3 4480.1 12.9

4 Rusak berat

3843.8 11.1 3147.8 9.1 2925 8.4 1189.9 3.4 0 0

Total 34628.8 34628.8 34628.8 34628.8 34628.8

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009

Dalam hal jalan tol, sampai akhir 2009 jalan tol yang ada di Indonesia baru mencapai 693.27 km. Jika melihat pembangunan jalan tol pertama kali tahun 1978 (jalan tol Jagorawi sepanjang 59 km) maka panjang jalan tol yang ada tidak mengalami pertumbuhan yang pesat. Pada tahun 1987 terjadi perubahan dalam perkembangan jalan tol, yaitu masuknya pihak swasta dalam investasi jalan tol. Sejumlah kendala investasi jalan tol memang masih ada yaitu masalah pembebasan tanah, peraturan, belum intensnya dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan jaringan jalan tol, serta belum adanya ketentuan yang jelas mengenai land capping. Pencapaian-pencapaian dalam pengembangan jalan dapat

dilihat dari jalan nasional dan kabupaten atau kota.

1. Perkiraan Pencapaian Jalur

Perkiraan pencapaian jalur kilometer dari tahun 2005 sampai tahun 2009 telah meningkat setiap tahun. Jalur kilometer akhir tahun 2005 mencapai 74.930


(49)

24

km yang telah meningkat jalur kilometer pada tahun 2009 sampai akhir 84,985 km. Informasi lebih rinci tentang pencapaian yang diharapkan jalur kilometer tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkiraan Pencapaian Panjang Jalan di Indonesia Tahun 2005 – 2009

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009

2.

Total panjang Jalan Kabupaten dan Kota pada tahun 2008 adalah 288.185.39 km, dengan 22.46% dari total panjang jalan dalam kondisi baik. Sementara 24.53% dari total panjang jalan nasional berada dalam kondisi baik, 31.14% berada dalam keadaan rusak ringan dan 21.87% mempunyai keadaan rusak. Untuk informasi lebih rinci mengenai perkiraan pencapaian Kabupaten dan Urban kondisi jalan 2006 – 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.

Pencapaian Perkiraan Kondisi Jalan Kabupaten dan Kota

Tabel 4. Perkiraan Pencapaian Kondisi Jalan Kabupaten dan Perkotaan di Indonesia Tahun 2006 – 2008

No Kondisi Jalan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008

km % km % km %

1 Baik 69 050.81 24.35 68 727.67 24.26 69 948.76 22.46

2 Sedang 69 921.13 24.65 71 106.71 25.10 72 330.51 24.53

3 Rusak ringan 96 019.32 33.86 90 799.69 32.05 88 462.15 31.14

4 Rusak berat 48 620.38 17.14 52 687.89 18.60 57 443.96 21.87

Total 283 611.64 283 321.96 288 185.39

Sumber: Ditjen Bina Marga, 2009

Tahun Pembangunan Panjang Jalan (Km)

2005 74 930

2006 76 590

2007 78 780

2008 82 189

2009 84 985


(50)

25

Kualitas jalan nasional yang baik relatif cukup tinggi, tetapi terlalu banyak jalan daerah yang tidak terpelihara dengan baik (Tabel 5). Bila dibandingkan dengan negara-negara lain dalam kawasan, proporsi jalan dengan perkerasan di Indonesia relatif cukup tinggi sekitar 60%. Proporsi jalan nasional terpelihara dengan kondisi baik sampai sedang sekitar 80% menurun sejak tahun 2000. Kondisi ini kontras dengan kualitas rata-rata dari jalan daerah yang tetap sama pada tahun 2002. Beberapa wilayah terburuk berada di KTI, dimana kepadatan penduduk dan kebutuhan lalu lintas rendah, jalannya masih tidak dapat di akses sepanjang tahun.

Tabel 5. Kualitas Jalan di Indonesia Tahun 2000-2006

Jenis Jalan Panjang Kondisi Standar

Permukaan

2000 2006

Jalan Tol 649 - - 100

Jalan Nasional 34 628 87 81 90

Jalan Provinsi 37 164 81 63 89

Jalan Kabupaten 240 946 49 49 52

Total Jalan (Km) 339 005 - - 60.5

Sumber : World Bank, 2007

Dampak penurunan kualitas jalan terhadap kegiatan ekonomi memang lebih terasa pada pulau Jawa dan Sumatera (KBI) karena kedua wilayah tersebut kepadatan dan lalu lintas jalan lebih padat dibandingkan dengan pulau lainnya. Konsentrasi ketersediaan jalan raya berada di pulau Jawa yang luasnya hanya 6.7% dari luas wilayah Indonesia, tetapi memiliki 27% panjang jalan di wilayah Indonesia. Hal ini sejalan dengan jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di pulau Jawa yaitu sebesar 62%. Konsentrasi terkecil di Papua dengan luas 23.4% dari luas dataran di Indonesia hanya memiliki 6% panjang jalan dari seluruh wilayah Indonesia.


(51)

26

2.3.3. Perkembangan Jalan Tol 2.3.3.1. Komparasi Antarnegara

Pembangunan jalan tol di Indonesia sejak awal kehadirannya pada tahun 1978 sampai mencapai jangka waktu seperempat abad berjalan dengan sangat lambat, khususnya jika dibandingkan dengan pembangunan jalan tol di beberapa negara tetangga dan negara lain di Asia. Pada tahun 2002 perbandingan panjang jalan tol di Indonesia dengan panjang jalan tol di Jepang, Malaysia, Korea dan China dapat dilihat pada Tabel 6 (Santoso, 2004).

Tabel 6. Perbandingan Panjang Jalan Tol di Beberapa Negara Asia dan Asean

Negara Jumlah

Penduduk

Panjang Jalan (Km) Km/Jalan/

1 Juta Penduduk

Arteri Tol

Jepang 125.000.000 1 166 340 11 520 9 422

Malaysia 22.000.000 64 949 1 230 3 008

Korea 46.000.000 88 775 2 600 1 986

Cina 1 300 .000.000 1 700 000 100 000 1 384

Indonesia 210 .000.000 26 000 520 126

Sumber : Asosiasi Jalan Tol Indonesia (Santoso, 2004)

Panjang jalan tol yang telah dioperasikan di Indonesia pada tahun 2002 hanya mencapai 520 km, dari panjang ini hanya sekitar 25% yang dikerjakan oleh sektor swasta. Sementara itu pada tahun yang sama di Malaysia panjang jalan tol yang dioperasikan sudah mencapai 1.230 km atau 2.4 kali panjang jalan tol di Indonesia, sedangkan di Korea mencapai 2.600 km (5 kali di Indonesia).

Negara Jepang mempunyai panjang tol mencapai 11.520 km (22.2 kali di Indonesia) dan di Cina 100.000 km (192.3 kali di Indonesia). Cina memiliki panjang jalan tol terbesar yaitu sepanjang 100.000 km, akan tetapi dari rasio panjang jalan tol (km) per 1 juta penduduk.


(1)

Lampiran 4. Lanjutan

Kode Dasar (jt rupiah)

Simulasi-1 Simulasi-2 Simulasi-3

D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) 103 70716246.65 407613.39 0.5764 71123860.04 194854.65 0.2755 70911101.3 212758.74 0.3009 70929005.39 104 735913.31 7476.18 1.0159 743389.5 2145.49 0.2915 738058.8 5330.7 0.7244 741244.01

105 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

106 32570920.78 768785.43 2.3603 33339706.21 38774.17 0.119 32609694.95 730011.26 2.2413 33300932.04 107 4227080.04 46994 1.1117 4274074.04 9205 0.2178 4236285.04 37789 0.894 4264869.03 108 3477216.59 60093.46 1.7282 3537310.05 8811.6 0.2534 3486028.2 51281.86 1.4748 3528498.45 109 9028410.63 48519.84 0.5374 9076930.47 9185.71 0.1017 9037596.34 39334.13 0.4357 9067744.76 110 5355335.29 161256.34 3.0111 5516591.63 27706.32 0.5174 5383041.61 133550.02 2.4938 5488885.31 111 1460159.93 50096.02 3.4309 1510255.95 538.54 0.0369 1460698.48 49557.47 3.394 1509717.41 112 411447.74 19799.52 4.8122 431247.25 801.42 0.1948 412249.15 18998.1 4.6174 430445.84 113 16781.99 31.14 0.1855 16813.13 6.27 0.0374 16788.26 24.87 0.1482 16806.86 114 805131.64 4436.1 0.551 809567.74 856.64 0.1064 805988.28 3579.45 0.4446 808711.09 115 5357015.91 82237.92 1.5351 5439253.83 13371.14 0.2496 5370387.05 68866.78 1.2855 5425882.69 116 6512280.84 56370.3 0.8656 6568651.15 6451.84 0.0991 6518732.69 49918.46 0.7665 6562199.3 117 11845727.55 7090140.97 59.854 18935868.52 5854.94 0.0494 11851582.49 7084286.03 59.8046 18930013.58 118 51180343.33 182593.43 0.3568 51362936.76 13992.32 0.0273 51194335.65 168601.11 0.3294 51348944.44 119 70627571.41 1405128.69 1.9895 72032700.11 154790.03 0.2192 70782361.44 1250338.66 1.7703 71877910.07 120 10557902.25 92985.33 0.8807 10650887.58 26065.53 0.2469 10583967.78 66919.8 0.6338 10624822.06 121 21775218.45 369148.97 1.6953 22144367.42 48564.26 0.223 21823782.72 320584.7 1.4722 22095803.16 122 19756026.93 236519.13 1.1972 19992546.05 34563.61 0.175 19790590.54 201955.52 1.0222 19957982.44 123 13540246.58 107796.82 0.7961 13648043.39 34909.28 0.2578 13575155.85 72887.54 0.5383 13613134.12 124 5476027.63 56055.4 1.0237 5532083.03 15550.17 0.284 5491577.79 40505.24 0.7397 5516532.86 125 9130504.18 102057.51 1.1178 9232561.69 10150.51 0.1112 9140654.69 91907 1.0066 9222411.19 126 30549439.28 98743 0.3232 30648182.29 70335.2 0.2302 30619774.48 28407.81 0.093 30577847.09 127 24766825.1 230756.67 0.9317 24997581.78 68618.11 0.2771 24835443.21 162138.56 0.6547 24928963.67 128 3487394.12 34112.24 0.9782 3521506.36 8652.29 0.2481 3496046.42 25459.94 0.7301 3512854.07 129 338372.27 3599.07 1.0636 341971.35 524.57 0.155 338896.85 3074.5 0.9086 341446.77


(2)

Lampiran 4. Lanjutan

Kode Dasar (jt rupiah)

Simulasi-4 Simulasi-5

D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) 1 19936413.69 147460.88 0.7397 20083874.58 43927.94 0.2203 19980341.63 2 8968995.98 66107.05 0.7371 9035103.03 19283.65 0.215 8988279.63 3 41312316.3 313653.46 0.7592 41625969.76 94291.42 0.2282 41406607.72 4 10323481.5 77541.21 0.7511 10401022.71 23237.63 0.2251 10346719.13 5 60452992.46 1137831.78 1.8822 61590824.23 118806.22 0.1965 60571798.68 6 126506800.9 1598796.22 1.2638 128105597.2 291665.43 0.2306 126798466.4 7 27739611.68 349316.08 1.2593 28088927.76 62543.3 0.2255 27802154.98 8 30662581.24 358695.44 1.1698 31021276.68 66415.4 0.2166 30728996.64 9 27313537.06 206544.48 0.7562 27520081.54 55273.56 0.2024 27368810.62 10 157745874.5 1321247.89 0.8376 159067122.4 330629.36 0.2096 158076503.9 11 27385644.96 190034.57 0.6939 27575679.53 50174.15 0.1832 27435819.11 12 49733752.19 350634.02 0.705 50084386.21 91225.14 0.1834 49824977.33 13 25467453.96 188788.55 0.7413 25656242.51 50575.08 0.1986 25518029.05 14 76631674.73 748789.32 0.9771 77380464.05 157374.1 0.2054 76789048.82 15 2688949 32946.7 1.2253 2721895.7 5227.87 0.1944 2694176.87 16 6968665.43 90495.49 1.2986 7059160.92 13311.36 0.191 6981976.78 17 1325045335 11278254.04 0.8512 1336323589 2847022.12 0.2149 1327892357 18 83539955.54 637216.01 0.7628 84177171.55 181912.85 0.2178 83721868.39 19 66258087.24 630263.04 0.9512 66888350.28 139415.65 0.2104 66397502.9 20 191719381.9 1783810.07 0.9304 193503192 404523.92 0.211 192123905.8 21 396453790.7 3688153.43 0.9303 400141944.2 839565.89 0.2118 397293356.6 22 97731657.86 889396.84 0.91 98621054.7 208135 0.213 97939792.86 23 305748782.3 2719337.66 0.8894 308468120 651367.7 0.213 306400150 24 673086327.5 6005078.95 0.8922 679091406.4 1451246.85 0.2156 674537574.3 25 271245691.7 1746186.07 0.6438 272991877.8 457050.52 0.1685 271702742.2


(3)

Lampiran 4. Lanjutan

Kode Dasar (jt rupiah)

Simulasi-4 Simulasi-5

D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) 26 241626851.6 1850288.05 0.7658 243477139.6 619457.9 0.2564 242246309.5 27 70743452.9 548403.14 0.7752 71291856.04 165213.61 0.2335 70908666.51 28 97675293.78 807416.88 0.8266 98482710.67 228105.49 0.2335 97903399.27 29 86255028.66 524404.42 0.608 86779433.07 198963.05 0.2307 86453991.71 30 69473198.52 561318.1 0.808 70034516.62 149133.05 0.2147 69622331.57 31 20761297 181387.23 0.8737 20942684.23 31048.98 0.1496 20792345.98 32 40572237.21 304894.65 0.7515 40877131.85 79074.73 0.1949 40651311.94 33 122717917.9 363541.24 0.2962 123081459.1 167686 0.1366 122885603.9 34 28337342.23 814866.62 2.8756 29152208.84 70787.16 0.2498 28408129.39 35 123951008.4 936476.47 0.7555 124887484.9 550403.9 0.444 124501412.3 36 90703864.91 577710.01 0.6369 91281574.92 242091.77 0.2669 90945956.68 37 43323013.51 256092.07 0.5911 43579105.58 80349.36 0.1855 43403362.87 38 396729725.8 3094343.26 0.78 399824069 932739.34 0.2351 397662465.1 39 222880633.7 883801.06 0.3965 223764434.8 387018.42 0.1736 223267652.2 40 31047863.4 76971.45 0.2479 31124834.85 41964.92 0.1352 31089828.32 41 64642918.15 910838.36 1.409 65553756.51 79890.61 0.1236 64722808.76 42 115132734.9 479081.02 0.4161 115611815.9 188924.27 0.1641 115321659.2 43 66075591.65 773571.17 1.1707 66849162.82 373407.28 0.5651 66448998.93 44 84839049.41 458223.24 0.5401 85297272.65 249930.65 0.2946 85088980.05 45 16403389.85 638196.21 3.8906 17041586.06 161906.74 0.987 16565296.59 46 65967332.26 1093544.88 1.6577 67060877.14 311576.59 0.4723 66278908.85 47 61736686.12 1123950.93 1.8206 62860637.05 369722.06 0.5989 62106408.18 48 202216434 1084696.12 0.5364 203301130.2 730798.26 0.3614 202947232.3 49 113909698 624416.32 0.5482 114534114.3 352547.74 0.3095 114262245.7 50 131123245 818227.82 0.624 131941472.8 311571.36 0.2376 131434816.4


(4)

Lampiran 4. Lanjutan

Kode Dasar (jt rupiah)

Simulasi-4 Simulasi-5

D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) 51 96611421.1 877202.06 0.908 97488623.15 195120.65 0.202 96806541.74 52 33968793.95 12220007.7 35.9742 46188801.66 23710.02 0.0698 33992503.98 53 292450491 377873.88 0.1292 292828364.9 104922.99 0.0359 292555414 54 491857391.1 3330071.58 0.677 495187462.7 879198.34 0.1788 492736589.5 55 169195092.7 1127740.56 0.6665 170322833.2 309625.96 0.183 169504718.6 56 132477651.4 1013369.64 0.7649 133491021.1 267831.24 0.2022 132745482.7 57 41749872.08 285581.11 0.684 42035453.19 85294.44 0.2043 41835166.51 58 56164091.63 424452.6 0.7557 56588544.22 118002.7 0.2101 56282094.33 59 50814646.07 529628.98 1.0423 51344275.05 115739.07 0.2278 50930385.14 60 150657551.5 1139428.9 0.7563 151796980.4 305875.3 0.203 150963426.8 61 111149049.9 751808.26 0.6764 111900858.1 218443.18 0.1965 111367493.1 62 283252151.4 1890355.38 0.6674 285142506.7 537167.2 0.1896 283789318.6 63 7578071.6 62006.65 0.8182 7640078.25 17863.97 0.2357 7595935.57 64 3201501.49 20610.16 0.6438 3222111.65 5394.55 0.1685 3206896.04

65 82627374.81 0 0 82627374.81 0 0 82627374.81

66 4273708.68 26788.03 0.6268 4300496.7 38781.6 0.9074 4312490.28 67 3018927.07 19283.98 0.6388 3038211.04 27119.5 0.8983 3046046.56 68 6709152.82 43174.89 0.6435 6752327.7 48586.69 0.7242 6757739.51 69 3201494.98 20951.24 0.6544 3222446.21 22934.47 0.7164 3224429.44 70 10662831.14 41754.79 0.3916 10704585.92 678617.33 6.3643 11341448.47 71 21258080.2 92321.75 0.4343 21350401.95 979508.87 4.6077 22237589.07 72 5431578.37 25101.35 0.4621 5456679.72 188960.88 3.4789 5620539.25 73 6640498.81 32639.18 0.4915 6673137.99 231650.89 3.4885 6872149.7 74 3790482.12 21175 0.5586 3811657.13 43317.22 1.1428 3833799.35 75 22785012.93 121472.34 0.5331 22906485.26 426867.89 1.8735 23211880.81 76 2527378.73 14232.65 0.5631 2541611.38 66525.36 2.6322 2593904.09


(5)

Lampiran 4. Lanjutan

Kode Dasar (jt rupiah)

Simulasi-4 Simulasi-5

D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) 77 5652822.3 31924.15 0.5647 5684746.45 147296.85 2.6057 5800119.15 78 5646056.43 32275.21 0.5716 5678331.64 26570.6 0.4706 5672627.04 79 17952464.02 96073.95 0.5352 18048537.97 297870.13 1.6592 18250334.15 80 610996.18 3044.82 0.4983 614041 18501.52 3.0281 629497.7 81 1007923.68 4888.95 0.4851 1012812.63 53443.52 5.3023 1061367.21 82 317584176.5 1438342.92 0.4529 319022519.4 5954494.81 1.8749 323538671.3 83 24921144.62 161314.63 0.6473 25082459.25 247206.48 0.992 25168351.1 84 3849232.04 20168.01 0.5239 3869400.04 89689.83 2.3301 3938921.87 85 17213363.93 92292.04 0.5362 17305655.97 358211.06 2.081 17571574.99 86 44474673.64 227003.21 0.5104 44701676.85 1092376.01 2.4562 45567049.65 87 7541447.54 40079.25 0.5315 7581526.78 167468.93 2.2206 7708916.47 88 33528912.74 176966.34 0.5278 33705879.08 705818.44 2.1051 34234731.17 89 84801110.59 435661.34 0.5137 85236771.93 1975062.49 2.3291 86776173.09 90 65204584.57 257007.09 0.3942 65461591.66 976556.25 1.4977 66181140.82 91 153556355 774233.24 0.5042 154330588.2 2150353.12 1.4004 155706708.1 92 18037225.47 125129.73 0.6937 18162355.2 90738.17 0.5031 18127963.63 93 18737176.8 143845.79 0.7677 18881022.6 114056.07 0.6087 18851232.87 94 31625868.73 154731.22 0.4893 31780599.95 155603.05 0.492 31781471.78 95 15835907.32 115104.7 0.7269 15951012.02 92191.19 0.5822 15928098.51 96 11210109.51 69182.71 0.6171 11279292.22 395923.86 3.5318 11606033.37 97 23210149.17 156828.87 0.6757 23366978.04 175730.78 0.7571 23385879.96 98 58131395.27 174222.74 0.2997 58305618.01 262088.33 0.4509 58393483.6 99 97575414.45 469697.75 0.4814 98045112.2 1829179.21 1.8746 99404593.66 100 110660268.2 332426.09 0.3004 110992694.2 366308.21 0.331 111026576.4 101 12361937.55 69440.33 0.5617 12431377.87 117314.04 0.949 12479251.58


(6)

Lampiran 4. Lanjutan

Kode Dasar (jt rupiah)

Simulasi-4 Simulasi-5

D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) D (jt rupiah) D (%) Nilai (jt rupiah) 103 70716246.65 495411.01 0.7006 71211657.66 350693.03 0.4959 71066939.68 104 735913.31 5454.82 0.7412 741368.13 8786.66 1.194 744699.97

105 0 0 0 0 0 0 0

106 32570920.78 98581.95 0.3027 32669502.72 1203287.17 3.6944 33774207.95 107 4227080.04 23403.4 0.5537 4250483.44 62288.1 1.4735 4289368.14 108 3477216.59 22403.18 0.6443 3499619.78 84528.56 2.4309 3561745.15 109 9028410.63 23354.34 0.2587 9051764.96 64834.97 0.7181 9093245.6 110 5355335.29 70442.33 1.3154 5425777.62 220132.26 4.1105 5575467.55 111 1460159.93 1369.22 0.0938 1461529.16 81686.24 5.5943 1541846.17 112 411447.74 2037.57 0.4952 413485.31 31314.82 7.6109 442762.56 113 16781.99 15.94 0.095 16797.93 40.99 0.2442 16822.98 114 805131.64 2177.98 0.2705 807309.62 5900.06 0.7328 811031.7 115 5357015.91 33995.66 0.6346 5391011.57 113514.02 2.119 5470529.93 116 6512280.84 16403.58 0.2519 6528684.43 82281.25 1.2635 6594562.1 117 11845727.55 14885.98 0.1257 11860613.53 11677121.93 98.5767 23522849.48 118 51180343.33 35574.97 0.0695 51215918.3 277907.43 0.543 51458250.76 119 70627571.41 393548.15 0.5572 71021119.56 2060949.68 2.9181 72688521.09 120 10557902.25 66270.68 0.6277 10624172.93 110304.79 1.0448 10668207.05 121 21775218.45 123472.91 0.567 21898691.37 528423.99 2.4267 22303642.44 122 19756026.93 87876.75 0.4448 19843903.68 332885.94 1.685 20088912.86 123 13540246.58 88755.59 0.6555 13629002.17 120141.49 0.8873 13660388.07 124 5476027.63 39535.75 0.722 5515563.37 66765.32 1.2192 5542792.94 125 9130504.18 25807.31 0.2826 9156311.49 151491.52 1.6592 9281995.71 126 30549439.28 178824.74 0.5854 30728264.02 46824.96 0.1533 30596264.24 127 24766825.1 174459.1 0.7044 24941284.21 267255.13 1.0791 25034080.23 128 3487394.12 21998.15 0.6308 3509392.27 41965.96 1.2034 3529360.08 129 338372.27 1333.71 0.3942 339705.99 5067.74 1.4977 343440.01