Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

(1)

PENGARUH STRESS DECREASING RESIN (SDR) SEBAGAI

INTERMEDIATE LAYER RESTORASI KLAS V DENGAN

SISTEM ADHESIF SELF-ETCHING PRIMER DAN

TOTAL-ETCH TERHADAP CELAH MIKRO

(IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran gigi

Oleh:

Sry Rezeki Adelina NIM: 110600038

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2015

Sry Rezeki Adelina

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro).

xi + 57

Stress dan shringkage yang terjadi saat polimerisasi pada restorasi Klas V

menyebabkan perlekatan diantara sistem adhesif dengan bahan restorasi dan dentin pada daerah servikal kurang baik sehingga terjadi celah mikro. Salah satu untuk mengurangi terjadinya celah mikro adalah dengan menggunakan restorasi intermediate layer dengan bahan viskositas rendah dan sistem adhesif yang adekuat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi Klas V dengan sistem adhesive self-etching primer (SEP) dan total etch (TE) terhadap celah mikro.

Sampel berjumlah 40 premolar maksila dipreparasi Klas V dengan desain preparasi berbentuk saucer dibagi kedalam empat kelompok perlakuan, kelompok I sistem adhesiF SEP dengan SDR sebagai intermediate layer, kelompok II (TE+SDR), kelompok III SEP dengan resin komposit flowable (flow) sebagai intermediate layer dan kelompok IV (TE+flow). Sampel direndam dalam saline selama 24 jam, setelah thermocyling sampel direndam dalam larutan methylen blue 2% selama 24 jam. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi warna pada sampel yang dibelah secara bukopalatal melalui streomikroskop pembesaran 20x dengan menggunakan skor 0-3.

Hasil kriskal Wallis diperoleh p= 0.004 yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antar keempat kelompok (p<0.05). hasil Mann-Whitney kelompok yang menunjukkan ada perbedaan pada 4 kelompok yakni kelompok SEP+SDR dan TE+SDR


(3)

(p=0,048); kelompok SEP+SDR dan TE+Flow (p=0,048); kelompok TE+SDR dan SEP+Flow (p=0,004) serta kelompok SEP+Flow dan TE+Flow (p=0,002).

Kesimpulan penelitian ini, penggunaan sistem adhesif SEP dan TE dapat mengurangi terjadinya celah mikro namun penggunaan SDR dan flow sebagai

intermediate layer pada restorasi Klas V tidak memberikan efek.

Daftar Rujukan : 33 (2000-2014)

Kata Kunci : celah mikro, restorasi Klas V, Stress Decreasing Resin (SDR), sistem adhesive, intermediate layer.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 November 2015

Pembimbing I Tanda Tangan

(Wandania Farahanny, drg., MDSc)

NIP : 197808132003122003 ………

Pembimbing II

(Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc)


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 11 November 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Wandania Farahanny, drg., MDSc

ANGGOTA : 1. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus penulis sampaikan kepada Ayahanda Iskandar Sitinjak dan Alm Ibunda H Zubaidah Sinaga atas segala kasih sayang, bimbingan, doa, dukungan baik moril maupun materil, dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis selama menempuh pendidikan. Tak lupa pula penulis juga menyampaikan terima kasih kepada saudara penulis, kakak tersayang Cipta Lestari Sitinjak beserta suaminya, dan abang tersayang Dedy Rahmad Sitinjak atas dukungan yang diberikan.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedoktran Gigi Universitas Sumatera Utara atas izin penelitian yang diberikan.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Konservasi Gigi FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Wandania Farahanny, drg., MDSc selaku pembimbing 1 yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil hingga penyempurnaan skripsi ini.

4. Fitri Yunita, drg., MDSc selaku pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal, penelitian, seminar hasil hingga penyempurnaan skripsi ini.

5. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.


(7)

Konservasi Gigi atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Komisi Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

8. Prof. Dr. Harry Agusnar , M.Sc., M.Phill selaku Kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU, serta bang Pandi dan bang Putra selaku laboran di laboratorium LIDA USU atas bantuannya selama penelitian belangsung.

9. Dr. Sri Amelia, M.Kes selaku Kepala Laboratorium Infeksi Fakultas Kedokteran USU, serta ibu Mardiah dan ibu Winda atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

10.Keluarga besar HMI Komisariat FKG USU atas motivasi selama penyelesaian skripsi dan masa perkuliahan, terutama LK1 2011 dan pengurus komisariat dengan periodesasi 2015-2016.

11.Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi Margareth, Yuki, Deasy, Dina, Hendy, Ingrid, Cyntia, Eldora, Feny, Elisabeth, Alvin, Ong, Hnegyan serta teman-teman stambuk 201 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

12.Sahabat-sahabat penulis, Nova, Ayu, Resti, Dinauli serta keluarga baru di kos Pamen G-2, Ibu Nurul, Bapak Zaeni, Kak Wini, Putri, Olin, Wita, Rizka yang telah memberikan motivasi dan semangat selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa maish banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan, 11 November 2015 Penulis

Sry Rezeki Adelina NIM: 110600038


(8)

DAFTAR ISI

Hal aman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sistem Adhesif... 6

2.1.1 Klasifikasi Sistem Adhesif ... 7

2.1.1.1 Total-Etch ... 7

2.1.1.2Self-Etch ... 9

2.1.2 Perlekatan pada Enamel ... 10

2.1.3 Perlekatan pada Dentin ... 11

2.2 Resin Komposit ... 12

2.2.1 Polimerisasi Resin Komposit ... 14

2.3 Celah Mikro pada Kavitas Klas V ... 14

2.4 Stress Decreasing Resin (SDR) ... 16

2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR) ... 17

2.4.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR) ... 18

2.5Metode Evaluasi Celah Mikro ... 19


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21

3.1 Kerangka Konsep ... 21

3.2 Hipotesis Penelitian ... 22

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 23 4.1 Jenis dan desain Penelitian ... 23

4.1.1 Jenis Penelitian ... 23

4.1.2 Desain Penelitian ... 23

4.2 Lokasi dan waktu Penelitian ... 23

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 23

4.2.2 Waktu Penelitian ... 23

4.3 Populasi dan Sampel ... 23

4.3.1 Populasi ... 23

4.3.2 Sampel ... 23

4.4 Variabel dan defenisi Operasional ... 25

4.4.1 Variable Penelitian ... 25

4.4.1.1 Variabel Bebas... 25

4.4.1.2 Variabel Tergantung ... 25

4.4.1.3 Variabel Terkendali ... 25

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 26

4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian ... 27

4.4.3 Definisi Operasional ... 28

4.5 Metode Pengumpulan Data ... 30

4.5.1 Alat Penelitian ... 30

4.5.2 Bahan Penelitian ... 32

4.5.3 Prosedur Penelitian ... 33

4.6 Pengolahan dan Analisi Data ... 41

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 42

BAB 6 PEMBAHASAN ... 48

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

7.1 Kesimpulan ... 54

7.2 Saran ... 54


(10)

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel

Hala man

1. Komposisi SDR dan Fungsinya ... 17

2. Skor Penetrasi Zat Warna ... 40

3. Hasil Pengamatan Celah Mikro ... 43

4. Hasil Uji Statistik Means dan nilai P ... 46


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halam an

1. Defenisi Terminologi Sistem Adhesif ... 7

2. Klasifikasi Mekanisme Sistem Adhesif ... 7

3. Bonding Resin ke Dentin dengan Total-etch ... 8

4. Bonding Resin ke Dentin dengan Self-etch ... 9

5. Scanning Electron Microscopy pada Enamel ... 10

6. Scanning Electron Microscopy pada Dentin ... 12

7. Struktur Kimia Resin komposit ... 12

8. Hubungan C-faktor Saat Polimerisasi ... 15

9. Gun dan Kompul untuk Aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) ... 17

10.Struktur Kimia Resin Komposit Flowable (SDR) ... 18

11.Steromikroskop ... 19

12.Alat Penelitian I ... 31

13.Alat Penelitian II ... 31

14.Alat Penelitian III ... 31

15.Steromikroskop dan Bais ... 32

16.Bahan Penelitian ... 33


(12)

18.Desain Kavitas ... 34

19.Proses Restorasi Sampel I ... 37

20.Proses Restorasi Sampel II ... 38

21.Proses Termocyling ... 39

22.Perendaman Sampel dalam Methylene blue 2% ... 39

23.Pengamatan Celah Mikro dengan Steromikroskop pembesaran 20x 40 24.Skema Penentuan Skor Celah Mikro Berdasarkan Penetrasi Zat Pewarna 41 25.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Self-etching Primer ... 44

26.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Total-etch 44 27.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Resin Komposit Flowable sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Self-etching Primer ... 45

28.Hasil Foto Steromikroskop Restorasi Klas V dengan Resin Komposit Flowable sebagai Intermediate Layer dan Sistem Adhesif Total-etch 45


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur pikir

Lampiran 2 Alur Penelitian

Lampiran 3 Data Sampel (Peneliti 1)

Lampiran 4 Data Sampel (Peneliti 2)

Lampiran 5 Hasil Analisis Data Uji Statistik WilcoxonSigned

Rank,Means,Kruskal-Wallis dan Mann- Whitney

Lampiran 6 Ethical Clearance

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian LIDA USU

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Laboratorium TERPADU FK


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masalah yang sering terjadi pada lesi servikal sangat erat kaitannya dengan sistem adhesif. Hal ini disebabkan morfologi kavitas pada lesi servikal lebih banyak dijumpai kandungan dentin daripada enamel. Dentin lebih lembab dan lebih organik dibandingkan enamel sehingga membuat adhesi sulit, tidak seperti enamel yang sebagian besar anorganik. Adhesi yang kurang baik dari bahan restorasi ini menyebabkan integritas adaptasi marginal yang tidak optimal dari bahan restorasi.1

Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang menjadi pilihan saat ini. Hal ini disebabkan bahan ini memiliki warna yang mirip dengan struktur gigi, shrinkage rendah, absorpsi cairan rendah, dapat dipoles tekstur permukaannya, serta abrasi dan ketahanan pemakaian sama dengan struktur gigi. Selain itu, bahan ini dapat dipakai sebagai bahan restorasi gigi anterior maupun posterior karena kekuatan yang adekuat, estetik yang bagus, harga lebih murah jika dibandingkan dengan restorasi keramik, mampu berikatan dengan struktur gigi dan lebih aman daripada amalgam.2-4

Masalah utama resin komposit adalah polimerisasi shrinkage.Polimerisasi

shrinkage tidak dapat dihilangkan, namun berbagai cara telah diupayakan dalam hal

mengurangi terjadinya polimerisasi shrinkage, salah satu cara yang digunakan adalah dengan teknik penumpatannya ke dalam kavitas, yakni secara incremental. Sejauh ini teknik incremental dianggap dapat mengurangi stress polimerisasi sehingga mencegah terjadinya celah mikro. Kemudian diperkenalkannya bahan yang memiliki kandungan filler anorganik yang rendah dan bersifat flow yang menyebabkan adaptasi marginal dapat meningkat dan stress breaking liner dapat diminimalkan.5-7

Shrinkage dapat menyebabkan celah antar resin komposit dan struktur gigi.

Bakteri, cairan molekul-molekul atau ion-ion dapat melewati celah antara resin komposit dan dinding kavitas, yang prosesnya disebut celah mikro. Celah mikro


(15)

dapat menyebabkan kegagalan restorasi. Selain itu stress yang terjadi akibat kontraksi selama polimerisasi dari resin komposit dapat menyebabkan integritas tepi tambalan menjadi terganggu. Akibatnya adaptasi tepi yang buruk dan adanya celah mikro masih sering ditemui secara in vitro antara tepi kavitas dengan bahan restorasi. Biasanya antara tepi restorasi dengan dentin lebih tinggi kebocoran mikronya dari pada email. Adanya celah mikro dapat memicu terjadinya karies sekunder, hipersensitivitas, iritasi pulpa, dan diskolorisasi margin.8-10

Salah satu cara untuk mendapatkan adaptasi yang baik pada restorasi resin komposit pada kavitas Klas V adalah dengan menggunakan resin komposit

flowableatau SDR sebagai intermediate layer, karena viskositasnya rendah, laju

alirnya tinggi sehingga dapat memberikan bond-strength pada restorasi dan adaptasi yang lebih baik dapat dicapai.5,11

Stress Decreasing Resin (SDR) memiliki polimerisasi shrinkage yang rendah

dan stress yang rendah, yang dapat digunakan secara bulk dengan ketebalan 4 mm. Bahan ini termasuk grup fotoactivedi dalam modifikasi urethane dimethacrylate. Aktivasi resinnya telah menunjukkan aktivasi polimerisasi radikal yang rendah, fotoinisiator yang dimasukkan kedalam resin dapat mempengaruhi proses polimerisasi. Selain itu penggabungan dari aktivasi resin ini mengurangi pengerutan polimerisasi 60-70%.SDR memiliki konsistensi flowable sehingga dapat mengisi celah yang ada di bagian yang di preparasi. SDR direkomendasikan sebagai pengganti dentin kerena memiliki modulus elastisitas yang sama dengan dentin, Namun bahan ini kontra indikasi terhadap pasien yang memiliki riwayat alergi resin berbasis methacylate.5,12

Resin komposit flowable memiliki ukuran partikel yang sama dengan komposit hybrid, namun mengurangi kandungan filler sehingga matriks meningkat dan menyebabkan penurunan viskositas bahan. Peningkatan daya alir akan memudahkan perlekatan bahan keseluruh dinding kavitas sehingga mengurangi terjadinya celah antara kavitas dan restorasi.5

Furthermore dkk (2004) menyimpulkan bahwa 0,5-1,0 mm lapisan dari lining resin komposit flowableyang digunakan di bawah tambalan resin komposit


(16)

packablehasilnya signifikan mengurangi celah mikro (cit arslan) .5Simi dan Suprabha (2011) menunjukkan adaptasi margin dari komposit meningkat ketika digunakan bersama dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer(cit arslan).5

Selain itu perlekatan bahan adhesif ke jaringan keras gigi merupakan faktor penting untuk keberhasilan penggunaan bahan restorasi yang mengalami pengerutan pada saat polimerisasi. Seperti halnya sistem adhesif self-etching primer dan

total-etch sebagai sistem adhesif antara struktur gigi dengan bahan restorasi diharapkan

dapat meminimalkan celah mikro.8,9

Self-etching primer mengandung primer seperti 2-hidroksietil metakrilat

(HEMA) atau diphentaeryhitol penta acrylateomonophosphate (PENTA), dalam botol yang sama yang perlekatan viskositas resinnya rendah, sebuah pelarut (etanol atau aseton) ditambahkan untuk menghilangkan air sehingga terjadi pertukaran monomer dari dalam kolagen menghasilkan lapisan hybrid. Self-etching primers tidak memerlukan tahap etsa asam dan pencucian dengan air. Self-etching primer mengeleminasi faktor-faktor overetching, overdrying dan overwetting sehingga, dapat mengurangi sensitivitas dan meningkatkan efisiensi dalam prosedur klinis terutama dalam menghemat waktu manipulasi kerena jumlah tahapannya lebih pendek dari

total-etch.8,13,14,15

Total-etch merupakan sistem bahan adhesif generasi ke-4 dan ke-5 yang

terdiri dari etsa asam yang terpisah dari primer adhesifnya.Total-etch menggunakan biasanya asam posfat 35-37% selama 15 detik untuk menghilangkan smear layer dan demineralisasi kristal hidroksiapatit di daerah superfisial. Kerugian dari bahan adhesif ini adalah adanya ditemukan sensitivity post-operative. Namun total-etch masih dianggap sebagai gold standard dalam hal bond strength terhadap enamel dan dentin, karena bond strength memiliki keterkaitan secara langsung terhadap keberhasilan klinis.8,15

Umer dkk (2011) melakukan penelitian dengan mengevaluasi mikroleakage pada klas V, hasilnya tingkat celah mikro dari restorasi komposit resin dengan sistem adhesif total-etch lebih rendah dibandingkan self-etch. Sedangkan penelitian yang dilakukan Arslan dkk (2012) melihat pengaruh dua intermediate layer yang berbeda


(17)

terhadap celah mikro pada resin komposit packable, hasilnya menunjukkan

intermediate layer yang menggunakan sistem adhesif self-etch tidak ada perbedaan

dengan yang menggunakan sistem adhesif total-etch. 16,17

Dengan ada kesulitan dalam hal pemilihan sistem adhesif pada Klas V membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh Stress

Decreasing Resin sebagai intermediate layer restorasi kelas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan total-etch terhadap celah mikro.

1.2Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan adalah:

Apakah ada pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate

layerpada restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan total-etch

terhadap celah mikro?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primerdan total-etch terhadap celah mikro.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi Stress Decreasing

Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi gigi posterior.

2. Manfaat Klinis

Sebagai pedoman dalam dapat memberikan pertimbangan kepada dokter gigi dalam memilih jenis intermediate layer untuk mengurangi polimerisasi shrinkage.


(18)

3. Manfaat Praktis

Sebagai salah satu usaha meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi sehingga gigi dapat dipertahankan lebih lama di rongga mulut.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dalam kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive. Selain itu kebutuhan masyarakat akan estetika akhir-akhir ini juga sangat meningkat yang didukung pengetahuan teknologi restorasi baik bahan maupun prosedurnya agar bisa memberikan penampilan yang alami seperti gigi asli. Bertolak belakang dengan keunggulan resin komposit ini, polymerization shrinkage seringkali menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan kegagalan awal ikatan antara komposit dan dentin, terbentuknya celah interfasial, sehingga dapat menimbulkan celah mikro, diskolorasi tepi, serta karies sekunder.6,8,9 Untuk memecahkan masalah tersebut maka digunakan

Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer.

2.1 Sistem Adhesif

Adhesif berasal dari bahasa latin adhaerere yang merupakangabungan dari kata, ad, atau to dan adhaerere atau to stick. Menurut terminologi, adhesi atau bonding adalah perlekatan antara satu subtansi dengan yang lain. Adhesif atau adheren atau disebut juga dengan agen bonding atau sistem adhesif, diartikan sebagai material yang ketika diaplikasikan kepermukaan bahan dapat mengikat satu sama lain (Gambar 1).18,19

Adhesi merupakan proses pembentukan dari penggabungan bahan, yang terdiri dari 2 substrat secara bersama. Adhesi dapat digolongkan sebagai adhesi fisik, adhesi kimiawi dan adhesi mekanik, dan perlekatan resin ke struktur gigi adalah hasil dari empat mekanisme yakni mekanisme mekanik mekanisme difusi mekanisme absorpsi dan kombinasi dari ketiga mekanisme tersebut. Sistem adhesif membentuk ikatan yang adekuat, tahan lama terhadap pemakaian dan penyerapan air, stabilisasi warna baik, mempunyai kontak yang rapat antara adhesif dan substrat (enamel dan dentin) dan tidak menimbulkan toksik.15,19,20


(20)

Gambar 1. Defenisi terminologi sistem adhesif21

2.1.1 Klasifikasi Sistem Adhesif

Menurut Van Meerbeek dkk mengklasifikasikan sistem adhesif menjadi dua bagian besar yakni total etch dan self-etch(Gambar 2).15

Gambar 2. Klasifikasi mekanisme sistem adhesif.15

2.1.1.1 Total-Etch (Adhesif Etch-and-Rinse)

Teknik etsa asam dengan aplikasi asam posfat 35-37% digunakan untuk memperoleh ikatan mekanik antara bahan restorasi resin komposit dan struktur gigi. Asan posfat 37% yang diaplikasikan dalam waktu singkat, akan menghasilkan pori-pori kecil pada permukaan email, tempat kemana resin akan mengalir jika ditempatkan kedalam kavitas sehingga memberikan tambahan retensi mekanis pada


(21)

restorasi dan mengurangi kemungkinan kebocoran tepi antara permukaan restorasi dan struktur gigi.22

Total-etch terbagi menjadi dua yakni total etch three step dan total etch two step. Total etch three step terdiri dari tiga tahap aplikasi yakni aplikasi conditioner

atau etsa asam,primer atau promoting agent dan tahap bonding, sistem adhesif ini merupakan generasi ke-4 dalam sistem bonding. Kemudian untuk menyederhanakan langkah prosedur klinis sistem adhesif diperkenalkanlah total etch two step terdiri dari penggabungan primers dan resin adhesif kedalam satu larutanyang diaplikasikan setelah mengetsa enamel dan dentin, sehingga terdiri dari dua tahap aplikasi yakni tahap etching dan rinsing. Sistem ini termasuk dalam generasi ke -5 sistem bonding dan paling efektif, efesien serta memiliki perlekatan yang stabil terhadap enamel.23

Sistem bonding ini menghasilkan mechanical interlocking dengan dentin yang dietsa melalui resin tag, ikatan adhesif lateral dan formasi hybrid layer sehingga menunjukkan nilai kekuatan bonding yang cukup tinggi baik dengan enamel maupun dentin (Gambar 3). Keberhasilan sistem bonding ini dapat dicapai namun sensitivitas setelah perawatan, waktu aplikasi bahan dan sulitnya mendapatkan permukaan dentin dengan kelembaban yang ideal menjadi permasalahan.


(22)

2.1.1.2Adhesif Self-Etch

Sistem ini semakin berkembang dimulai dengan sistem self-etch yang terdiri dari dua tahap aplikasi hingga satu tahap aplikasi. Self-etch two step termasuk dalam generasi ke-6, sistem ini terdiri dari tahap aplikasi resin self etch, kemudian dilanjutkan dengan tahap aplikasi resin adhesif. Pada sistem adhesif ini resiko kolapsnya kolagen dapat diminimalisasi, namun larutan harus diperbaharui secara terus menerus karena formulasi liquidnya tidak dapat dikendalikan. Sedangkan

self-etch one step yang merupakan generasi ke-7 dikombinasikan dalam satu kemasan

sehingga terdiri dari satu tahap aplikasi saja dan hal ini berkaitan erat dengan pengurangan prosedur restorasi yang menjadi lebih singkat.8,14

Bahan adhesif self-etch dapat diaplikasikan secara langsung pada permukaan dentin yang sudah dipreparasi. Bahan ini mengandung monomer asam yang digabungkan dengan monomer hidrofilik sehingga etsa dan primer bekerja secara simultan. Bahan primer yang terkandung didalam bahan adhesif dapat berpenetrasi langsung kedalam tubuli dentin bersamaan dengan asam dan resin bonding (Gambar 4). Unsur-unsur yang terkandung didalam bahan primer berpolimerisasi di dalam tubuli dentin dan bergabung dengan debris di dalam saluran akar (smear plug) sehingga dapat mengurangi atau bahkan mencegah sensitivitas setelah perawatan. Hal ini juga akan menghasilkan nilai kekuatan rekat komposit resin yang tinggi pada dentin.22,23


(23)

2.1.2Perlekatan pada Enamel

Secara mikroskopik, email terdiri dari prisma-prisma email yang saling berkaitan dan tersusun rapi. Kemudian antara prisma-prisma terdapat substansi interprisma yang juga tersusun rapi, berisikan kristal hidroksi apatit yang akan larut oleh pengetsaan, sehingga permukaan email yang telah teretsa akan berbentuk rongga-rongga seperti sarang lebah. Rongga ini akan menjadi retensi mekanik bagi bahan bonding yang dikenal dengan istilah resin tag. Mekanisme dasar dari perlekatan resin-enamel adalah pembentukan resin tag didalam permukaan enamel (Gambar 5). Email yang telah teretsa memiliki energi permukaan yang tinggi dan memungkinkan resin dengan mudah membasahi permukaan serta menembus sampai kedalam mikroporus, kegunaan etsa asam adalah untuk menghilangkan smear layers dan terutama untuk melarutkan kristal hidroksiapatit pada permukaan luar di antara permukaan lainnya.Etsa asam mengubah permukaan enamel yang halus menjadi sebuah permukaan yang tidak beraturan dan meningkatkan energi permukaan. Resin yang masuk ke dalam mikroporus akan terpolimerisasi untuk membentuk ikatan mekanik atau resin tag yang menembus 10-21µm ke dalam porus email.19,25

Gambar 5. Scanning Electron Microscopy ruang intertubular dan tubulus dentin yang terbuka pada dentin yang dietsa (A). Pandangan

cross-sectionalmicromechanical retention sistem perlekatan pada dentin.

Gambaran skematik komposit, hybrid layer dengan microtags dan tubulus dengan resin microtags setelah larut dengan dentin (B).


(24)

Resin tags yang terbentuk di sekitar enamel rods, yaitu diantara prisma-prisma enamel disebut dengan macrotags dan jaringan halus dari beberapa small tags yang terbentuk di tiap-tiap ujung rod di tempat larutnya kristal hidroksiapatit disebut dengan microtags.Pembentukan microtag dan macrotag dengan permukaan enamel merupakan mekanisme dasar dari perlekatan resin dan enamel, karena smear layer labil terhadap asam.25

2.1.3Perlekatan pada Dentin

Perlekatan bahan adhesif ke dentin tidak terlepas dari keadaan struktur dentin itu sendiri. Tidak seperti email yang komposisinya lebih banyak mengandung mineral anorganik (kristal hidroksiapatit). Dentin merupakan jaringan hidup, dentin bersifat heterogen dan memiliki kandungan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan organik (khususnya kolagen tipe 1) 30% volume dan cairan 20% volume. Kandungan air yang tinggi membuat persyaratan lebih ketat untuk bahan yang dapat secara efektif menjembatani antara dentin dan bahan restorasi.20,24 Perlekatan pada dentin menjadi sulit dengan keberadaan smear layer. Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat preparasi. Smear layer menghalangi tubulus dentin dan berperan sebagai barier, sehingga menurunkan permeabilitas dentin dan sangat membantu bahan bonding yang bersifat hidrofobik dan menutupi tubulus dentin (Gambar 6). Smear layer melalui pengetsaan akan dihilangkan, sehingga menyebabkan tubulus dentin terbuka. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga membentuk hybrid layer. Hybrid layer merupakan perlekatan resin adhesif yang terpolimerisasi dengan fibril kolagen (pada sistem total

etch) dan sisa kristal hidroksiapatit (pada sistem self-etch) menghasilkan struktur


(25)

Gambar 6. SEM (Scanning Electron Micrograph smear layer pada dentin.26

2.2 Resin Komposit

Kandugan utama resin komposit adalah matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua komponen bahan tersebut, beberapa komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan ketahanan bahan. Suatu bahan

coupling (silane) diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi

anorganik dan matriks resin, juga aktivator-aktivator diperlukan untuk polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon). Komposit harus pula mengandung pigmen untuk memperoleh warna yang cocok dengan struktur gigi.27

Bahan komposit kedokteran gigi mengandung monomer yang merupakan

diakrilat aromatic atau alipatik. bis-GMA, urethane dimetakrilat (UEDMA) dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah dimetakkrilat yang umum digunakan

dalam komposit gigi (Gambar 7).27

Gambar 7. Kedua resin bis-GMA dan UEDMA digunakan sebagai basis resin, sementara TEGMA digunakan sebagai pengencer


(26)

untuk mengurangi kekentalan resin basis, khususnya bis-GMA.27

Berdasarkan cara aktivasi polimerisasi resin komposit dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Resin Komposit Self-Cured

Resin ini diaktivasi secara kimia, mengandung inisiator benzoil peroksida dan

activator amin tersier (N,N dimetil-p-toluidin). Apabila kedua bahan ini dicampur,

amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi dimulai dengan working time 1-1,5 menit dan setting time 4-5 menit. Biasanya digunakan untuk restorasi dan pembuatan inti yang pengerasannya tidak dengan sumber sinar.25,27

2. Resin Komposit Light Cured

Resin komposit light cured terdiri atas pasta tunggal dalam satu semprit. Waktu penyinaran tidak boleh kurang dari 20-60 detik dengan ketebalan resin kurang dari 2 mm. Fotoinisiator yang umum digunakan adalah camphoroquinone yang memiliki penyerapan berkisar 400-500nm yang berada pada region biru dari spektrum sinar tampak.27

Sedangkan untuk viskositas dari resin komposit sendiri dapat dibedakan dengan:

1.Resin Komposit Packable

Resin komposit packable adalah resin yang memiliki viskositas tinggi karena mengandung bahan pengisi (filler) dengan volume yang tinggi yaitu sekitar 48-65% serta memiliki ukuran partikel antara 0,7-20 µm, sehingga packable dapat digunakan untuk restorasi posterior.Komposit packable memiliki keuntungaan dalam membuat area kontak yang baik dan kemudahan dalam membentuk anatomi oklusal gigi. Sedangkan untuk kerugiaannya sendiri resin komposit packablesulit dalam adaptasi antara satu lapisan kompositdan lainnya, penanganan sulit, dan tidak estetis untuk restorasi gigi anterior.25

2. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable mengandung resin dimethacylate dan partikel filler anorganik dengan ukuran partikel 0,04-1,0 µm dan bahan pengisi lebih rendah dari


(27)

pada komposit lainnya, yaitu 41-53% volume. Secara spesifik kandungan filler yang rendah membuat bahanflowable lebih mudah diaplikasikan pada permukaan yang dipreparasi. Resin komposit flowable sering digunakan pada lesi Klas V, hal ini karena resin komposit flowable memilik keunggulan viskositas yang rendah dan memiliki wettability yang tinggi.25

2.2.1 Polimerisasi Resin Komposit

Kelemahan resin komposit salah satunya adalah terjadinya pengerutan selama polimerisasi, sehingga menimbulkan stress yang terkonsentrasi pada daerah interfasial, stress ini disebabkan oleh kompetisi gaya yang dihasilkan antara stress pengerutan polimerisasi dari resin komposit dan gaya adhesi terhadap substrat gigi. Polimerisasi merupakan proses reaksi kimia yang terjadi ketika monomer-monomer resin dengan berat molekul rendah bergabung untuk membentuk rantai panjang yaitu polimer yang memiliki berat molekul tinggi. Monomer-monomer yang bergabung satu sama lain menjadi rantai menyebabkan volume resin berkurang sehingga hasil akhir akan mengalami shrinkage.Shrinkage yang terjadi menyebabkan gangguan perlekatan antra restorasi dan dinding preparasi.25

Stressshrinkage polimerisasi merupakan hal yang kompleks yang dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti viskositas resin, kandungan filler, C-faktor dan modulus elastisitas. Oleh karena itu berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi shrinkage polimerisasi seperti halnya dengan menggunakan teknik

layering dan penggunaan resin komposit flowable yang memiliki viskositas yang

rendah dan fleksibilitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi ketegangan yang terjadi akibat shrinkage saat polimerisasi.25,28

2.3 Celah Mikro pada Kavitas Klas V

Menurut G.V Black kavitas klas V merupakan kavitas yang terdapat pada permukaan labial atau bukal dan lingual dari gigi anterior maupun posterior dan mengenai sementum. Restorasi klas V sering mengalami kegagalan karena sedikitnya kandungan enamel yang terdapat di daerah servikal gigi dan daerah ini sangat rentan


(28)

terhadap kebocoran mikro. Enamel dan dentin memiliki karakteristik yang berbeda, dentin lebih hidrofibik dari pada enamel sehingga dentin menjadi lebih lembab dari enamel. Keadaan yang lembab pada dentin ini mengakibatkan penurunan tekanan permukaan dan mencegah bahan adhesif untuk membentuk suatu retensi mekanis yang baik. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kebocoran mikro.4

Celah mikro didefinisikan sebagai celah mikroskofik antara dinding kavitas dan tumpatan yang dapat dilalui mikroorganisme, cairan, molekul dan ion. Terjadinya celah mikro merupakan akibat kegagalan adaptasi terhadap dinding kavitas, umumnya disebabkan oleh perbedaan masing-masing koefisien termal ekspansi diantara resin komposit, dentin dan enamel. Kebocoran tepi semakin membesar bila tidak adanya sisa enamel yang mendukung. Hal ini sangat erat hubungannya dengan kavitas Klas V yang merupakan kavitas yang hanya mengandung sedikit enamel.29

Kelemahan bahan restorasi resin komposit yaitu terjadinya pengerutan selama polimerisasi yang menyebabkan timbulnya celah (gap) antara dinding kavitas dan bahan restorasi. Penyusutan yang terjadi selama polimerisasi (Gambar 8) bervariasi antara 1-5% volume.Pengerutan polimerisasi berhubungan dengan faktor konfigurasi (c-factor).

Gambar 8. Hubungan c-factor dengan pengerutan polimerisasi pada berbagai kelas restorasi.30


(29)

C-factor merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan

permukaan yang bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya stress pengerutan polimerisasi.

Daerah yang sangat rentan terhadap celah mikro adalah dinding gingiva pada restorasi Klas II dan Klas V. Restorasi Klas V sering mengalami kegagalan karena sedikitnya enamel yang terdapat pada servikal gigi. Pada kavitas Klas V, sebagian dari restorasi menutupi email dan sebagian lagi menutupi dentin. Email dan dentin memiliki karakteristik komposisi yang berbeda, yaitu dentin mengandung air yang lebih banyak sehingga dentin menjadi lembab. Adanya air di dalam dentin akan menurunkan tenaga permukaan dan mencegah bahan adhesif untuk membentuk suatu retensi mekanis yang baik. Oleh karena itu, celah mikro dapat terjadi pada restorasi Klas V

Celah mikro dapat dideteksi dengan menggunakan penetrasi pewarna, penetrasi dari zat warna dapat masuk melalui daerah lain pada gigi yang memiliki celah, terutama antara dinding kavitas dan bahan restorasi. Dalam pengamatan penetrasi, larutan pewarna yang digunakan adalah metilen biru, yang diamati dengan menggunakan stereomikroskop dan kemudian tingkat celah mikronya diukur melalui skor.3,8

2.4Stress Decreasing Resin (SDR)

Belakangan ini telah diperkenalkaanStress Decreasing Resin (SDR) yang merupakan jenis resin flowable yang terbaru.SDR tersedia dalam bentuk kompul dan diaplikasikan kedalam kavitas dengan menggunakan gun (Gambar 9). SDR mempunyai perlakuan sama halnya seperti resin komposit diletakkan dengan ketebalan 4 mm dan menyisahkan 2 mm pada permukaan oklusal sebagai aplikasi resin komposit konvensional.12

Bahan ini dikembangkan untuk dentin replacement yang merupakan kombinasi dari komposit flowable yang memiliki shrinkage stress yang minimal. Secara kimia SDR sangat kompatibel pada semua methacrylate-based universal/


(30)

adaptasi yang sangat baik terhadap dinding kavitas yang telah dipreparasi, namun SDR kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat alergi resin berbasis

methacylate. 12

Gambar 9: Gun dan kompul untuk aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR)

2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)

Stress Decreasing Resin (SDR) memiliki kandungan struktur urethane di-methacrylate yang dapat mengurangi shrinkage dan stress polimerisasi. Tingkat shrinkagenyarendah yakni 3,5% jika dibandingkan dengan resin komposit flowable

konvensional (tabel 1).

Tabel 1. Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR) dan Fungsinya.12

Kandungan Fungsi

SDR urethane di-methacrylate Mengurangi shrinkage dan mengurangi stress pada struktur resin

Resin di-methacrylate Struktur resin

Di-fungsional diluents

Membentuk ikatan silang pada resin komposit dan meningkatkan kekuatan mekanik untuk bahan adhesif

Barium dan Strontium alumino-fluoro-silicate glases (68% berat dan 45% volum)

Struktur partikel kaca dan fluoride

Sistem fotoinisiator Visible light curing

Colorants Universal shade

SDR terdiri dari kombinasi unik dengan struktur molekul besar dengan bagian kimia yang disebut modulator polimerisasi dan secara kimia tertanam di tengah pusat


(31)

monomer resin SDR yang berpolimerisasi. Polimerisasi modulator berinteraksi sinergis dengan foto-inisiator camphorquinone yang menghasilkan perkembangan modulus yang lebih lambat, sehingga memungkinkan mengurangi stress polimerisasi tanpa mengurangi tingkat polimerisasi tanpa konvensi. pada dasarnya seluruh proses foto-polimerisasi dimediasi oleh polimerisasi modulator terutama dibangun pada SDR yang memungkinkan lebih banyak rantai cabang propagasi, sehingga tidak hanya memaksimalkan derajat konvensi tapi juga meminimalkan stress polimerisasi saat penyinaran dan berat molekul yang tinggi disekitar pusat modulator memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik (Gambar 10).12

Gambar 10. Struktur kimia resin komposit flowable SDR12

2.4.2 Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR)

Salah satu yang menjadi kelebihan dari SDR adalah dapat diaplikasikan dengan sistem bulk dengan ketebalan 4 mm, hal ini disebabkan pada SDR terdapat polimerisasi modulator yang merupakan struktur kimia yang memediasi foto polimerisasi saat penyinaran dengan meningkatkan rantai cabang sehingga dapat menambah atau menyambungkan jalan sinar pada saat curing phase.SDR menunjukkan perbedaan yang sangat singnifikan meskipun berada di posisi yang sama dengan resin komposit konvensional, yaitu stress polimerisasi yang sangat berkurang hampir 80% dan pengurangan volumetric shrinkage sekitar 20%. Stress yang dihasilkan oleh SDR selama polimerisasi adalah 1,4 Mpa, sedangkan resin komposit flowable konvensional lainnya melebihi 4 Mpa.12


(32)

2.5 Metode Evaluasi Celah Mikro

Mikroskop stereo adalah salah satu cara untuk menilai tingkat celah mikro pada permukaan interfasial restorasi gigi melalui penetrasi warna. Kerja mikroskop stereo melibatkan dua set sistem optik, yang pada gilirannya menghasilkan pembentukan dua jalur cahaya yang berbeda. Tujuan dari konfigurasi lensa adalah untuk menciptakan gambar tiga dimensi yang lebih jelas. Dengan demikian, dibandingkan dengan mikroskop lain yang memberikan gambar dua dimensi, mikroskop stereo lebih unggul.

Prinsip kerja alat ini ilmiah hampir mirip dengan stereo lainnya. Dalam mikroskop majemuk, gambar diperbesar dari sampel di bawah pengamatan dibentuk oleh pencahayaan ditransmisikan. Dalam istilah sederhana, cahaya melewati spesimen dan kemudian mencapai mata. Di sisi lain, sebuah mikroskop stereo bekerja dengan cara iluminasi tercermin. Di sini, cahaya tidak mengirimkan melalui objek, tapi dipantulkan kembali untuk membentuk gambar 3D dari sampel.

Secara rinci, mikroskop stereo memiliki pembesaran objek 1x atau 2x, okuler 10x atau 15x dan pembesaran total sampai 30x, memiliki 2 lensa objektif dan lensa okuler sehingga bayangan 3 di mensi dari pengamatan 2 mata, memiliki bidang penglihatan yang luas dan jarak kerja yang panjang.Dengan demikian benda yang diamati cukup jauh, sehingga mikroskop ini dapat digunakn untuk pembedahan. Benda yang diamati dapat kering atau dalam medium air, tebal maupun tipis. Namun mikoskop stereo tidak di lengkapi dengan kondensor maupun alat pengatur halus serta difragma.


(33)

Gambar 11. Steromikroskop

2.6 Kerangka Teori

Restorasi Resin Komposit

Klas V

adaptasi yang sulit dan sisa enamel yang sedikit menyebabkan kekuatan bonding yang kurang baik dan tidak mampu menahan stress shrinkage pada saat polimerisasi

Penanganan

“mengurangi polimerisasi shrinkage”

Sistem Adhesif

Intermediate Layer

Self-etchingprime

Total-Etch

Resin Komposit

flowable

Stress Decreasing Resin (SDR)

Stress yang dihasilkan

selama polimerisasi

1,4Mpa

Stress yang dihasilkan

selama polimerisasi>1,4M

pa

Perlekatan enamel dan dentin lemah

Perlekatan enamel dan dentin kuat


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka konsep

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis untuk penelitian ini adalah

Celah Mikro ? Restorasi Resin Komposit klas V

Sistem adhesive self-etching primer +

Stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer

Sistem adhesive total-etch +

Stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer

Sistem adhesive self-etching primer +

resin komposit flowable sebagai

intermediate layer

Sistem adhesive total-etch +

Stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer


(35)

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis untuk penelitian ini adalah

Ada pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etchingprimer dan total etch terhadap celah mikro.


(36)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium

4.1.2 Desain Penelitian : Posttest Only Control Group Design

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU 3. Laboratorium Infeksius FK USU

4.2.2Waktu Penelitian

Bulan September 2014-Juni 2015

4.3Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi : Gigipremolar yang telah diekstraksi untuk keperluan

ortodonti

4.3.2Sampel : Gigi premolar atas yang telah diekstraksi untuk keperluan

ortodonti dengan kriteria sebagai berikut: a. Gigi premolar satu dan dua maksila

b. Tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi c. Mahkota masih utuh dan tidak karies


(37)

Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer (1955) untuk rancangan eksperimental sebagai berikut:

(n-1)(t-1) ≥ 15 (n-1)(4-1) ≥ 15

3n-3 ≥ 15 3n ≥ 18

n ≥ 6 (pembulatan ke atas menjadi 10)

Keterangan

r : Jumlah perlakuan dalam penelitian (ada 4 perlakuan) n : Jumlah sampel

Pada penelitian ini, setiap sampel dibelah menjadi dua bagian permukaan yakni permukaan mesial dan permukaan distal. Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 10 sampel atau 20 permukaan. Jumlah seluruh sampel gigi premolar maksila adalah 40 sampel atau 80 permukaan yang dibagi secara random ke dalam empat kelompok perlakuan yaitu:

a. Kelompok I : 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V

dengan sistem adhesif self-etching primer dan Stress Decreasing Resin (SDR), sebagai intermediate layer.

b.Kelompok II: 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V

dengan sistem adhesif total-etchdan Stress Decreasing Resin (SDR), sebagai

intermediate layer

c. Kelompok III : 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V

dengan sistem adhesif self-etching primer dan resin komposit flowable sebagai

intermediate layer.

d.Kelompok IV : 10 sampel atau 20 permukaan restorasi kavitas Klas V

dengan sistem adhesif total-etch dan resin komposit flowable sebagai intermediate


(38)

4.4Variabel dan Definisi Operasional 4.4.1 Variabel Penelitian

4.4.1.1Variabel Bebas

1. Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer

dantotal-etchdenganStress Decreasing Resin sebagai intermediate layer

2. Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan

total-etchdengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer

2.4.1.2 Variabel Tergantung

Celah mikro antara bahan restorasi dan dinding kavitas bagian servikal

4.4.1.3 Variabel Terkendali

1. Perendaman gigi dalam saline

2. Desain dan ukuran preparasi kavitas kelas V premolar (panjang 4 mm, lebar 2 mm dan kedalaman 2 mm)

3. Cara aplikasi sistem adhesif self-etching primer dan adhesif total-etch 4. Teknik insersi:incremental(1mm intermediate layer, 1mm resin nanohybrid)

5. Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur(bur bulat) 6. Ketajaman mata bur ( 1 bur untuk 3 gigi)

7. Sumber sinar : LED

8. Waktu penyinaran light cured 20 detik

9. Metode penyinaran : continuous polymerization 10.Suhu dan proses thermocycling

11.Arah penyinaran Light Cured : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi


(39)

4.4.1.4. Variabel Tidak Terkendali

1. Jangka waktu pencabutan gigi premolar maksila sampai perlakuan 2. Sisa keberadaan smear layer

3. Variasi struktur anatomi gigi premolar maksila 4. Kelembapan kavitas


(40)

4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas

Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching

primer dantotal-etch dengan Stress Decreasing Resin

sebagai intermediate layer

Restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching

primer dan total-etch dengan resin komposit flowable sebagai intermediate layer.

Variabel Tergantung

Celah mikro antara bahan restorasi dan dinding kavitas bagian servikal

Variabel Terkendali

1. Perendaman gigi dalam saline

2. Desain dan ukuran preparasi kavitas kelas V

premolar (panjang 4 mm, lebar 2 mm dan kedalaman 2mm

3. Cara aplikasi sistem adhesif self-etching primerdan

total-etch

4. Teknik insersiincremental

5. Jenis dan bentuk mata bur : diamond bur(bulat) 6. Ketajaman mata bur ( 1 bur untuk 3 gigi) 7. Sumber sinar : LED

8. Waktu penyinaran light cured 20 detik

9. Metode penyinaran : continuous polymerization 10.Suhu dan proses thermocycling

11.Arah penyinaran Light Cured : tegak lurus terhadap permukaan bahan restorasi

12.Intensitas sinar : 1600-2000 mw/cm2 .

Variabel Tidak Terkendali

1. Jangka waktu pencabutan gigi premolar maksila sampai perlakuan

2. Sisa keberadaan smear layer 3. Variasi struktur anatomi gigi

premolar maksila 4. Kelembapan kavitas 5. Pembentukan hybrid layer


(41)

4.4.3 Defenisi Operasional

VARIABEL DEFNISI

OPERASIONAL

CARA UKUR ALAT

UKUR

SKALA UKUR VARIABEL

BEBAS

Restorasi klas V dengan aplikasi

Stress Decreasing Resin (SDR).

Restorasi pada servikal gigi Premolar atas 1mm diatas

Cemento Enamel Juntion

(CEJ) dengan ukuran

preparasi kavitas panjang 4 mm, lebar 2 mm, kedalaman 2 mm serta

stress decreasing resin

sebagai intermediate layer setebal 1 mm, kemudian diaplikasikan 1mm resin komposit nanohybrid

Memberikan tanda pada bagian servikal gigi premolar maksila yang telah di preparasi dengan menggunakan jangka dan kedalaman kavitas menggunakan mata bur serta aplikasi

intermediate layer mengikuti ketentuan pabrik. Jangka, bantuan penggari s dan kedalam an mata bur Nominal Restorasi klas V dengan aplikasi Resin Komposit Flowable

Restorasi pada servikal gigi Premolar atas 1mm diatas

Cemento Enamel Juntion

(CEJ) dengan ukuran

preparasi kavitas panjang 4 mm, lebar 2 mm, kedalaman 2 mm serta resin komposit

flowablesebagai

intermediate layer setebal 1

mm, kemudian diaplikasikan 1mm resin

Memberikan tanda pada bagian servikal gigi premolar maksila yang telah di preparasi dengan menggunakan jangka dan kedalaman kavitas menggunakan mata bur serta aplikasi

intermediate layer mengikuti ketentuan pabrik. Jangka, bantuan penggari s dan kedalam an mata bur Nominal


(42)

komposit nanohybrid


(43)

TERGANTUNG OPERASIONAL UKUR UKUR UKUR UKUR

Celah mikro Celah yang terbetuk

antara bahan restorasi dan dinding kavitas bagian servikal akibat perlekatan marginal yang kurang baik dari restorasi Dengan melihat penetrasi zat warna Methylen e Blue 2% pada kavitas dengan scoring Skor penetrasi zat warna berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Arslan dkk. 0= tidak ada penetrasi 1= penetrasi melibatkan ½ dinding kavitas (<1mm) 2= penetrasi melibatkan ½ dinding kavitas (>1mm) 3= penetrasi melibatkan dinding aksial

Ordinal Stereomi kroskop


(44)

4.5 Metode Pengumpulan Data 4.5.1 Alat Penelitian

1. Masker (Multisafe mask)

2. Handscoon (Everglve, USA)

3. Kapiler untuk pengukuran outline form (Tricebrand, China)

4. High Speed Handpiece (MK Dent, Germany)

5. Disc bur (KG Sorensen, Denmark)

6. Steel carbide bur berbentuk pear shaped (Trihawk, USA))

7. Pinset, sonde lurus, dan semen stopper (Dentica) 8. Cotton pellet

9. Bonding aplikator (Prime Bond, Dentsply)

10. Finishing dan Polishing Bur, fine finishing bur, enhance, dan silicone brush bur

(Dia Bur)

11. LED Light curing unit (COXO, China)

12. Waterbath (Memmert, Germany) sebagai pengganti alat thermocycling

13. Termometer (Fisher, Germany)

14. Stopwatch (Diamond, Germany)

15. Baker glass (Pyreex, Germany)

16. Wadah plastik untuk tempat perendaman gigi dalam larutan saline 17. Spatel (Prodental)

18. Cawan petri (Pyreex, Germany) 19. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)

20. Kompul dan Gun (Dentsply) untuk memasukkan SDR ke dalam kavitas

21. Bais sebagai penahan gigi ketika melakukan pemotongan mahkota gigi premolar maksila


(45)

Gambar 12. Berbagai macam alat: A. Penggaris, B. Jangka C.High

speed handpiece, D. Pinset, E. Semen stopper, F.

Instrumen plastis G. Sonde lurus

Gambar 13. A.Bur polish B. Burbulat C. Visible Light Cure D Fine finishing bur


(46)

Gambar 15. A.Stereomikroskop B. Bais .

4.5.2 Bahan Penelitian

1. Gigi premolar atas yang telah dicabut untuk perawatan ortodonti sebanyak 40 buah

2. Stress Decreasing Resin (Smart Dentin Replacement, Dentsply)

3. Resin komposit nano hybrid(Tetric N-Ceram ®, Ivoclar Vivodent) 4. Resin komposit flowable(Estelite Flow Quick, Tokoyama Dental) 5. Sistem adhesif total etch( Tetric N-Bond ®, Ivoclar Vivodent) 6. Saline untuk penyimpanan sampel penelitian

7. Gips untuk penanaman gigi (Super gips) 8. Cat kuku (aseton)

9. Sticky wax (Anchor Brand)


(47)

Gambar 16.A. Sistem adhesif self-etching primer B Sistem adhesif

total-etchC.Stress Decreasing Resin D.Methylene blue 2% E. Resin

komposit flowable konvensional(bawah) dan Resin komposit

nanohybrid(atas) F. Sticky wax G. Cat kuku

4.5.3 Prosedur Penelitian

a. Persiapan sampel

Sampel berjumlah 40 buah gigi premolar satu dan dua maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dibersihkan dengan menggunakan skeler elektrik, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisikan larutan saline dan sampel dibiarkan dalam keadaan terendam. Selanjutnya sampel dibagi menjadi 4 kelompok secara random dan setiap kelompok perlakuan berjumlah 10 sampel serta ditanam dalam balok gips untuk memudahkan preparasi dan restorasi.


(48)

Gambar 17. 40 buah sampel yang ditanam dalam balok gips

b. Perlakuan sampel penelitian

1. Preparasi Sampel

Bentuk outline form kavitas pada gigi premolar maksila menggunakan pensil kayu dan dengan bantuan jangka, penggaris dan kedalaman mata bur, bentuk desain restorasi klas V berbentuk saucer dengan batas servikal 1mm diatas Cemento Enamel

Juntion (CEJ), dengan lebar 4 mm dan panjang 2 mm untuk mendapatkan hasil

pengukuran yang akurat, serta kedalaman kavitas 2 mm.

Gambar 18. Desain kavitas, dengan ukuran 4x2x2mm


(49)

Preparasi kavitas menggunakan high speed handpiece dan akses ke jaringan karies di enamel dan dentin menggunakan diamond burdan preparasi dimulai pada enamel permukaaan servikal. Selanjutnya kavitas diperdalam dengan memasukkan bur perlahan-lahan dengan kecepatan sedang sehingga mencapai kedalaman seluruh kepala bur (1,5-2mm).

Kemudian kavitas diperluas sampai membentuk outline form dengan menggunakan diamond bur. kedalaman kavitas yang dibentuk adalah 2 mm dengan pembagiannya 1mm untuk intermediate layer, yaitu Stress Decreasing Resin dan 1mm untuk lapisan penutup, yaitu resin komposit nano hybrid. Setelah preparasi selesai, kavitas dicuci dengan air dan dikeringkan.

2. Restorasi Sampel

Kelompok I diberikan perlakuan aplikasi self-etching primer dengan menggunakan brush selama 15 detik. Selanjutnya disinar selama 10 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan Stress Decreasing Resin dengan ketebalan 1 mm dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit nano hybrid dan kemudian disinari selama 20 detik dengan ketebalan 1mm.

Kelompok I

Kelompok II diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan brush selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi gigi dijaga dan dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan stress decreasing resin sebagai intermediate layer dengan ketebalan 1 mm dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit nano hybrid dan kemudian disinari selama 20 detik.


(50)

Kelompok III diberikan perlakuan aplikasi self-ethcing primer dengan menggunakan brush selama 15 detik. Selanjutnya disinar selama 10 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan resin komposit flowable dengan ketebalan 1 mm dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit nano hybrid dan kemudian disinari selama 20 detik dengan ketebalan 1 mm.

Kelompok III

Kelompok IV diberikan perlakuan aplikasi etsa dengan menggunakan brush selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan struktur gigi dijaga dan dipertahankan untuk tetap dalam keadaan yang lembab (moist). Selanjutnya bonding diaplikasikan sehingga akan berpenetrasi ke dalam struktur yang ireguler dan disinar selama 20 detik untuk proses polimerisasi. Aplikasikan resin komposit flowable sebagai intermediate layer dengan ketebalan 1 mm dan kemudian disinari selama 20 detik. Selanjutnya untuk tahap akhir, aplikasikan resin komposit nano hybrid dan kemudian disinari selama 20 detik .

Kelompok IV

3. Finishing dan Polishing

Tahap finishing restorasi dilakukan menggunakan fine finishing bur untuk membuang resin komposit yang berlebihan, kemudian polis menggunakan bur polis berbasissilicone (enhance)pada seluruh permukaan restorasi. proses preparasi, restorasi dan finishing dilakukan oleh operator yang sama.


(51)

Gambar 19. Proses restorasi sampel (A) Aplikasi self-etching primer selama 15 detik, (B) Penyinaran selama 10 detik, (C) 1. Aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer pada kelompok I. 2. Aplikasi resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer pada kelompok III, (D) Penyinaran kembali selama 20 detik, (E) Aplikasi

nanohybrid sebagai restorasi akhir, (F) Tahap finishing menggunakan fine finishing bur, (G) Tahap polishing menggunakan bur enhance.


(52)

Gambar 20. Proses restorasi sampel (A) 1. Aplikasi total-etch selama 15 detik, 2. kemudian di bilas dengan air, 3. Struktur gigi di jaga dan dipertahankan agar tetap dalam keadaan moist dengan absorband paper, (B) Aplikasikan bonding, (C) Penyinaran selama 20 detik, (D) 1. Aplikasi

Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer pada

kelompok II. 2. Aplikasi resin komposit flowable konvensional sebagai

intermediate layer pada kelompok IV, (E) Aplikasi nanohybrid sebagai

restorasi akhir (F) Penyinaran selama 20 detik. (G) Tahap finishing menggunakan fine finishing bur (H) Tahap polishing menggunakan bur

enhance.

4. Water storage dan Thermocycling

Seluruh sampel yang telah direstorasi dimasukkan kedalam wadah plastik yang berisi saline dan direndam selama 24 jam. Kemudian dilakukan proses

thermocycling menggunakan waterbath dengan terlebih dahulu memasukkan sampel

kedalam baker glass yang berisi air es bersuhu 5o C, diamkan selama 30 detik dan selanjutnya dipindahkan dengan waktu transfer 10 detik kedalam waterbath bersuhu 55o C, diamkan selama 30 detik serta dilakukan secara berulang sebanyak 200 kali putaran.


(53)

Gambar 21. (A) Sampel direndam dalam air es bersuhu 5o C, (B) Waktu transfer selama 10 detik, dan (C) Sampel direndam dalam waterbath bersuhu 55o C dan proses diulang sebanyak 200x.

5. Perendaman dalam larutan Methylene Blue 2%

Bagian apeks seluruh sampel ditutupi dengan sticky wax sekitar 2 mm dari bagian servikal dan seluruh permukaan gigi dilapisi dengan 2 lapis cat kuku kecuali 1mm di sekitar tepi restorasi. Kemudian dibiarkan mengering di udara terbuka hingga tidak terasa lengket lagi. Setelah itu, lakukan perendaman Methylene Blue 2% selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya, seluruh gigi dibersihkan dari zat warna pada air mengalir dan dikeringkan.


(54)

6. Pengukuran celah mikro

Sampel ditempatkan pada bais sebagai penahan, kemudian sampel dibelah dari arah bukolingual dengan menggunakan disc bur. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat warna mesial dan distal pada sisi Methylene

Blue 2% pada tepi restorasi melalui stereomikroskop dengan pembesaran 20x.

Pengamatan dan penilaian skor dilakukan oleh 2 orang untuk menghindari terjadinya subjektivitas.

Gambar 23. (A) Pengamatan dilakukan dengan menggunakan stereomikroskop, dan (B) pembesaran stereomikroskop 20x

Derajat celah mikro ditentukan dengan mengamati perluasan Methylene Blue 2% dari sisi gigi yang perluasannya paling panjang dan dinilai dengan sistem penilaian standar dengan skor 0-3 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Arslan S dkk (2013).10

Tabel 2. Skor Penetrasi Zat Warna.

SKOR DEFINISI

0 Tidak ada penetrasi

1 Penetrasi melibatkan 1/2 dinding kavitas

2 Penetrasi melibatkan lebih dari 1/2 dinding kavitas 3 Penetrasi melibatkan dinding aksial


(55)

Gambar 24. Skema penentuan skor celah mikro berdasarkan penetrasi zat pewarna.

4.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis Test untuk melihat perbedaan di antara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro dan uji Mann-Whitney Test untuk mengetahui perbedaan celah mikro pada masing-masing kelompok perlakuan dengan derajat


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap 40 gigi premolar rahang atas yang dibagi dalam empat kelompok perlakuan, dan setiap kelompok di preparasi dengan kavitas klas V. Kelompok I menggunakan sistem adhesif self-etching primer dan Stress

Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer. Kelompok II menggunakan

sistem adhesif total-etch dan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate

layer. Kelompok III menggunakan sistem adhesif self-etching primerdanresin

komposit flowable sebagai intermediate layer. Kelompok IV menggunakan sistem adhesif total-etchdan resin komposit flowable sebagai intermediate layer.

Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan proses thermocycling dengan menggunakan waterbath. Thermocycling adalah sebuah proses untuk mensimulasikan perubahan suhu pada rongga mulut. Pada proses thermocycling ini, dipakai suhu 5°C dan 55°C. Kemudian uji celah mikro dilakukan terhadap sampel dengan melihat penetrasi zat warna menggunakan streomikroskop dengan pembesaran 20 x. Hasil yang diperoleh adalah berupa panjang penetrasi zat warna methylene blue 2% melalui tepi restorasi yang dikategorikan dalam skor kebocoran 0-3, dimana skor 0 menunjukkan tidak ada penetrasi zat warna, skor 1 menunjukkan penetrasi zat warna hingga ½ dinding kavitas, skor 2 menunjukkan penetrasi zat warna hingga lebih dari ½ dinding kavitas dan skor 3 menunjukkan penetrasi zat warna mencapai dinding aksial kavitas.

Hasil pengamatan terhadap celah mikro pada kelompok I menggunakan sistem adhesif self-etching primer dan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai

intermediate layer,diperoleh 2 sampel yang berskor 0; 3 sampel yang berskor 1; 2

sampel berskor 2 dan 3 sampel berskor 3. Pada kelompok II yang menggunakan sistem adhesif total-etch dan Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate

layer, diperoleh 6 sampel yang berskor 0; 2 sampel yang berskor 1 dan 2 sampel

berskor 2. Pada kelompok III yang menggunakan sistem adhesif self-etching


(57)

yang berskor 1; 4 sampel yang berskor 2 dan 3 sampel yang berskor 3. Pada kelompok IV menggunakan sistem adhesif total-etch dan resin komposit flowable sebagai intermediate layer,dipeoleh 5 sampel yang berskor 0; 4 sampel yang berskor 1; dan 1 sampel yang berskor 2 (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Pengamatan Celah Mikro

Kelompok Sistem Adhesif + Intermediate Layer Skor Celah mikro

0 1 2 3

I SEP+SDR 2 3 2 3

II TE+SDR 6 2 2 0

III SEP+Flow 0 3 4 3

IV TE+Flow 5 4 1 0

Keterangan

1. SEP= self-ething primer 2. TE= total-etch

3. SDR= Stess Decreasing Resin 4. Flow= Resin komposit flowable

Seluruh sampel diamati dan dilakukan pengambilan foto streomikroskop dari empat kelompok sebanyak. Dua sampel dari kelompok I yang menunjukkan penetrasi zat warna dengan skor 1 dan skor 2(Gambar 25 A dan B), dua sampel dari kelompok II yang menunjukkan penetrasi zat warna dengan skor 0 dan skor 1(Gambar 26 A dan B), dua sampel dari kelompok III yang menunjukkan penetrasi zat warna dengan skor 1 dan skor 3(Gambar 27 A dan B), sertadua sampel dari kelompok IVyang menunjukkan penetrasi zat warna dengan skor 0 dan skor 1(Gambar 28 A dan B).


(58)

A

B

Gambar 25.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok I(A) 1. Skor 1 penetrasi zat warna melibatkan ½ dinding aksial, 2. SDR3. Nanohybrid dan (B) 1.Skor 2 penetrasi zat warna melibatkan lebih dari ½ dinding kavitas 2.SDR3. Nanohybrid

A

B

Gambar 26.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok II(A) 1. Skor 0 tidak ada penetrasi zat warna 2. SDR 3.

nanohybrid dan (B) 1. Skor 1 penetrasi zat warna melibatkan ½ dinding


(59)

A

B

Gambar 27.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok III(A) 1. Skor 1 penetrasi zat warna melibatkan ½ dinding kavitas 2. SDR 3. Nanohybrid dan (B) 1. Skor 3 Penetrasi melibatkan dinding aksial 2. SDR 3. Nanohybrid

Gambar 28.Arah panah menunjukkan penetrasi zat warna dari foto stereomikroskop pada kelompok IV(A) 1. Skor 0 tidak ada penetrasi zat warna 2. SDR 3.

Nanohybrid dan (B) 1. Skor 2penetrasi zat warna melibatkan lebih ½

dinding kavitas 2. SDR 3. Nanohybrid


(60)

Hasil pengamatan skor celah mikro dengan stereomikroskop pembesaran 20x dianalisis dengan uji statistik Kruskal Wallis Test untuk melihat perbedaan di antara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hasil uji statistik dengan Kruskal

Wallis Test dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 4. Nilai Means dan nilai P dari semua grup

Kelompok N X ± SD Asymp. Sig.

I (SEP+SDR) 10 1.6500 ± 1.15590

0.6500 ± 0.88349 2.0000 ± 0.81650

1,2500 ±0,94868 .0004

II (TE+SDR 10

III(SEP+Flow) IV(TE+Flow)

10 10

Keterangan :

A. SEP= self-etching primer B. TE= total-etch

C. SDR= Stess Decreasing Resin D. Flow= Resin komposit flowable

Dari tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) di antara empat kelompok perlakuan terhadap celah mikro yaitu p=0.004. Kemudian analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan di antara kelompok I dan II, kelompok I dan III,kelompok I dan IV, kelompok II dan III,kelompok II dan IV serta kelompok III dan IV. Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test dapat dilihat pada tabel 5.


(61)

Tabel 5. Hasil Uji Statistik dengan Mann-Whitney Test

Kelompok Skor Celah Mikro

I dan II I dan III I dan IV II dan III II dan IV III dan IV

0,048* 0,431 0,048* 0,004* 0,866 0,002*

Keterangan a. Kelompok I= SEP + SDR b. Kelompok II= TE+ SDR c. Kelompok III= SEP + Flow d. Kelompok IV = TE + Flow

Dari tabel 5 terlihat bahwa terdapat perbedaan celah mikro yang signifikan (p<0.05) antara kelompok Idan kelompok II yaitu p=0.048; kelompok I dan kelompok III tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) yaitu p= 0.431; kelompok I dan kelompok IV terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.048. Kelompok II dan kelompok III terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu p=0.004; kelompok II dan kelompok IV tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) yaitu p=0.866 serta kelompok III dan kelompok IV terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) yaitu p=0.002


(62)

BAB 6 PEMBAHASAN

Integritas tepi restorasi dan kavitas penting untuk keberhasilan tumpatan resin komposit. Kegagalan terjadi ketika adanya celah mikro yang disebabkan oleh kontraksi selama polimerisasi. celah mikro merupakan jalan masuk bagi bakteri, cairan atau molekul lainnya sehingga menyebabkan restorasi inadekuat. Pada penelitian ini, dianalisis pengaruh stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate

layer restorasi Klas V dengan sistem adhesif self-etch dan total etch terhadap celah

mikro

Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti sebanyak 40 sampel yang telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran USU Medan melalui Ethical Clearance. Gigi premolar rahang atas digunakan dalam penelitian ini karena memiliki prevalensi lebih banyak diekstraksi untuk keperluan ortodonti. Pengumpulan sampel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu tidak ada fraktur, belum pernah direstorasi, mahkota masih utuh dan tidak karies. Gigi-geligi premolar rahang atas direndam dalam larutan saline sehingga gigi tetap lembab dan tidak mengalami dehidrasi sampai diberikan perlakuan.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh SDR sebagai intermediate

layer restorasi klas V dengan sistem adhesif self-etching primer dan total etch

terhadap celah mikro. Evaluasi celah mikro dilakukan secara in vitro dengan melihat panjangnya penetrasi zat warna. Ini merupakan metode paling sering digunakan karena proses kerjanya yang mudah, sederhana, ekonomis, dan relatif cepat.

Pada penelitian ini digunakan metode penetrasi zat warna Methylene Blue 2% yang merupakan zat pewarna yang dapat berpenetrasi lebih baik dibandingkan pewarna lainnya dan dapat berperan sebagai indikator yang adekuat karena memiliki berat molekul yang lebih kecil dari berat molekul toksin bakteri sehingga zat warna dapat masuk walaupun celah mikro yang terbentuk sangat kecil. Sampel direndam dalam Methylene Blue 2% selama 24 jam, Kemudian dilakukan pembelahan sampel


(63)

secara bukopalatal melalui bagian tengah restorasi. Sampel diamati dengan stereomikroskop pembesaran 20x dan dicatat dengan sistem penilaian standar dengan skor 0-3 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Arslan dkk (2010).5Nilai skor yang dihitung merupakan nilai skor rata-rata antara skor mesial dan distal tanpa membandingkan hasil kedua skor.

Proses thermocycling bertujuan untuk mensimulasikan perubahan suhu pada gigi atau restorasi seperti yang terjadi di dalam rongga mulut. Pada penelitian ini proses thermocycling dilakukanperubahan temperatur yang ekstrim yaitu dari 50C ke 550C sebanding dengan yang terjadi di dalam rongga mulut, sehingga dapat mempengaruhi perbedaan ekspansi dan kontraksi antara bahan restorasi dan struktur gigi, sehingga permukaan restorasi menjadi lemah. Pada penelitian ini dikarenakan keterbatasan alat thermocycling, maka dilakukan secara manual dengan menggunakan waterbath sebagai alternatif. Perlakuan ini tidak sesuai dengan prosedur kerja, sehingga proses ini mungkin dapat mempengaruhi kebocoran mikro yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan Stress Decreasing Resin (SDR). SDR memiliki struktur urethane dimethacrylate yang bisa mengurangi shrinkage dan stress polimerisasi. SDR mengandung modulator polimerisasi yang tertanam di tengah pusat monomer resin SDR dan memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik. Modulator polimerisasi ini berinteraksi dengan foto-inisiator yang memungkinkan mengurangi stress polimerisasi tanpa mengurangi tingkat polimerisasi.5,12

Penelitian ini melihat pengaruh SDR sebagai intermediate layer restorasi klas V dengan sistem adhesif self etching primer dan total etch terhadap celah mikro dan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yaitu resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer.

Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diperoleh p=0.004 (p<0.05), dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara empat kelompok perlakuan. Kelompok dengan tingkat celah mikro yang paling tinggi dijumpai pada kelompok III (tiga) yakni dengan aplikasi self-etch primer dengan resin komposit flowable sebagai


(64)

intermediate layer, Sedangkan untuk tingkat celah mikro yang paling rendah di

jumpai pada kelompok II (dua) yakni kelompok dengan aplikasi total-etch dan SDR sebagai intermediate layer

Selain itu berdasarkan hasil uji Mann-Whitney terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok SEP+SDR dan TE+SDR (p<0.05) yaitu p= 0,048, antara kelompok SEP+SDR dan TE+Flow (p<0,05) yaitu p=0,048, antara kelompok TE+SDR dan SEP+Flow (p<0,05) yaitu p=0,004, antara kelompok SEP+Flow dan TE+Flow (p<0,05) yaitu p=0,002. Namun untuk kelompok SEP+SDR dan SEP+Flow tidak ada perbedaan yang signifikan yakni (p>0.05) yaitu p= 0,431 sertakelompok TE+SDR dan TE+Flow tidak ada perbedaan yang signifikan yakni (p>0.05) yaitu p= 0,866. Hal ini menunjukkan bahwa SDR sebagai intermediate layer tidak begitu berpengaruh untuk mencegah terjadinya celah mikro pada restorasi resin komposit klas V jika dibandingkan resin komposit flowable.

Meskipun secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok SDR dengan kelompok resin komposit flowable, Namun dari hasil pengamatan skor celah mikro (table 3), kelompok yang memiliki tingkat kebocoran mikro dengan skor 3 ditemukan pada kelompok dengan aplikasi SEP+SDR dan SEP+Flow. Dengan kata lain tingkat celah mikro pada self-etchprimerlebih tinggi dibandingkan total-etch

Salah satu keuntungan dari stress decreasing resin (SDR) adalah dapat diaplikasikan dengan sistem bulk dengan ketebalan 4mm dan kemudian direstorasi dengan restorasi akhir resin komposit. Stress decreasing resin (SDR) didesain untuk restorasi kavitas klas I dan klas II yang cenderung memiliki kavitas yang dalam.31 Sehingga ketika diaplikasikan pada kavitas yang dangkal dengan aplikasi 1mm sebagai intermediate layer dan 1mm sebagai restorasi akhir menyebabkan kelebihan yang dimiliki SDR tidak begitu terlihat secara signifikan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arslan dkk (2011) yakni tidak ada pengaruh kebocaran mikro antara Stress Decresing Resin (SDR) dan resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer. Dengan kata lain resin komposit flowable dan SDR menunjukkan efek yang hampir sama terhadap pengurangan stress pada


(65)

kavitas dangkal sehingga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Mychanesya (2014) telah membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dengan menggunakan SDR sebagai

intermediate layer dibandingan dengan resin komposit flowable, dimana kelompok

yang menggunakan SDR memiliki peluang lebih rendah terhadap terjadinya resiko timbulnya celah mikro pada klas I. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2014) dengan melihat kekuatan Tensil Bond Strength,bahwa yang menggunakan SDR sebagai basis memiliki nilai rerata kekuatan perlekatan yang tertinggi di bandingkan dengan kelompok lainnya, yakni kelompok yang menggunakan resin komposit flowable maupun yang tanpa menggunakan basis. Kesimpulannya bahwa SDR memiliki peranan tidak hanya mengurangi celah mikro, tetapi juga dalam hal kekuatan Tensil Bond Strength, dan SDR dapat bekerja secara optimal jika diaplikasikan pada kavitas yang dalam, sedangkan pada kavitas yang dangkal seperti klas V, kurang memiliki pengaruh yang signifikan.

Pada restorasi klas V yang memiliki karakteristik sedikit enamel, perlu untuk diperhatikan karena, adhesif ke dentin tidak sebaik ke enamel, Dengan kata lain sistem adhesif sangat memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan restorasi pada klas V, selain itu pada daerah ini juga adalah daerah yang sering terpapar cairan sulkular, sehingga semakin sulit dalam hal isolasi yang menyebabkan adaptasi yang baik sulit untuk dicapai.

Menurut Arias et al. (2004) tidak ada bahan bonding yang dapat menghilangkan kebocoran mikro. Kebocoran mikro ini juga bisa disebabkan akibat polimerisasishrinkage, jenis resin komposit yang digunakan, beban kunyah yang diterima kavitas, lokasi dari margin yang dipersiapkan dan teknik insersi yang digunakan.8

Salah satu faktor penting dalam keberhasilan restorasi resin komposit adalah terbentuknya perlekatanyang kuat antara resin komposit dan struktur gigi. Adhesi akan membentuk mechanical interlocking dengan struktur gigi. Kegagalan sistem


(66)

gigi. Celah ini disebabkan karena kekuatan bonding yang kurang baik sehingga tidak mampu menahan tekanan shrinkage pada saat polimerisasi. Celah inilah yang akan menyebabkan celah mikro yang berakibat terjadinya karies sekunder dan keluhan sensitivitas.8

Sistem adhesif total etch memberikan ikatan yang lebih baik dengan dentin karena aplikasi bahan etsa asam fosforik 37%, tahap etsa asam ini dapat menghasilkan adhesi secara mikromekanik pada email, kemudian dengan adanya mekanisme demineralisasi dentin yang dalam dan adanya proses bilas, menyebabkan

smear layer pada permukaan email terbuang, sehingga menghasilkan mikroporositas

yang banyak. Ketika tubulus dentin terbuka dan permukaan dentin mengalami demineralisasi, serat kolagen terekspos dengan kedalaman 3 sampai 10 µm untuk infiltrasi resin, yang menyebabkan terbentuk lapisan hybrid yang tebal.6,8,32,33

Berbeda halnya dengan sistem adhesif self-etch, self etch mendapatkan perlekatan yang baik pada dentin dengan cara berpenetrasi kedalam tubuli dentin melalui smear layer, karena pada sistem ini smear layer tidak dibuang melainkan dibiarkan tetap berada di permukaan dentin. Monomer asam yang terkandung didalam self-etch inilah yang menyebabkan terjadinya demineralisasi sebagian pada permukaan dentin, Monomer asam akan mengangkat sebagian smear layer dan membuka fibril kolagen sehingga monomer resin pada bonding dapat berpenetrasi.23

Melalui uji statistik Mann Whitney Test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari kelompok SEP+SDR dan kelompok TE+SDR, kelompok SEP+Flow dan kelompok TE+Flow, kelompok TE+SDR dan kelompok SEP+Flow, serta kelompok SEP+Flow dan kelompok TE+Flow. Tetapi, hasil uji ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kelompok SEP+SDR dan kelompok SEP+Flow serta kelompok TE+SDR dan kelompok TE+Flow. Hal ini menunjukkan bahwa bahan adhesif total-etch lebih memiliki pengaruh dalam hal mengurangi celah mikro daripada bahan adhesif self etching primer. Sehingga pada kavitas Klas V dengan restorasi resin komposit, sistem adhesif sangat memiliki peranan penting dalam hal mencegah terjadinya celah mikro.


(67)

Deliperi dkk (2007) melakukan penelitian dan hasilnya self etch menunjukkan kebocoran mikro yang lebih tinggi jika di bandingkan dengan total etch.24 Kemudian didukung juga dengan penelitian, Diansari V dkk (2008)yangmelihat perbandingan kebocoran mikro sistem total etch dengan self-etch dan diperoleh hasil bahwa tingkat kebocoran mikrototal-etch lebih rendah dibandingkan self-etch.8 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Geerts S dkk (2012) yang dan hasilnya menunjukkan bahan adhesive yang menggunakan total etch lebih rendah tingkat kebocoran mikronya jika dibandingkan dengan yang menggunakan self-etch.31

Selain itu, hal lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini disebabkan karena dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah gigi non vital yang telah banyak kehilangan kandungan air, dan lamanya gigi setelah pencabutan tidak terkendali, sehingga kemungkinan matriks kolagen pada permukaan dentin yang dapat membentuk lapisan hybrid sudah tidak dijumpai lagi menyebabkan perlekatan bahan bonding yang kurang optimal.Kemudian adanya variabel-variabel yang tidak bisa dikendalikan seperti jangka waktu pencabutan gigi sampai dilakukan perlakuan, serta volume dan aplikasi bahan restorasi.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh SDR dan flowable sebagai intermediate layer dengan sistem adhesif SEP (self etching


(68)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini, pengukuran celah mikro digunakan untuk melihat adaptasi Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layerpada restorasi Klas V dengan sistem adhesif self etching primer dan total-etch. Dan hasilnya kelompok yang tingkat celah mikronya paling rendah adalah kelompok total etch dengan intermediate layer resin komposit stress decreasing resin.

Dari hasil penelitian ini tidak ada perbedaan antara SDR dan flowable sebagai

intermedian layer dalam mengurangi celah mikro. Namun antara self-etching primer

dan total etch menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk restorasi klas V yang memiliki pengaruh lebih besar adalah sistem adhesifnya dibanding intermediate layernya

7.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai masukan untuk penelitian berikutnya agar diperoleh hasil yang lebih akurat dan teliti.

1. Agar menggunakan sampel yang lebih banyak sehingga hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih akurat dan dapat memberikan gambaran terhadap situasi sebenarnya.

2. Agar menggunakan Scanning Elektron Microscopy (SEM) untuk melihat celah mikro yang terjadi pada tepi restorasi dan struktur gigi secara mikroskopis.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hegde MH, Priyadarshini H, Chandra CR. Morphological evaluation of new total etching and self stching adhesif system interfaces with dentin. J Conserv Dent 2012;15 : 151-5

2. Soufyan A, Indrani DJ, Erlinda M. Pengaruh Kontaminasi Saliva Terhadap Kekuatan Tarik antara Resin Komposit Dengan Jaringan Dentin. J Conserv Dent 2008;15:2:131-34

3. Esterina H, Sunarko H, Ismiyatin K. Perbedaan Kekuatan Tarik Diameter Resin Komposit Nanofiller dan Resin Komposit Nanoceramic. J Conserv Dent 2012; 12:6-11

4. Dewa SK, Yuliati A, Munadziroh E. Evaluasi Perubahan Warna Resin Komposit Hybrid Setelah Direndam Obat Kumur. Jurnal PDGI 2012; 61: 5-9 5. Arslan S dkk. The effect of new-generation flowable composite resin on

microleakage in class V composite restoration as an intermediate layer. J Conserv Dent 2013;16:189-93

6. Syafri M. Perbedaan Kebocoran Mikro Resin Komposit Bulfill Vibrasisonic Dan Resin Komposit Nanohybrid Pada Kavitas Klas I 2013.Tesis. Yogyakarta: Program Dokter Gigi Spesialis, 2013: 1-7

7. Heymann OH, Ritter AV, Roberson TM, Instruction to Composite Restoration. in: Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ.eds. Sturdevant’s artand science of operative dentistry, 6th ed.’ St Louis: Mosby Elseveir, 2012;216-28

8. Diansari V, Eriwati YK, Indrani DJ. Kebocoran Mikro Pada Restorasi Komposit Resin Dengan Sistem Total-Etch Dan Self-Etch Pada Berbagai Jarak penyinaran. Indonesian Journal Of Dentistry 2008;15 (2) : 121-30

9. Dalli M dkk. A Comparison Of Microleakage Scores Of Five Different Types of Composite Resin. MB 2014/24/04 : 2122-26


(70)

10.Hedge MN, Vyapaka P, Shetty S. A Comparative Evaluation Of Micrleakage Of Three Different Newer Direct Composite Resins Using A Self Etching In Class V Cavities. J Conserv Dent 2009; 12(4):160-163

11.Ahmadi R dkk. In vitro comparison of mikroleakage of nanofilled and flowable composit in restoring class V cavities in primary molars. ZJRMS 2012;15:47-51

12.Scientific Compendium. SDR: Stress Decreasing Resin. USA: Mildford, 2011: 5-29.

13.Borges MAP, Matos IC, Dias KRHC. Influence Of Two Self-Etching Primer System On Enamel Adhesion. Braz Dent J 2007; 18(2) : 113-18

14.Patil BS dkk Comparative evaluation of self etching primer and phosphoric acid effectiveness on composite to enamel band. JCDP 2013;14:790-95

15.Meena N, Jain N. Options for dentin bonding-total etch or self etch. IJCD 2011; 2(2): 31-3

16.Saraswathi ML, Jacob G, Ballal NV. Evaluation of the influence of flowable liner and two different adhesive system on the microleakage of packable composite resin. J of inter Dent 2012; 2 98-103

17.Umer F, Naz F, Khan FR. An in vitro of Microleakage in Class V Preparation Restorated With Hybrid Versus Silorane Composite. J Conserv Dent 2011; 14(2): 103-107

18.Meerbeek BV dkk. Textbook of operative dentistry. Texas, 2001:178-228 19.Perdigao J, Swift EJ. Fundamental concepts of enamel and dentin adhesion. In:

Roberson TM, Heymann HO, Swift EJ. eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry, 5th ed., St. Louis: Mosby Elsevier, 2009: 245-68

20.Kala M, Chandki R. Total Etch VS Self Etch: Still A Controversy In The Science Of Bonding. Archives Of Oral Sciences & Research 2011; 1: 38-42 21.Bayne SC, Thompson JY. Biomaterials. In: Roberson TM, Heymann HO,

Swift EJ. eds. Sturdevant’s art and science of operative dentistry, 5th ed., St. Louis: Mosby Elsevier, 2009: 176


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas I dengan Sistem Adhesif Total Etch Two Step Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 60 92

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 30 96

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 11 98

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan Resin Flowable sebagai Intermediate Layer pada Restorasi Klas V Resin Komposit Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 17

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 0 13

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 1 5

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 1 15

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas V sengan Sistem Adhesif Self Etching Primer dan Total Etch Terhadap Celah Mikro (In Vitro)

0 2 3

Pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai Intermediate Layer Restorasi Klas I dengan Sistem Adhesif Total Etch Two Step Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

0 2 17

PENGARUH STRESS DECREASING RESIN (SDR) SEBAGAI INTERMEDIATE LAYER RESTORASI KLAS I DENGAN SISTEM ADHESIF TOTAL ETCH TWO STEP TERHADAP CELAH MIKRO (IN VITRO)

0 0 14