2. Komposisi botanis signal, yaitu berat kering signal dalam suatu perlakuan
yang diambil dalam kuadran ukuran 1 m x 1 m dibandingkan terhadap berat kering seluruh tanaman yang terdapat dalam kuadran tersebut.
3. Komposisi botanis puero, yaitu berat kering puero dalam suatu perlakuan
yang diambil dalam kuadran ukuran 1 m x 1 m dibandingkan terhadap berat kering seluruh tanaman yang terdapat dalam kuadran tersebut.
4. Kandungan protein kasar signal, yaitu nilai kandungan nitrogen signal yang
dianalisis dengan metode kjeldahl dikalikan dengan 6.25.
5. Kandungan protein kasar puero, yaitu nilai kandungan nitrogen puero yang
dianalisis dengan metode kjeldahl dikalikan dengan 6.25.
6. Kandungan serat kasar signal, yaitu nilai kandungan serat signal setelah
mengalami perlakuan asam dan basa.
7. Kandungan serat kasar puero, yaitu nilai kandungan serat puero setelah
mengalami perlakuan asam dan basa.
8. Kandungan fosfor signal, yaitu kandungan fosfor signal yang dianalisis
dengan AAS.
9. Kandungan fosfor puero, yaitu kandungan fosfor puero yang dianalisis
dengan AAS
10. Produksi protein kasar hijauan, yaitu nilai kandungan protein kasar
signal dan puero dari suatu petak percobaan dikalikan dengan berat kering signal dan puero pada petak percobaan tersebut, kemudian keduanya
dijumlahkan.
11. Produksi serat kasar hijauan, yaitu nilai kandungan serat kasar signal
dan puero dari suatu petak percobaan dikalikan dengan berat kering signal dan puero pada petak percobaan tersebut, kemudian keduanya dijumlahkan.
12. Produksi fosfor hijauan, yaitu nilai kandungan fosfor signal dan puero
dari suatu petak percobaan dikalikan dengan berat kering signal dan puero pada petak percobaan tersebut, kemudian keduanya dijumlahkan.
13. Kolonisasi FMA pada akar tanaman, yaitu persentase infeksi akar oleh
FMA pada signal dan puero yang diukur dengan melihat akar yang terinfeksi melalui tehnik pewarnaan yang dikembangkan oleh Phillips Hayman 1970
Lampiran 1 dan 2.
14. Jumlah spora, yaitu banyaknya spora yang berasal dari rizosfir signal dan
puero yang diisolasi dengan tehnik penyaringan basah wet sieving, dikembangkan oleh Gardermann Nicholson 1963 yang telah dimodifikasi.
Tanah yang berasal dari rizosfer akar tanaman percobaan ditimbang sebanyak 50 g, kemudian dilarutkan dalam air hingga benar-benar merata. Endapkan
beberapa saat. Bagian yang tidak mengendap disaring secara bertingkat dengan menggunakan saringan 200 µm dan 38 µm. Fraksi yang tidak lolos saringan
ukuran 38 µm dipindahkan ke dalam tabung sentrifus yang dicampur dengan air dan larutan gula 60 . Selanjutnya disentrifus pada kecepatan 2400 rpm
selama 30 detik. Fraksi yang tidak mengendap disaring dengan saringan ukuran 38 µm. Pada saat penyaringan dilakukan dibawah air mengalir agar bersih dari
larutan gula. Kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri dan dilihat di bawah dissecting microscope pada pembesaran 35x. Spora terlihat dihitung dengan
tally counter. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam, dan
untuk menjelaskan perbedaan diantara perlakuan digunakan uji DMRT Duncan multiple range test.
Pelaksanaan kegiatan 1.
Persiapan petak percobaan. Lahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah lahan hasil reklamasi tahun 2001. Lahan tersebut kemudian diukur dengan panjang 30 m dan lebar 10 m, kemudian dibersihkan hingga
permukaan tanah. Selanjutnya ditempatkan petak-petak percobaan, setiap petak berukuran 1.5 m x 1.5 m x 30 cm sebanyak 36 petak. Setiap petak
diberi kode, sebagai penanda dari perlakuan dan ulangannya. Jarak antar petak berukuran 1 m. Petak- petak tersebut disusun dalam 3 blok ulangan, setiap
blok terdiri atas 12 petak sesuai dengan perlakuan.
2. Pengisian tanah pada petak percobaan. Tanah yang digunakan berasal dari