49
Perbandingan kedua matriks interaksi dugaan pada data proporsi gabah isi, menunjukkan hasil berlawanan dengan sub-bab sebelumnya. Perbandingan kedua
matriks interaksi yang dihasilkan kedua metode ini menggunakan metode procrustes diperoleh nilai R kuadrat sebesar 23.36. Angka ini mengindikasikan
ketidaksesuaian hasil dari kedua pendekatan. Uji kenormalan bagi data poporsi gabah isi menunjukkan ketidaknormalan,
sementara bagi data yang ditransformasi menunjukkan Normal lihat Gambar 2.3. Transformasi Box-Cox berhasil mengatasi ketidaknormalan sehingga AMMI
dapat digunakan pada data ternormalkan secara sahih. Namun begitu, matriks interaksi dugaan hasil kedua metode menunjukkan perbedaan yang tidak dapat
diabaikan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu kehati-hatian dalam interpretasi AMMI data ternormalkan karena hasilnya sangat berbeda dengan GAMMI.
4.3 Simpulan
Hasil AMMI pada pendekatan transfomasi Box-Cox pada data rataan proporsi binomial memberikan matriks interaksi dugaan yang berbeda dari
model GAMMI logit-link. Pada data rataan populasi hama berdistribusi Poisson, AMMI dengan transformasi Box-Cox tidak banyak berbeda dengan
model GAMMI log-link. Namun perlu dicatat bahwa bentuk sebaran data ini sangat mirip dengan distribusi Normal.
Tidak demikian halnya dengan data proporsi gabah isi, pendekatan transformasi Box-Cox pada model AMMI untuk data proporsi ini memberikan
hasil yang berdeda dari model GAMMI logit-link. Bila distribusi data sangat mirip dengan sebaran Normal simetrik maka
hasil AMMI dengan pendekatan transformasi Box-Cox tidak jauh berbeda dengan penggunan GAMMI. Sebaiknya pada data yang bukan Normal hasil kedua
pendekatan ini sangat berbeda. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menyadari bahwa metode
procrustes yang digunakan dalam perbandingan memeriksa kemiripan konfigurasi dua matriks dan tidak memperhatikan “tanda”.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dua pendekatan dapat dilakukan untuk menangani ketidaknormalan data pada pemodelan bilinier. Transformasi kenormalan dilakukan untuk tetap
bertahan pada model dengan metode pendugaannya yang telah mapan secara teori sehingga pengujian hipotesis dan interpretasinya pun tidak banyak perdebatan.
Model AMMI dibangun dengan landasan teori pemodelan yang mapan, teknik komputasi yang sederhana, dan telah secara luas digunakan. Transformasi data
dilakukan untuk semata-mata memperoleh asumsi kenormalan. Analisis AMMI kemudian dilakukan pada data hasil transformasi ini. Kita seolah menutup mata
terhadap makna apa yang diberikan oleh transformasi pada interpretasi model AMMI.
Pada memodelan terampat, GAMMI atau GLM secara umum, transformasi bukanlah tidak dilakukan. Justru transformasi menjadi hal terpenting dalam model
linier terampat. Transformasi dalam model linier terampat dipilih berdasarkan distribusi data, karenanya identifikasi distribusi menjadi sangat penting.
Transformasi inilah yang memodelkan data berdasarkan fungsi peluangnya melalui fungsi hubung, dan secara teori interpretasi pemodelan inipun diturunkan
berdasarkan fungsi peluang ini. Dengan bilinier terampat GAMMI, kita sedang pemodelkan peluang, sehingga interpretasinya berkenaan dengan perbandingan
peluang, odds dan rasio odds. Namun di sisi lain, transformasi ini juga yang menyebabkan dibutuhkannya metode pendugaan parameter yang lain likelihood
bukan pendugaan dengan Metode Kuadrat Terkecil MKT biasa. Konsekuensi lain, model bilinier terampat khususnya, membutuhkan komputasi yang tidak
sesederhana biasanya. Bila kita memilih transformasi kenormalan sebagai upaya penanganan data-
data bukan Normal pada pemodelan bilinier, kita dapat menggunakan transformasi Box-Cox dan kemudian memodelkannya dengan AMMI, bila
distribusi data yang kita miliki mendekati simetrik, sangat mirip dengan sebaran Normal. Hal ini disebabkan karena hasil AMMI dengan pendekatan transformasi
Box-Cox tidak jauh berbeda dengan penggunan GAMMI. Namun bila distribusi