6. KARAKTERISTIK SIFAT FISIK KIMIA DAGING DAN ORGANOLEPTIK
Pendahuluan Tikus ekor putih merupakan hewan alternatif penghasil daging yang
dagingnya hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja yakni masyarakat Sulawesi Utara khususnya di kabupaten Minahasa dan kota Manado
Beberapa sifat fisik dan kimia daging erat hubungannya dengan kualitas daging. Hal ini disebabkan sifat-sifat tersebut merupakan faktor penentu dalam
penilaian kualitas ataupun mutu daging. Pada dasarnya kualitas daging ditentukan oleh selera konsumen dan nilai gizi dari daging itu sendiri. Kualitas
daging di setiap daerah atau negara untuk waktu tertentu bisa berubah-ubah sesuai dengan penilaian selera konsumen.
Nilai seekor ternak potong ditentukan oleh beberapa faktor antara lain persentase berat karkas, kandungan nilai gizinya antara lain kadar protein, kadar
lemak, asam lemak, pH, daya mengikat air daging, dan nilai glikogen dari daging tersebut
Sehubungan dengan telah dibudidayakannya tikus ekor putih perlu diketahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap daging tikus ekor putih
dibandingkan dengan daging lain, sebab kualitas daging ditentukan juga oleh tingkat kesukaan preferensi masyarakat. Preferensi adalah kecenderungan
pilihan seseorang terhadap sesuatu dibandingkan dengan yang lain. Preferensi merupakan perwujudan penilaian alternatif yang merupakan tahap ketiga dalam
perilaku konsumen setelah tahap pengenalan dan pencarian informasi. Ditinjau dari aspek gizi belum ada penelitian mengenai kandungan zat gizi
dari tikus ekor putih dan untuk membuktikan tingkat kesukaan masyarakat di Sulawesi Utara terhadap daging tikus ini, maka telah dilakukan penelitian tentang
karakteristik daging tikus ekor putih dan pengujian tingkat kesukaan daging tikus ekor putih dibandingkan dengan daging lain.
Penelitian bertujuan menguji sifat fisik kimia daging tikus dan tingkat kesukaan masyarakat di Sulawesi Utara khususnya kota Manado dan Kabupaten
Minahasa terhadap daging tikus dibandingkan dengan daging sapi, daging babi, daging anjing, dan daging ayam.
58
Bahan dan Metode
Materi penelitian terdiri atas daging tikus ekor putih, daging babi, daging ayam, daging anjing, daging sapi, serta akua. Daging tikus ekor putih diperoleh
dari 75 ekor. Alat yang digunakan adalah kamera, alat tulis menulis, jam, timbangan,
Warner Bratzer Shear, pisau, termometer bimetal, panci, kompor, pH meter, kertas saring, piring, tissue, dll
Secara khusus untuk penentuan analisis sifat fisik dan kimia daging digunakan 25 ekor daging tikus yang diambil dari bagian paha, Analisis pengujian
organoleptik, menggunakan 50 ekor tikus, yang dipotong dan dibersihkan dari rambutnya, dikeluarkan alat pencernaannya kemudian dipotong-potong
berbentuk dadu dan dipanggang. Prosedur yang sama diberlakukan juga untuk jenis daging lainnya.
Parameter yang diamati a. Bobot Karkas Segar
Bobot karkas segar diperoleh dari tikus yang dipotong dan dikeluarkan darah, rambut, kepala dan kaki serta alat pencernaannya.
b. Persentase Karkas Persentase karkas diperoleh dari bobot karkas dibagi bobot hidup dan
dikalikan 100 atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : A
Persentase Karkas = x 100 B
Dimana : A = bobot karkas g
B = bobot hidup g
c. Kadar Glikogen Daging Kadar glikogen daging dianalisis dengan metode Seifter et al., 1950,
dengan menggunakan bahan-bahan asam sulfat 95 5 ml H
2
O ditambah 95 ml 0,2 anthrone 0,2 g anthrone + 95 asam sulfat sehingga volume 100 ml, dan
30 KOH 30 g KOH ditambah H
2
O sampai mencapai volume 100 ml, 95 etanol ethyl alkohol.
Prosedur analisisnya yaitu KOH 30 sebanyak 1 ml ditambahkan pada sampel sebanyak 25 mg dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan dalam
penangas air selama 20 menit. Setelah itu ditambahkan dengan etanol dan kemudian disentrifus selama 20 menit pada kecepatan 2500 rpm.
59
Endapan yang tersisa dipisahkan dari larutan supernatan hasil sentrifus yang ada di atas, kemudian ditambahkan 2,5 ml H
2
O dan 3 ml larutan anthrone lalu dihomogenkan dengan vorteks. Setelah itu dibaca dengan spektrometer
pada panjang gelombang λ
620 nm. Kurva standar untuk glikogen : 250 : 250
µ g dari standar + 750
µ l H
2
O 200 : 200
µ g dari standar + 800
µ l H
2
O 150 : 150
µ g dari standar + 850
µ l H
2
O 100 : 100
µ g dari standar + 900
µ l H
2
O 75 : 75
µ g dari standar + 925
µ l H
2
O 50 : 50
µ g dari standar + 950
µ l H
2
O 25 : 25
µ g dari standar + 975
µ l H
2
O d. Analisis Kadar Abu
Analisis kadar abu menggunakan metode Apriyantono et al. 1989, sebanyak 5 sampai 10 g daging tikus segar dimasukkan ke dalam cawan
pengabuan; sebelumnya berat cawan sudah ditentukan. Mula-mula sampel dibakar pada pembakar burner untuk menguapkan sebanyak mungkin zat
organik yang ada sampai sampel tidak berasap lagi kemudian cawan di pindahkan ke dalam tanur dengan suhu 600
o
C sampai semua karbon berwarna keabuan, apabila semua sampel berwarna keabuan, cawan pengabuan
dimasukan ke dalam desikator untuk didinginkan. setelah dingin ditimbang sampai berat tetap.
Perhitungan kadar abu daging tikus adalah : berat abu g x 100
kadar abu = berat sampel g
e. Analisis Kadar Air AOAC, 1989 Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 100
C selama 10 menit, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel
seberat 3 g ditimbang dalam cawan kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu 105
C selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Berat sampel g = W1
Berat sampel setelah dikeringkan g = W2 Kehilangan bobot g
= W3 atau W1-W2 Kadar air
= W3 W2 X 100
60
f. Kadar Protein kasar Kira-kira 0,3 g sampel x ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam
labu destruksi. Kira-kira 3 sendok kecil katalis campuran Selen serta 20 ml H
2
SO
4
pekat teknis ditambahkan secara homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi mula-mula pada posisi low kira-kira 10 menit,
kemudian pada posisi med selama 5 menit dan pada posisi high sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Proses ini berlangsung di dalam
ruang asam. Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut dimasukkan ke
dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung N. Ditambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan
menambahkan 100 ml NaOH 33. Kemudian labu penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling. Proses penyulingan ini diteruskan hingga semua N
telah tertangkap oleh H
2
SO
4
yang ada di dalam erlenmeyer atau bila 23 cairan dalam labu penyuling telah menguap.
Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan tadi diambil dan kelebihan H
2
SO
4
dititer kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0,3 N. Proses titrasi berhenti setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan
titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat sebagai z ml. Kemudian dibandingkan dengan titar blanko. Penentuan kadar protein kasar adalah :
y - z x titar NaOH x 14 x 6,25 Protein kasar =
x 100 berat sampel x gram
g. Kadar Lemak Kasar Penentuan kadar lemak dengan metode Sochlet. Sebuah labu lemak
dengan beberapa butir batu didih di dalamnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 sampai 110
o
C selama 1 jam. Didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang misalnya a g Sampel kira-kira 1 g atau x g, dimasukkan ke
dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Selongsong dimasukkan ke dalam alat FATEX-S dan
ditambahkan larutan petroleum ether sebagai larutan pengekstrak. Suhu alat tersebut diatur pada 60
o
C dan waktu selama 25 menit. Proses ekstraksi dilakukan hingga alat berbunyi. Kemudian larutan petroleum ether bersama
lemak yang larut diturunkan, dan dievaporasi dengan mengubah suhu pada 105
o
C sampai alat FATEX-S berbunyi.
61
Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu 105
o
C selama 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang kembali dengan berat misalnya b g.
Penentuan kadar lemak kasar : b - a
Kadar lemak kasar : x 100 x
h. Analisis Komposisi Asam Lemak Analisis komposisi asam lemak dilakukan dengan cara 1 mengekstraksi
lemak dengan metode Folsch 2 metilasi untuk memperoleh ester metil dari asam lemak yang kemudian dapat dianalisis lebih lanjut dengan GC
1. Ekstrasi lemak metode Folsch dan Stanly 1957. Sampel yang telah dikeringkan dengan freeze dryer ditimbang sebanyak 1
gram kemudian dilakukan inaktivasi enzim dengan menambah 10 ml metanol, lalu diaduk selama 5 menit dan disonikasi selama 5 menit. Campuran diinkubasi
selama 18 jam pada suhu 15
o
C, setelah diinkubasi ditambahkan dengan kloroform jenuh sebanyak 20 ml dan diaduk selama 5 menit. Campuran disaring
dengan kertas saring, residu yang tertinggal ditambahkan dengan 30 ml campuran kloroform-metanol 2:1 dan diaduk selama 5 menit kemudian disaring.
Ekstraksi diulang sekali lagi. Seluruh filtrat dicampur dan disatukan dalam labu pemisah, kemudian
ditambahkan 2 ml NaCl 0,88 kocok dan kemudian dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian bawah larutan a dipisahkan dari lapisan atas.
Lapisan atas ditambah 10 ml metanol-NaCl 0.88 1:1 lalu dikocok dan dibiarkan sampai terpisah. Lapisan bagian bawah dicampur dengan larutan a
sedangkan bagian atas dibuang. Lapisan a kemudian dipekatkan sampai berat tetap, selanjutnya larutan a ini dapat digunakan untuk analisis asam lemak.
2. Metilasi IUPAC, 1987 Pada prinsipnya trigliserida disabun untuk membebaskan asam-asam
lemak yang kemudian diesterifikasi dengan metanol dengan bantuan katalisator BF3 Boron Triflourida. Untuk kualifikasi digunakan standar internal asam
margarat C17. Prosedur metilasi adalah mula-mula ditimbang sebanyak 25-30 mg lemak dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 ml standar internal asam margarat
= 10 mg asam margarat10 ml heksan dan 1 ml larutan NaOH 0,5 N dalam metanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Headspace dalam tabung diisi
dengan gas N
2
. Tabung reaksi dipanaskan dalam air panas selama 5 menit
62
untuk melarutkan lemak agar tercampur lebih merata dalam larutan. Selanjutnya tabung reaksi didinginkan dalam air dan ditambahkan campur BF3 dalam
metanol sebanyak 2 ml. Tabung reaksi dipanaskan kembali dalam air mendidih selama 30 menit.
Setelah itu tabung reaksi didinginkan dan ditambah heksan sebanyak 1 ml serta dipanaskan kembali selama 1 menit untuk menyempurnakan larutan ester metil
dalam heksan. Tabung reaksi didinginkan dan ditambah 3 ml Na Cl jenuh guna menyempurnakan pencampuran ester metil dalam metanol dan heksan.
Campuran tersebut dikocok dan lapisan atas dipipet. Lapisan atas dimasukkan ke dalam vial yang diberi Na
2
S0
4
anhidrat. Campuran dipekatkan dengan ditiup gas N
2
dan siap disuntik ke kromatografi gas. Asam lemak pada daging tikus diidentifikasi menggunakan kromatografi gas
dengan standar internal. Instrumen kromatografi gas yang digunakan adalah tipe GC-9 AM Shimadzu. Intregrator berupa chromatopac C-R6A Shimadzu.
Prosesor data menggunakan FDD-1A, program versi 1,5 Shimadzu. Adapun kondisi komatografi gas yang digunakan mengikuti metode Indrawati 1997
dengan menggunakan kolom kapiler DB 23 panjang 60 meter. Diameter dalam 0,25 mm dan ketebalan lapisan 0,25 mikro detektor yang digunakan tipe FID
Flame ionisation Detector. Gas pembawanya heliun dengan tekanan 1 kgcm2. Gas pembakarnya adalah udara dan H2 dengan tekanan masing-masing 0,5
kgcm2 suhu detektor 260
o
C dan suhu injektor 250
o
C. sampel diinjeksi dengan teknik injeksi splitless dengan volume injeksi sebanyak 1 mikro. Suhu diprogram
dengan suhu awal 140
o
C yang dipertahankan selama 6 menit, kemudian dinaikan suhunya dengan laju kenaikan suhu 30
o
Cmenit. Suhu terakhir adalah 230
o
C ditahan selama 20 menit. Mengidentifikasi asam lemak, dilakukan penyuntikan standar-standar ester metil
asam lemak pada kondisi yang sama dengan kondisi sampel dan penentuan nilai RRT Relative Retention Time. Perhitungan RRT adalah sebagai berikut:
Waktu retensi komponen x RRTx =
Waktu retensi standar internal
RRTx = Relative retention time komponen x Selanjutnya RRTx ini dibandingkan dengan RRT standar etil metil asam lemak
yang disuntikkan untuk megidentifikasi komposisi asam lemak pada sampel
63
Tabel 11 Komposisi ester metil asam lemak standar 74
Jenis Asam Lemak
Persentase Berat
Waktu Retensi menit
Luas Area 8:0
6.666 7.543
65.553 10:0
6.666 9.898
94.542 12:0
6.666 14.023
107.957 13:0
6.666 16.658
112.073 14:0
6.666 19.497
111.047 15:0
6.666 22.400
109.962 16:0
6.666 25.310
135.139 16:1
6.666 26.175
108.128 17:0
6.666 28.095
102.419 18:0
6.666 30.830
99.791 18:1
6.666 31.535
146.505 18:2
6.666 32.817
104.113 18:3
6.666 34.418
87.282 20:0
6.666 35.870
76.321 22:0
6.666 41.142
65.026 Jumlah luas area
1.461.732
Tabel 12 Komposisi ester metil asam lemak standar 84
Jenis Asam Lemak
Persentase Berat
Waktu Retensi menit
Luas Area 16:0
10 25.138
70.704 17:0
5 27.897
34.531 18:0
10 30.660
68.192 18:1
5 31.310
36.185 18:2
20 32.732
142.877 18:3
5 34.247
34.021 20:0
10 35.760
64.890 20;1
10 36.467
68.903 20:4
15 39.208
99.057 20:6
10 48.990
56.784 Jumlah luas area
619.360
Kuantifikasi Komponen Asam Lemak Kosentrasi masing-masing komponen asam lemak pada sampel dihitung
dengan nilai RF Respons Factor dari masing-masing komponen tersebut dibandingkan dengan standar internal. Standar internal yang digunakan adalah
standar 74 dan standar 84 dengan komposisi ester metil asam lemak tersebut dapat dilihat pada tabel 11 dan 12.
Perhitungan RF dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
64
area standar internal mg asam lemak standar RF = X
mg standar internal area asam lemak standar
Setelah diperoleh nilai RF, maka kosentrasi asam lemak KAL dapat dihitung dengan persamaan:
area asam lemak mg asam lemak standar KAL = X X RFmg asam lemakkg lemak
g lemak area standar internal
Selain dalam bentuk konsentrasi, kuantifikasi asam lemak juga dapat dinyatakan dalam relatif area dengan persamaan :
area asam lemak relatif area asam lemak = X 100
total area asam lemak
i. pH Daging Pengukuran pH daging dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Sampel daging yang sudah dihaluskan sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam gelas beker, dan diencerkan dengan akuades sampai 100 ml kemudian dicampur
dengan menggunakan mikser selama 1 menit. Setelah itu diukur pHnya dengan pH meter yang telah dikalibrasi.
j. Daya Mengikat Air Daging water holding capacity = WHC Pengukuran ini dilakukan dengan metode penekanan press Method
sesuai petunjuk Hamm 1972, yaitu dengan membebani 0.3 g sampel daging pada suatu kertas saring filter di antara 2 plat dengan beban 35 kg setelah 5
menit, daerah yang tertutup sampel daging dan luas daerah basah di sekitarnya ditandai dan diukur.
Daerah basah diperoleh dengan mengurangkan daerah yang tertutup sampel daging dari luas total daerah basah + daging dan luas daerah yang
tertutup daging dengan menggunakan planimeter. Kemudian daya mengikat air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
daerah basah cm
2
Mg H2O = - 0.8 0.0948
Nilai kandungan air yang diperoleh berdasarkan rumus, selanjutnya dipersentasekan terhadap bobot sampel yaitu 0.3 g.
65
k. Flavor dan Penerimaan Umum Organoleptik Pengujian flavor dan penerimaan umum dengan uji organoleptik Soekarto,
1985 yaitu dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Pada uji ini panelis diminta untuk
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan dan ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan dikenal sebagai skala hedonik. Panelis yang digunakan
adalah panelis tidak terlatih sebanyak 75 orang. Skala hedonik yang dipakai terdiri atas 5 skala kesukaan dari sangat suka 1 sampai sangat tidak suka 5,
seperti yang tercantum pada format uji.
Gambar 20 Pengujian organoleptik daging tikus ekor putih
5. Analisis Data