dengan jenis kelamin yang ”dikenakan” kepada bentu fisiknya. Ada pula seseorang merasa terjebak dalam tubuh dan anatomi seksual yang salah.
Di Indonesia, fenomena tentang waria sebenarnya bukanlah masalah atau fenomena baru. Kehidupan kaum waria yang bertolak belakang dengan kebiasaan
hidup manusia secara normal dalam berperilaku dan menentukan sikap membuat komunitas maupun individunya tidak memiliki tempat di masyarakat. Itu semua
dikarenakan pola kehidupan mereka dianggap akan mempengaruhi kehidupan masyarakat lain. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh kaum waria adalah
bagaimana menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Karena keberadaan mereka masih dibilang asing dalam kehidupan masyarakat dan sedikit
sulit untuk diterima.Banyak masyarakat luas beranggapan menjadi seorang waria hanya menjadi aib yang dapat memalukan diri sendiri, keluarga dan orang orang
terdekat yang berada disekitarnya. Kemunculan seorang waria yang merupakan sebuah fenomena social
tersendiri bagi masyarakat kita dimana sampai saat ini waria adalah salah satu kaum yang terpinggirkan. Banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap
eksistensi waria, bahkan secara terang terangan mereka beranggapan negatif, seperti waria dianggap sampah masyarakat, penyebar penyakit masyarakat dan
kesemuanya itu seolah menyiratkan bahwa waria selama ini diperlakukan sebagai sebuah objek bukan subjek.
Waria dan diskriminasi, bagai dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan.Keberadaan waria ditengah masyarakat merupakan suatu fenomena
yang ikut meramaikan fakta sosial baru didalam masyarakat.Hal ini menimbulkan
adanya suatu pandangn pandangan-pandangan yang beraneka ragam didalam masyarakat, mulai dari pemberian cap bahwa mereka sampah masyarakat,
penyakit sosial, beperilaku negatif, sumber penyakit hingga tidak diakui eksistensi sosialnya.
Keberadaan waria ditengah tengah masyarakat sama halnya dengan keberadaan setiap individual manusia yang lainnya. Ada yang bersikap baik dan
ada pula yang bersikap tidak baik, ada yang memiliki nilai moral dan begitu pula sebaliknya.Semua itu kembali lagi kepada sikap pribadi perorangan masing
masing.Waria juga sering mengalami diskriminasi dalam memperoleh lapangan pekerjaan.Karena sebagian masyarakat tidak mau mempercayakan pekerjaan
untuk waria. Hal ini tidak bisa terlepas dari pandangan masyarakat yang memandang waria sebagai kelompok penentang kodrat manusia, berdosa dan
menjijikkan. Penolakan masyarakat ini jelas menimbulkan masalah bagi komunitas waria termasuk dalam memperoleh pekerjaan.Bagi waria yang
berpendidikan dan mempunyai keterampilan banyak yang berusaha memperoleh penghasilan sesuai dengan latar belakang pendidikan atau keterampilannya.
Sedangkan waria yang berpendidikan rendah atau waria yang tidak mempunya skill atau keterampilan khusus tentunya akan sanagat sulit untuk mendapatkan
pekerjaan. Hal yang termudah yang bisa dilakukan adalah bekerja sebagai pengamen dijalanan dan menjadi PSK.Atau biasanya siangnya mereka mengamen
dan malam nya mereka menjajakan dirinya sebagai PSK.
32
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Rumah Singgah Waria Anak Raja
Rumah Singgah Waria Anak Raja berdiri sejak 28 Desember 2009 oleh FKWI Forum Komunitas Waria Indonesia yang di dirikan oleh ketua FKWI
sendiri yaitu Yulianus Rettoblaut yang dikenal dengan sebutan Mami Yuli, waria lulusan Fakultas Hukum dari Universitas At-Tahiriyah, Jakarta. Awalnya Mami
Yuli hanya sekedar mencari tempat untuk kumpul-kumpul untuk komunitas waria. Dan dengan dibantu oleh beberapa LSM peduli hak asasi manusia. Akhirnya
FKWI dapat membeli tanah seluas 144m2 dikawasan Depok, Jawa Barat pada Februari 2009. Rumah singgah ini ber alamat di sebuah gang yaitu Gang Golf RT
03 RW 013 No. 145 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas Parung Bingung Meruyung Depok, Jawa Barat.
Terciptanya Rumah Singgah Waria ini dikarenakan ada sekitar 7 juta waria di Indonesia yang telah di estimasi oleh FKWI Forum Komunitas Waria
Indonesia. Tidak semua mendapati waria hidup dengan layak, diskriminasi dari keluarga maupun masyarakat cenderung menjadi bagian dari tekanan sosial yang
harus dihadapi waria. Waria-waria tua yang tidak mempunyai tempat tinggal, waria yang putus sekolah, pengangguran, atau diusir dari keluarga, serta tidak
sedikit yang terlibat kegiatan negatif seperti penggunaan narkoba dan bekerja di tempat prostitusi.
Persoalan sosial yang kerap terjadi menimpa waria yaitu ketika ada waria yang meninggal dunia. Tidak ada yang mau mengurus, tidak ada yang mau
menerima termasuk keluarga. Dan biasanya waria yang sudah meninggal dunia dibawa kerumah sakit dan didiamkan disana. Karena hal ini lah merupakan salah
satu alasan di dirikan nya rumah singgah waria ini, agar waria yang sudah meninggal di urus disini sesuai dengan agama nya masing masing. Pihak
kepolisian jika menemukan waria yang sudah meninggal akan membawa jasad nya ke rumah singgah waria ini untuk di urus proses pemakaman nya.
Rumah Singgah Waria ini mendapat dukungan dari Kementrian Sosial Kemensos dengan memberikan dana dengan uang sebesar Rp. 15 juta per
bulannya. Biaya itu digunakan untuk melakukan pemberdayaan kepada waria. Waria yang memerlukan perlindungan sosial dan juga bermasalah dengan
kesehatan. Rumah singgah ini menampung 30 orang dan jika 30 orang ini diharap
sudah mampu untuk mandiri maka pengurus rumah singgah memberikan uang sebesar Rp 150 ribu sebagai modal ke setiap waria yang sudah mempunyai
keahlian. Rumah singgah ini dibuka untuk semua waria yang ingin mempunyai keahlian, namun di utamakan untuk waria yang sudah lansia yang sudah
menginjak usia jompo untuk tinggal di rumah singgah waria ini. Diutamakan usia lansia karena dikhawatirkan waria yang sudah jompo sudah tidak mempunyai
rumah untuk tinggal dan sudah tidak mempunyai keluarga atau tidak diterima dikeluarga.
Di rumah singgah ini waria diajarkan berbagai keterampilan mulai dari keterampilan salon, memasak, dan menjahit. Dengan adanya keterampilan yang
dimiliki dapat mengubah kesan negatif yang melekat kepada waria. Oleh karena itu, adanya rumah singgah waria diharapkan dapat menjadi wadah untuk
mengatasi persoalan sosial yang menimpa para waria.
B. Visi dan Misi Rumah Singgah Waria Anak Raja
Visi
Terciptanya lembaga yang kuat dan mampu mensejahterahkan, memberikan pelayanan dan menyediakan wadah pemberdayaan bagi kelompok
waria sehingga dapat menyatu dengan masyarakat dan berjalan bersama sehingga dapat hidup berdampingan.
Misi
Memberikan pelayanan sosial kepada kaum waria dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya untuk dapat bertanggung jawab pada
dirinya sendiri melalui pemberdayaan kelompok waria.
C. Tujuan, Fungsi dan Sasaran Rumah Singgah Waria Anak Raja
Tujuan Rumah Singgah Waria
1. Memberikan keteranpilan kepada waria untuk bisa bertahan hidup.
2. Menanamkan nilai-nilai dan norma kepada waria agar bisa hidup
berdampingan dengan masyarakat.