Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko Pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT DALAM MENGURANGI TINGKAT RESIKO PADA PT. BRI Persero Tbk CABANG TARUTUNG

SKRIPSI

OLEH:

APRITA JOHANNA LUMBAN TOBING 070523039

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah prosedur pemberian kredit pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tarutung sudah baik dan apakah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan atu tidak.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan menganalisis prosedur pemberian kredit yang dilakukan oleh pegawai bank dan membandingkannya dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk melihat apakah prosedur yang dilakukan mampu mengurangi tingkat kredit macet atau tidak. Penulis juga melakukan wawancara pegawai mengenai cara analisis kredit terhadap 10 proposal kredit nasabah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pemberian kredit yang dilakukan sudah cukup baik dan analisis kredit yang terpenting diilakukan adalah analisis character dan selanjutnya adalah capacity, capital, condition of economic, dan yang terakhir adalah collateral.

Kata kunci : Prosedur pemberian kredit, character, capacity, capital, condition of economic, collateral, kredit macet


(3)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Allah Bapa atas kasih dan rahmatNya yang senantiasa baru setiap hari. KaryaMu luar biasa dalam hidupku, menuntun langkah kakiKu disetiap waktu hidupku hingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini penulis persembahkan uuntuk keluarga tercinta, keluarga yang juga luar biasa bagi penulis, yaitu Bapak dan Ibu serta saudara-saudaraku terima kasih buat segala hal yang boleh kalian berikan, kalian adalah orang yang menjadi inspirasi dan kekuatan bagi penulis dalam menjalani kehidupan ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis Prosedur Pemberian Kredit dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung” dan disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini.

1. Bapak Drs, Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak


(4)

3. Bapak Paidi Hidayat, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan, bimbingan dan bantuan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Syarief Fauzi, M.Ec dan Bapak Drs, Rujiman, MA, selaku dosen pembanding dan penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dwiantoro selaku Pimpinan PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dikantor tersebut.

6. Kedua orang tua penulis M. L. Tobing dan P. br. Hutasoit, serta saudara-saudaraku Julicia, Jugia, Josua dan Erik, terima kasih buat kasih saying dan dukungan yang diberikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman penulis serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tiidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2010 Penulis

Aprita Johanna L. Tobing NIM: 070523039


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...i

ABSTARCT………ii

KATA PENGANTAR………...iii

DAFTAR ISI………..iv

DAFTAR GAMBAR………vi

DAFTAR TABEL………...vii

DAFTAR LAMPIRAN……….viii

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1 Latar Belakang……….1

1.2 Perumusan Masalah………..4

1.3 Hipotesis………...5

1.4 Tujuan Penelitian………...5

1.5 Manfaat Penelitian………5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………6

2.1 Pengertian Bank………...6

2.2 Resiko Usaha Bank………..7

2.3 Pengertian Prosedur……….10

2.4 Pengertian Kredit……….11

2.5 Unsur-Unsur Kredit……….11

2.6 Prosedur Pemberian Kredit………..12


(6)

BAB III METODE PENELITIAN………22

3.1 Ruang Lingkup Penelitian………..22

3.2 Jenis dan Sumber Data………...22

3.3 Metode Pengumpulan Data………23

3.4 Instrumen Penelitian………...25

3.5 Metode Analisis Data……….25

3.6 Defenisi Operasiional……….26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 27

4.1 Sejarah PT BRI (Persero) Tbk………...27

4.2 Data Penelitian………...29

4.2.1 Data Kualitatif………...29

4.2.1.1 Proses Pemberian Putusan Kredit………...29

4.2.1.2 Analisis dan Evaluasi Kredit………...32

4.2.1.3 Kolektibilitas Kredit………33

4.2.1.4 Pengelolaan Kredit Bermasalah…………..35

4.2.2 Data Kuantitatif………37

4.2.2.1 Perkembangan Kredit PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung………37

4.2.2.2 Kolektibilitas Kredit PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung……….38

4.3 Hasil Pengolahan Data………41


(7)

4.3.2 Analisis Mengenai Analisis 5’C yang Dilakukan

Pegawai……… 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...55

5.1 Kesimpulan...55

5.2 Saran-Saran………56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik NPL PT BRI (Persero) Tbk………..4 Gambar 4.1 Prosedur Pemberian Kredit………36 Gambar 4.2 Tingkat NPL PT BRI ( Persero) Tbk Cab Tarutung…………...40


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu……….21

Tabel 4.1 Perkembangan Kredit PT BRI ( Persero) Tbk Cab Tarutung……37

Tabel 4.2 Kolektibilitas Kredit PT BRI ( Persero) Tbk Cab Tarutung……..38

Tabel 4.3 Distribusi Jenis Kredit………...41

Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Pinjaman………...42

Tabel 4.5 Distribusi Lama Pinjaman……….43

Tabel 4.6 Distribusi Jenis Jaminan………44

Tabel 4.7 Daftar Pertanyaan Wawancara Pegawai………...45


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Wawancara proposal kredit Lampiran 2 Surat Penelitiian


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah prosedur pemberian kredit pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tarutung sudah baik dan apakah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan atu tidak.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan menganalisis prosedur pemberian kredit yang dilakukan oleh pegawai bank dan membandingkannya dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk melihat apakah prosedur yang dilakukan mampu mengurangi tingkat kredit macet atau tidak. Penulis juga melakukan wawancara pegawai mengenai cara analisis kredit terhadap 10 proposal kredit nasabah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pemberian kredit yang dilakukan sudah cukup baik dan analisis kredit yang terpenting diilakukan adalah analisis character dan selanjutnya adalah capacity, capital, condition of economic, dan yang terakhir adalah collateral.

Kata kunci : Prosedur pemberian kredit, character, capacity, capital, condition of economic, collateral, kredit macet


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional, semakin banyak industri – industri yang didirikan. Salah satu industri yang didirikan adalah industri jasa yang melayani kebutuhan masyarakat dan mendorong lajunya pertumbuhan ekonomi. Industri jasa yang muncul di antaranya adalah jasa perbankan atau keuangan. Dimana perbankan merupakan inti dari sistem keuangan di setiap negara.

Perbankan di Indonesia telah diatur menurut perundang – undangan perbankan, adapun pengertian perbankan menurut Undang – Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”.

Dengan pengertian di atas, bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang berupaya meraih keuntungan dari nasabah yang memerlukan jasa perbankan. Usaha yang dilakukan oleh lembaga perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Penggunaan dana untuk penyaluran kredit ini mencapai 70 – 80% dari volume usaha bank. Oleh karena itu sumber dana utama pendapatan bank berasal


(13)

dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga. Terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit tersebut disebabkan oleh beberapa alasan:

1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit.

2. Penyaluran kredit memberikan spread yang pasti sehingga besarnya pendapatan yang diperkirakan.

3. Melihat posisinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter, perbankan merupakan sektor usaha yang kegiatan paling diatur dan dibatasi.

4. Sumber dana utama bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit (Dahlan Siamat, 2004:165).

Namun dikarenakan karakteristik kredit yang rentan terhadap resiko kerugian maka seorang pimpinan dituntut mampu mengambil keputusan yang tepat dalam menyetujui pemberian kredit tersebut karena kelangsungan kegiatan operasional bank sangat dipengaruhi pada kesiapan bank menanggung kemungkinan timbulnya resiko kerugian ( potensial risk ). Dalam pengambilan keputusan tersebut seorang pimpinan memerlukan informasi yang berkaitan dengan kredit. Dengan besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah, bank mempunyai resiko pengembalian piutang yang macet yang disebut risiko kredit (default risk) yang merupakan suatu risiko kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan ( Mahsyud Ali, 2004:132 )


(14)

Karena pada masyarakat Tarutung khususnya untuk Usaha Kecil Menengah ( UKM ) mereka lebih memilih dana pinjaman dari bank untuk membantu kelangsungan usahanya, dengan demikian permintaan kredit dari masyarakat menjadi semakin besar. Semakin besar kredit disalurkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Tarutung maka resiko kredit yang akan timbul dikemudian hari akan semakin besar pula, oleh karena itu pihak manajemen perlu membenahi prosedur yang ada guna mengeliminir resiko kerugian yang akan timbul dikemudian hari.

Pengendalian intern atas pemberian kredit yang ada pada PT Bank Rakyat Indonesia cabang Tarutung adalah memadai. Hal tersebut terlihat dari aktivitas pinjaman yang diberikan oleh bank telah dilakukan dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga tingkat kolektibilitas pinjaman juga baik. Didukung pula dengan adanya struktur organisasi yang dengan jelas menggambarkan pemisahan fungsi, dan dilakukan analisa 5-C. Bank juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kredit yang diberikan. Pengendalian intern yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia cabang Tarutung memiliki peranan dibidang perkreditan sehingga tetap berada pada tingkat kolekbilitas lancar dan resiko kredit dapat ditekan.

Berdasarkan data yang diperoleh seperti yang disebutkan pada Info Bank 2008, jumlah kredit yang diberikan oleh PT BRI Persero Tbk sejak tahun 2004 semakin meningkat setiap tahunnya. Sementara itu tingkat kredit macet pada PT BRI Persero Tbk dari tahun 2004 sampai 2006 semakin naik.


(15)

Gambar 1.1

Grafik NPL PT. BRI Persero Tbk

Dengan memperhatikan kaitan yang erat antara perlunya prosedur pemberian kredit yang memadai dengan usaha untuk memperkecil resiko tidak tertagihnya kredit, penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Analisis Prosedur Pemberian Kredit dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas untuk memudahkan pembahasan dalam penelitan ini, penulis mengidentifikasikan masalah yang ada dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur pemberian kredit pada PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung ?

2. Analisis apakah yang paling menentukan dalam melakukan analisis kredit yang mampu mengurangi tingkat kredit macet pada PT BRI Persero, Tbk


(16)

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan atau statement tentang kebenaran yang dirumuskan untuk pengertian sementara. Maka berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dilakukan adalah:

1. Prosedur pemberian kredit yang diterapkan PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung sudah cukup baik dan berpengaruh positif dan signifikan dalam mengurangi tingkat kredit macet.

2. Analisis kredit yang paling dominan berpengaruh positif dalam mengurangi tingkat kredit macet.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis prosedur pemberian kredit yang diterapkan pada PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung.

2. Menganalisis prosedur analisis yang manakah yang mampu mengurangi jumlah kredit macet pada PT BRI Persero, Tbk Cabang Tarutung.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.


(17)

2. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik untuk memberikan mengenai topik yang sama.

3. Sebagai proses pembelajaran dan penambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

4. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan proses pemberikan kredit.


(18)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Bank

Bank berasal dari bahasa Italia yaitu banco yaitu bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi bank.

Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, penulis mengutip beberapa definisi atau rumusan yang dikemukakan sebagai berikut:

1. UU Republik Indonesia No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah menjadi UU No.10 Tahun 1998

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan

Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, stabilisator moneter, serta dinamisator pertumbuhan perekonomian (Hasibuan, 2002:2). 3. A. Abdurrachman

Dalam Suyatno menjelaskan bahwa, “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam usaha, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap


(19)

mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan dan lain-lain” (Suyatno, 1999:1).

Defenisi bank diatas memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Defenisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.

2.2 Resiko Usaha Bank

Resiko usaha merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan dan diterima. Resiko usaha yang dapat dihadapi oleh bank antara lain:

1. Resiko Kredit

Yaitu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. 2. Resiko Investasi

Yaitu berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat penurunan nilai portofolio surat-surat berharga, misalnya obligasi dan surat berharga lain yang dimiliki bank.


(20)

3. Resiko Likuiditas

Yaitu resiko yang dihadapi oleh bank untuk memenuhi likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.

4. Resiko Operasional

Yaitu kemungkinan kerugian dari operasional bank seperti apabila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk yang diperkenalkan.

5. Resiko penyelewengan

Yaitu berkaitan dengan kerugian yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank.

6. Resiko Fidusia

Yaitu resiko yang mungkin timbul apabila bank dalam usahanya memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha.

7. Resiko Tingkat Bunga

Yaitu resiko timbul akibat berubahnya tingkat bunga sehingga menurunkan nilai pasar surat-surat berharga yang terjadi pada saat bank membutuhkan likuiditas.

8. Resiko Solvensi

Yaitu resiko yang terjadi disebabkan oleh ruginya beberapa asset yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank.


(21)

9. Resiko Valuta Asing

Yaitu resiko yang dapat dihadapi oleh bank-bank devisa yang melakukan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun passive (kewajiban).

10.Resiko Persaingan

Yaitu resiko yang dihadapi oleh bank dalam upaya memberi pelayanan pada nasabahnya, dimana bank akan bersaing dengan bank lain secara professional dan paling baik untuk kelangsungan operasional bank itu sendiri.

2.3 Pengertian Prosedur

Prosedur adalah rangkaian kegiatan administrasi yang biasanya melibatkan beberapa orang, untuk mencapai keseragaman tindakan dalam melakukan transaksi yang terjadi ( Hadibroto dan Wiratsa, 1985:10 ).

Menurut W. Gerald Cole prosedur adalah suatu urutan-urutan pekerjaan kerani (clerical) biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi (Baridwan, 1991:3).

Rancangan prosedur harus didiskusikan dengan pimpinan perusahaan dengan menunjukkan prosedur dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rancangan prosedur yang telah disetujui akan diuraikan dalam suatu pedoman prosedur, berupa kalimat-kalimat maupun bagan arus (flow chart).


(22)

2.4 Pengertian Kredit

Kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan” atau dalam bahasa Latin “Creditum” yang berarti “kepercayaan akan kebenaran”. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang diwajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga (Mulyono, 2001:10).

Menurut Kasmir (2000:98), kredit dalam pengertian umum adalah bahwa kredit diserahkan kepada kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang.

Eric L. Kohler seperti dikutip Mulyono (2001:9) mengatakan bahwa kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada satu jangka waktu yang disepakati.

2.5 Unsur-Unsur Kredit

Kasmir (2001) menyebutkan kredit yang diberikan oleh lembaga kredit mempunyai unsur - unsur sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Yang melandasi pemberian kredit oleh kreditur pada debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikannya sesuai kesepakatan yang disetujui oleh kedua pihak.


(23)

2. Waktu

Yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya.

3. Penyerahan

Yang menyatakan bahwa pihak kreditur menyerahkan nilai ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo.

4. Resiko

Yang menyatakan adanya resiko yang mungkin timbul sepanjang jarak antara saat memberikan kredit dan pelunasannya.

5. Persetujuan/Perjanjian

Yang menyatakan bahwa antara kreditur dan debitur terdapat suatu persetujuan yang dibuktikan dengan suatu perjanjian.

Sebelum fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang akan diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan ini diperoleh berdasarkan analisis kredit sebelum kredit tersebut disalurkan untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan (Khasmir, 2005:104).

2.6 Prosedur Pemberian Kredit

Secara umum ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam prosedur pemberian kredit oleh bank. Tahap-tahap itu adalah sebagai berikut:

1. Tahap permohonan kredit

Yaitu tahap dimana Bank menerima permohonan yang diajukan oleh calon nasabah debitur beserta dengan project proposalnya (bila ada).


(24)

2. Tahap penilaian / analisis kredit

Yaitu tahap dimana pihak bank melakukan analisa terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur tersebut.

3. Tahap pemutusan

Yaitu tahap dimana dilaksanakan pemberian keputusan terhadap hasil analisis kredit, apakah disetujui atau ditolak. Biasanya keputusan kredit dilakukan oleh Direktur atau pejabat tertentu yang telah diberi wewenang. 4. Tahap pengikatan jaminan

Yaitu tahap dimana dilakukan pengikatan terhadap jaminan yang diserahkan oleh calon nasabah debitur kepada pihak bank.

5. Tahap realisasi

Yaitu tahap dimana bank memberikan prestasi kepada debitur berupa pinjaman

6. Tahap pengawasan dan pembinaan nasabah

Yaitu tahap dimana bank harus secara aktif melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap nasabah debitur, agar kredit yang diberikan itu tidak disalahgunakan.

7. Tahap penyelamatan / penyelesaian kredit

Yaitu tahap dimana pihak bank melakukan penyelamatan / penyelesaian atas kredit yang diterima oleh nasabbah debitur. Penyelamatan kredit dapat dilakukan dengan cara:

a. Rescheduling b. Reconditioning c. Reinjection


(25)

d. Restructuring e. Liquidation

Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antar bank yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-masing.

Prosedur pemberian kredit dibedakan antara pinjaman perseorangan dan badan hukum, yang secara umum dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Pengajuan berkas-berkas

Pengajuan proposal kredit hendaklah yang berisi antara lain : a. Latar belakang perusahaan

b. Maksud dan tujuan

c. Besarnya kredit dan jangka waktu d. Cara pengembalian kredit

e. Jaminan kredit

Selanjutnya proposal ini dilampiri dengan berkas-berkas yang telah dipersyaratkan seperti :

a. Akte notaris

b. Tanda daftar perusahaan (TDP) c. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP)

d. Neraca dan laporan rugi laba 3 tahun terakhir e. Bukti diri dari pimpinan perusahaan


(26)

Penilaian yang dapat kita lakukan untuk sementara adalah dari neraca dan laporan rugi laba yang ada dengan menggunakan rasio-rasio sebagai berikut :

a. current ratio b. inventory turn over c. sales to receivable ratio d. profit margin ratio e. return on net worth f. working capital

2. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas pinjaman yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangannya, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja.

3. Wawancara I

Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam.

4. On the Spot

Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasilnya dicocokan dengan hasil wawancara I.


(27)

5. Wawancara II

Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan.

6. Keputusan Kredit

Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya. Biasanya mencakup :

a. jumlah uang yang diterima b. jangka waktu

c. dan biaya-biaya yang harus dibayar

7. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit.

8. Realisasi kredit

Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

9. Penyaluran/penarikan

adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu :

a. sekaligus atau b. secara bertahap


(28)

2.7 Kredit Macet

Kredit macet adalah suatu kondisi dimana salah satu pos Earning Assets yang tidak menghasilkan pendapatan bunga, secara langsung mempengaruhi laba. Dikatakan kredit macet jika terjadi:

1. Pelanggaran perjanjian kredit oleh debitur

2. Perubahan perjanjian kredit secara terpaksa karena debitur tidak mampu memenuhi perjanjian semula

3. Penurunan nilai agunan kredit

4. Perubahan keadaan internal dan eksternal didalam perusahaan atau perorangan yang dapat mengganggu pembayarn ke bank

Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Self Dealing

Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit yang tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.

2. Anxiety for Income

Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan


(29)

bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit

3. Compromise of Credit Principles

Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah.

4. Incomplete Credit Information

Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kembali kredit.

5. Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements

Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.

6. Complacency

Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan

7. Lack of Supervising

Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.


(30)

8. Technical Incompetence

Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari aspek keuangan meupun aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank. Para pejabat kredit harus senantiasan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.

9. Poor Selection of Risks

Risiko tersebut dapat dijelaskan dibawah ini:

a. Pejabat kredit mampu mendeteksi kemampuan nasabah dalam membiayai usahanya, selain yang diperoleh dari bank.

b. Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan nasabah yang sesungguhnya.

c. Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai taksasi jaminan yang mengcover kredit yang diberikan

d. Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan risiko yang dihadapi dengan pemberian kredit dan mengetahui sumber pelunasan.

e. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi risiko pemberian kredit yang mungkin secara kemampuan cukup baik, tetapi dari sisi moral kurang menguntungkan bagi bank.

f. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang akan menimbulkan masalah di kemudian hari.


(31)

10.Overlending

Overlending adalah pemberian kredit yang besarnya melampaui batas kemampuan pelunasan kredit oleh nasabah.

11. Competition

Competition merupakan risiko persaingan yang kurang sehat antar bank yang memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian kredit yang tidak sehat.

2.8 Penelitian Terdahulu

Dameria (2002) meneliti Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Kanwil1. Hasil penelitiannya adalah adanya resiko yang timbul akibat kesalahan dalam prosedur pemberian kredit.

Anita Wati (2005) meneliti Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Cabang Tebing Tinggi. Hasil penelitiannya adalah adanya resiko yang timbul akibat kemudahan dalam prosedur pemberian kredit.


(32)

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

Nama Judul Hasil

Dameria (2002)

Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Kanwil 1

adanya resiko yang timbul akibat kemudahan dalam prosedur pemberian kredit.

Anita Wati (2005)

Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Cabang Tebing Tinggi

adanya resiko yang timbul akibat kesalahan dalam prosedur


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis prosedur pemberian kredit yang digunakan, jumlah kredit yang diberikan dan jumlah kredit macet selama kurun waktu 5 tahun terakhir.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, bukan diusahakan sendiri pengumpulannya ( Supranto, 2006: 67 ) atau data yang diperoleh dari instansi - instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan – bahan publikasi secara resmi, buku - buku, majalah, serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian dan sumber - sumber lainnya seperti jurnal dan hasil - hasil penelitian sebelumnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Data kualitatif


(34)

adalah prosedur pemberian kredit yang digunakan oleh PT BRI Persero, Tbk cabang Tarutung.

b. Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka dan atau kualitatif yang diangkakan ( Sugiyono, 1994 : 14 ). Dalam penelitian ini yang merupakan data kuantitatif adalah jumlah kredit yang disalurkan dan tingkat kredit macet pada PT BRI Persero, Tbk cabang Tarutung.

Data - data dalam penelitian tersebut diambil dari berbagai macam sumber yaitu:

a. Data Primer

Adalah data - data utama yang menjadi objek penelitian, data - data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan nasabah debitur dan petugas kredit pada PT BRI Persero, Tbk cabang Tarutung.

b. Data Sekunder

Adalah data - data tambahan yang menjadi pendukung data primer. Data - data ini berasal dari Laporan Keuangan PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang diperlukan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:


(35)

1. Library Research ( penelitian kepustakaan )

Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan jalan membaca literature berupa buku – buku, majalah dan sumber data lainnya di dalam perpustakaan ( Suprapto, 2002 : 28 ).

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah mengumpulkan data dari dokumen – dokumen maupun arsip – arsip yang berkaitan dengan penelitian ( Arikunto, 2000 ). 3. Field Research ( penelitian lapangan )

Field Research yaitu suatu cara penelitian langsung pada objek yang akan diteliti. Penelitian yang dilakukan adalah Interview yaitu suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Suprapto, 2002 : 102 ).

4. Wawancara

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara kepada para petugas kredit untuk menggali informasi yang lebih mendalam dalam melakukan analisis terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah. Pertanyaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah character nasabah?

b. Bagaimanakah latarbelakang perilaku hukumnya?

c. Bagaimanakah persentase modal dalam mendirikan usahanya? d. Bagaimanakah penambahan modal dalam usahanya?

e. Bagaimanakah keadaan laporan keuangannya? f. Bagaimanakah jumlah laba yang diperoleh?


(36)

g. Bagaimanakah besar nilai barang jaminan yang diberikan apakah sesuai dengan besarnya kredit?

h. Bagaimanakah kestabilan harga barang jaminan yang diberikan? i. Bagaimanakah keadaan usaha pesaing yang sejenis?

j. Bagaimanakah keadaan ekonomi masyarakat setempat?

3.4 Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang diukur adalah pemberian kredit dalam mengurangi tingkat resiko pada PT BRI Persero, Tbk cabang Tarutung. Untuk mengukur variabel pemberian kredit tersebut maka terdapat 5 indikator utama dalam pemberian kredit yang dianalisis.

Indikator - indikator yang digunakan dalam mengurangi tingkat resiko tersebut adalah watak ( Character ), modal ( Capital ), kemampuan ( Capacity ), Barang atau jaminan ( Collateral ), dan situasi ekonomi ( Condition of Economy ). Kelima indikator ini digunakan untuk menganalisis permohonan kredit yang dilakukan nasabah dimana permohonan tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya, sesuai dengan kesepakatan bank.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis deskriptif merupakan metode analisis yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti adanya ( Irawan, 2004 ). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deksriptif analisis yaitu dengan


(37)

cara mencari, mengumpulkan kemudian mengolah data - data yang diperlukan. Dari data – data yang didapat tersebut, akhirnya diinterpretasikan dan diperbandingkan dengan landasan teori yang penulis peroleh dari beberapa literatur yang relevan sehingga akhirnya dapat diambil sebuah kesimpulan.

3.6 Definisi Operasional

1. Character adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha.

2. Capital adalah jumlah dana / modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah.

3. Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan.

4. Collateral adalah barang – barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya.

5. Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur.


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah PT BRI (Persero) Tbk

Berdirinya Bank Rakyat Indonesia dimulai pada zaman Belanda yaitu pada tanggal 16 Desember yang ditandai dengan berdirinya “DE POERWOKERTO SCHENP EN SPAAR BANK DER INLANDSCHE HOOPDEN” atau yang lebih sering dikenal dengan Bank Priyayi oleh seorang Patih Purwokerto bernama R. Bei Wiraatmaja.

Kalau kita kaitkan dengan situasi perbankan saat itu, Bank Priyayi atau volks Bank maupun bank-bank komersial lainnya hidup dengan mendapat persaingan DE JAVASCHE BANK yang memiliki monopoli sanggup memberikan kredit dengan suku bunga rendah.

Seperti diketahui bahwa DE JAVASCHE BANK yang didirikan pada zaman Hindia Belanda tahun 1875 adalah sebagai bank swasta, akan tetapi mempunyai fungsi utama dalam mengatur keuangan pemerintah seolah-olah bank tersebut berkedudukan sebagai bank sentral. Namun sama sekali tidak berperan sebagai Banker’s bank dan tidak pula berkemampuan untuk mengawasi sejumlah uang beredar di masyarakat, oleh karena itu untuk mengendalikan dan mengembangkan usaha perbankan, pada tahun 1912 pemerintah Hindia Belanda mengumumkan Central Kas dibawah naungan Departemen Pemerintah Hindia Belanda dan begitu juga saat itu direkturnya ditunjuk Mr. TH. Fruin.

Berdirinya Central Kas yang menjadikan induk bagi Volks Bank tidak segera mendapat perbaikan sebagaimana yang diharapkan. Masih ditemukan


(39)

berbagai kelemahan, lalu untuk mengatasinya diambil tindakan lebih lanjut untuk mengadakan suatu komisi untuk meneliti kelemahan-kelemahan yang ada guna dapat diperbaiki pemerintah.

Komisi ini diketuai oleh Prof. DR. Bocke dan hasilnya mulai tahun 1926 terdapat keseragaman status bagi seluruh bank meskipun organisasinya masing-masing terpisah. Keadaan ini berubah kemudian akibat terjadinya krisis ekonomi dunia (1926-1932) sehingga beberapa bank mengalami kemacetan. Maka dibentuklah ELGEMENCE VOLKSCREDIT BANK pada tanggal 19 Desember 1934 yang berkantor di Jakarta dengan direkturnya yang pertama adalah Mr. TH. Fruin.

Pada tahun 1942 saat masuknya Jepang, ELEGEMENCE VOLKSCREDIT BANK yang dalam kegiatannya bukan semata-mata sebagai bank komersil akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan social ekonomi. Dalam tahun yang sama ELEGEMENCE VOLKSCREDIT BANK menjadi Syomin Ginko (Bank Rakyat).

Perkembangan Bank Rakyat Indonesia yang tidak terlepas dari aktivitas Syomin Ginko berjalan ditengah sistem pemerintahan yang berkuasa. Tanggal 22 Maret 1946, masa kemerdekaan Bank Rakyat, dahulu AVB?Syomin Ginko ditetapkan sebagai Bank Pemerintahan yang pertama didirikan setelah kemerdekaan.

Tanggal 26 Oktober 1960 Bank Rakyat Indonesia dan NHM ditambah BTM disatukan dan dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN). Pada tahun 1965 BKTN diintegrasikan kedalam Bank Indonesia dengan nama Bank


(40)

Bulan Agustus 1965 semua Bank Pemerintah dibangun menjadi satu dan nama Bank Rakyat Indonesia dimana pihak negara Indonesia Unit II merupakan wadah ex nama yang bekerja di bidang exim.

Pada tanggal 18 Desember 1970 Bank Rakyat Indonesia menampung hak dan kewajiban serta kepercayaan serta perlengkapan Bank Negara Indonesia Unit II dibidang rural, diundangkan dengan Undang-undang No,21 tahun 1968.

Tahun 1982 Direksi menegaskan sebuah tim untuk mengkaji tentang berdirinya sebuah Bank Rakyat Indonesia yang hasilnya dituangkan dalam SK Direksi Bank Rakyat Indoneasia No. Kep: 67/DIR/21/1982, secara resmi ditetapkan bahwa Bank Rakyat Indonesia didirikan pada tanggal 16 Desember 18895 yaitu Bank Rakyat Indonesia bernama “DE POERWOKERTO SCHENPEN BANK DER INLANDSCHE HOOPDEN”.

Adanya Peraturan Pemerintah yaitu No. 21 Tanggal 29 April 1992 tentang penyesuaian bentuk hokum. Pada tanggal 1 juli 1992 BRI berubah status Perseroan dengan nama PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) menjadi PT. Persero dengan akta pendirian PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) No. 133 tanggal 31 Juli 1992.

4.4 Data Penelitian 4.4.1 Data kualitatif

4.4.1.1Proses Pemberian Putusan Kredit

Proses pemberian putusan kredit terdiri dari dua tahap yaitu meliputi kegiatan prakasa dan putusan kredit dengan penjelasan sebagai berikut:


(41)

• Prakarsa dan atau permohonan kredit • Analis dan evaluasi kredit

• Negoisasi kredit

• Penetapan struktur dan tipe kredit • Rekomendasi pemberian putusan kredit

b. Putusan kredit dilakukan oleh pejabat pemutus yang mempunyai limit kredit tertentu dengan memperhatikan:

• Kelengkapan paket kredit

• Analisis dan evaluasi kredit yang dibuat oleh pejabat pemerkasa • Rekomendasi kredit yang dibuat oleh pejabat pemerkasa

• Memberikan putusan kredit yang dituangkan dalam formulir PTK Sedangkan prakasa dan permohonan kredit dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Setiap unit kerja BRI dapat melakukan prakarsa atas calon debitur dengan domisili atau lokasi usaha diseluruh Indonesia dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi dalam melakukan pemeriksaan, pembinaan dan monitoring terhadap usahanya.

b. Permohonan kredit baru, perpanjangan jangka waktu, perubahan jumlah, perubahan struktur, tipe dan syarat kredit , restrukturrisasi maupun penyelesaian kredit harus diajukan secara tertulis oleh debitur yang dicatatat oleh ADK dalam register permohonan kredit

c. Terhadap setiap permohonan kredit pejabat pemerkasa melakukan penilaian awal dengan memperhatikan antara lain PS, KRD, jenis usaha


(42)

yang dilarang dibiayai, jenis usaha/pemberian kredit yang perlu dihindari, daftar kredit macet BI, daftar hitam BI, dan daftar hitam BRI.

d. Prakarsa dalam kategori performing loan dilakukan oleh pejabat pemrakarsa bidang RM di Kancapem, Kanca dan Kanwil

e. Prakarsa kredit yang termasuk dalam kategori non performing loan dilakukan oleh pejabat pemrakarsa bidang CRM yang ditunjuk menangani kredit bermasalah di Kancapem, Kanca dan Kanwil

f. Pejabat pemrakarsa melakukan pencarian informasi yang relevan dari berbagai sumber mengenai pemohon yang akan menunjang analisi dan evaluasi terhadap 5C kredit pemohon

g. Apabila dipandang perlu, pejabat pemrakarsa dapat meminta pendapat pejabat di Kancapem, Kanca dan Kanwil yang lebih berpengalaman mengenai bisnis pemohon atau pihak ketiga yang berkompeten

h. Pejabat pemrakarsa harus menyakini kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan kredit termasuk kelengkapan dokumennya

i. Apabila dalam penilaian awal diketahui bahwa permohonan kredit tidak dapat dilayani karena termasuk dalam klasifikasi hitam, maka permohonan tersebut boleh langsung ditolak tanpa harus diadakan analisis dan evaluasi lebih lanjut, namun tetap harus dicatat dalam register SKPP.


(43)

4.2.1.2 Analisia dan Evaluasi Kredit

Adapun ketentuannya sebagai berikut:

a. Semua pemohonan kredit yang akan diproses harus dilakukan analisis dan evaluasi tertulis oleh pejabta kredit lini

b. Analisis dan evaluasi kredit dengan klasifikasi warna “putih” hanya dilakukan oleh pejabat kredit lini bidanh RM, analisis dan evaluasi kredit dengan klasifikasi warna “abu-abu” dilakukan oleh pejabat kredit lini bidanh RM dan CRM

c. Untuk kredit dengan klasifikasi warna “putih” putusan Kanwil harus diputus langsung dari pejabat pemutus dari jajaran ARK Kanwil

d. Analisis produk yang dilakukan oleh pejabat kredir lini bidang RM meliputi analisis 5C yang terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitatif sebagai berikut:

• Analisis kualitatif dilakukan terhadap kualitas dan stabilitas usaha dengan mempertimbangkan posisi pasar dan persaingan serta prospek usahanya

• Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kodisi keuangan pemohon

e. Analisis dan evaluasi yang dilakukan oleh pejabat kredit lini bidang CRM meliputi:

• Penetapan klasifikasi warna kredit termasuk memeriksa kebenaran perhitungan CRR nya


(44)

• Hasil analisis resiko terhadap bisnis maupun agunan serta memeriksa kewajaran analisis kualitataif yang dilakukan oleh pejabat kredit lini bidang RM

f. Faktor-faktor yang harus dianalisis dan dievaluasi sesuai ketentuan yang berlaku dan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 tentang perbankan beserta perubahannya

g. Dokumen analisis dan evaluasi kredit merupakan dokumen yang berisikan informasi, analisis dan opini

4.2.1.3 Kolektibilitas Kredit

Berdasarkan

"Lancar", "Perhatian Khusus", "Kurang Lancar", "Diragukan", dan "Macet", disesuaikan dengan pengertian yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu:

1. Kredit digolongkan sebagai kredit "Lancar", apabila memenuhi kriteria sbb :

a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu b. Memiliki mutasi rekening yang aktif

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) 2. Kredit digolongkan sebagai kredit dalam "Perhatian Khusus", apabila

memenuhi kriteria sbb :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari

b. Kadang-kadang terjadi cerukan c. Mutasi rekening relatif aktif


(45)

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan e. Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kredit digolongkan sebagai kredit "Kurang Lancar", apabila memenuhi kriteria sbb :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari

b. Sering terjadi cerukan

c. Mutasi rekening relatif rendah

d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari

e. Terdapat likuidasi masalah keuangan yang dihadapi debitur f. Dokumentasi pinjaman lemah

4. Kredit digolongkan sebagai kredit "Diragukan", apabila memenuhi kriteria sbb :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen

c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari d. Terjadi kapitalisasi bunga

e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan

5. Kredit digolongkan sebagai kredit "Macet", apabila memenuhi kriteria sbb:


(46)

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar

4.2.1.4 Pengelolaan Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki resiko tinggi, karena debitur telah gagal atau mengahadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau telah ada suatu indikasi potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu dilunasi debitur.

Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa factor yang harus dikenali secara dini karena adanya unsur kelemahan baik dari sisi debitur, sisi intern BRI, maupun sisi ekstern BRI dan debitur yang meliputi:

a. Sisi debitur

Kelemahan dari sisi debitur dapat disebabkan antara lain: 1. Masalah operasional usaha

2. Manajemen

3. Kecurangan atau ketidak jujuran debitur dalm mengelola kredit 4. Pemutusan hubungan kerja

b. Sisi intern BRI


(47)

1. Itikad tidak baik dan atau kekurangmampuan dari pegawai BRI 2. Kelemahan sejak awal dalam proses pemberian kredit

3. Kelemahan pembinaan kredit

Gambar 4.1

Prosedur Pemberian Kredit

c.

Surat Permohonan Nasabah

Sekretaris

Pimpinan Cabang

Terima Delegasikan ke AO

Tolak

Survey

Verifikasi dokumen Administrasi Kredit

Prakarsa Kredit Lanjutkan Surat Penolakan Dokumen

Administrasi Kredit Putusan Kredit Pimpinan Cabang

Kembali ke AO

Lulus Kurang


(48)

4.4.2 Data Kuantitatif

4.4.2.1Perkembangan Kredit PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung

Dalam penelitian ini didapatkan data kuantitatif berupa jumlah kredit yang disalurkan oleh PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Adapun perkembangan perkreditan pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Perkembangan Perkreditan PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung

( dalam jutaan Rupiah ) Jenis

Kredit

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Pertanian 34.930 117.253 171.001 194.263 305.063

Komersial 15.511 13.942 19.207 27.277 13.386

KMG 818.869 135.791 162.463 207.101 254.652

KUR 116.488 217.568 327.053 435.672 589.191

Lain-Lain 572.835 536.339 613.353 658.228 916.678

Jumlah 921.673 1.020.893 1.293.076 1.522.541 2.078.970

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan perkreditan pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kredit yang paling banyak diminati oleh masyarakat Tarutung adalah KUR (Kredit Usaha Rakyat). Peningkatan jumlah kredit pada tahun 2005 sebesar 10,76% dari tahun sebelumnya, tahun 2006 sebesar 26,66%, tahun 2007 sebesar 17,74%, dan tahun 2008 sebesar 36,55% dari tahun sebelumnya.


(49)

4.4.2.2Kolektibilitas Kredit PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung

Data kuantitatif lain yang disajikan dalam penelitian ini adalah klasifikasi kolektibilitas kredit pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung. Adapun perkembangan kolektibilitas kredit pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Kolektibilitas Kredit PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung

( dalam jutaan Rupiah ) Klasifikasi

Kredit

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Lancar 766.670 957.044 1.192.968 1.413.805 1.942.789 DPK 86.246 38.129 48.677 43.078 46.466 Kurang Lancar 3.562 10.028 13.994 17.616 7.927 Diragukan 2.020 7.721 14.086 15.219 7.662 Macet 63.175 7.971 23.351 32.823 74.126 Jumlah 921.673 1.020.893 1.293.076 1.522.541 2.078.970

Jumlah kredit macet pada tahun 2005 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2008 tingkat kredit macet pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung kembali mengalami kenaikan yang tidak begitu signifikan. Dari tabel 4.1 dan tabel 4.2 maka dapat diperoleh tingkat kredit macet (NPL) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(50)

Jenis kolektibilitas yang digunakan adalah: 1. Kredit Kurang Lancar

2. Kredit Diragukan 3. Kredit Macet

Adapun tingkat NPL pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung dari tahun 2004 sampai tahun 2008 adalah sebagai berikut:

1. Tingkat macet tahun 2008

NPL = Jumlah Kolektibilitas Kredit Jumlah Kredit

* 100%

NPL = Rp 7.927,- + Rp 7.662,- + Rp Rp 2.078.970,-

* 100%

NPL = 4,32%

2. Tingkat macet tahun 2007

NPL = Jumlah Kolektibilitas Kredit Jumlah Kredit

* 100%

NPL = Rp 17.616,- + Rp 15.219,- + Rp Rp 1.522.541,-

* 100%

NPL = 4,31%

3. Tingkat macet tahun 2006

NPL = Jumlah Kolektibilitas Kredit Jumlah Kredit

* 100%

NPL = Rp 13.994,- + Rp 14.086,- + Rp Rp 1.293.076,-

* 100%

NPL = 3,97%

4. Tingkat macet tahun 2005

NPL = Jumlah Kolektibilitas Kredit Jumlah Kredit


(51)

NPL = Rp 10.028,- + Rp 7.721,- + Rp Rp 1.020.893,-

* 100%

NPL = 2,52%

5. Tingkat macet tahun 2004

NPL = Jumlah Kolektibilitas Kredit Jumlah Kredit

* 100%

NPL = Rp 3.562,- + Rp 2.020,- + Rp Rp 921.673,-

* 100%

NPL = 7,46%

Tingkat kredit macet pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung dapat dilihat dari grafik berikut:

Gambar 4.2


(52)

4.3 Hasil Pengolahan Data 4.3.1 Analisis Deskriptif 1. Jenis Kredit

Dalam penelitian ini jenis kredit yang diambil terdiri dari 2 jenis yaitu Kredit Multi Guna (KMG) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berdasarkan analisa persentase kategori jenis kredit, pengguna jenis kredit KUR lebih banyak dibandingkan dengan pengguna jenis kredit KMG. Dari hasil wawancara pegawai terhadap 10 pemohon kredit, ada 7 orang pengguna kredit KUR dan ada 3 orang pengguna kredit KMG. Tabel 4.3 menampilkan distribusi jenis kredit yang diminta nasabah PT BRI Cabang Tarutung.

Tabel 4.3

Distribusi Jenis Kredit

Jenis Kredit Jumlah Persentase

KMG 3 30,00

KUR 7 70,00

Total 10 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar nasabah kreditur PT BRI Cabang Tarutung menggunakan jenis kredit KUR (Kredit Usaha Rakyat). Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk kota tarutung memiliki mata pencaharian sebagai petani dan pedagang. KUR dapat digunakan masyarakat untuk menambah modal ataupun untuk memperluas usahanya. KUR juga memberikan bunga pinjaman yang rendah sehingga masyarakat mampu untuk membayar besar bunga pinjamannya.


(53)

2. Jumlah Pinjaman

Dalam penelitian ini jumlah pinjaman yang diajukan oleh responden dibagi menjadi 3 kategori yaitu < 20 juta, 20-30 juta, dan > 30 juta. Distribusi jumlah pinjaman kreditur pada PT BRI cabang Tarutung dapat dilihat dari tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4

Distribusi Jumlah Pinjaman

Jumlah Pinjaman Jumlah Persentase

< 20 juta 4 40,00

20 juta – 30 juta 5 50,00

> 30 juta 1 10,00

Total 10 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa ternyata sebagian besar proposal kredit responden dengan jumlah 20 juta-30 juta memiliko persentase sebesar 50%, sedangkan jumlah pinjaman < 20 juta memiliki persentase sebesar 40% dan jumlah pinjaman > 30 juta memiliki persentase sebesar 10%.

3. Lama Pinjaman

Berdasarkan hasil analisis analisis mengenai lama pinjaman nasabah kreditur BRI cabang Tarutung yang menjadi responden penelitian, ternyata sebagian besar responden memiliki waktu pelunasan kredit selama 3 tahun dengan persentase 50%, sedangkan untuk 2 tahun sebanyak 30%, dan untuk 4 tahun dan 5 tahun masing-masing sebanyak 10%. Distribusi lama pinjaman dapat dilihat dari tabel 4.5 dibawah ini.


(54)

Tabel 4.5

Distribusi Lama Pinjaman

Lama Pinjaman Jumlah Persentase

2 Tahun 3 30,00

3 Tahun 5 50,00

4 Tahun 1 10,00

5 Tahun 1 10,00

Total 10 100

Lama pinjaman disesuaikan dengan besar pinjaman yang telah disetujui serta kemampuan nasabah dalam mengembalikan pinjaman.

4. Jenis Jaminan

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis jenis agunan yang diberikan berdasarkan jumlah pinjaman yang diterima. Untuk jenis kredit KMG, nasabah kreditur yang menjadi responden tidak perlu memberikan jaminan. Nasabah kreditur cukup memberikan agunan dalam bentuk kartu pegawai dari instansi yang berkaitan karena jenis kredit KMG ini diperuntukkan khusus untuk pegawai negeri, pegawai pemerinatahan, pegawai BUMN maupun pegawai perusahaan swasta yang pembayaran gajinya dilakukan melalui rekening BRI. Sehingga untuk pembayaran cicilan kredit dilakukan pemotongan otomatis dari jumlah gaji yang diterima setiap bulannya. Jenis kredit ini merupakan jenis kredit yang tidak pernah mengalami kemacetan.

Sedangkan untuk jenis kredit KUR, nasabah wajib memberikan jaminan. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa berbagai jenis jaminan yang diberikan


(55)

oleh responden. Adapun distribusi jenis jaminan dari 10 responden yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6

Distribusi Jenis Jaminan

Jenis Jaminan Jumlah Persentase

Kartu Pegawai 3 30,00

Surat Kendaraan Bermotor 1 10,00

Surat Rumah 5 50,00

Surat Tanah 1 10,00

Total 10 100

Berdasarkan tabel distribusi diatas dapat dilihat bahwa responden yang memberikan surat rumah sebagai barang jaminan adalah sebesar 50%, yang memberikan kartu pegawai sebesar 30%, dan yang memberikan surat kendaraan bermotor dan surat tanah sebagai jaminan masing-masing sebesar 10%.

4.3.2 Analisis Mengenai Analisis 5’C yang Dilakukan Pegawai

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap pegawai bank mengenai analisis terhadap beberapa nasabah yang mengajukan permohonan kredit. Adapun daftar pertanyaan yang diberikan dalam wawancara terhadap pegawai adalah sebagai berikut:


(56)

Tabel 4.7

Daftar pertanyaan wawancara terhadap pegawai

Charakter

Bagaimana karakter nasabah? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Bagaimana latarbelakang perilaku hukumnya? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Capital

Bagaimana kecukupan modal sendiri dalam mendirikan usahanya?

1. Sangat tidak baik 2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Bagaimana penambahan modal dalam usahanya? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Capacity

Bagaimana keadaan laporan keuangannya? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Bagaimana jumlah laba yang dihasilkan? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Bagaimana persentase nilai barang jaminan? 1. Sangat tidak baik


(57)

Collateral

3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Bagaimana kestabilan harga jaminan yang diberikan? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Condition of economy

Bagaimana keadaan usaha pesaing yang sejenis? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Bagaimana keadaan ekonomi masyarakat setempat? 1. Sangat tidak baik

2. Tidak baik 3. Cukup baik 4. Baik

5. Sangat baik

Daftar pertanyaan tersebut masing-masing diberi nilai 1 untuk jawaban sangat tidak baik, 2 untuk jawaban tidak baik, 3 untuk jawaban cukup baik, 4 untuk jawaban baik dan 5 untuk jawaban sangat baik. Penulis mewawancarai petugas kredit untuk mengetahui sejauh mana petugas kredit telah melakukan analisis terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah.

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui dari 5 jenis analisis proposal kredit yaitu caracter, capital, capacity, collateral, dan condition economic, mana jenis analisis yang paling dominan yang menentukan apakah proposal kredit tersebut dapat disetujui atau tidak. Dari wawancara tersebut penulis memperoleh hasil dan dirangkum dalam tabel berikut:


(58)

Tabel 4.8

Hasil wawancara petugas kredit PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung

Nasabah

Character Capital Capacity Collateral Condition of Economy

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4

2 4 4 4 5 4 4 3 3 4 4

3 5 4 4 5 4 5 4 4 4 4

4 3 2 2 3 4 4 3 4 4 4

5 4 5 5 3 3 3 5 4 3 4

6 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4

7 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4

8 5 4 4 4 3 3 3 3 4 4

9 4 5 3 4 4 4 5 4 5 4

10 3 3 2 4 4 4 3 2 3 4

Jumlah 83 80 82 78 79

Hasil wawancara diatas menunjukkan nilai analisis character yang dilakukan sebesar 83, itu artinya bahwa analisis yang paling penting dilakukan oleh pegawai dalam menganalisis proposal kredit adalah analisis character. Dalam analisis character, pegawai harus mampu menilai apakah calon debitur memiliki karakter yang baik atau tidak, dan apakah calon debitur pernah memiliki catatan kriminal atau tidak. Untuk nasabah yang sudah pernah menjadi debitur juga harus dilihat karakternya selama melunasi cicilan kredit, apakah terdaftar dalam blacklist atau tidak.

Analisis watak bertujuan untuk mendapatkan gambaran akan kemauan membayar dari pemohon. Hal-hal yang perlu dipehatikan antara lain:

1. Untuk mendukung analisis watak ini, maka pejabat pemrakarsa harus meneliti prilaku pemohon dari berbagai sumber informasi yang relevan antara lain mengenai:


(59)

• Riwayat perusahaan • Catatan kriminal • Riwayat hidup • Gaya hidup

• Tingkat kooperatif selama analisis dilakukan • Tingkat kerjasama dengan BRI

• Budaya perusahaan • Legalitas usaha pemohon • Catatan intern BRI

2. Petugas kredit agar berhati-hati dalam memproses pmberian kredit kepada pemohon yang diragukan kemauan membayar atau itikat baiknya.

Dari tabel hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa analisis capacity memperoleh nilai sebesar 82, itu artinya analisis yang perlu dilakukan setelah analisis character adalah analisis capacity. Dengan analisis capacity, pegawai dapat mengetahui sejauh mana nasabah tersebut mampu mengolah usahanya. Analisis ini bertujuan mengukur tingkat kemampuan membayar dari pemohon. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Tingkat kemampuan membayar diperoleh dari hasil usaha objek yang akan dibiayai oleh BRI. Untuk kredit komsuntif, kemampuan membayar diukur dari penghasil

2. Tingkat kemampuan membayar untuk kredit produktif dipengaruhi oleh:


(60)

• Aspek Manajemen

Aspek manajemen adalah kemampuan pegelolaan perusahaan antara lain:

b) Kemampuan menetapkan visi dan misi dalam berusaha c) Kemampuan menterjemahkan visi dan misi dalam

sasaran-sasaran spesifik

d) Kemampuan merumuskan strategi yang diperlukan untuk mencapai sasaran

e) Kemampuan menerapkan strategi secara efektif dan efisien

f) Kemampuan melakukan evaluasi dan pengendalian • Aspek Produksi

Analisis aspek produksi bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemohon antara lain:

a) Kemampuan pemohon memproduksi atau mengadakan produk yang tercermin dari kemampuan daya saing produk yang dihasilkan atau diperdagangkan.

b) Kemampuan pemohon untuk berproduksi atau berdagang secara berkesinambungan .

• Aspek Pemasaran

Tujuan analisis pada aspek pemasaran adalah untuk menilai kemampuan pemohon dalam memasarkan produknya. Analisis aspek pemasaran dilakukan dengan memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:


(61)

b) Angka keraguan masa lalu yang dilihat dari dalam atau statistika penjualan

c) Tingkat persaingan

d) Angka proyeksi pemasaran pada masa mendatang yang meliputi perencanaan dan strategi pemasaran yang akan dilakukan.

• Aspek Personalia

Analisis aspek personalia bertujuan untuk menilai kemampuan perusahaan dari sisi kuantitas maupun kualitas tenaga kerja yang mendukung aktivitas perusahaan dan kemampuan perusahaan memelihara hubungan baik antara tenaga kerja dengan perusahaan atau pemilik perusahaan. Analisis aspek personalia antara lain meliputi:

b) Jumlah tenaga kerja c) Organisasi kerja

d) Tingkat keahlian manajer dan tenaga pelaksana e) Gaya manajemen: agresif, konservatif

• Aspek Finansial

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pejabat pemrakarsa dalam melakukan analisis aspek finansial antara lain sebagai berikut:

b) Laporan keuangan yang diberikan oleh nasabah secara berkala


(62)

c) Laporan keuangan yang digunakan sebagai dasar analisis pemberian kredit dapat berupa laporan keuangan yang telah diaudit atau belum diaudit tergantung pada pertimbangan pejabat kredit lini

d) Laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis adalah laporan keuangan minimal 2 periode terakhir

e) Memperhatikan secara cermat seluruh rasio keungan usaha pemohon selama minimal 2 periode terakhir, kaitannya dengan kapasitas produksi yang tersisa dan kondisi pasar.

f) Memperhatikan GOFG ( Gross Operating Fund Generation ) yang mencerminkan kemampuan membayar pokok pinjaman

g) Memperhatikan kebijaksanaan pembiayaan perusahaan melalui laporan sumber dan penggunaan dana

h) Analisis finansial yang lengkap meliputi:

1) Hasil pengkajian ulang terhadap komponen Neraca / Laba Rugi

2) Analisis aliran kas

3) Analisis kebutuhan modal kerja / investasi 4) Analisis konsolidasi


(63)

Berdasarkan hasil wawancara setelah analisis capacity, analisis yang dilakukan oleh pegawai kredit selanjutnya adalah analisis capital. Tujuan analisis capital ini adalah untuk mengukur kemampuan usaha pemohon dalam mendukung pembiayaan dengan modalnya sendiri. Semakin besar kemampuan modal berarti semakin besar porsi pembiayaan yang didukung oleh modal sendiri atau sebaliknya. Untuk mencapai tujuan tersebut petugas kredit harus menganalisis secara cermat informasi sebagai berikut:

1. Besar dan komposisi modal sebagaimana dicantumkan dalam akta pendirian perusahaan dan perubahannya

2. Perkembangan profitabilitas usaha selama minimal 2 periode terakhir 3. Bagi perusahaan yang telah menjual sahamnya di pasar modal, agar

diteliti pula perkembangan nilai sahamnya.

Setelah melakukan analisis capital, petugas kredit selanjutnya melakukan analisis condition of economy atau analisis terhadap prospek usaha yang didirrikan dan dijalankan oleh nasabah kreditur. Untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha yang hendak dibiayai, petugas kredit harus melakukan analisis terhadap kondisi makro usaha/industri sejenis, keadaan perekonomian masyarakat setempat, daerah tempat usaha tersebut didirikan, serta keadaan jenis usaha yang didirikan.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap capacity nasabah yang diharapkan mampu mengembalikan kredit. Apabila kondisi perekonomian disekitar tempat usaha tidak baik, maka usaha tersebut tidak mampu mendapatkan laba sesuai yang diharapkan sehingga kemungkinan pengembalian kredit yang diharapkan berasal


(64)

Analisis yang dilakukan terakhir adalah analisis collateral atau analisis terhadap barang jaminan yang diberikan oleh nasabah. Apabila nasabah kreditur tidak mampu mengembalikan kredit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau kredit tersebut menjadi macet, jaminan yang diberikan nasabah kreditur diharapkan mampu melunasi pengembalian kredit tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis agunan kredit adalah:

1. Fungsi agunan

Agunan dapat dikatakan sebagai unsur pengaman lapis kedua bagi BRI dalam setiap pemberian kredit. Agunan merupakan sumber pelunasan terakhir apabila kredit menjadi bermasalah.

2. Agunan pokok

Sesuai dengan penjelasan Pasal 8 UU RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan UU RI No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perbankan, tersirat bahwa agunan pokok adalah agunan yang pengadaannya bersumber dari dana kredit Bank.

3. Agunan tambahan

Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk dalam batasan pengertian proyek atau hak tagih seperti dijelaskan pada agunan pokok diatas.

4. Agunan kredit konsumsi

Mengingat pengembalian kredit konsumsi pada umumnya bersumber pada gaji, gaji pensiun, penghasilan lain, maupun aktiva tetap lainnya.


(65)

Dari 10 proposal responden ada 4 jenis barang jaminan yang diberikan yaitu kartu pegawai, surat keendaraan bermotor, surat rumah dan surat tanah. Untuk kartu pegawai, petugas kredit melakukan analisis mengenai apakah benar nasabah kreditur tersebut merupakan pegawai dari perusahaan yang disebut dalam kartu pegawai, berapa lama nasabah kreditur tersebut bekerja diperusahaan itu, berapa besar gaji yang diterima setiap bulan dan berapa banyak tanggungan nasabah kreditur tersebut.

Sedangkan untuk surat kendaraan bermotor, surat rumah serta surat tanah, analisis yang perlu dilakukan oleh pegawai adalah menganalisa apakah benar kepeemilikan surat tersebut atas nama nasabah kreditur, berapa harga belinya dan berapa harga jual pada saat proposal kredit diajukan dan harga jual pada saat kredit jatuh tempo.


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab 4, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1. Tingkat kredit macet pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung pada tahun 2004 sangat tinggi namun pada tahun 2005 tingkat kredit macet mengalami penurunan yang sangat drastis. Namun mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2008 tingkat kredit macet kembali mengalami kenaikan namun tidak terlalu signifikan. Dalam mengurangi tingkat kredit macet perlu diperhatikan sistem analisisnya untuk itu PT BRI Persero Tbk mengeluarkan SK Direksi PT BRI tentang pedoman pelaksanaan kredit bisnis ritel PT BRI Persero Tbk. 2. Dari hasil penelitian, penulis menilai bahwa pegawai kredit pada PT

BRI Persero Tbk Cabang Tarutung sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank.

3. Dari hasil wawancara yang telah dianalisis oleh penulis, analisis yang terpenting dan paling dominan yang menentukan kredit menjadi macet adalah analisa character, lalu selanjutnya diikuti dengan analisis capacity, capital, condition of economy dan yang terakhir yang harus dianalisis adala collateral.


(67)

5.2 Saran-Saran

Adapun saran-saran yang ingin disampaikan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagi Bank

Untuk mengurangi jumlah kredit macet pegawai bank harus teliti dalam melakukan analisis terhadap setiap permohonan kredit baik itu permohonan kredit yang baru maupun permohonan kredit lanjutan. 2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel independen seperti character, capital, capacity, collateral, condition of economy. Peneliti selanjunya juga diharapkan untuk menambah jumlah sampel sehingga hasil yang diperoleh lebih dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi pihak bank dalam menetapkan prosedur pemberian kredit yang lebih baik lagi.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Anita, 2005. “ Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko Pada PT BNI (Persero) Tbk Cabang Tebing Tinggi.”

Arikunto,S, 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

Chalik, H, 1992. Pengantar Perkreditan. Jakarta: Akademi Akuntansi dan Perbankan

Dameria, 2002. “ Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko Pada PT BNI Kanwil 01 Medan.”

Kasmir, 2000. Manajemen Kredit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kuncoro, 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga

Mulyono, T.P, 2001. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil Edisi Kedua. Jokjakarta: BPFE

Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT BRI (Persero) Tbk

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis Cetakan 7. Bandung: CV Alfa Beta Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis Cetakan 9. Bandung: CV Alfa Beta Supranto,J, 2002. Metode Riset. Jakarta: PT Rineka Cipta

Suyatno,T,1993. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT BRI (Persero) Tbk


(1)

Berdasarkan hasil wawancara setelah analisis capacity, analisis yang dilakukan oleh pegawai kredit selanjutnya adalah analisis capital. Tujuan analisis capital ini adalah untuk mengukur kemampuan usaha pemohon dalam mendukung pembiayaan dengan modalnya sendiri. Semakin besar kemampuan modal berarti semakin besar porsi pembiayaan yang didukung oleh modal sendiri atau sebaliknya. Untuk mencapai tujuan tersebut petugas kredit harus menganalisis secara cermat informasi sebagai berikut:

1. Besar dan komposisi modal sebagaimana dicantumkan dalam akta pendirian perusahaan dan perubahannya

2. Perkembangan profitabilitas usaha selama minimal 2 periode terakhir 3. Bagi perusahaan yang telah menjual sahamnya di pasar modal, agar

diteliti pula perkembangan nilai sahamnya.

Setelah melakukan analisis capital, petugas kredit selanjutnya melakukan analisis condition of economy atau analisis terhadap prospek usaha yang didirrikan dan dijalankan oleh nasabah kreditur. Untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha yang hendak dibiayai, petugas kredit harus melakukan analisis terhadap kondisi makro usaha/industri sejenis, keadaan perekonomian masyarakat setempat, daerah tempat usaha tersebut didirikan, serta keadaan jenis usaha yang didirikan.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap capacity nasabah yang diharapkan mampu mengembalikan kredit. Apabila kondisi perekonomian disekitar tempat usaha tidak baik, maka usaha tersebut tidak mampu mendapatkan laba sesuai yang diharapkan sehingga kemungkinan pengembalian kredit yang diharapkan berasal dari usaha tersebut bisa dilakukan dengan baik.


(2)

Analisis yang dilakukan terakhir adalah analisis collateral atau analisis terhadap barang jaminan yang diberikan oleh nasabah. Apabila nasabah kreditur tidak mampu mengembalikan kredit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau kredit tersebut menjadi macet, jaminan yang diberikan nasabah kreditur diharapkan mampu melunasi pengembalian kredit tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis agunan kredit adalah:

1. Fungsi agunan

Agunan dapat dikatakan sebagai unsur pengaman lapis kedua bagi BRI dalam setiap pemberian kredit. Agunan merupakan sumber pelunasan terakhir apabila kredit menjadi bermasalah.

2. Agunan pokok

Sesuai dengan penjelasan Pasal 8 UU RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan UU RI No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perbankan, tersirat bahwa agunan pokok adalah agunan yang pengadaannya bersumber dari dana kredit Bank.

3. Agunan tambahan

Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk dalam batasan pengertian proyek atau hak tagih seperti dijelaskan pada agunan pokok diatas.

4. Agunan kredit konsumsi

Mengingat pengembalian kredit konsumsi pada umumnya bersumber pada gaji, gaji pensiun, penghasilan lain, maupun aktiva tetap lainnya.


(3)

Dari 10 proposal responden ada 4 jenis barang jaminan yang diberikan yaitu kartu pegawai, surat keendaraan bermotor, surat rumah dan surat tanah. Untuk kartu pegawai, petugas kredit melakukan analisis mengenai apakah benar nasabah kreditur tersebut merupakan pegawai dari perusahaan yang disebut dalam kartu pegawai, berapa lama nasabah kreditur tersebut bekerja diperusahaan itu, berapa besar gaji yang diterima setiap bulan dan berapa banyak tanggungan nasabah kreditur tersebut.

Sedangkan untuk surat kendaraan bermotor, surat rumah serta surat tanah, analisis yang perlu dilakukan oleh pegawai adalah menganalisa apakah benar kepeemilikan surat tersebut atas nama nasabah kreditur, berapa harga belinya dan berapa harga jual pada saat proposal kredit diajukan dan harga jual pada saat kredit jatuh tempo.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab 4, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1. Tingkat kredit macet pada PT. BRI Persero Tbk Cabang Tarutung pada tahun 2004 sangat tinggi namun pada tahun 2005 tingkat kredit macet mengalami penurunan yang sangat drastis. Namun mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2008 tingkat kredit macet kembali mengalami kenaikan namun tidak terlalu signifikan. Dalam mengurangi tingkat kredit macet perlu diperhatikan sistem analisisnya untuk itu PT BRI Persero Tbk mengeluarkan SK Direksi PT BRI tentang pedoman pelaksanaan kredit bisnis ritel PT BRI Persero Tbk. 2. Dari hasil penelitian, penulis menilai bahwa pegawai kredit pada PT

BRI Persero Tbk Cabang Tarutung sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank.

3. Dari hasil wawancara yang telah dianalisis oleh penulis, analisis yang terpenting dan paling dominan yang menentukan kredit menjadi macet adalah analisa character, lalu selanjutnya diikuti dengan analisis capacity, capital, condition of economy dan yang terakhir yang harus dianalisis adala collateral.


(5)

5.2 Saran-Saran

Adapun saran-saran yang ingin disampaikan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagi Bank

Untuk mengurangi jumlah kredit macet pegawai bank harus teliti dalam melakukan analisis terhadap setiap permohonan kredit baik itu permohonan kredit yang baru maupun permohonan kredit lanjutan. 2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel independen seperti character, capital, capacity, collateral, condition of economy. Peneliti selanjunya juga diharapkan untuk menambah jumlah sampel sehingga hasil yang diperoleh lebih dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi pihak bank dalam menetapkan prosedur pemberian kredit yang lebih baik lagi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anita, 2005. “ Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko Pada PT BNI (Persero) Tbk Cabang Tebing Tinggi.”

Arikunto,S, 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

Chalik, H, 1992. Pengantar Perkreditan. Jakarta: Akademi Akuntansi dan Perbankan

Dameria, 2002. “ Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko Pada PT BNI Kanwil 01 Medan.”

Kasmir, 2000. Manajemen Kredit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kuncoro, 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga

Mulyono, T.P, 2001. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil Edisi Kedua. Jokjakarta: BPFE

Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT BRI (Persero) Tbk

Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis Cetakan 7. Bandung: CV Alfa Beta Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis Cetakan 9. Bandung: CV Alfa Beta Supranto,J, 2002. Metode Riset. Jakarta: PT Rineka Cipta

Suyatno,T,1993. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Ritel PT BRI (Persero) Tbk

Statistik Ekonomi Keuangan Daerah