Prinsip perkembangan multilateral Prinsip intensitas latihan

Latihan beban lebih sebaiknya menganut sistem tangga step-type approach, seperti nampak pada bagian dibawah ini agar efektiv hasilnya Bompa, 1986

2. Prinsip perkembangan multilateral

Prinsip perkembangan menyeluruh atau multirateral sebaiknya diterapkan pada atlet-atlet muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar dengan demikian mereka memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh untuk menunjang keterampilan sepesialisasinya kelat. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut, pelatih sebaiknya janagn terlalu cepat membatasi atlet dengan perogram latihan yang menjurus kepada perkembangan spesialisasi yang yang sempit pada masa terlampau dini. Prinsip perkembangan multirateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi saling ketergantungan antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen-komponen biomotorik, dan antara proses-proses faalih dengan psikologis. Gambar 2. Bagian latihan sistem tangga step-type approach Banyak atlet didunia yang mengalami perkembangan prestasi mengagumkan karena mereka menganut prinsip perkembangan multilateral ini, seperti Bruce Jenner juara dasa lomba Olimpiade Montreal, Nadia Comaneci pesenam handal dari Rumania, Janet Evans kampiun renang di Olimpiade Seoul, Chris Evans petenis cantik dari USA

3. Prinsip intensitas latihan

Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, di mana pelatih secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan gerakan repetition, serta kadar intensitas dari repitisi tersebut. Untuk memperleh kemajuan atau perkembangan yang memuaskan, frekuensi latihan perminggu sebaiknya tiak kurang dari 4 kali. Kurang dari itu memang akan juga ada perkembangan, akan tetapi tidak cukup untuk menghasilkan prestasi dan optimal. Prestasi tinggi hanya bisa diperoleh melalui latihan yang keras, intensif, tekun, dan dedikasi yang tinggi. Atlet –atlet yang secara alamiah kuat sekalipun, dan yang sudah bisa menyesuaikan diri dengan beban latihan yang berat, tetap harus berlatih intensif. Terlebih lagi atlet-atlet yang jarang berpotensi. Mereka harus berlatih lebih intensif lagi. Ada beberapa teori yang dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk menentukan kadar intensitas latihannya. Salah satunya ialah teori Katch dan McArdle 1993 sebagai berikut: Intensitas latihan dapat diukur dengan cara sebagai berikut: a. Mula-mula dihitung denyut nadi maksimal DNM dengan rumus: Denyut nadi maksimal DNM = 220 – umur. b. Kemudian ditentukan takaran intensitas latihannya, yaitu 80 - 90 dari DNM. Untuk olahraga kesehatan, cukup antara 70 - 35 dari DNM. Jadi seorang atlet yang berumur 20 tahun dikatakan berlatih intensif kalau nadinya berdenyut di antara: 80 - 90 x 220 – 20 = 160 – 180 d.n. per menit. Ini menandakan bahwa atlet berlatih dalam training zone-nya ambang rangsang. Untuk para atlet sebaiknya menggunakan rumus karvonen. c. Lamanya berlatih dalam ambang rangsang juga menentukan intensif tidaknya latihan. Untuk atlet : 45 – 120 menit Untuk olahraga kesehatan : 20 – 30 menit Gambar 3. Denyut nadi maksimal dan daerah ambang rangsang latihan

4. Prinsip kualitas latihan