Grab Aplikasi Transportasi Online

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id praktik produksi itu muncul, pada momen tertentu momen produksisirkulasi dalam bentuk „wahana simbolik’ yang tercipta dalam aturan „bahasa’. Dalam bentuk diskursif inilah, sirkulasi „produk’ terjadi. Oleh karenanya, proses itu membutuhkan diakhir produksi, instrumen materialnya, sarana-prasarananya, disamping gabungan pelbagai politik dalam aparatus media. Namun, dalam bentuk diskursif-lah sirkulasi produk itu terjadi, sebagaimana juga distribusinya kepada audiens yang berbeda- beda. Sekali terkukuhkan, maka diskursus itu mesti diterjemahkan- ditransformasikan lagi-ke dalam praktik sosial jika sirkuit itu hendak dijadikan lengkap dan efektif. Jika tidak ada „makna’ yang diambil, maka tidak mungkin ada „konsumsi’, jika makna tidak tersirkulasikan dalam praktik, maka makna tidak memiliki efek. Nilai pendekatan ini bahwa sementara masing-masing momen, dalam artikulasi, merupakan hal yang dibutuhkan oleh sirkuit secra keseluruhan, tidak ada satupun momen yang bisa sepenuhnya menjamin momen berikutnya yang dengannya hal itu terartikulasikan. Karena masing-masing memiliki modalitas dan kondisi keberadaannya yang spesifik, maka masing-masing bisa membuat keterputusan atau penghentiannya dalam „peralihan bentuk’ yang kesinambungannya menjadi tempat bergantungnya aliran produksi yakni, reproduksi yang efektif. 22 22 Stuart Hall, Dorothy Hobson, Andrew Lowe dan Paul Willis ed., Budaya Media Bahasa “Teks Utama Perencanaan Cultural Studies 1972- 1979”, Yogyakarta : Jalasutra, 2011, hlm. 214. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Menurut Hall dalam bukunya Morrison 23 khalayak melakukan dekoding terhadap pesan media melalui tiga kemungkinan posisi yaitu : 1. Posisi Hegemoni Dominan Posisi ini adalah dimana media menyampaikan pesannya dengan menggunakan kode budaya dominan dalam masyarakat. Dengan kata lain, baik media dan khalayak sama-sama menggunakan budaya dominan yang berlaku. Media harus memastikan bahwa pesan yang diproduksinya harus sesuai degan budaya dominan yang ada dalam masyarakat. Jika, misalnya, khalayak menginterpretasikan pesan iklan di media melalui cara-cara yang dikehendaki media maka media, pesan dan khalayak sama-sama menggunakan ideologi dominan. 2. Posisi Negosiasi Posisi dimana khalayak secara umum menerima ideologi dominan namun menolak penerapannya dalam kasus-kasus tertentu. Dalam hal ini, khalayak bersedia menerima ideologi dominan yang bersifat umum, namun mereka akan melakukan beberapa pengecualian dalam penerapannya yang disesuaikan dengan aturan budaya setempat. Mayoritas audiens mungkin memahami secara cukup memadai apa yang secara dominan telah didefinisikan dan secara profesional telah ditunjuk sebagai petanda. Namun, definisi dominan itu bersifat hegemonik persisnya karena definisi tersebut merepresentesikan definisi pelbagai situasi dan peristiwa yang berada dalam posisi 23 Morrison, M.A. dkk, Teori Komunikasi Massa : Media, Budaya, dan Masyarakat, Bogor : PT Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 171.