SIKAP DAN POLA PEMBELIAN BUMBU INSTAN KEMASAN OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

SIKAP DAN POLA PEMBELIAN BUMBU INSTAN KEMASAN OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI BANDAR LAMPUNG

Oleh Aria Juwita

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap konsumen, pola pembelian, dan mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi pembelian bumbu instan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling dan Rajabasa, Kota Bandar Lampung dengan menggunakan metode survai. Jumlah sampel sebanyak 67 rumah tangga dilakukan menggunakan metode gugus bertahap. Data Penelitian dianalisis menggunakan analisis Fishbein dan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pembelian bumbu instan oleh konsumen di Bandar Lampung sebagai berikut: frekuensi pembelian rata-rata bumbu instan dua kali per bulan, jumlah pembelian sebanyak 3-4 shaset, dan jenis bumbu instan yang paling disukai oleh konsumen adalah racik tempe dan nasi goreng. Atribut yang paling disukai dan dipercayai oleh konsumen adalah kemudahan memperoleh produk, informasi kadaluarsa dan pengaruh rasa. Berdasarkan skor sikap atribut bumbu instan merek Indofood kemudahan memperoleh produk mendapatkan nilai tertinggi kemudian diikuti dengan atribut informasi kadaluarsa dan pengaruh rasa. Faktor dominan yang mempengaruhi keputusan pembelian bumbu di Bandar Lampung dibentuk berdasarkan empat komponen utama (faktor) berdasarkan nilai faktor loading. Komponen pertama (faktor informasi) terdiri dari informasi kadaluarsa, pengaruh orang lain dan komposisi produk. Komponen ke dua (faktor produk) terdiri dari pengaruh rasa, promosi dan harga. Komponen ke tiga (faktor kesesuaian produk) terdiri dari variabel merek dan kesesuaian dengan jenis masakan. Komponen ke empat (faktor kemudahan memperoleh produk) terdiri dari variabel kemudahan memperoleh produk.


(2)

ABSTRACT

ATTITUDE AND PATTERN PURCHASE OF INSTANT SEASONING PACKAGING BY CONSUMER HOUSEHOLD IN BANDAR LAMPUNG

By Aria Juwita,

The purpose of this research are to determine the household consumer attitudes, purchasing patterns, and the dominant affecting factor of the instant seasoning purchase. This research is conducted in sub-district of Kemiling and Rajabasa of Bandar Lampung City. The number of 67 households is drawn by the method of group stages sampling. The research data is analyzed by Fishbein and principal component analysis. The result showed that the pattern of instant seasoning purchases by consumers in Bandar Lampung was as follows: the average purchase frequency of instant seasoning was twice per month, 3-4 shaset purchase amount, and the type of instant seasoning most preferred by consumers were racik tempe and fried rice. The most preferred and trusted attributes by consumers were the ease of obtaining the product, expired date information and the taste. Based on the score of attitude attributes on instant seasoning, the brand of Indofood and ease of obtaining the product got the highest score, followed by the attribute expiration information and the taste. The dominant factor on influencing purchasing decisions of seasoning was formed by four main components (factors) based on the value of the loading factors. The first component (information) consisted of expiration information, others’ influences and composition of the product. The second component (product) consisted of the influence of taste, promotions and prices. The third component (product suitability) consisted of variables brand and conformity with the type of cuisine. The fourth component (ease of obtaining the product) consisted of variable ease of obtaining the product.


(3)

SIKAP DAN POLA PEMBELIAN BUMBU INSTAN KEMASAN

OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA

DI BANDAR LAMPUNG

Oleh ARIA JUWITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 02 Januari 1992 dari pasangan Bapak Ali Usman dan Ibu Zauda sebagai anak bungsu dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SDN 1 Beringin, Kecamatan Abung Kunang Kababupaten Lampung Utara 2004, kemudian menyelesaikan studi di SMPN 1 Abung Barat pada tahun 2007, kemudian melanjutkan studi ke MAN 1 Kotabumi, selesai pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).

Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT Pertani (persero). Penulis juga memiliki pengalaman organisasi pada Himaseperta pada tahun 2012/2013 sebagai Anggota Bidang IV. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur selama 40 hari.


(7)

i

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil‘alamin, rasa syukur terucap hanya kepada Allah SWT, karena hanya dengan izin dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada manusia teladan sepanjang zaman Rasulullah Muhammad SAW.

Banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini, yang berjudul “Sikap dan Pola Pembelian Bumbu Instan Kemasan oleh Konsumen Rumah Tangga di Bandar Lampung”. Dalam kesempatan ini, dengan segala hormat dan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi S, M.S., selaku Dosen Pembimbing Pertama yang senantiasa memberikan arahan, nasihat, dan motivasi selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini, merupakan proses yang sangat berharga. 2. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Ke dua, atas

bimbingan, nasihat, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama membimbing Penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Fembrianti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Dosen Penguji atas saran, motivasi, dukungan, bantuan dan nasehat yang telah diberikan.


(8)

ii memberikan bantuan dan saran dalam penyelesaian studi.

5. Orang tua penulis tercinta dan terkasih, Ayahanda Ali Usman dan Ibunda Zauda yang selalu mendoakan dan memberikan nasihat-nasihat penentram hati penyemangat jiwa, ayuk dan abang penulis tercinta dan terkasih Lidia Oktavia, SE, Siska Atia A.md, Irine Ayu M. S, SE dan M. Irfan Hasibuan atas motivasi dan inspirasi yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian, sungguh merupakan hal yang terindah yang penulis miliki. Kesuksesan penulis kelak penulis persembahkan kepada kalian.

6. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu dan bimbingan yang telah diberikan selama Penulis selama menjadi mahasiswi di Universitas Lampung. 7. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Aie, Mba Iin, Mas Boim,

Mas Sukardi, dan Mas Bukhari atas semua bantuan dan pengertian yang telah diberikan.

8. Sahabat dan saudara penulis seperjuangan semasa kuliah Sinta Dias, Dwi Rizky, Hani Fitria, Tyas Sekar, Nidya Wanda, Elvanur Syafitri, Septa Meliana, Tania Oktrisa dan Rizky Ramdhani, yang senantiasa memberikan tawa, canda, semangat, dan penghibur dikala lara dalam kebersamaan, sungguh sangat indah memiliki kalian.

9. Saudara-saudara seperjuangan Agribisnis 2010 Fitri, Ita, Asih, Tunjung, Ervina, Marcel, Ova, Wida, Vega, Jeny, Nita, Dimash, Rizky, Danny, Reza, Rahmat, Deby, Sastra, Terisia, Kety, Ike, Faizal, Andhika dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang senantiasa memberikan tawa, cerita, semangat, doa, dan kebersamaan.


(9)

iii 2013 atas informasi, media diskusi dan peran berbagi.

11. Almamater tercinta dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan ilmu yang lebih baik kepada kita semua. Penulis meminta maaf atas ketidaksempurnaan dalam skripsi ini dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Skor jawaban responden untuk evaluasai terhadap atribut ... 51

2. Keterangan atribut ... 51

3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ... 54

4. Jumlah penduduk. luas wilayah dan kepadatan penduduk ... 57

5. Jumlah kepadatan penduduk untuk masing-masing kelurahan di Kemiling ... 58

6. Jumlah penduduk desa Beringin Raya dan Rajabasa Nunyai berdasarkan tingkat pendidikan ... 59

7. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok Kelurahan Beringin Raya dan Rajabasa Nunyai ... 60

8. Daftar nama pasar tradisional dan swalayan menurut lokasi di Kec. Kemiling ... 61

9. Daftar nama pasar tradisional dan swalayan menurut lokasi di Kec. Rajabasa ... 64

10. Daftar jenisa dan ukuran bumbu instan yang tersedia di pasar Bandar Lampung ... 63

11. Karakteristi konsumen bumbu instanberdasarkan usia, pendidkan terakhir, pekerjaan dan pendapatan per bulan ... 66

12. Rata-rata evaluasi tingkat kepentingan(ei).... ... 68

13. Rata-rata evaluasi kekuatan kepercayaan (bi) ... 70


(11)

viii

16. Sebaran responden berdasarkan jumlah pembelian bumbu instan .. 75

17. Jenis masakan dan merek bumbu instan yang dibeli oleh responden ... 76

18. Sebaran responden berdasarkan jumlah gram dan jenis masakan .. 76

19. Sebaran responden menurut frekuensi pemebelian bumbu instan 78

20. Sebaran responden berdasarkan variabel yang diduga mempengaruhi pembelian bumbu instan ... 79

21. Kaiser-Mayers-Oklin (KMO) ... 80

22. Nilai Initial dan Extraction ... 81

23. Nilai Total Variance Explained ... 83

24. Component Matrix tingkat kerataan variabel independen ... 85

25. Nilai Rotated Component Matrix ... 86

26. Identitas responden ... 101

27. Evaluasi tingkat kepentingan (ei) ... 104

28. Kekuatan kepercayaan (bi) ... 106

29. Uji validitas dan realibilitas (ei) ... 108

30. Uji validitas dan realibilitas (bi) ... 109

31. Rata-rata evaluasi tingkat kepentingan (ei) dan tingkat kekuatan (bi) ... 111

32. Skor sikap (Ao) terhadap bumbu instan di Bandar Lampung ... 112

33. Frekuensi pembelian ... 114

34. Jumlah, jenis dan ukuran bumbu instan ... 120

35. PolaPembelian ... 128


(12)

ix

Bartlett's Test ... 131

38. Nilai Measures of Sampling Adequacy (MSA) ... 131

39. Nilai communalities ... 132

40. Nilai total variance explained ... 132

41. Nilai component matrix ... 133


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur kerangka pikir prilaku konsumen bumbu instan ... 36 2. Diagram scatterplot ... 84


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Bumbu ... 9

2. Bumbu Instan ... 10

3. Sikap Konsumen ... 10

4. Atribut ... 12

5. Perilaku Konsumen ... 13

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen ... 17

7. Teori permintaan ... 20

8. Pola Konsumsi Pangan ... 21

9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan ... 23

10. Analisis Faktor ... 26

11. Metode Sikap ... 28

12. Penelitian terdahulu ... 30

B. Kerangka Pemikiran ... 34

III. METODE PENELITIAN ... 38


(15)

v

C. Metode Pengambilan Sampel... 43

D. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 46

1. Uji Validitas dan Reabilitas ... 46

2. Analisis Multiatribut Fishbein ... 49

3. Analisis Deskriptif Kuntitatif ... ... 52

4. Analisis Komponen Utama ... 52

E. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ... 54

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 56

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 56

B. Ketersediaan Bumbu Instan ... 62

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Karakteristik Umum Responden ... 64

B. Sikap Konsumen Terhadap Atribut Bumbu Instan ... 67

1. Evaluasi Tingkat Kepentingan Konsumen (ei) Terhadap Atribut Bumbu Instan ... 68

2. Kekuatan Kepercayaan Konsumen (bi) Terhadap Atribut Bumbu Instan ... 69

3. Analisis Sikap Responden Terhadap Bumbu Instan ... 72

C. Pola Pembelian Responden Bumbu Instan ... 74

1. Jumlah Bumbu Instan yang dibeli ... 75

2. Jenis Bumbu Instan yang dibeli ... 75

3. Frekuensi Pembelian Bumkbu Instan ... 78

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Bumbu Instan dalam Rumah Tangga ... 79

1. KMO, Bartlett’s Test, dan MSA ... 80

2. Communallities... 81

3. Gambaran Perbedaan Total ... 82

4. Scree Plot ... 83

5. Komponen Acuan ... 84


(16)

vi

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Pangan dibutuhkan manusia secara kuantitatif maupun kualitatif. Usaha untuk mencukupi kebutuhan pangan di negara – negara berkembang dapat dilakukan secara tradisional atau dengan cara memperluas lahan pertanian yang disebut ekstentifikasi. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya

mewujudkan basis sumberdaya manusia yang berkualitas. Menurut Hafsah (2006), pangan memegang peranan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kemampuan menyediakan pangan bagi rakyat merupakan indikator kemajuan suatu bangsa.

Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh, terdapat dalam bentuk padat maupun cair (Indriani, 2015). Makanan merupakan pangan yang sudah diolah dan siap untuk dimakan. Proses terjadinya makanan yang masuk ke dalam tubuh dimulai dari pangan yang telah diolah menjadi makanan masuk dalam tubuh, dicerna, diserap dan digunakan oleh tubuh yang berdampak terhadap pertumbuhan perkembangan dan kelangsungan hidup manusia (Indriani, 2015). Bahan makanan dapat diolah menjadi berbagai


(18)

jenis makanan yang dapat dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan seseorang.

Makanan yang dimakan pada dasarnya tidak hanya untuk mengenyangkan, namun harus bergizi dan mampu menimbulkan selera, serta menarik bagi yang

megonsumsi makanan tersebut. Untuk menghasilkan makanan yang dapat memberikan aroma, warna, rasa yang lebih sedap diperlukan berbagai macam bumbu.

Pola hidup masyarakat tidak hanya menyangkut lapangan pekerjaan, pendidikan dan keluarga, tetapi juga meliputi keorganisasian masyarakat sosial. Pola hidup masyarakat mencakup adat istiadat, pola pangan dan gaya hidup. Dengan adanya transisi ekonomi pola hidup masyarakat juga berpengaruh terhadap pola

konsumsi dan gaya hidup. Variasi pola konsumsi seorang konsumen ditujukan untuk memperoleh kepuasan yang maksimum.

Pola konsumsi dapat mencerminkan gaya hidup. Gaya hidup seringkali

digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini seseorang, gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah (Setiadi, 2003). Dalam hal

mengonsumsi bumbu seorang mungkin dengan mudah mengganti jenis dan merek makanan maupun konsumsi bumbu yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan perubahan hidupnya. Pola konsumsi seseorang akan berubah sesuai dengan naik turunnya pendapatan. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang yang biasanya mengonsumsi makanan yang dimasak sendiri, dikarenakan kegiatan yang padat dan tidak memungkinkan seseorang tersebut untuk memasak maka dia akan mencari alternatif lain contohnya membeli masakan siap saji. Perubahan gaya hidup akan mengubah pola konsumsi seseorang.


(19)

Gaya hidup masyarakat berbeda, mulai dari kelas menengah ke bawah, menengah dan menengah ke atas. Perubahan hidup masyarakat yang semakin maju, telah mengubah kebutuhan masyarakat yang menginginkan segala sesuatu dalam bentuk instan, termasuk juga dengan kebutuhan bumbu yang menyebabkan perubahan pada bentuk produk bumbu dan rempah dalam bentuk instan. Bumbu maupun rempah memiliki peranan penting dalam pangan. Bumbu dapat dibedakan menjadi bumbu yang dapat diolah sendiri, dan bumbu yang telah diracik dan dapat digunakan secara instan. Bumbu masak merupakan salah satu hal yang penting dalam memasak karena tanpa bumbu masakan akan terasa hambar.

Bumbu instan menjadi salah satu alternatif memasak yang praktis dan hemat waktu. Bumbu instan adalah campuran dari berbagai macam bumbu dan rempah yang diolah dan diproses dengan komposisi tertentu. Terdapat dua jenis bumbu instan, yang berbentuk pasta atau basah, dan berbentuk kering atau bubuk. Bumbu basah adalah bumbu yang masih segar sedangkan bumbu kering adalah bumbu basah yang dikeringkan (Hambali, 2008). Bumbu instan disajikan dalam satu kemasan yang memiliki fungsi dan kegunaan untuk memasak sesuai dengan jenis masakannya.

Bumbu instan jenis kering maupun basah banyak diminati oleh para ibu rumah tangga, bukan hanya karena harganya, tetapi bahan bumbu instan dinilai lebih praktis. Terdapat banyak jenis dan merek bumbu instan, dengan kegunaan yang berbeda. Ada beberapa merek bumbu instan yang beredar di masyarakat, yaitu Indofood, Bamboe, Sajiku, Sasa, Cap Ibu, Masako, Royco dan lainnya. Berbagai bumbu olahan yang terdapat di pasaran seperti untuk sayur asem, sayur lodeh,


(20)

gulai, rawon, soto, opor, tumis, rendang, kare, bumbu nasi goreng, ikan goreng, ayam goreng, juga ada bumbu untuk tempe goreng. Tingginya harga bumbu dapur membuat konsumen beralih ke bumbu instan yang lebih hemat dan praktis.

Adapun sikap konsumen terhadap bumbu instan yang basah maupun yang kering merupakan kecenderungan tanggapan konsumen menyukai atau tidak menyukai bumbu instan. Dalam hal ini sikap dipandang mengandung tiga komponen terkait, pertama pengetahuan tentang bumbu instan termasuk juga dengan

kepercayaan konsumen terhadap merek bumbu tertentu, ke dua evaluasi baik atau buruknya suatu merek produk termasuk merek bumbu instan, dan ke tiga

perilaku aktual terhadap bumbu instan.

Evaluasi merek merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan. Dari evaluasi merek, dapat dilihat konsumen cenderung menyukai atau tidak menyukai merek bumbu instan tersebut. Menurut Kotler (2000), terdapat lima tahap

konsumen dalam memutuskan untuk membeli suatu produk, yaitu tahap awal dalam pengambilan keputusan adalah pengenalan kebutuhan. Tahap ke dua adalah pencarian informasi. Tahap ke tiga dalam proses penciptaan keputusan pembelian. Tahap ke empat merupakan tahan pembelian dan tahap terakhir adalah tahap evaluasi pasca pembelian. Setelah konsumen melalui lima tahapan dapat dievaluasi konsumen lebih menyukai bumbu instan atau tidak.

Pengambilan keputusan berhubungan dengan pola konsumsi. Pola konsumsi merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Harper, Deaton, dan Driskel, 1986). Setiap konsumen mempunyai


(21)

aturan, pembatasan, rasa suka dan tidak suka, serta kepercayaan terhadap beberapa jenis merek bumbu instan, sehingga membatasi pilihannya terhadap beberapa jenis bumbu instan.

Untuk mengetahui penggunaan bumbu instan, maka dilakukan survai awal ke konsumen rumah tangga pada bulan Maret tahun 2014. Hasil survai awal menunjukkan bahwa dari 50 orang konsumen rumah tangga yang telah bersedia diwawancarai diperoleh data 84 persen mengatakan menggunakan bumbu instan dengan alasan bumbu instan lebih praktis, banyak jenis pilihan masakan dan lebih hemat. Konsumen yang tidak menggunakan bumbu instan hanya sebesar 16 persen dengan alasan tidak terbiasa menggunakan bumbu instan dan lebih memilih untuk meracik bumbu sendiri. Dari berbagai jenis masakan bumbu instan, yang lebih sering digunakan oleh konsumen adalah bumbu racik instan untuk nasi goreng. Hasil survai awal tersebut menunjukkan bahwa bumbu instan memiliki peranan penting dalam pola konsumsi rumah tangga di masyarakat. Bumbu instan dikonsumsi masyarakat secara luas. Menurut Kementerian Perindustrian Indonesia (Kemenperin) nilai produksi bumbu instan pada tahun 2007-2010 selalu terjadi peningkatan. Pada tahun 2008 nilai produksi menjadi Rp19.663.346.782, tahun 2009 menjadi Rp20.533.040, dan tahun 2010 menjadi Rp21.973.926.842. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa industri bumbu instan cukup berkembang.

Keyakinan-keyakinan dan pilihan konsumen atas suatu produk yaitu bumbu instan merupakan sikap yang telah ditentukan oleh konsumen. Sikap terhadap bumbu instan tertentu akan mempengaruhi apakah konsumen akan membeli bumbu


(22)

instan atau tidak. Konsumen memiliki keinginan akan suatu produk sesuai

dengan pengetahuan yang dimilikinya sehingga diharapkan produk tersebut dapat memberikan manfaat bagi konsumen. Jika produk bumbu instan sesuai dengan apa yang diinginkan, konsumen akan melakukan pembelian. Sikap konsumen terkait dengan kepercayaan konsumen terhadap produk bumbu yang digunakan.

Sikap konsumen terbentuk dari adanya kepercayaan dan evaluasi konsumen pada suatu produk. Selanjutnya, terbentuknya sikap konsumen akan membentuk niat seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, dengan adanya niat tersebut akan mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumen (Widhiani, 2006). Oleh karena itu, sikap konsumen menjadi faktor yang kuat untuk

mempengaruhi pola pengambilan keputusan. Menurut Sumarwan (2003), sikap konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Pengambilan keputusan berarti konsumen telah menentukan sikap terhadap bumbu instan. Adanya sikap membeli bumbu instan menunjukkan bahwa konsumen tersebut telah mengonsumsi produk bumbu instan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi adalah tingkat pendapatan, selera konsumen, harga barang, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, dan lingkungan. Melihat kondisi konsumen rumah tangga yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, bumbu instan kering ataupun basah dalam bentuk kemasan dapat membantu konsumen rumah tangga, dan meringankan beban mereka. Bumbu instan bisa menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk menghemat pengeluaran untuk pembelian bumbu masak di dapur.


(23)

Sebagai pusat kegiatan ekonomi pemerintahan dan pendidikan di Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi yakni sebesar 4.619 jiwa/km2. Pada 2011, jumlah peduduk di Bandar Lampung adalah sebanyak 891.374 jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 1,55 persen per tahun (BPS Bandar Lampung, 2012).

Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen produk bumbu instan harus menghasilkan produk yang berkualitas baik dan memenuhi kepuasan konsumen. Berdasarkan uraian yang sudah disampaikan, maka rumusan masalah yang dapat diidentifiksi adalah :

(1) bagaimana sikap konsumen rumah tangga terhadap bumbu instan ? (2) bagaimana pola pembelian konsumen terhadap bumbu instan ?, dan (3) faktor dominan apa yang mempengaruhi pembelian bumbu instan pada

rumah tangga?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) mengetahui sikap konsumen rumah tangga terhadap bumbu instan, (2) mengetahui pola pembelian konsumen terhadap bumbu instan, dan

(3) mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi pembelian bumbu instan pada rumah tangga.


(24)

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi :

(1) produsen, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan dan mempertimbangkan bumbu instan yang akan diproduksi,

(2) peneliti lain, sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian tentang bumbu instan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Bumbu

Bumbu masak merupakan campuran yang terdiri dari beberapa rempah yang ditambahkan pada bahan makanan sebelum disajikan. Bumbu dapat berupa komponen tunggal seperti rempah – rempah secara individual ataupun campuran dari beberapa bumbu dasar, misalnya bawang putih, bawang merah, garam dan lainnya.

Bahan penyedap ada yang berasal dari bahan alami seperti bumbu, herbal dan minyak esensial, ekstrak tanaman atau hewan, dan oleorisin. Namun, pada saat ini sudah dapat dibuat bahan penyedap sintesis yang merupakan

komponen atau zat yang dibuat menyerupai flavour penyedap alami contoh, aroma bawang putih dapat dihasilkan oleh dialil trisulfida (Cahyadi, 2008).

Menurut Hartati (2001), cita rasa merupakan keseluruhan rasa yang diterima oleh indera perasa pada manusia pada saat bahan pangan dikonsumsi. Rasa adalah kesan yang diperoleh indera perasa (lidah). Fungsi bumbu adalah untuk meningkatkan cita rasa alami dari bahan pangan, sehingga dapat


(26)

dicampurkan ke masakan sehingga masakan tersebut mempunyai cita rasa yang menimbulkan selera agar memberikan ciri khas tersendiri pada masakan.

Menurut Hartati (2001), bumbu digunakan dalam makanan untuk

meningkatkan selera nafsu makan dan cita rasa. Menurut Lee, dalam Hartati (2001), secara fisik bumbu instan dihasilkan oleh industri dibagi dua yaitu bumbu yang berbentuk bubuk dan bumbu yang berbentuk cair.

2. Bumbu Instan

Bumbu instan adalah campuran dari beragam rempah-rempah dengan komposisi tertentu dan dapat langsung digunakan sebagai bumbu masak untuk masakan tertentu. Ada dua jenis bumbu instan yaitu dalam benntuk basah (pasta) dan dalam bentuk kering (bubuk). Bumbu instan basah adalah bumbu yang masih segar tanpa pengeringan sedangkan bumbu instan kering adalah bumbu basah yang dikeringkan. Rempah-rempah yang difomulasikan menjadi bumbu instan tersebut dapat dimanfaatkan untuk konsumsi sehari-hari oleh rumah tangga maupun industry (Hambali, 2008). Bumbu instan dalam bentuk kering yaitu Racik Ikan, Racik Tempe, Racik Ayam, Sayur Tumis, dan lain –lain. Bumbu instan dalam bentuk basa yaitu Opor, Rendang, Gulai, Lodeh, Rawon, Kare dan masih banyak yang lainnya.

3. Sikap Konsumen

Kata sikap berasal dari bahasa Latin aptus yang berarti kecocokan atau kesesuaian. Thurstone mendefinisikan sikap (attitude) sebagai afeksi atau


(27)

perasaaan terhadap sebuah rangsangan. Sikap merupakan hal penting yang berkaitan dengan keputusan pembelian. Konsep sikap ini berkaitan dengan kepercayaan serta perilaku dari seorang konsumen. Pemasar perlu mengetahui bagaimana sikap konsumen terhadap produk yang akan dipasarkannya,

apakah disukai atau tidak disukai. Katz (2004) mengidentifikasi ada empat fungsi sikap yaitu sebagai berikut.

(1) Fungsi Utilitarian

Seorang konsumen menyatakan sikapnya terhadap produk jika mereka mendapat kepuasan dari produk tersebut dan memperoleh manfaat. Sikap positif dirasakan apabila suatu produk memberikan kepuasan kepada konsumen, sebaliknya sikap negatif dirasakan apabila suatu produk memberikan kekecewaan kepada konsumen.

(2) Fungsi Ekspresi Nilai

Konsumen mengekspresikan sebuah nilai melalui produk yang mereka gunakan. Hal tersebut menggambarkan identitas sosial, gaya hidup serta kepribadian konsumen.

(3) Fungsi Mempertahankan Ego

Sikap bertujuan melindungi konsumen dari tantangan eksternal maupun perasaan internal yang dirasakan sehingga dapat menimbulkan


(28)

(4) Fungsi Pengetahuan

Konsumen yang ingin membeli suatu produk perlu mengetahui informasi tentang produk tersebut. Pengetahuan akan produk akan membentuk sikap konsumen untuk menyukai atau tidak menyukai produk.

Untuk memahami peran sikap dalam perilaku konsumen harus terlebih dahulu memahami bagaimana sikap dikembangkan dan bagaimana peran yang dimainkan. Sikap mengalami perkembangan sepanjang waktu melalui proses pembelajaran yang dipengaruhi oleh pengaruh keluarga, pengaruh kelompok kawan sebaya, pengalaman, serta kepribadian (Setiadi, 2003). Keluarga dan kelompok kawan sebaya atau kelompok acuan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi konsumen untuk memutuskan

pembelian suatu produk. Pengalaman masa lalu konsumen terhadap produk yang pernah dikonsumsi sebelumnya juga menentukan apakah konsumen akan tetap loyal terhadap produk tersebut. Faktor kepribadian individu yang berbagai macam juga perlu dipahami pemasar karena merupakan cerminan sikap dari seorang konsumen terhadap produk.

4. Atribut

Atribut suatu produk merupakan kegunaan yang akan diberikan oleh produk ke konsumen. Kegunaan yang diberikan melalui atributnya yang berwujud seperti merk produk, ciri – ciri produk, ciri khas sproduk tersebut, label produk serta kemasan produk. Atribut – atribut suatu produk akan


(29)

Dengan menyebutkan berbagai atribut produk, konsumen dapat mendeskripsikan suatu barang ataupun jasa.

Menurut Fandy (2007), atribut produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen. Atribut tersebut adalah salah satu dasar pengambilan keputusan pembelian. Kotler dan Amstrong (2003)

mengemukakan bahwa manfaat yang ditawarkan oleh atribut produk dapat berupa kualitas produk, fitur produk, serta gaya dan desain produk.

Atribut merupakan karakteristik yang membedakan merek atau produk dari yang lain. Atribut meliputi dimensi-dimensi yang terkait dengan produk atau merek, seperti performance, conformance, daya tahan, keandalan, desain, gaya, reputasi dan lain-lain (Simamora, 2002). Model sikap multi atribut menggambarkan ancangan yang berharga untuk memeriksa hubungan di antara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk. Manfaat dari analisis multi atribut adalah untuk pengembangan produk baru dan untuk meramalkan bagian pasar dari produk baru (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1994).

5. Perilaku Konsumen

Menurut Engel, et al (1994), perilaku konsumen merupakan tindakan langsung yang terlibat agar mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Prilaku konsumen tidak hanya sebuah kegiatan, tindakan, serta faktor psikologis yang mendorong tindakan tersebut, baik sebelum


(30)

melakukan aktivitas pembelian, saat mengunakan, atau setelah menghabiskan barang atau jasa tersebut, tetapi juga termaksud segala hal yang

mempengaruhi proses evaluasinya (Sumarwan, 2003).

Schiffman dan Kanuk (1997) menyatakan ilmu perilaku konsumen

merupakan ilmu tentang bagaimana individu mengambil keputusan dalam menggunakan sumberdaya yang dimilikinya yaitu waktu, tenaga, dan uang untuk mengkonsumsi sesuatu, termasuk mempelajari apa, mengapa, kapan, dan dimana seseorang membeli, serta seberapa sering seseorang membeli dan menggunakan suatu produk dan jasa. Jadi perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana seorang individu dalam hal memilih dan

memutuskan sesuatu untuk mengonsumsi barang atau jasa demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Loudon dan Bitta (1993), prilaku konsumen adalah proses

pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu – individu yang semuanya melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau

mengabaikan barang atau jasa.

Menurut Kotler (2005) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu :

(1) faktor budaya, meliputi kebudayaan, sub-budaya, dan kelas sosial, (2) faktor sosial, meliputi keluarga, kelompok acuan, peran dan status, (3) faktor pribadi, meliputi usia dan tahap siklus hidup, keadaan ekonomi,


(31)

(4) faktor psikologis, meliputi motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap pendirian.

Perilaku konsumen sangat erat kaitannya dengan pemasaran suatu produk. Pemasar yang akan memasarkan suatu produk akan terlebih dulu memahami perilaku konsumen agar dapat mengetahui keinginan dan selera konsumen. Setiadi (2003) menyatakan bahwa studi tentang perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat penting dalam manajemen pemasaran. Hasil dari kajian perilaku konsumen akan membantu para pemasar untuk :

(a) merancang bauran pemasaran,

(b) menetapkan segmentasi dan mengembangkan riset pemasarannya, (c) merumuskan positioning dan pembedaan produk, dan

(d) memformulasikan analisis lingkungan bisnisnya.

Pemahaman terhadap perilaku konsumen cukup sulit dan kompleks, khususnya disebabkan oleh banyaknya variabel yang mempengaruhi dan variabel-variabel tersebut cenderung saling berinteraksi. Meskipun demikian, perusahaan berusaha untuk memahami perilaku konsumen dalam

memasarkan produknya agar dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen.

Menurut Setiadi (2003), keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar-benar


(32)

diperhitungkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis.

Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya.

Perilaku individu sebagai konsumen dipengaruhi oleh sub-budaya spesifik di mana dia tinggal. Sub-budaya mempengaruhi konsumen untuk berperilaku dalam pasar yang lebih unik atau khusus (Prasetijo dan Ihalaw, 2004).

Faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kelompok referensi, keluarga serta peran dan status. Kelompok referensi adalah seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok referensi mempengaruhi seseorang melalui tiga cara. Pertama, kelompok referensi memperlihatkan pada seseorang perilaku dan gaya hidup baru. Ke dua, mereka juga

mempengaruhi sikap dan konsep jati diri seseorang karena orang tersebut umumnya ingin menyesuaikan diri. Ketiga, mereka menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri yang dapat mempengaruhi pilihan seseorang (Setiadi, 2003).

Keputusan seorang pembeli juga dipegaruhi oleh karakterisik pribadi, seperti umur dan tahapan siklus hidup pembeli, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli yang bersangkutan. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia dan tahapan siklus hidup pembeli. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Hal ini membuat pemasar harus memperhatikan perubahan minat


(33)

pembelian yang terjadi yang berhubungan dengan siklus hidup manusia. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Perbedaan pekerjaan seseorang mempengaruhi jenis barang yang berbeda-beda (Setiadi, 2003).

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang didefinisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekeitarnya. Gaya hidup masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya. Dari masa ke masa bergerak dinamis (Setiadi, 2003). Selanjutnya menurut Setiadi (2003), gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang.

Selanjutnya Setiadi (2003) menyatakan, kepribadian dan konsep diri adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian seseorang sangat mempengaruhi berbagai pilihan produk atau merek yang akan dikonsumsinya.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Setiadi (2003) menyatakan bahwa, keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi


(34)

harus benar-benar diperhitungkan. Berikut ini penjelasan tentang faktor-faktor tersebut.

a. Faktor-faktor kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu, kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hirarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat, perilaku yang serupa.

b. Faktor-faktor sosial

Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa di antaranya adalah kelompok-kelompok primer seperti keluarga dan teman sejawat. Kelompok sekunder, yang cenderung resmi dan interaksinya kurang adanya kesinambungan.


(35)

c. Faktor pribadi

Faktor pribadi meliputi umur dan tahapan dalam siklus hidup, siklus hidup mencakup dalam tahapan siklus dalam keluarga dan

transformasi tertentu seseorang dalam menjalani hidupnya, pekerjaan; para pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu, keadaan ekonomi; keadaan ekonomi terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan serta hartanya, gaya hidup; gaya hidup seseorang adalah pola hidup dunia yang diekspresikan oleh kegiatan dan minat seseorang, kepribadian dan konsep diri; yang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memeandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Jenis-jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk dan merek.

d. Faktor-faktor psikologis

Faktor-faktor psikologis mencakup motivasi, persepsi, proses belajar, dan kepercayaan serta sikap. Proses persepsi meliputi perhatian yang selektif, gangguan yang selektif, mengingat kembali yang selektif. Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Kepercayaan dan sikap merupakan suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.


(36)

7. Teori Permintaan

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yanng diinginkan. Ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli oleh rumah tangga, atas dasar harga komoditas tersebut, harga-harga lainnya, penghasilan, selera, dan sebagainya. Ke dua, apa yang diinginkan tidak merupakan permintaan efektif, artinya merupakan jumlah barang yang orang bersedia membelinya pada harga yang harus dibayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu (Lipsey, 1995).

Hukum permintaan menyatakan bahwa apabila harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun, cateris paribus (apabila hal-hal lain tetap). Hal-hal lain yang dimaksud ialah variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi jumlah barang yang diminta selain harga barang yang bersangkutan. Sebagai misal yang termasuk dalam variabel lain dalam hukum permintaan itu ialah tingkat pendapatan konsumen, selera konsumen, harga barang lain selain barang yang dibicarakan, jumlah penduduk,

pengeluaran advertensi, rancang bangun, saluran distribusi, dan sebagainya.

Menurut Sukirno (2001), hukum permintaan hanya menekankan perhatiannya kepada pengaruh suatu harga barang terhadap jumlah barang yang diminta, sedangkan dalam kenyataannya permintaan suatu barang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu harga barang lain, pendapatan para pembeli, distribusi pendapatan, selera, jumlah penduduk dan ekspektasi.


(37)

Barang-barang yang harganya mempengaruhi jumlah permintaan suatu Barang-barang adalah barang pengganti, barang pelengkap dan barang netral.

8. Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan dinilai secara kualitatif (mencakup apa yang dimakan) dan kuantitatif (meliputi jumlah, jenis dan frekuensi yang dimakan). Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi agar dapat

mempertahankan hidup dan melaksanakan kewajiban dalam kehidupan. Berbeda dengan kebutuhan hidup lainnya, kebutuhan pangan hanya dibutuhkan secukupnya sebab kelebihan dan kekurangan pangan akan menimbulkan masalah gizi dan penyakit (Suhardjo, 1989). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Harper et al., 1986). Pola konsumsi dalam penelitian ini adalah pola pembelian. Permintaan menunjukan berbagai jumlah suatu produk yang konsumen inginkan dan mampu beli pada berbagai tingkat harga selama suatu periode tertentu. Pembelian adalah sejumlah barang yang dibeli pada satu tingkat harga tertentu.

Menurut Khumaidi (1994), pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Kebiasaan makan yang dimaksud adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Setiap masyarakat mempunyai aturan, pembatasan, rasa suka dan tidak suka, serta


(38)

kepercayaan terhadap beberapa jenis makanan, sehingga membatasi pilihannya terhadap beberapa jenis makanan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi suatu pola kebiasaan makan tertentu yang terkadang sulit diubah, tetapi terkadang dapat juga diubah karena adanya situasi tertentu. Harper et al. (1986), menyatakan bahwa pola konsumsi pangan atau

kebiasaan makan adalah cara seseorang atau kelompok memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan dari pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.

Syah (2012), menyatakan bahwa sejak Indonesia merdeka, jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat mengalami perubahan.

Perubahan pola konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kemajuan di bidang teknologi, pendidikan, ekonomi dan perubahan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Semakin maju suatu bangsa maka semakin besar perhatiannya terhadap mutu bahan pangan. Pemilihan pangan terjadi bila ketersediaan bahan pangan cukup atau berlebih. Faktor-faktor

pertimbangan pemilihan antara lain adalah tingkat perkembangan teknologi dan komunikasi sosial, ekonomi, budaya, tradisi dan persepsi individu, serta media massa, industri pangan, dan iklan.

Menurut Suhardjo (1989), survei konsumsi pangan dapat menghasilkan data atau informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Survei konsumsi pangan secara kualitatif


(39)

dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan. Khomsan (1993) dalam Agustina (2007), menyatakan bahwa frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi makan ini bisa menjadi penduga tingkat kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Makan makanan yang beraneka ragam relatif akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan tubuh.

Pengetahuan adalah faktor penentu utama dari perilaku konsumen. Apa yang konsumen beli, di mana mereka beli dan kapan mereka membeli akan

bergantung pada pengetahuan yang relevan dengan keputusan ini. Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel et al., 1994).

9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian

Suparmoko (1990) menyatakan bahwa harga barang yang diminta mempengaruhi jumlah permintaan barang tersebut. Jika harga barang meningkat, maka jumlah barang yang diminta akan turun. Menurut Sukirno (2000), hukum permintaan hanya menekankan perhatiannya kepada

pengaruh suatu harga barang terhadap jumlah barang yang diminta, sedangkan dalam kenyataannya permintaan suatu barang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu harga barang lain, pendapatan para pembeli,


(40)

distribusi pendapatan, selera, jumlah penduduk dan ekspektasi. Barang-barang yang harganya mempengaruhi jumlah permintaan suatu Barang-barang adalah barang pengganti, barang pelengkap dan barang netral.

Barang pelengkap adalah barang yang digunakan bersama-sama dengan barang yang diminta. Apabila harga barang pelengkap meningkat, maka jumlah permintaan barang pelengkap akan menurun, yang mengakibatkan jumlah barang yang diminta juga akan menurun (Suparmoko, 1990). Barang netral adalah barang tidak ada kaitan antara dua macam barang, sehingga perubahan permintaan salah satu barang tersebut tidak akan mempengaruhi barang lainnya (Sukirno, 2000). Ada empat golongan jenis barang

berdasarkan pengaruh pendapatan terhadap permintaan yaitu barang esensial, barang inferior, barang normal dan barang mewah.

Barang esensial adalah barang yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Permintaan barang ini tidak akan banyak berubah meskipun pendapatan berubah. Barang inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang berpendapatan rendah. Jika pendapatan bertambah, maka permintaan akan barang inferior akan berkurang (Suparmoko, 1990). Barang normal adalah barang yang selalu mengalami kenaikan permintaan seiring dengan meningkatnya pendapatan. Jika pendapatan meningkat, maka permintaan barang normal juga akan meningkat (Wijaya, 1991). Barang mewah adalah jenis barang yang dibeli ketika pendapatan sudah relatif tinggi. Barang mewah dibeli setelah kebutuhan pokok untuk makanan, pakaian dan perumahan terpenuhi (Sukirno, 2000).


(41)

Dapat diketahui bahwa pendapatan rumah tangga didistribusikan untuk memenuhi berbagai keperluan rumah tangga, salah satunya adalah pengeluaran pangan, sehingga secara tidak langsung pengeluaran pangan dapat mempengaruhi permintaan suatu barang pangan. Peningkatan pendapatan mengakibatkan uang yang didistribusikan untuk pengeluaran pangan meningkat, sehingga konsumsi atau pembelian bahan pangan juga meningkat. Pertambahan penduduk yang diiringi oleh pertambahan kesempatan kerja, dapat menyebabkan lebih banyak orang yang menerima pendapatan. Hal ini mengakibatkan terjadi penambahan daya beli masyarakat dan akan meningkatkan jumlah permintaan akan suatu barang (Sukirno, 2000).

Penelitian ini menganalisis sikap konsumen terhadap bumbu instan dan faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen untuk membeli bumbu instan,

dengan anggapan bahwa penambahan jumlah anggota rumah tangga akan diiringi oleh peningkatan jumlah konsumsi bumbu instan, yang akan

mengakibatkan jumlah permintaan bumbu instan meningkat. Para konsumen menganggap bahwa harga-harga di masa depan akan naik, dapat

menyebabkan mereka membeli barang-barang tersebut sekarang untuk menghindari kerugian akibat kenaikan harga. Sebaliknya, dapat juga terjadi penurunan permintaan menghemat uang untuk mencukupi kebutuhan di masa depan jika konsumen memperkirakan bahwa harga-harga barang di masa depan akan naik atau pendapatannya akan turun (Wijaya, 1991). Harga dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap pembelian bumbu instan, biasanya


(42)

konsumen akan mengonsumsi suatu barang sesuai dengan tingkat pendapatan.

Hal lain yang dapat mempengaruhi jumlah permintaan suatu barang adalah iklan. Menurut Mowen dan Minor (2002), iklan berpengaruh besar terhadap permintaan suatu produk karena iklan dapat memberi daya tarik bagi

konsumen untuk menggunakan suatu produk yang diiklankan dengan menarik. Selain itu, di dalam iklan juga terdapat banyak informasi yang dapat dipelajari oleh setiap konsumen yang melihat dan dapat mendorong mereka untuk mengonsumsi produk tersebut. Menurut Engel etal. (1995), kemampuan iklan yang dapat mendukung suatu produk tergantung kepada sikap konsusmen terhadap iklan tersebut. Iklan yang disukai dapat

menghasilkan sikap yang positif terhadap produk, sedangkan iklan yang tidak disukai dapat menghasilkan sikap yang negatif terhadap produk. Menurut Lipsey et al. (1995), beberapa variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta adalah harga komoditi/barang itu sendiri, harga komoditi lain, pendapatan rata-rata penghasilan rumah tangga (distribusi pendapatan), selera, dan besarnya populasi atau jumlah penduduk.

10.Analisis Faktor

Analisis faktor adalah pendekatan statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis “interrelationship” sejumlah (besar) variabel dan untuk menjelaskan dimensi-dimensi (disebut faktor) yang melandasi variabel-variabel tersebut (Simamora, 2005). Analisis faktor merupakan sebuah model dimana tidak terdapat variabel bebas dan tergantung. Tujuan utama


(43)

analisis ini adalah untuk membuat ringkasan informasi yang dikandung dalam sejumlah variabel ke dalam suatu kelompok (faktor) yang lebih kecil. Dalam analisis faktor, terdapat dua pendekatan, yaitu: Principal Component

Analysis (PCA) dan Common Factor Analysis (CFA). Principal Component Analysis (PCA) merupakan suatu pendekatan faktor yang tidak membedakan adanya variasi data, baik data umum (common) maupun data unik (unique), sedangkan Common Factor Analysis (CFA) merupakan suatu pendekatan analisis faktor yang membedakan variansi data baik data umum (common) maupun data unik (unique). Metode CFA digunakan untuk variabel yang berjumlah sedikit, karena sejak awal menginputkan data sudah diketahui bahwa variabel yang ada memiliki korelasi kuat antar variabel, sehingga dalam hal ini tidak perlu dilihat korelasi antar variabel karena dianggap tidak memiliki variabel unik (Narimawati, 2008).

Supranto (2004) menjelaskan statistik kunci yang relevan dalam analisis faktor, adalah :

a. Bartlett’s test of sphericity, yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi dalam populasi,

b. Communality, yaitu jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis,

c. Eigenvalue, yaitu jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor, d. Faktor loadings, yaitu korelasi sederhana antara variabel dengan


(44)

e. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) measure of sampling adequacy, yaitu suatu indeks yang dipergunakan untuk meneliti ketepatan analisis faktor. Nilai KMO Measure of Sampling Adequacy antara 0,5 - 1,0 berarti analisis faktor tepat, apabila kurang dari 0,5 analisis faktor

f. Percentage of variance, yaitu persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor (Supranto, 2004).

Kegunaaan utama analisis faktor adalah untuk melakukan pengurangan data atau dengan kata lain melakukan peringkasan sejumlah variabel yang akan menjadi kecil jumlahnya. Pengukuran dilakukan dengan melihat

interdependensi beberapa variabel yang dapat dijadikan satu yang disebut dengan faktor, sehingga akan ditemukan variabel-variabel dan faktor yang dominan atau penting untuk dianalisis lebih lanjut (Jonathan, 2006).

11.Metode sikap Fishbein

Berdasarkan penelitian Sudiyarto (2012) model analisis multiatribut fishbein menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sikap (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut yang

dievaluasi. Alasan penggunaan model analisis fishbein adalah :

a. Model dapat mengungkap evaluasi konsumen terhadap atribut-atribut yang melekat pada produk berdasarkan evaluasi mereka terhadap banyak atribut yang dimiliki oleh objek tersebut,

b. Model selanjutnya juga dapat mendeskripsikan nilai sikap konsemen terhadap multiatribut tersebut,


(45)

c. Hasil dari masing-masing merek atau asal produk juga dapat dibandingkan, sehingga dapat dilihat produk mana yang lebih diminati oleh konsumen.

Model sikap multiatribut fishbein menggunakan rancangan yang berharga untuk memeriksa hubungan di antara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk. Salah satu model atribut multiatribut yang digunakan untuk mengemukakan sikap terhadap objek tertentu (misalnya merek) didasarkan pada perangkat kepercayaan yang dapat diringkas mengenai atribut objek bersangkutan yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut. Penilaian dengan menggunakan analisis fishbein diambil dari perhitungan nilai rataan atribut yang terpilih dari masing-masing responden kemudian diformulasikan kedalam metode fishbein untuk menghasilkan nilai sikap konsumen (Ao) terhadap produk, apakah bersifat positif atau negatif.

Formulasi model Fishbein adalah (Simamora, 2002) : Ao = �=1 ��.�� ...(1)

Komponen ei menggambarkan evaluasi atribut produk, diukur secara khusus pada skala evaluasi 5 angka (skala likert) mulai dari sangat penting (5),

penting (4), cukup penting (3), tidak penting (2), dan sangat tidak penting (1). Komponen bi menggambarkan seberapa kuat konsumen percaya terhadap atribut produk dari merek produk. Kepercayaan biasanya diukur pada skala likert dengan 5 angka dari kemungkunan yang didasar, dimulai dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), tidak baik (4), dan sangat tidak baik (1).


(46)

12.Penelitian Terdahulu

Peneliti sebelumnya yang meneliti perilaku konsumen terhadap pembelian produk makanan dan minuman, antara lain meneliti tentang buah, kerupuk, minyak makan, susu. Penelitian-penelitian tersebut mengkaji tentang pola konsumsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan produk, serta menggunakan alat analisis yang sama maupun berbeda dengan penelitian ini. Akan tetapi penelitian tentang sikap dan pola pembelian bumbu instan belum ditemukan sehingga penulis berminat menelitinya.

Yulisa (2013), melakukan penelitian tentang perilaku konsumen kopi bubuk instan siap saji. Sampel dalam penelitian adalah mahasiswa Universitas Lampung. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mengetahui komponen utama dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian Kopi Bubuk Instan Siap Saji. Hasil analisis dengan menggunakan metode PCA

menghasilkan empat komponen yang terbentuk yaitu komponen satu (Faktor Internal) terdiri dari aroma, pilihan rasa, kekentalan dan krimer. Komponen ke dua (Faktor Eksternal) terdiri dari merek, iklan, harga dan bonus.

Komponen ke tiga (Faktor Manfaat) terdiri dari penghilang rasa kantuk dan teman minum makanan lain. Komponen ke empat (Faktor Keunggulan) terdiri dari tidak berampas, mudah didapat dan praktis.

Penelitian lain, oleh Noviana (2013), mengkaji tentang perilaku konsumen tanaman hias di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Sampel


(47)

penelitian sebanyak 75 responden laki-laki dan perempuan yang memenuhi kriteria sampel, yaitu pernah membeli tanaman hias. Keputusan pembelian konsumen tanaman hias melalui tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan evaluasi pasca pembelian. Hasil menunjukan bahwa jenis tanaman hias yang banyak diminati konsumen adalah mawar, pucuk merah, kalifa kuning, asoka, anggrek dan sambang dara. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian tanaman hias di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan tiga komponen utama (faktor) berdasarkan nilai factor loading. Komponen pertama (penampilan) terdiri dari tren, gengsi, dan gaya hidup. Komponen ke dua (eksotisme) terdiri dari warna dan keunikan. Komponen ke tiga (kesesuaian harga) terdiri dari variabel ukuran tanaman dan harga tanaman hias.

Penelitian lain dilakukan Rajagukguk (2013), yang meneliti tentang sikap dan keputusan konsumen dalam membeli buah jeruk lokal dan buah jeruk impor. Hasil analisis multiatribut Fishbein menunjukan bahwa konsumen menilai hanya atribut rasa dan kesegaran buah jeruk yang memiliki evaluasi sangat penting sedangkan atribut lainnya dinilai konsumen penting, bahkan atribut jumlah biji dinilai tidak penting oleh konsumen dalam melakukan pembelian buah jeruk.

Nairah (2007) meneliti tentang tahap-tahap pengambilan keputusan dan pola konsumsi buah-buahan di Bandar Lampung. Buah segar yang diteliti antara lain jeruk lokal, pepaya, dan pisang raja. Selain itu penelitian ini juga


(48)

membahas mengenai karakteristik konsumen yang mengkonsumsi buah segar, yaitu usia, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan konsumen, dan status sosial. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini adalah rasa, harga,

penampilan, dan aroma buah yang berpengaruh terhadap pola konsumsi buah segar di Bandar Lampung.

Darnilawati (2009) mengkaji tentang analisis permintaan konsumen terhadap minyak makan di Kota Pekanbaru. Sampel pada penelitian ini berjumlah 98 rumah tangga. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah regresi linier berganda. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa permintaan minyak makan di Kota Pekanbaru dipengaruhi oleh faktor pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan harga. Variabel yang paling besar mempengaruhi permintaan minyak makan di kota Pekanbaru adalah jumlah anggota rumah tangga.

Penelitian yang dilakukan Indra (2004) mengenai sikap konsumen terhadap kerupuk udang di Pasar Indramayu, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Menunjukkan kosumen memiliki sikap tertinggi pada atribut rasa dan harga dibandingkan dengan atribut lain seperti, kemasan, bentuk dan ukuran. Pengelolaan data sikap dalam penelitian ini menggunakan metode Fishbein.

Dalam penelitian Ardiany (2002) mengkaji tentang atribut produk susu bubuk, susu cair dan susu kental manis konsumen rumah tangga. Berdasarkan analisis Fishbein, Frisian Flag mendapatkan nilai kekuatan


(49)

kepercayaan tertinggi sekitar 5,16. Ultra dengan nilai 4,85. Indomilk dengan nilai 2,75 dan Milo dengan nilai -2,08. Artinya merek Milo kurang memenuhi atribut merek yang diinginkan. Berdasarkan analisis Biplot yaitu perhitungan jarak dekat posisi relatif produk merek Frisian Flag dan merek Ultra berada dekat dengan atribut-atribut ketersediaan, aroma, kekentalan, cita rasa, rasa, harga dan merek Untuk strategi pemasaran, untuk bauran produk berdasarkan atribut yang dinilai pada riset konsumen terlihat bahwa susu cair kemasan dengan merek Ultra dan Frisian Flag memiliki atribut yang diinginkan oleh konsumen.

Halim (2002) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian sayuran hidroponik Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mengetahui komponen utama dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian sayuran hidroponik. Hasil analisis dengan

menggunakan metode PCA menghasilkan enam komponen utama yang menerangkan keragaman data sebesar 78,8 persen. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi pembelian sayuran hidroponik adalah pengaruh orang lain dalam melakukan pembelian, indikator kualitas, promosi mengenai sayuran hidroponik, tingkat pendapatan konsumen, dan ketersediaan sayuran

hidroponik di tempat belanja.

Penelitian Muka (2006) mengenai analisis sikap dan perilaku konsumen dalam memilih rumah sederhana sehat (RSH) pada PT. Bali Karisma Pratama. Penelitian ini menggunakan metode sikap fishbein dan analisis faktor atau .


(50)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap konsumen dalam memili rumah termasuk kategori baik. Faktor-faktor yang terbentuk terdiri atas empat faktor, yaitu faktor fisik (lokasi perumahan, bentuk dan tipe rumah, luas tanah, harga rumah, kualitas rumah dan sistem pembeyaran), faktor lingkungan (lingkngan perumahan), faktor fasilitas umum (fasilitas air bersih, fasilitas listrik, dan fasilitas telepon), serta faktor fasilitas sosial (jalan lingkungan dan fasilitas sosial).

B. Kerangka Pemikiran

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dikonsumsi agar manusia dapat bertahan hidup. Tidak hanya dari segi kuantitas, tetapi kualitas juga harus diperhatikan dalam memilih bahan makanan. Makanan yang berkualitas baik memiliki banyak kandungan zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. pangan memegang peranan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam rumah tangga bahan makanan sering kali diolah menjadi berbagai jenis makanan yang dapat dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan seseorang. Bumbu instan merupakan suatu produk olahan yang berperan penting dalam masakan. Setiap masakan memiliki bumbu khusus untuk masakan tertentu, agar memberikan rasa,aroma serta warna memberika perpaduan bahan yang cocok.

Perilaku konsumen yang berbeda dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu menunjukkan perilaku konsumen merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Sikap merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi dalam perilaku pembelian. Sikap berkaitan erat dengan konsep kepercayaan


(51)

dan perilaku seorang konsumen. Dalam memutuskan membeli suatu produk konsumen dipengaruhi oleh atribut-atribut yang melekat pada produk termasuk bumbu instan.

Tujuan dari penelitian ini adala mengetahui sikap konsumen terhadap bumbu instan, mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pembelian produk bumbu instan oleh konsumen rumah tangga. Konsumen bumbu instan yang diteliti pada penelitian ini adalah konsumen rumah tangga.

Langkah pertama pada penelitian ini adalah menganalisis sikap konsumen rumah tangga terhadap produk bumbu instan, suka atau tidak suka konsumen terhadap produk tersebut. Untuk menganalisis sikap konsumen terhadap bumbu instan ini digunakan metode multiatribut Fishbein. Model ini dapat memberikan gambaran serta atribut yang dianggap penting atau tidak oleh konsumen dan sikap konsumen terhadap merek produk yang diteliti. Cara yang digunakan adalah dengan mengevaluasi tingkat kepentingan atribut-atribut produk bumbu instan dan mengukur tingkat kepercayaan konsumen pada merek bumbu instan di pasar.

Pada proses penentuan sikap terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelian produk bumbu instan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses keputusan pembelian kemudian dianalisis menggunakan alat analisis komponen utama, Principal Component Analysis (PCA) . Alat analisis ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan diantara seluruh faktor yang dianalisis. Faktor-faktor yang mejadi variabel dalam analisi ini adalah faktor produk internal dan eksternal. Variabel yang


(52)

masuk dalam faktor produk adalah : Harga (X1), merek (X2), iklan (X3), bonus dan hadiah (X4), pengaruh rasa (X5), kemudaha n memperoleh produk (X6), kesesuaian dengan jenis masakan (X7), komposisi produk (X8),

informasi kadaluarsa (X9). pengaruh orang lain (X10).

Dari pengambilan keputusan konsumen akan terlihat pola pembeliannya terhadap bumbu instan dapat diketahui frekuensi pembeliannya. Keputusan konsumen rumah tangga dalam mengonsumsi bumbu instan dapat lebih dalam dipelajari dengan mengkaji pola konsumsi bumbu instan rumah tangga

tersebut. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah cara seseorang atau kelompok memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan dari pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Pola konsumsi pangan akan berubah seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, termasuk pola konsumsi bumbu instan. Pola konsumsi bumbu instan dalam penelitian ini dijadikan sebagai pola pembelian bumbu instan, dengan asumsi bahwa bumbu instan yang dibeli oleh konsumen rumah tangga adalah bumbu instan yang dikonsumsinya. Pola pembelian bumbu instan yang menarik untuk dikaji adalah kebiasaan konsumen dalam memilih merek beserta alasannya, tempat pembelian, serta frekuensi pembelian dan jumlah mengonsumsinya per bulan. Pada Gambar 1 dapat dilihat kerangka pikir perilaku konsumsi bumbu instan oleh rumah tangga.


(53)

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian perilaku konsumsi bumbu instan oleh rumah tangga.

Keterangan :

: diteliti : tidak diteliti

Perilaku Konsumen

Bumbu Instan Pangan

1. X1 : Harga 2. X2 : Merek 3. X3 : Iklan

4. X4 : Bonus dan Hadiah 5. X5 : Pengaruh Rasa

6. X6 : Kemudahan memperoleh produk 7. X7 : Kesesuaian dengan jenis masakan 8. X8 : Komposisi Produk

9. X9 : Informasi kadaluarsa 10.X10 : Pengaruh orang lain Sikap

Proses Pengambilan

Keputusan

Pola Pembelian : 1. Frekuensi 2. Jenis

3. Jumlah Pembelian

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keputusan


(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Kosep Dasar dan Batasan Oprasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Bumbu merupakan campuran yang terdiri atas beberapa rempah yang

ditambahkan pada bahan makanan sebelum disajikan. Ada dua jenis bumbu yaitu bumbu basah dan bumbu kering.

Bumbu instan merupakan bumbu masakan yang telah diolah dan diproses oleh industri sehingga praktis dapat di gunakan secara langsung pada masakan.

Bumbu instan kemasan merupakan bumbu instan dalam bentuk kering ataupun basah yang telah diolah dan diproses industri dengan kemasan yang baik.

Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan, yang dalam penelitian ini merupakan pengambilan keputusan konsumen dalam membeli bumbu instan.

Konsumen adalah individu yang membeli barang untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri atau anggota keluarga.


(55)

Konsumen bumbu instan adalah anggota rumah tangga yang membeli bumbu instan.

Pengambilan keputusan konsumen adalah suatu pemilihan tindakan untuk memutuskan membeli atau tidak membeli bumbu instan.

Keputusan membeli bumbu instan adalah tindakan dan perilaku konsumen bumbu instan, keputusan ini akan tercermin dalam pola pembelian bumbu instan.

Pola pembelian adalah suatu cara, usaha, atau sistem pembelian yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan berkaitan dengan jumlah, jenis dan frekuensi pembelian bumbu instan.

Jumlah pembelian adalah banyaknya bumbu instan yang dibeli oleh konsumen dalam jangka satu bulan terakhir, dihitung dari seluruh bumbu instan yang dibeli dalam penelitian ini dinyatakan dalam jumlah shaset.

Frekuensi pembelian adalah besaran yang mengukur jumlah repetisi pembelian dari setiap pembelian bumbu instan, yang dinyatakan dalam satuan berapa kali per bulan (x/bulan).

Jenis dalam penelitian ini merupakan macam atau variasi masakan dari bumbu instan yang dibeli.

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan yang menggambarkan suka atau tidak suka terhadap sesuatu yang akan menentukan perilaku seseorang, dalam penelitian ini sikap terhadap bumbu instan dilihat dari persepsinya terhadap harga, merek, iklan, bonus dan hadiah, pengaruh rasa, kemudahan memperoleh produk,


(56)

kesesuaian dengan jenis masakan, komposisi produk, informasi kadaluarsa dan pengaruh orang lain. Dalam penelitian ini sikap diukur dengan skor 1-5.

Pasar adalah tempat dimana pembeli dan penjual bertemu dan berfungsi, barang atau jasa tersedia untuk dijual, dan terjadi perpindahan hak milik. Dalam

penelitian ini pasar dibatasi oleh pasar tradisional dan swalayan terdekat dengan lokasi penelitian.

Harga (X1) adalah nilai suatu produk yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan untuk dapat ditukarkan dengan bumbu instan. Dalam penelitian ini variabel harga digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hinggaskor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat murah” hingga skor (1) “sangat mahal”.

Merek (X2) adalah nama atau simbol yang disesuaikan dengan produk dan dapat membedakan produk tersebut dengan produk-produk lain. Dalam penelitian ini variabel merek digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat terkenal” hingga skor (1) “sangat tidakterkenal”.

Promosi (X3) adalah informasi produk yang diberikan produsen kepada konsumen melalui iklan dan di tempat penjualan. Faktor ini diukur dari media yang paling berpengaruh terhadap pembelian bumbu instan, pengaruh promosi yang dilakukan oleh merek lain, dan bentuk promosi penjualan yang paling


(57)

disukai. Dalam penelitian ini variabel promosi digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat berpengauh” hingga skor (1) “sangat tidak berpengaruh”.

Bonus (X4) dalam penelitian ini bonus yang dimaksud merupakan kemasan ekonomis yang memiliki ukuran lebih banyak dari kemasan biasanya. Dalam penelitian ini variabel bonus digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat menarik ” hingga skor (1) “sangat tidak menarik”.

Pengaruh rasa (X5) merupa perbedaan rasa setelah menggunakan bumbu instan dan sebelum mengunakan bumbu instan. Dalam penelitian ini variabel pengaruh rasa digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat enak” hingga skor (1) “sangat tidak enak”.

Kemudahan memperoleh produk (X6) adalah penilaian responden untuk memperoleh produk, dalam hal ini produk bumbu instan. Dalam penelitian ini variabel kemudahan memperoleh produk digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat mudah diperolehl” hingga skor (1) “sangat tidak mudah diperoleh”.


(58)

Kesesuaian dengan jenis masakan (X7) adalah penilaian responden terhadap rasa bumbu instan. Dalam penelitian ini variabel kesesuaian dengan jenis

masakan digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat sesuai” hingga skor (1) “sangat tidak sesuai”.

Komposisi produk (X8) adalah kelengkapan bahan yang tertera pada produk bumbu instan. Dalam penelitian ini variabel komposisi produk digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat lengkap” hingga skor (1) “sangat tidak lengkap”.

Informasi kadaluarsa (X9) adalah informasi batas waktu aman penggunaan produk. Dalam penelitian ini variabel informasi kadaluarsa digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat jelas” hingga skor (1) “sangat tidak jelas”.

Pengaruh organg lain (X10) merupakan faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen, yang terdiri dari budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, teman, orang lain dan situasi. Dalam penelitian ini variabel pengaruh orang lain digunakan dalam mengukur sikap dengan cara memberi skor 1-5, untuk evaluasi produk (ei) skor (5) “ sangat suka” hingga skor (1) “sangat tidak suka”. Kepercayaan produk (bi) skor (5) “sangat mempengaruhil” hingga skor (1) “sangat tidak mempengaruhi”.


(59)

B. Metode, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survai dan populasinya seluruh rumah tangga yang diasumsikan seluruh rumah tangga menggunakan bumbu instan. Apabila dalam penentuan sampel terpilih rumah tangga yang tidak menggunakan bumbu instan maka sampel tersebut akan diganti. Lokasi penelitian berada di Kota Bandar Lampung tepatnya di Kecamatan Kemiling dan Kecamatan Raja Basa. Responden penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2014.

C. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel gugus bertahap. Menurut Mantra dan Kasto (1987), metode pengambilan sampel gugus bertahap digunakan saat dijumpai populasi yang letaknya sangat tersebar secara geografis, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur-unsur yang terdapat dalam populasi tersebut. Populasi dalam penelitan ini yaitu rumah tangga dengan kriteria sampel adalah rumah tangga yang

menggunakan bumbu instan.

Tahap pertama dilakukan pengelompokan kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung menjadi dua kelompok, yaitu kecamatan kelas menengah atas dan kecamatan kelas menengah bawah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BKKBN (2013) , maka kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah atas di Bandar Lampung adalah Kemiling, Suka Bumi, Teluk Betung Utara, Tanjung Karang timur, Tanjung Karang Barat, Panjang, Sukarame, Kedaton,


(60)

Teluk Betung Timur, Wayhalim, Kedamaian dan Langkapura. Kecamatan yang mewakili masyarakat kelas menengah bawah adalah Tanjung Seneng, Raja Basa, Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Tanjung Karang Pusat, Enggal, Labuhan Ratu dan Bumi Waras.

Tahap ke dua adalah mengambil masing-masing satu kecamatan untuk mewakili kecamatan kelas menengah atas dan kelas menengah bawah secara acak melalui pengundian. Kecamatan yang terpilih adalah Kecamatan Kemiling untuk mewakili kelas menengah atas dan Kecamatan Rajabasa untuk mewakili kelas menengah bawah. Setelah mendapat dua kecamatan, dilakukan tahap ke tiga, yaitu pengambilan secara acak kembali melalui pengundian, untuk mendapatkan masing-masing satu kelurahan dari dua kecamatan tersebut untuk dijadikan sampel utama. Kelurahan yang terpilih adalah Kelurahan Beringin Raya untuk mewakili Kecamatan Kemiling dan Kelurahan Nunyai untuk mewakili

Kecamatan Rajabasa.

Setelah didapat dua kelurahan yang terpilih, maka selanjutnya penentuan RT. Pemilihan RT di masing-masing kelurahan dilakukan dengan cara pengundian. masing-masing kelurahan diambil dua RT, yaitu populasi di lingkungan 1 RT 01 dan RT 15 untuk mewakili Kelurahan Beringin Raya dan lingkungan I RT 04 dan RT 05 untuk mewakili Kelurahan Nunyai. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara pengundian pada dua RT di Kelurahan Nunyai dan dua RT di Kelurahan Beringin Raya.


(61)

Untuk menentukan jumlah sampel di lapangan dilakukan perhitungan dengan rumus Simamora ( 2002) yaitu :

n=

��2

+1 ...(1) Keterangan : n : Jumlah contoh yang akan diambil

N : Jumlah populasi

e : kesalahan yang dapat ditolerir

Karena populasi di empat RT adalah 198 kepala rumah tangga, maka dapat dihitung jumlah responden dengan persamaan , yaitu :

198 198 (0,1)2+ 1

=66,44

Princian responden atas empat RT ditentukan dari masing-masing wilayah (ni) dan digunakan alokasi proposional mengikut rumus (Nasir, 1988), yaitu :

...(2) di mana :

ni : Jumlah sampel menurut stratum n : Jumlah sampel seluruhnya

Ni : Jumlah populasi menurut stratum N : Jumlah populasi seluruhnya

Dengan menggunakan persamaan ( 2), maka sampel di :

RT 09 Kelurahan Beringin Raya : ( 40/198)x 67 = 13 RT 025 Kelurahan Beringin Raya : (35/198) x 67= 12


(62)

RT 04 Kelurahan Nunyai : (68/198) x 67 = 23 RT 06 Kelurahan Nunyai : (55/198) x 67 = 19 Jumlah responden yang diambil sebanyak 67 orang (pembulatan ke atas) dari seluruh konsumen yang menggunakan bumbu instan dengan pertimbangan semakin banyak sampel maka data yang diteliti semakin baik. Jumlah responden ini dapat dianggap sudah mewakili seluruh konsumen ibu rumah tangga yang menggunakan dan mengkonsumsi bumbu instan Bandar Lampung.

D. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden yang terpilih dengan

menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dengan membaca literatur yang berkaitan dengan topik penelitian, dari perpustakaan, dan beberapa instansi atau lembaga terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Bandar Lampung. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS 16).

1. Uji validitas dan reliabilitas

Sebelum melakukan analisis terhadap sikap konsumen terhadap bumbu instan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan uji reliabilitas digunakan untuk menguji atribut bumbu instan pada kuesioner yang telah diisi oleh 30 responden pertama. Pengujian Kuesioner dilakukan untuk


(63)

mengetahui sejauh mana atribut-atribut bumbu instan dalam kuesioner telah tepat dan dapat digunakan dalam penelitian.

a. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002). Menurut Sugiyono (2009), hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi. Uji validitas dilakukan untuk mengukur pernyataan yang ada dalam kuesioner.

Kuesioner terdiri dari atribut-atribut, pola pembelian dan faktor yang mempengaruhi pembelian yang berhubungan dengan produk bumbu instan yang akan menjadi pertimbangan responden. Atribut-atribut yang terdapat pada produk bumbu instan yaitu merek, harga,promosi,pengaruh rasa, kesesuaian dengan jenis masakan, komposisi produk, informasi

kadaluarsa, pengaruh orang lain. Pola pembelian dapat terdiri dari jumlah, frekuensi dan jenis bumbu instan.

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan jumlah skor untuk masing-masing variabel.

Berdasarkan tabel nilai Korelasi Product Moment dari Pearson, variabel dinyatakan valid untuk 30 responden (n=30) jika memiliki angka korelasi ≥ 0,361dengan taraf signifikansi 5 persen. Arikunto (2002), menyatakan bahwa validitas variabel dihitung berdasarkan korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total rumus sebagai berikut:


(1)

empat (faktor kemudahan memperoleh produk) terdiri dari variabel kemudahan memperoleh produk.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa atribut kemudahan

memperoleh produk, pengaruh rasa dan harga merupakan atribut penting dalam produk ini. Sehubungan dengan ini disarankan untuk produsen agar lebih memberi cita rasa yang khas dan menambah jenis masakan yang lebih bervariasi.

2. Pada penelitian ini terdapat kelemahan tidak membedakan bumbu instan jenis kering dan bumbu instan yang basah. Oleh karena itu peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis, dapat melakukan penelitian dengan topik yang sama, namun dengan ruang lingkup penelitian yang lebih spesifik dengan menetapkan batasan yang jelas antara bumbu instan jenis kering dan basah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2012. Kemenperin. http://www.kemenperin.go.id/statistik/ibs_indikator. php. diakses pada tanggal 25 April 2014.

Adriany. 2002. Analisis Perilaku Pembelian Susu Cair Kemasan dan Implikasinya Pada Bauran Pemasaran. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Agustina, K. H. 2007. Analisis Pola Konsumsi Susu Bubuk, Susu Kental Manis, dan Susu Cair Konsumen Rumah Tangga (Survey Pada Perumahan Taman Pagelaran,Kelurahan Padasuka, Kecamatan Ciomas, Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Arikunto, S. 2002. Metodologi Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Bandar Lampung. 2012. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Bandar Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Kemiling Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Bandar Lampung. Bandar Lampung.

_________________. 2013b. Kecamatan Rajabasa Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung.

Bungin, H.M.B. 2005. Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta. Cahyadi, W. 2008. Bahan Bumbu dan Penyedap Aroma. Bumi Aksara. Jakarta. Darnilawati. 2009. Analisis Permintaan Konsumen Terhadap Minyak Makan di

Kota Pekanbaru. Jurnal Ekonomi : Vol. 17 (01). Diakses Tanggal 26 Maret 2013.

Drucker. 1994. Inovasi dan Keweraswastaan. Erlangga. Jakarta.

Engel, J. F., R. D. Blackwell, dan P. W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakara.


(3)

_________________________________________. 1995. Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakara.

Fandy, T. 2007. Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Andi Offset. Yogyakarta. Gunawan. 2002. Metodelogi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hafsah. 2006. Gizi Masyarakat. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta

Halim P. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian sayuran hidroponik di PT Hero supermarket cabang Pajajaran Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Harper, I,. J., B. J. Deaton, dan J.A. Driskel. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Diterjemahkan oleh Suhardjo. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hambali, E. 2008. Membuat Aneka Bumbu Instan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta

Herlambang, E.S. 2011. Kajian Perilaku Konsumen terhadap Strategi Pemasaran Teh Herbal di Kota Bogor. Jurnal Manajemen IPB. vol 6 nomor 2

September 2011.

Indhira, S. Analisis Keputusan Konsumen dalam Mengkonsumsi Jeruk Lokal dan Jeruk Impor di Ritel Modern. Skrispsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Indra, F. 2004. Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Kerupuk Udang di Pasar Indramayu , Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Indriani, I . 2014. Gizi Pangan. Edisi Terbitan 2014. Bandar Lampung.

Jonathan, S. 2006. Panduan Cepat dan Mudah SPSS Ver 14. Andi. Yogyakarta. Katz, D. 2004. The functional Approach to the study of Attitudes. Gramedia.

Jakarta.

Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta. Kotler, P. 2000. Dasar-dasar Pemasaran. PT. Indeks Gramedia. Jakarta Kotler, P. dan G. Amstrong. 2003. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid 1. Edisi


(4)

Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium, jilid 1. Benyamin Molan, penerjemah. Prenhallindo. Jakarta. Terjemahan dari Marketing Management.

Lipsey, R. G., P. O. Steiner, D. D. Purvis. 1995. Pengantar Ilmu Ekonomi. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Mantra, I. B. dan Kasto. 1987. Penelitian Sampel. Metode Penelitian Survei. Dieditor oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Mantra, I. B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Monografi dan Profil Desa. 2013. Profl Desa Beringin Raya Kec. Kemiling. Monografi dan Profil Desa. Bandar lampung.

Monografi dan Profil Desa. 2013. Profl Desa Rajabasa Nunyai Kec. Rajabasa. Monografi dan Profil Desa. Bandar lampung.

Mowen, J. C. dan M. Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

_______________________. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Muka,I. 2006. Analisis Sikap dan Perilaku Konsumen dalam Memilih Rumah Sederhana Sehat (RSH) pada PT. Bali Karisma Pratama Kabupaten Bandung, Bali (Jurnal). Diakses pada tanggal 25 Mei 2014.

Nairah. 2007. Perilaku Konsumen Rumah Tangga dalam Pembelian Buah di Kota Bandar Lampung. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung.

Narimawati, U. 2008. Teknik-Teknik Analisis Multivariat untuk Riset Ekonomi. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Nasir. M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nopirin. (1997). Ekonomi Moneter. Edisi Keempat. Cetakan Kelima. BPFE. Yogyakarta.

Noviana, A. 2014. Perilaku konsumen dalam pembelian tanaman hias di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis. Vol 2 (1) tahun 2014.

Pudjowidodo, P. 2010. Analisis faktor. http://statistikarotasi.wordpress.com. Diakses tanggal 17 februari 2014.


(5)

Prasetijo, R. dan J. J. O. I. Ihalauw. 2004. Perilaku Konsumen. Andi Offset. Yogyakarta.

Rajagukguk, J.M. 2013. Analisis sikap dan pengambilan keputusan konsumen dalam membeli buah jeruk lokal dan jeruk impor di Bandar Lampung.

Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung Schiffman and L. Kanuk. 1997. Consumer behavior. Internasional Edition.

Prentice Hall.

Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdagangan Internasional. IPB. Bogor.

Setiadi, N. J. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Prenada Media. Jakarta.

Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suhardjo. 1989. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Sukirno, S. 2000. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen, Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat; Arti dan Interpretasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Simamora, B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Simamora, H. 2000. Manajemen Pemasaran Internasional. Cetakan Pertama. Salemba Empat. Jakarta.

Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sulisyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. PT Ghalia Indonesia. Bogor.

Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen. Teori dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Suparmoko, M.. 1990. Pengantar Ekonomika Mikro. Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta.

Supranto J. 2004. Analisis Multivariat : Arti dan Interpretasi. Rineka Cipta. Jakarta.


(6)

Syah, D. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. IPB Press. Bogor. Terry, G.R. 1986. Prinsip-Prinsip Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta.

Umar, H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wahana Komputer. 2009. SPSS 17 untuk Pengolahan Data Statistik. Andi. Yogyakarta.

Widayanti, D. 2009. Sikap Konsumen Pasar Swalayan Terhadap Produk Teh Hijau di Kota Surakarta. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Widhiani. 2006. Perilaku Konsumen. Prenada Media. Jakarta

Wijaya, F. 1991. Seri Pengantar Ekonomika Mikro. Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta.

Yulisa L. 2013. Perilaku konsumsi mahasiswa Universitas Lampung terhadap kopi bubuk instan siap saji oleh. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis. Universitas Lampung. Vol.1 (4) : 326-333.