Wudu METODE KRITIK DAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id a. Menyentuh kemaluan dengan cara apapun itu membatalkan wudu. Pendapat ini dipegang oleh Shafi’i dan para pengikutnya, Ahmad dan Dawud. b. Menyentuh kemaluan itu sama sekali tidak membatalkan wudu. Pendapat ini dipegang oleh Abu Hanifah dan pengikutnya. Dua kelompok di atas sama-sama mempunyai legitimasi pendapat di kalangan sahabat dan tabiin. c. Kelompok yang ketiga ini membedakan cara menyentuh kemaluan itu terbagi menjadi beberapa pendapat, yaitu: 56 1 Pendapat yang membedakan antara sentuhan yang terasa enak dan tidak. Jika terasa nikmat membatalkan wudu dan jika sebaliknya tidak membatalkan wudu. 2 Pendapat yang membedakan antara sentuhan dengan telapak tangan dengan lainnya. Jika menyentuh dengan telapak tangan maka membatalkan wudu, dan jika tidak dengan telapak tangan maka tidak membatalkan wudu. Dua pendapat di atas diriwayatkan dari Malik dan murid-muridnya. 3 Pendapat yang membedakan antara sengaja dan lupa. Jika menyentuh kemaluan secara sengaja dengan telapak tangan, maka itu membatalkan wudu. Tetapi jika menyentuhnya karena lupa, maka itu tidak membatalkan wudu. 55 Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj. Imam Ghozali Said Jakarta: Pustaka Amani, 1995, 65. 56 Ibid., digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Imam al-Nawawi sebagai mana dikutip oleh Zakiah Daradjat mengatakan bahwa yang membatalkan wudu di antaranya adalah memegang kemaluan. Namun tentang hal ini hukumnya masih diperselisihkan. 57 Sedangkan imam al-Jaziri mengungkapkan bahwa bagian ketiga dari hal-hal yang membatalkan wudu yang menyebabkan keluarnya sesuatu dari dua jalan kubul atau dubur adalah menyentuh kemaluan dengan tangan, hukumnya terdapat dua rincian yakni hal tersebut tidak terlepas dari dua kemungkinan yaitu menyentuh kemaluannya sendiri atau milik orang lain. Jika ia menyentuh kemaluan orang lain, ia berarti termasuk orang yang menyentuh, hukum yang berlaku baginya adalah hukum-hukum menyentuh. 58 Adapun jika ia menyentuh kemaluannya sendiri, dalam hal ini manusia tidak akan merasakan nikmat dengan menyentuh sebagian badan atau tubuhnya sendiri. Tetapi dalam hadis telah datang suatu penjelasan yang menunjukkan bahwa siapa saja yang menyentuh kemaluannya wudunya menjadi batal. Dalam hadis yang lain juga terdapat penjelasan bahwa sentuhan tersebut tidak membatalkan wudu. Oleh karena itu wajarlah jika terjadi perbedaan pendapat antar madhab. 59 Teuku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy berpendapat bahwa dua hadis yang bertentangan ini bisa dikompromikan, yaitu memandang bahwa suruhan mengambil wudu yang dimaksudkan oleh hadis Busrah adalah suruhan sunnah, bukan wajib. Karenanya menyentuh kemaluan itu tidak membatalkan wudu. Yang membatalkan wudu adalah sentuhan yang disertai syahwat. Sentuhan yang tidak 57 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Vol. 1 Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995, 45. 58 Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al- Fiqh ‘Ala al-Madhahib al-Arba’ah Beirut: Dar al- Kutub al-Ilmiyah, t.th, 148. 59 Ibid., digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id disertai dengan syahwat sama sekali tidak membatalkan wudu. Mengingat hal tersebut, maka semata-mata menyentuh atau tersentuh kemaluan itu tidak membatalkan wudu. 60 60 Teuku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Vol. 1 Jakarta: PT. Magenta Bhakti Guna, 1994, 292. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 41

BAB III ABU DAWUD, AL-NASA’I DAN HADIS TENTANG MENYENTUH

KEMALUAN SETELAH BERWUDU

A. Biografi Abu Dawud

Nama lengkap Abu Dawud adalah Sulaiman ibn al ‘ash’ath ibn Ishaq ibn Bashir ibn Shidaq ibn Amr al-Azdi al-Sijistani. Ia lahir di Sajistan suatu kota yang terletak antara Iran dan Afganistan pada tahun 202 H. 1 Abu Dawud mengawali pendidikannya dengan belajar bahasa arab, al- Qur’an dan pengetahuan agama lain. Sampai usia 21 tahun ia bermukim di Baghdad. Kemudian ia melakukan perjalanan panjang untuk mempelajari hadis ke berbagai tempat seperti Hijaz, Syam Suriah, Mesir, Khurasan, Rayy Teheran, Harat, Kuffah, Tarsus, Bashrah dan Baghdad. 2 Dalam perjalanannya itu ia berjumpa dan berguru kepada pakar para hadis seperti Ibn Amr al-Darir, Qa’nabi, Abi al-Walid al-Tayalisi, Sulaiman ibn Harb, Imam H{ambali, Yahya ibn Ma’in, Qutaibah ibn Sa’id, Isman ibn Abi Shaibah, Abdullah ibn Maslamah, Musaddad ibn Musarhid, Musa ibn Ismail, H{asan ibn Amr al-Sudusi, Amr ibn Marzuq, Abdullah ibn Muh}ammad al-Nafili, Muh}ammad ibn Bas{ar, Zuhair ibn Harb, Ubaidillah ibn Umar ibn Maisarah, Abu Bakar ibn Abi Shaibah, Muh}ammad ibn Musanna dan Muh}ammad ibn al-Ala. 3 1 Ahmad Majid, Ulumul Hadis, 295. 2 Muhammad Qosim Mathar, Ensiklopedi Islam Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 2005, 55. 3 Ibid., 56. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Setelah perjalanan studi tersebut, Abu Dawud menghasilkan sebuah kitab hadis yang bernama Sunan Abu Dawud. kitab ini bersama kitab Jami‘ al- Turmudhi Karya Imam al-Turmudhi, Musnad Ah}mad ibn H{anbal Karya Imam H{anbali, dan Mujtaba al-Nasa’i Karya Imam al-Nasa’i dinilai sebagai kitab standar peringkat kedua dalam bidang hadis sesudah kitab standar peringkat pertama yaitu S{ah}ih} al-Bukhari karya Imam Bukhari dan S{ah}ih} Muslim Karya Imam Muslim. Oleh karena itu, lepas dari perbedaan pendapat mengenai masuk tidaknya kitab hadis al-Muwat}t}a’ karya Imam Malik, Sunan Abu Dawud termasuk dalam kelompok al-Kutub al-Sittah Enam Kitab Hadis. Khusus pada kelompok kitab hadis peringkat kedua, karya Abu Dawud tersebut sering ditempatkan pada urutan pertama. 4 B. Kitab Abu Dawud Abu Dawud mewariskan banyak keterangan dalam bidang hadis yang berisi masalah hukum. Di antara karya-karyanya adalah: 5 1. Kitab al-Sunan. 2. Kitab al-Marasil. 3. Kitab al-Qadar. 4. Al-Nasikh wa al-Mansukh. 5. Fad}a’il al-‘amal. 6. Kitab al-Zuhd. 4 Ibid., 5 Zainul Arifin, Ilmu Hadis: Historis dan Metodologis Surabaya: Pustaka al-Muna, 2014, 261. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 7. Dala’il al-Nubuwah. 8. Ibtida’. 9. Al-Wah}yu. 10. Ah}bar al-Khawarij. Di antara karya-karya tersebut, karya yang paling berniai tinggi dan masih tetap beredar sampai saat ini adalah kitab al-Sunan, yang kemudian terkenal dengan nama „Sunan Abu Dawud’. C. Metode dan Sistematika Sunan Abu Dawud Abu Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadis-hadis sahih semata sebagaimana yang dilakukan al-Bukhari dan Muslim, tetapi ia memasukkan hadis sahih, hasan dan daif yang tidak terlalu lemah dan hadis yang tidak disepakati oleh para ulama untuk ditinggalkan. Hadis-hadis sangat lemah diterangkan kelemahannya. Cara yang diterima Abu Dawud dalam menulis kitabnya, dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah atas pertanyaan yang diajukan mengenai kitab sunannya. Inti dari surat tersebut adalah: 6 1. Abu Dawud mendengar dan menulis hadis 500.000 dan diseleksi menjadi 4.800 hadis. 2. Ia menghimpun hadis-hadis sahih, semi sahih dan tidak mencantumkan hadis yang disepakati ulama untuk ditinggalkan. 6 Ahmad Majid, Ulumul Hadis, 296. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 3. Hadis yang lemah diberi penjelasan atas kelemahannya dan hadis yang tidak diberi penjelasan bernilai sahih. Abu Dawud membagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Ia mulai menulis dengan judul kitab T{aharah yang berisi 159 bab, al-S{alat yang berisi 251 bab, S{alat al-Istisqa’ yang berisi 11 bab, S{alat al-Safar yang berisi 20 bab, al-Tatawu’ yang berisi 27 bab, Shahr Ramadan yang berisi 10 bab, al-Sujud yang berisi 8 bab, al-Witr yang berisi 32 bab, al-Zakat yang berisi 46 bab, al-Luqatah yang berisi 20 bab, al-Manasik yang berisi 96 bab, al-Nikah yang berisi 49 bab, al-T{alaq yang berisi 50 bab, al-Shaum yang berisi 81 bab, al-Jihad yang berisi 170 bab, ijab al-Adlahi yang berisi 25 bab, al-Washaya yang berisi 17 bab, al-Faraid yang berisi 18 bab, al-Kharaj wa al-Imarat wa al-Fai’ yang berisi 41 bab, al-Janaiz yang berisi 80 bab, al-Aiman wa al-Nadhur yang berisi 25 bab, al-Buyu’ yang berisi 90 bab, al-Aqliyah yang berisi 31 bab, al-Ilm yang berisi 13 bab, al-Ashribah yang berisi 22 bab, al- At’imah yang berisi 54 bab, al-Thibb yang berisi 24 bab, al-Itq yang berisi 15 bab, al-Huruf yang berisi 39 bab, al-Hamam yang berisi 2 bab, al-Libas yang berisi 45 bab, al-Tarajal yang berisi 21 bab, al-Khatm yang berisi 8 bab, al-Fitan yang berisi 7 bab, al-Mahdi yang berisi 12 bab, al-Malahim yang berisi 18 bab, al- Hudud yang berisi 38 bab, al-Diyat yang berisi 28 bab, al-Sunnah yang berisi 29 bab dan al-Adab yang berisi 129 bab. 7 7 Zainul, Studi Kitab, 116. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id D. Komentar Ulama Tentang Abu Dawud Banyak penilaian ulama yang ditujukan kepada Sunan Abu Dawud seperti yang dikutip oleh Muhammad Abu Shuhbah adalah: 1. Al-Hafiz} Abu Sulaiman mengatakan bahwa kitab Sunan Abu Dawud merupakan kitab yang baik mengenai fiqh dan semua orang menerimanya dengan baik. 2. Imam Abu Hamid al-Ghazali mengatakan bahwa Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadis hukum. 3. Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa kitab Sunan Abu Dawud memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam, sehingga umat Islam tersebut puas atas putusan dari kitab tersebut. 4. Menurut Mustafa Azami bahwa Sunan Abu Dawud merupakan salah satu dari kitab pokok yang dipegangi oleh para ulama serta merupakan kitab yang terlengkap dalam bidang hadis-hadis hukum. Maka cukuplah kitab tersebut dibuat pegangan oleh para mujtahid. Di samping keunggulan yang dimiliki Abu Dawud, ia juga memiliki kelemahan, kelemahan itu terletak pada keunggulan itu sendiri, yaitu ketika ia membatasi diri pada hadis-hadis hukum, maka kitab itu menjadi kitab yang lengkap. Artinya sejumlah hadis-hadis selain bidang hukum tidak termasuk dalam kitab ini. Jadi, pengakuan ulama terhadapnya sebagai kitab standar bagi mujtahid dan ini hanya berlaku dalam bidang hukum saja tidak untuk yang lain. Kritik