PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM

(1)

ii

Ni Wayan Nila Sri Lestari

ABSTRAK

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM

(Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Rumbia Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

NI WAYAN NILA SRI LESTARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem melalui pemanfaatan lingkungan

sekolah sebagai sumber belajar. Desain penelitian adalah pretest-postest non ekuivalen. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VII3 dan VII4 yang dipilih secara purposive sampling. Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data keterampilan berpikir kritis siswa yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Analisis data kuantitatif menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, uji t1, uji t2, dan uji U dengan bantuan program SPSS versi 17. Data kualitatif berupa data aktivitas belajar siswa yang diperoleh dari lembar observasi dan angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang dianalisis secara deskriptif.


(2)

iii

Ni Wayan Nila Sri Lestari

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa (N-gain

67,91). Indikator melakukan evaluasi merupakan indikator tertinggi yang dicapai siswa pada kelas yang memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen menunjukan rata-rata persentase sebesar 80,21%, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 66,13%. Aspek aktivitas belajar paling tinggi yang dicapai siswa adalah aspek bekerjasama dengan teman yaitu dengan persentase sebesar 87,50% pada kelas eksperimen dan 72,04% pada kelas kontrol. Selain itu, sebagian besar siswa (±65%) memberikan tanggapan positif terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Dengan demikian pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa pada materi pokok ekosistem.

Kata kunci : Lingkungan sekolah, sumber belajar, keterampilan berpikir kritis, dan ekosistem.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Restu Buana, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung pada tanggal 14 September 1992, yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak I Nyoman Nala dan Ibu Ni Nyoman Sugandi.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Negeri 1 Restu Buana Kec. Rumbia, Kab.Lampung Tengah (1998-2004), SMP Negeri 1 Rumbia Kec. Rumbia, Kab.Lampung Tengah (2004-2007), SMA Negeri 1 Rumbia Kec. Rumbia, Kab.Lampung Tengah (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Pendidikan Biologi FKIP Unila melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Universitas Lampung.

Penulis pernah tergabung sebagai anggota bidang kerohanian UKM Hindu Unila periode 2011-2012. Penulis juga menjabat sebagai Bendahara Umum PC KMHDI Bandar Lampung periode 2012-2014. Penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Ngambur, Kec. Pesisir Barat dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kependidikan Terintegrasi di Kabupaten Pesisir Barat (Tahun 2013), dan penelitian pendidikan di SMP Negeri 1 Rumbia untuk meraih gelar sarjana pendidikan/S.Pd.


(8)

MOTO

Bekerjalah seperti yang telah ditentukan, sebab

berbuat lebih baik daripada tidak berbuat,

bahkan tubuh pun tak akan berhasil

terpelihara tanpa berkarya

(Bhagawad Gita III.8)

Menangkan dirimu di atas kemalasan agar

kamu dimenangkan di atas kesulitan

(Mario Teguh)

Bukan kesulitan yang membuat kita takut,

tetapi ketakutanlah yang membuat kita sulit


(9)

PERSEMBAHAN

Astung Kara...

Asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Agung,

atas segala limpahan nikmat, anugerah dan karunia yang tak terhingga

sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

Karya ini kupersembahkan dengan penuh cinta dan kasih kepada :

Ayahku tercinta I Nyoman Nala dan Bundaku tersayang Ni Nyoman Sugandi,

Yang telah membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih, yang tak pernah

henti-hentinya mendoakanku dalam setiap bakti agar aku memperoleh

keberhasilan dan kebahagiaan.

Adikku tersayang : Ni Made Susilawati dan I Nyoman Chandra Saputra

yang selalu bersedia kujahili dan memberikan keceriaan dihari-hariku.

Para dosen dan guruku, atas ilmu, nasihat, dan arahan yang telah diberikan

Sahabat-sahabat tercinta yang selalu berusaha memotivasiku, membantuku

dalam kesulitan, memberikan keceriaan dalam hari-hariku; my soulmate (Ceria,

Mila, Ayu, Teja, Dewi, Diat), my best parter (Iyud). Sahabat-sahabatku

(Cincin, Uli, Vero, Hesti, Ika, Tika)

dan seluruh BioMa tercinta…

Teman-teman KKN/PPL (Christin, Winda, Melvi, Tanti, Kiki, Ebta, Anggoro,

Bagus dan Kak Dio Terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaan yang

sangat berkesan….


(10)

xi

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Brahman), atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP Unila. Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Lingkungan Sekolah Sebagai Sumber Belajar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Ekosistem (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Rumbia Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung; 2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung; 3. Pramudiyanti, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi; 4. Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku Pembimbing I atas segala bimbingan dan

saran perbaikannya;

5. Rini Rita T. Marpaung S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga skripsi ini dapat selesai;


(11)

xii

6. Drs. Darlen Sikumbang, M. Biomed., selaku Pembahas atas saran-saran perbaikan dan motivasi yang sangat berharga;

7. Enny Novianti DA, S.Pd., selaku guru mitra yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian serta motivasi yang sangat berharga;

8. Kedua orang tuaku atas ketulusan kasih sayang, doa yang tak pernah putus dan segala pengorbanan;

9. Adikku Ni Made Susilawati dan I Nyoman Chandra Saputra, serta Keluarga besar Pamanku Made Nara, terima kasih atas kasih sayang dan dukungan yang kalian berikan;

10.Buat orang yang selalu mengajariku bagaimana cara menghargai,

menghormati dan memberikan motivasi, nasehat baik dalam keadaan sulit maupun senang;

11. Sahabat-sahabatku Hesti Yudhiastuti, Kartika Ayu Wulandari, Cincin

Bertasari, Ika Rahmawati, Hotmauli Situmorang, dan Veronica boru Hutagaol untuk kesetian kalian menemani perjalanan selama ini;

12.Teman-teman seperjuangan di P. Biologi ’10: Aji Kurnia Irawan, Ani Aminah, Singgih Primantoro Santoso, Betari Solihati, Yuliani, Novita Sari, Sisca Puspita Sari, Rinu Bakti Dewantara, Nanang Harun Rasyid, Hani

Hanifah, Nindy Profita Sari, Arinta Winsi, Taufik Ardiyanto, Mayvena Lizora, Mila Vanalita, Maretta Ania, Susanti Agusta, Eli Komariah, Quratu Aini

Na’imah, Sarvia Trisniati, Dira Tiara, Ririn Noviyanti, Renita Prahastiani, Gadis Pratiwi, Erni Oftika, serta adik dan kakak tingkat tercinta pendidikan biologi, terima kasih atas motivasi dan kebersamaan selama ini;


(12)

xiii

13.Almamater tercintaku, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis


(13)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

F. Kerangka Pikir ... 8

G. Hipotesis Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Sekolah Sebagai Sumber Belajar ... 12

B. Keterampilan Berpikir Kritis ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel ... 24

C. Desain Penelitian ... 24

D. Prosedur Penelitian ... 25

E. Jenis Data dan Teknik Pengambilan Data ... 32

F. Teknik Analisis Data ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 49

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 61


(14)

xv

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN 1. Silabus ... 66

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 70

3. Kisi-Kisi Pretest Posttest ... 82

4. Rubrik Pretest Posttest ... 87

5. Soal Pretest Posttest ... 89

6. Kunci Jawaban Pretest Posttest ... 91

7. Lembar Kerja Siswa ... 93

8. Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa ... 103

9. Rubrik Lembar Kerja Siswa ... 109

10. Angket Tanggapan Siswa ... 111

11. Data-Data Hasil Penelitian ... 113

12. Analisis Uji Statistik Data Hasil Penelitian ... 127


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

1. Indikator keterampilan berpikir kritis siswa ... 23

2. Kriteria N-gain yang diperoleh dari siswa ... 34

3. Rubrik kriteria keterampilan berpikir kritis siswa ... 37

4. Kriteria keterampilan berpikir kritis siswa ... 38

5. Lembar observasi aktivitas siswa ... 38

6. Klasifikasi indeks aktivitas siswa ... 40

7. Pernyataan angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ... 40

8. Skor tipe pernyataan tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ... 42

9. Penskoran angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ... 42

10. Tabulasi data angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ... 43

11. Tafsiran persentase jawaban angket ... 43

12. Hasil uji statistik terhadap KBK pada siswa kelas eksperimen dan kontrol ... 44

13. Hasil uji statistik setiap indikator KBK pada siswa kelas eksperimen dan kontrol ... 45

14. Hasil KBK siswa pada kelas eksperimen dan kontrol ... 46


(16)

xvii

15. Aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol ... 47

16. Nilai pretest, posttest dan N-gain kelas eksperimen ... 113

17. Nilai pretest, posttest dan N-gain kelas kontrol ... 114

18. Analisis butir soal pretest dan posttest kelas eksperimen ... 115

19. Analisis butir soal pretest dan posttest kelas kontrol ... 117

20. Analisis perindikator keterampilan berpikir kritis siswa pada soal pretest dan posttest kelas eksperimen ... 119

21. Analisis perindikator keterampilan berpikir kritis siswa pada soal pretest dan posttest kelas kontrol ... 121

22. Analisis data aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dan kontrol ... 123

23. Analisis data angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ... 125

24. Hasil Uji normalitas data pretest kelas eksperimen dan kontrol ... 127

25. Hasil uji Mann-Whitney Upretest kelas eksperimen dan kontrol .... 127

26. Hasil uji normalitas data postest kelas eksperimen dan kontrol ... 128

27. Hasil uji kesamaan dua varians dan kesamaan dua rata-rata postest kelas eksperimen dan kontrol ... 129

28. Hasil uji perbedaan dua rata-rata postest kelas eksperimen ... 130

29. Hasil uji normalitas data N-Gain kelas eksperimen dan kontrol ... 130

30. Hasil uji kesamaan dua varians dan kesamaan dua rata-rata N-Gain kelas eksperimen dan kontrol ... 131

31. Hasil Uji perbedaan dua rata-rata N-Gain kelas eksperimen ... 132

32. Hasil Uji Normalitas N-Gain pada indikator memberikan argumen kelas eksperimen dan kontrol ... 133

33. Hasil uji Mann-Whitney U N-Gain pada indikator memberikan argumen kelas eksperimen dan kontrol ... 133

34. Hasil uji normalitas N-gain pada indikator melakukan deduksi kelas eksperimen dan kontrol ... 134


(17)

xviii

35. Hasil uji Mann-Whitney U N-Gain pada indikator melakukan deduksi kelas eksperimen dan kontrol ... 135 36. Hasil uji Normalitas N-Gain pada indikator melakukan induksi kelas

eksperimen dan kontrol ... 135 37. Hasil uji Mann-Whitney U N-gain indikator melakukan induksi kelas

eksperimen dan kontrol ... 136 38. Hasil uji Normalitas N-Gain pada indikator melakukan evaluasi kelas

eksperimen dan kontrol ... 137 39. Hasil uji Mann-Whitney U N-gain indikator melakukan evaluasi kelas


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ... 11 2. Desain pretes-postes kelompok non ekuivalen ... 25 3. Tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai

sumber belajar ... 48 4. a. Contoh jawaban siswa dengan skor 3 untuk indikator memberikan

argumen (LKS eksperimen pertemuan pertama materi

ekosistem) ... 54 b. Contoh jawaban siswa dengan skor 2 untuk indikator memberikan

argumen (LKS eksperimen pertemuan pertama materi

ekosistem) ... 54 5. a. Contoh jawaban siswa dengan skor 3 untuk indikator melakukan

induksi (LKS eksperimen pertemuan kedua materi

ekosistem) ... 55 b. Contoh jawaban siswa dengan skor 2 untuk indikator melakukan

induksi (LKS eksperimen pertemuan kedua materi

ekosistem) ... 55 6. a. Contoh jawaban siswa dengan skor 3 untuk indikator melakukan

deduksi (LKS eksperimen pertemuan kedua materi

ekosistem) ... 57 b. Contoh jawaban siswa dengan skor 2 untuk indikator melakukan

deduksi (LKS eksperimen pertemuan kedua materi

ekosistem) ... 58 7. a. Contoh jawaban siswa dengan skor 3 untuk indikator melakukan

evaluasi (LKS eksperimen pertemuan ketiga materi


(19)

xx

b. Contoh jawaban siswa dengan skor 2 untuk indikator melakukan evaluasi (LKS eksperimen pertemuan ketiga materi

ekosistem) ... 59

8. a. Contoh kesimpulan yang dibuat oleh siswa dengan skor 3 (LKS eksperimen pertemuan ketiga materi ekosistem) ... 59

b. Contoh kesimpulan yang dibuat oleh siswa dengan skor 2 (LKS eksperimen pertemuan ketiga materi ekosistem) ... 60

9. Siswa mengerjakan pretes ... 139

10. Guru memberikan motivasi kepada siswa ... 139

11. Siswa melakukan pengamatan di halaman sekolah ... 139

12. Siswa bertanya saat presentasi ... 139

13. Guru bersama siswa pergi ke sawah untuk melakukan observasi ... 140

14. Guru memberi penguatan dalam presentasi ... 140

15. Guru membuka kegiatan pembelajaran ... 140

16. Siswa berdiskusi dengan dibimbing oleh guru ... 141

17. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok ... 141


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa. Keberhasilan pendidikan ini didukung dengan adanya interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

menjalankan aktivitas belajar mengajar merupakan salah satu faktor berhasil tidaknya pendidikan tersebut. Dalam hal ini, guru menjadi motor penggerak untuk menjalankan proses pembelajaran di sekolah.

Selama ini proses belajar mengajar selalu dititikberatkan pada pengajaran di dalam kelas dan berfokus pada guru dengan menggunakan metode

pembelajaran ceramah dimana yang aktif 90% adalah guru, sedangkan siswa hanya memfungsikan indra pendengaran dan penglihatan. Akibat dari

kegiatan belajar mengajar yang hanya satu arah ini, siswa kurang mampu mengeksplorasi wawasan yang dimiliki tentang materi yang diterimanya (Maryam, 2013: 21).

IPA-Biologi bukan hanya memiliki sumbangan nyata terhadap perkembangan teknologi, tetapi IPA-Biologi juga mendidik siswa di dalam pembelajarannya untuk bertindak atas dasar pemikiran kritis, analitis, logis, rasional, cermat,


(21)

2 dan sistematis, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri (Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi).

Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau sejarah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar (Johnson, 2007: 91). Untuk membantu otak anak-anak menjadi lebih kuat, kita perlu mengajak otak tersebut untuk membangun berbagai kaitan sehingga otak tersebut dapat menyusun pola yang menghasilkan makna. Semakin lama anak-anak mengerjakan tugas menantang yang menarik kemampuan alami mereka, melibatkan aktivitas fisik, dan

membutuhkan pemikiran tingkat tinggi, otak mereka akan makin dirangsang. Rangsangan dari luar seperti menguji hipotesis, mengumpulkan dan

menyaring bukti memungkinkan saraf otak untuk menguatkan hubungan antar saraf yang sudah ada, membentuk hubungan baru untuk menyimpan, menetapkan, dan mengingat makna (Davis dalam Johnson, 2007: 98). Berpikir merupakan keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman (Bono, 2007: 24). Menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam konteks yang benar mengajarkan kepada

siswa “kebiasaan berpikir mendalam, kebiasaan menjalani hidup dengan

pendekatan yang cerdas, seimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan” (Sizer dalam Johnson, 2007: 182).


(22)

3 kritis (critical thinking) adalah kemampuan dan kesediaan untuk menilai berbagai pernyataan dan mengambil keputusan yang didasarkan pada alasan dan fakta yang memiliki dukungan yang baik, bukan berdasarkan emosi atau anekdot (Wade dan Tavris, 2008: 7).

Untuk menjadi pemikir kritis, siswa harus berlatih menerapkan pertanyaan-pertanyaan yang saling berhubungan dalam situasi yang berbeda-beda. Berlatih bagi pemikir kritis sama pentingnya seperti berlatih bagi pemain tenis dan musisi. Hanya latihanlah yang membuat keterampilan menjadi suatu kebiasaan. Setiap orang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemikir kritis yang andal (Johnson, 2007: 191).

Akhir-akhir ini telah berkembang minat yang besar untuk mengajarkan cara berpikir kritis di sekolah-sekolah. Kebanyakan program sekolah yang mengajarkan pemikiran kritis mengandung kelemahan. Sekolah terlalu memusatkan perhatian pada tugas-tugas penalaran formal dan kurang

mementingkan keterampilan berpikir kritis yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Sternberg dalam Santrock, 2003: 141).

Pendidikan di masa sekarang mempersempit wawasan siswa karena tidak membantu para siswanya untuk berpikir kritis. Para pendidik dan siswa

memandang pikiran manusia seperti gudang tempat menyimpan “jawaban

yang benar”. Karena itu diperlukan upaya untuk memberdayakan potensi siswa sehingga menjadi pembelajar seumur hidup dan memiliki keterampilan berpikir kritis (Wade dan Tavris, 2008: 8).


(23)

4 Hasil observasi di SMP Negeri 1 Rumbia Kab. Lampung Tengah menunjukan bahwa hasil belajar siswa masih rendah dan guru belum mengoptimalkan berbagai sumber belajar yang bermakna, sumber belajar yang bisa

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA. Padahal sekolah memiliki berbagai sarana yang cukup memadai untuk kegiatan belajar mengajar baik sarana secara alami terlebih sarana yang diadakan oleh sekolah. Pembelajaran IPA yang memiliki peluang untuk dilakukan di luar kelas didukung oleh adanya taman di halaman tengah sekolah yang tersebar di depan setiap kelas, laboratorium komputer, laboratorium IPA, perpustakaan, sekitar lapangan basket, dan di depan musholla. Selain itu, di belakang sekolah juga terdapat sawah dan kebun singkong yang bisa dimanfaatkan guru bersama siswa dalam mempelajari ekosistem.

Selama ini siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk membangun dan menemukan sendiri pengetahuannya, sehingga siswa hanya menghafal fakta-fakta dari buku. Keterampilan berpikir kritis siswa masih sangat rendah, terlihat dari kurangnya inisiatif siswa untuk bertanya kepada guru, masih banyak yang kurang teliti dalam mengerjakan tugas,

kecenderungan siswa hanya menerima materi yang diajarkan tanpa mau menelaah lebih dalam dan berkelanjutan, rendahnya kualitas pertanyaan dan jawaban siswa, dan jika ditanya contoh dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan memberikan jawabannya sesuai dengan yang diberikan oleh guru. Siswa juga kurang mampu menggunakan daya nalar dalam menanggapi informasi yang diterimanya. Hal ini mengakibatkan nilai rata-rata ulangan


(24)

5 harian siswa kelas VII SMP Negeri 1 Rumbia Kab. Lampung Tengah pada semester ganjil belum memenuhi standar KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimum) yakni 54, berbeda dari yang ditentukan oleh sekolah yaitu ≥ 70. Dari permasalahan di atas, maka dibutuhkan tindakan yang mampu menjadi jalan keluarnya. Salah satu solusinya adalah melalui pemanfaatan

lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Lingkungan sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas keseharian siswa. Oleh sebab itu, lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa dalam proses pembelajaran seperti mengamati, mengklasifikasikan, menggolongkan, menurunkan,

meramalkan, memprediksi, mengukur, menafsirkan, mengkomunikasikan, membuat definisi, merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan hipotesis, melakukan eksperimen, dan sebagainya. Dengan metode tersebut siswa diajak untuk berpikir secara ilmiah, bebas, menghargai pendapat orang lain, dan bekerja sama dengan temannya. Dengan demikian siswa akan belajar untuk memecahkan persoalan-persoalan tentang lingkungan

kemasyarakatan serta lingkungan fisiknya (Komalasari, 2013: 138). Banyak penelitian yang menunjukkan keberhasilan dalam pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Salah satunya dilakukan oleh Maryam (2013: 30) dengan hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi keberhasilan siswa dalam meningkatkan nilai postes pada pembelajaran Biologi yang mencapai nilai ≥ 70 hingga 82,86%. Penelitian lain juga dilakukan oleh Mahkota (2014: 7) yang memperoleh kesimpulan bahwa


(25)

6 penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dapat

meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) siswa.

Pada materi pokok ekosistem, pembelajaran dengan pengalaman langsung dapat dilakukan melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Siswa diharapkan mampu mencapai kompetensi dasar yaitu menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem. Terkait dengan hal tersebut, dipandang perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem?

2. Apakah pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok ekosistem? 3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah

sebagai sumber belajar? C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :


(26)

7 ekosistem melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

2. Peningkatan aktivitas belajar siswa pada materi pokok ekosistem melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

3. Tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Bagi sekolah, sebagai acuan dalam menyusun program pembelajaran dengan memberdayakan pembelajaran yang berpusat kepada kebutuhan siswa melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA-Biologi di sekolah.

2. Bagi guru, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan alternatif pembelajaran dalam usaha untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dengan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekolah.

3. Bagi siswa, tersedia sumber belajar yang bervariasi, baik digunakan secara individu atau bersama kelompok belajarnya dalam kegiatan pembelajaran serta memperoleh pengalaman langsung untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

4. Bagi peneliti, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai calon guru dalam membelajarkan siswa dengan memanfaatkan


(27)

8 lingkungan sebagai sumber belajar untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Lingkungan sekolah yang dimanfaatkan sebagai sumber belajar meliputi halaman sekolah, sawah, dan kebun singkong.

2. Indikator keterampilan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini meliputi: (1) memberikan argumen, (2) melakukan deduksi, (3) melakukan induksi, dan (4) melakukan evaluasi.

3. Aktivitas belajar siswa yang diamati dalam penelitian ini yaitu: (1) mengungkapkan ide atau gagasan, (2) bekerjasama dengan teman, (3) memberikan pertanyaan atau jawaban, dan (4) mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

4. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII3 dan VII4 semester genap di SMP Negeri 1 Rumbia Kabupaten Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014.

5. Materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekosistem dengan kompetensi dasar menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem.

F. Kerangka Pikir

Pembelajaran Biologi bukanlah suatu proses pemindahan pengetahuan secara langsung dari guru ke siswa. Biologi juga bukan hanya merupakan mata


(28)

9 pelajaran hafalan, namun juga membutuhkan pengaplikasian konsep-konsep sains. Pada proses belajar siswa harus aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar proses pencarian itu berjalan dengan baik.

Guru yang berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan mampu memberikan kemudahan kepada siswa untuk mempelajari berbagai hal di sekitarnya. Seperti kita ketahui bahwa siswa usia SMP

memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu serta memiliki minat yang kuat untuk mengobservasi lingkungan. Pengenalan terhadap lingkungan di sekitarnya merupakan pengalaman yang positif untuk mengembangkan minat keilmuan yang dimilikinya.

Proses belajar mengajar akan lebih bermakna ketika siswa dihadapkan dengan sumber belajar yang merupakan situasi dan keadaan sebenarnya.

Pembelajaran dengan sumber belajar lingkungan sekitar sekolah tidak hanya mengada-ada seperti halnya siswa mendengarkan cerita yang dikarang dalam kemasan guru. Sumber belajar tersebut dipilih karena di lingkungan sekitar sekolah banyak tersedia hal nyata dan benda-benda konkret yang dapat menjadi contoh nyata untuk menanamkan konsep pada siswa dalam

pembelajaran IPA khususnya pada materi ekosistem. Seperti halnya di SMP Negeri 1 Rumbia yang di belakang areal sekolah terdapat sawah dan kebun singkong. Lingkungan alam tersebut sangat cocok digunakan untuk

pembelajaran ekosistem.


(29)

10 pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Dalam pemanfaatan

lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ini guru mengajak siswa keluar kelas untuk mengamati lingkungan seperti halaman sekolah, kebun singkong, dan sawah secara berkelompok. Sebelum melakukan pengamatan, guru akan membagikan LKS mengenai materi ekosistem yang kemudian akan

didiskusikan oleh siswa bersama anggota kelompoknya ketika pengamatan. Dengan begitu siswa akan menemukan data-data, kemudian mulai

mengembangkan pemikiran untuk menganalisis dan mengidentifikasi data-data yang bervariasi. Dalam hal ini siswa dilatih bernalar dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Pada akhirnya siswa akan mampu menyatakan hasil pemikirannya dan menilai informasi sesuai dengan konsep-konsep pada materi ekosistem.

Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan

menjawab pertanyaan dengan asumsi pemikirannya sendiri ketika presentasi hasil diskusi kelompok yang dilakukan di hadapan teman sekelas. Karena itu, siswa akan menjadi terampil untuk berpikir kritis. Aktivitas siswa pun bisa meningkat. Selain itu, kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih menarik dan menyenangkan.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel X dan variabel Y. Variabel X adalah variabel bebas yaitu pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dan variabel Y adalah variabel terikat yaitu


(30)

11 Hubungan antara variabel tersebut digambarkan dalam diagram berikut.

Keterangan : X = Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar Y = Keterampilan berpikir kritis siswa

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. H0 = Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar tidak meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem.

H1 = Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem.

2. Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok ekosistem.


(31)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lingkungan Sekolah Sebagai Sumber Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respon terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yang positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar.

Tokoh-tokoh pendidikan masa lampau berpandangan bahwa faktor lingkungan sangat bermakna dan dijadikan sebagai landasan dalam mengembangkan konsep pendidikan dan pengajaran. Misalnya Rousseau

dengan teorinya “Kembali ke Alam” menunjukkan betapa pentingnya

pengaruh alam terhadap perkembangan anak didik. Karena itu pendidikan anak harus dilaksanakan di lingkungan alam yang bersih, tenang, suasana menyenangkan, dan segar, sehingga sang anak tumbuh sebagai manusia yang baik (Hamalik, 2001: 194).


(32)

13 pendidikan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan alam sekitar. Alam sekitar (Milleu) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Pengajaran

berdasarkan alam sekitar akan membantu anak didik untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekitarnya. Decroly dikenal dengan teorinya, bahwa

“Sekolah adalah dari kehidupan dan untuk kehidupan” (Ecole pour la par lavie). Dikemukakan, bahwa “bawalah kehidupan ke dalam sekolah agar kelak anak didik dapat hidup di masyarakat”. Pandangan ketiga tokoh

pendidikan tersebut sedikit banyak menggambarkan, bahwa lingkungan merupakan dasar pendidikan/pengajaran yang penting, bahkan dengan dasar ini dapat dikembangkan suatu model persekolahan yang berorientasi pada lingkungan masyarakat (Hamalik, 2001: 195).

Hamalik (2001: 195) menjelaskan bahwa:

Alam sekitar dan lingkungan merupakan dua istilah yang sangat erat kaitannya tetapi berbeda secara gradual. Alam sekitar mencakup segala hal yang ada di sekitar kita, baik yang jauh maupun yang dekat

letaknya, baik masa silam maupun yang akan datang tidak terikat pada dimensi waktu dan tempat. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu kepada individu.

Selanjutnya, Mulyanto (2007: 1) mengungkapkan bahwa:

Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang mempengaruhi suatu organisme; faktor-faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor) atau variabel-variabel yang tidak hidup (abiotic factor) misalnya suhu, curah hujan, panjangnya siang, angin, serta arus-arus laut.

Interaksi-interaksi antara organisme-organisme dengan kedua faktor biotik dan abiotik membentuk suatu ekosistem.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) lingkungan diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya yaitu sekalian yang terlingkung di suatu daerah. Dalam Kamus Bahasa Inggris peristilahan


(33)

14 lingkungan ini cukup beragam diantaranya ada istilah circle, area,

surrounding, sphere, domain, range, dan environment, yang artinya kurang lebih berkaitan dengan keadaan atau segala sesuatu yang ada di sekitar atau sekeliling.

Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan terdiri dari unsur-unsur biotik (makhluk hidup), abiotik (benda mati) dan budaya manusia. Lingkungan yang ada di sekitar anak-anak kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang serta sengaja untuk kepentingan pendidikan. Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak pertama kali akan belajar dan memahami sesuatu dari lingkungannya. Begitu pula halnya dalam belajar dan memahami konsep dan prinsip dalam IPA diperlukan suatu pendekatan yang mampu mewujudkan hal-hal yang diinginkan, yakni salah satunya dengan pendekatan lingkungan. Pendekatan lingkungan berarti mengajak siswa belajar langsung di lapangan tentang topik-topik pembelajaran. Tang mengemukakan adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan merupakan hubungan yang saling mempengaruhi sehingga lahir interaksi. Pendekatan lingkungan merupakan suatu interaksi yang berpangkal kepada hubungan antara perkembangan fisik dengan lingkungan sekitarnya. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar


(34)

15 berarti siswa menampilkan contoh-contoh penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, siswa datang

menghampiri sumber-sumber belajarnya (Husamah, 2013: 2-3).

Menurut Abulraihan dalam Husamah (2013: 4), lingkungan bisa lingkungan sekolah dan luar sekolah, yang terpenting bahwa aktivitas pembelajaran luar kelas yang dilakukan siswa, guru harus pandai-pandai memilih model atau jenis pembelajaran yang tepat sesuai situasi lingkungan, memperhatikan faktor keamanan karena di alam bebas mempunyai tingkat keriskanan yang tinggi terhadap keselamatan siswa. Lingkungan sekolah adalah suatu wilayah yang sudah dikenal oleh siswa setiapa kali belajar. Hal ini memungkinkan siswa untuk bebas melakukan pengamatan terhadap objek yang menjadi bahan kajian. Lingkungan sekolah dapat juga digunakan sebagai sumber dan sarana belajar.

Menurut Association for Educational Communications and Technology

(AECT, 1977) dan Banks (1990) dalam Komalasari (2013: 108): Sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat

dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.

Selanjutnya AECT dalam Aqib (2013: 56) mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 sebagai berikut.

1. Pesan (messages), yaitu informasi yang ditransmisikan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data.

2. Orang (peoples), yaitu manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan, misalnya guru, dosen, tutor, peserta didik, tokoh masyarakat dan orang lain yang mungkin berinteraksi dengan peserta didik.


(35)

16 untuk disajikan, misalnya transparansi, slide, film, filmstrip, audio, video, buku, modul, majalah, dan lain-lain.

4. Alat (devices), yaitu perangkat keras yang digunakan untuk penyampaian pesan yang tersimpan dalam bahan, misalnya

proyektor slide, overhead, video tape, radio, televisi, dan lain-lain. 5. Teknik (Techniques), yaitu prosedur atau acuan yang disiapkan

untuk menggunakan bahan, peralatan, orang dan lingkungan untuk menyampaikan pesan, contohnya instruksional terprogram, belajar sendiri, simulasi, demonstrasi, ceramah, tanya jawab, dan lain-lain. 6. Lingkungan (setting), yaitu situasi sekitar dimana pesan

disampaikan, bisa bersifat fisik (gedung sekolah, laboratorium, musium, taman, kebun) maupun non fisik (suasana belajar dan lain-lain)

Sementara itu, Rohani (1997: 102), menjelaskan bahwa:

Sumber belajar (learning resources) adalah segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar. Kita belajar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap atau norma-norma tertentu dari lingkungan sekitar kita dari guru, dosen, teman sekelas, buku,

laboratorium, perpustakaan, dan lain-lain. sumber-sumber belajar itulah yang memungkinkan kita berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak terampil menjadi terampil.

Selanjutnya, Sanjaya (2006: 174) menyatakan bahwa:

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Sumber belajar akan menjadi berguna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar, jika tidak, maka tempat atau lingkungan sekitar tidak memiliki makna apa-apa dalam belajar. Untuk mendapat hasil belajar dengan menggunakan lingkungan sekolah sebagai laboratorium alam dan sebagai sumber belajar perlu diperhatikan langkah-langkah yaitu: (1) Guru menyelidiki lingkungan sekitar, kemudian mencatat hal-hal yang dirasakan dapat dimanfaatkan dalam proses belajar


(36)

17 mengajar, (2) Guru membuat perencanaan proses belajar berdasarkan topik yang dipilih, (3) Guru mengorganisasikan siswa tentang tugas yang harus dikerjakan, (4) Memberi penjelasan kepada siswa tentang tugas yang harus dikerjakan, (5) Pemberian tugas pada kelompok atau individu, dan (6) Membuat laporan hasil belajar di lapangan sekolah (Cullen, 2003 dalam Maryam, 2013: 24).

Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber pembelajaran lebih bermakna disebabkan para siswa dihadapkan langsung dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar mengajar. Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi. Hakekat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan langsung dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami. Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lain-lain, dan siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta akan lingkungan (Ahmad dan Sudjana, 2009: 114). Selain perpustakaan, kita pun dapat menggunakan keberadaan masyarakat sekitar sekolah atau lingkungan sekolah sebagai sumber balajar.


(37)

18 Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dimanfaatkan jika relevan dengan proses pembelajaran. Untuk pembelajaran IPA, tumbuhan di taman dan kebun sekolah dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran. Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk melihat kondisi fisik lingkungan sekitar dengan segala permasalahannya. Misalnya mengangkat tema pencemaran air, sampah, sungai, danau, gunung, hutan, dan kejadian sosial yang membawa pengaruh bagi kehidupan manusia. Dengan mengangkat isu-isu yang ada dalam lingkungan kehidupan siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah lingkungan fisiknya dan lingkungan sosial agar terjalin hubungan yang harmonis dari keduanya. Kegiatan siswa dalam pembelajaran dengan sumber belajar lingkungan dapat terintegrasi langsung melalui kegiatan observasi, pengamatan, membuktukan sendiri, tanya jawab, diskusi, wawancara. Kegiatan ini dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas (Komalasari, 2013: 138).

Menurut Gagne dalam Dahar (1989: 1) lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan konsep, karena peranannya sebagai stimulus untuk terjadinya suatu respon. Selanjutnya, Komalasari (2013: 139) menjelaskan bahwa konsep-konsep yang abstrak akan lebih mudah dipahami oleh siswa jika siswa mengalaminya secara langsung. Dengan kata lain, pembentukan sikap dan pengembangan keterampilan siswa ditentukan pula oleh interaksinya dengan lingkungan .


(38)

19 lingkungan sebagai sumber belajar, mengandung kriteria yaitu pertama, memiliki kesesuaian dengan pokok bahasan/topik; kedua, dimunculkan berdasarkan minat dan kebutuhan anak; ketiga, masalah yang dimunculkan berada di lingkungan sekitar siswa; keempat, menggunakan keterampilan proses berpikir melalui pengalaman belajarnya; kelima, erat hubungannya dengan lingkungan siswa (Komalasari, 2013: 140).

Menurut Herry (1998: 36) nilai-nilai yang dapat diperoleh dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar diantaranya:

a) Lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari siswa, memperkaya wawasannya, tidak terbatas oleh empat dinding kelas dan kebenarannya lebih akurat.

b) Belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan keadaan yang sebenarnya dengan memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, dapat

dimungkinkan terjadinya pembentukan pribadi para siswa seperti cinta akan lingkungan.

c) Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik, tidak membosankan dan menumbuhkan antusiasme siswa untuk lebih giat belajar.

B. Keterampilan Berpikir Kritis

Dalyono (2012: 214) menjelaskan bahwa:

Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat saraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Sedangkan menurut Reber (1988) dalam Dalyono (2012: 214):

Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejewantahan fungsi


(39)

20 mental yang bersifat kognitif.

Peter Reason (1981) dalam Sanjaya (2006: 230) menjelaskan tentang berpikir yaitu:

Berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar

informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah yaitu: (1) pembentukan pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3) penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan. Pembentukan pengertian melalui tiga tingkat yaitu: (a) menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis, (b) membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki, dan mana yang tidak hakiki, dan (c) mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. Selanjutnya pembentukan pendapat menjadi tiga macam yaitu: (a) pendapat afirmatif atau positif, (b) pendapat negatif, dan (c) pendapat modalitas atau kebarangkalian. Sedangkan pembentukan keputusan terdiri dari tiga macam keputusan yaitu: (a) keputusan induktif, (b) keputusan deduktif, dan (c) keputusan analogis (Suryabrata, 2007: 55-58).

Ngalimun (2012: 69) menyatakan bahwa:

Berpikir kritis (critical thinking) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk


(40)

21 tepat dan melaksanakannya secara benar.

Sementara itu, Reber (1988) dalam Dalyono (2012: 216) menjelaskan bahwa: Berpikir kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang

bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam hal berpikiran kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk

menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.

Keating dalam Santrock (2003: 141) mengungkapkan bahwa:

Masa remaja adalah masa peralihan yang penting dalam perkembangan pemikiran. Perubahan-perubahan kognitif yang memungkinkan

peningkatan pemikiran kritis pada remaja antara lain adalah: 1. Meningkatnya kecepatan, otomatisasi dan kapasitas pemrosesan

informasi, yang membedakan sumber-sumber kognitif untuk dimanfaatkan bagi tujuan lain.

2. Bertambah luasnya isi pengetahuan mengenai berbagai bidang. 3. Meningkatnya kemampuan membangun kombinasi-kombinasi baru

dari pengetahuan.

4. Semakin panjangnya rentang dan spontannya penggunaan strategi atau prosedur untuk menerapkan atau memperoleh pengetahuan, seperti perencanaan, mempertimbangkan berbagai pilihan, dan pemantauan kognitif.

Cornbleth, dkk (1991: 12) menjelaskan bahwa:

Berpikir kritis bukan aktivitas tunggal atau satu rangkaian aktivitas yang dikhususkan. Berpikir kritis sebaiknya dideskripsikan dengan menyebutkan ciri-cirinya, bukan dengan menyebutkan komponen-komponennya. Ciri-ciri ini, dalam berbagai bentuk dan konfigurasi, karena ketergantungannya pada situasi, mencerminkan suatu

skeptisisme yang diinformasikan dan mencakup pengajuan pertanyaan; mencari informasi, termasuk bukti dan contoh yang relevan dengan pertanyaan seseorang; penalaran, termasuk penjelasan atau argumentasi dan melahirkan serta meneliti alternatif-alternatif; mengevaluasi

pilihan; memantulkan pikiran seseorang; dan mengajukan pertanyaan. Wade dan Tavris (2008: 10) menyatakan ada delapan panduan dalam pemikiran kritis yaitu:

1. Mengajukan pertanyaan: bersedia untuk bertanya-tanya 2. Mendefinisikan istilah


(41)

22 3. Menganalisis berbagai asumsi dan bias

4. Menilai fakta

5. Menghindari penalaran yang emosional 6. Tidak terlalu menyederhanakan

7. Mentolerir ketidakpastian

8. Mempertimbangkan berbagai interpretasi lain

Johnson (2007: 190) mengungkapkan bahwa ada delapan langkah yang dapat diikuti oleh pemikir kritis melalui penerapan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan, yang sedang dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas.

2. Apa sudut pandangnya? 3. Apa alasan yang diajukan?

4. Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? 5. Apakah bahasanya jelas?

6. Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? 7. Apakah kesimpulan yang diambil sesuai dan konsisten dengan

alasan yang mendasarinya?

8. Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?

Pertanyaan-pertanyaan yang saling berkaitan tersebut memungkinkan siswa untuk mengevaluasi pemikiran mereka sendiri dan pemikiran orang lain. Jika siswa menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan terorganisasi untuk menilai pemikiran mereka dalam berbagai topik, atau mengevaluasi pemikiran yang mereka temukan dalam artikel, buku, percakapan, dan tempat lain, mereka akan sampai pada kesimpulan yang mandiri dan dapat dipercaya. Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan ini secara rutin, siswa belajar meneliti asumsi, menghadapi prasangka, mengakui sudut pandang yang berbeda, mempertimbangkan makna kata, mencatat implikasi dari kesimpulan, dan menilai bukti (Johnson, 2007: 191-192).


(42)

23 Cara yang paling relevan mengevaluasi proses berpikir kritis sebagai suatu pemecahan masalah menurut Garrison, Anderson, dan Archer dalam Afrizon (2012: 11) dapat dilakukan melalui lima langkah yaitu:

1. Keterampilan identifikasi masalah (Elementary clarification), didasarkan pada motivasi belajar, siswa mempelajari masalah kemudian mempelajari keterkaitan sebagai dasar untuk memahamimya.

2. Keterampilan mendefinisikan masalah (In-depth clarification), siswa menganalisa masalah untuk mendapatkan pemahaman yang jelas tentang nilai, kekuatan dan asumsi yang mendasari perumusan masalah.

3. Keterampilan mengeksplorasi masalah (Inference), dimana

diperlukan pemahaman yang luas terhadap masalah sehingga dapat mengusulkan sebuah ide sebagai dasar hipotesis. Disamping itu juga diperlukan keterampilan kreatif untuk memperluas

kemungkinan dalam mendapatkan pemecahan masalah. 4. Keterampilan mengevaluasi masalah (Judgement), disini

dibutuhkan keterampilan membuat keputusan, pernyataan, perhargaan, evaluasi, dan kritik dalam menghadapi masalah. 5. Keterampilan mengintegrasikan masalah (Strategy Formation),

disini dituntut keterampilan untuk bisa mengaplikasikan suatu solusi melalui kesepakatan kelompok.

Keterampilan berpikir kritis dan indikatornya lebih lanjut diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Indikator keterampilan berpikir kritis siswa No. Keterampilan Berpikir

Kritis Indikator

1 Memberikan argumen

Argumen dengan alasan dasar;

menunjukan perbedaan dan persamaan; serta argumen yang utuh.

2 Melalukan deduksi

Mendeduksikan secara logis, kondisi logis, serta melakukan interpretasi terhadap pernyataan.

3 Melakukan induksi

Melakukan pengumpulan data; membuat generalisasi dari data, membuat tabel.

4 Melakukan evaluasi

Evaluasi diberikan berdasarkan fakta, berdasarkan pedoman atau prinsip serta memberikan alternatif solusi.


(43)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April semester genap tahun pelajaran 2013/2014 di SMP Negeri 1 Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 1 Rumbia tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 255 siswa yang terdistribusi dalam delapan kelas. Pengambilan sampel menggunakan teknik

Purpossive Sampling, yaitu siswa dari populasi yang diambil dari dua kelas yang memiliki keterampilan berpikir kritis sama atau hampir sama yaitu siswa kelas VII3 yang berjumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VII4 yang berjumlah 31 siswa sebagai kelas kontrol.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk desain eksperimen semu dengan tipe desain pretes-postes kelompok non ekuivalen. Pada desain ini kelas eksperimen memperoleh perlakuan berupa pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, sedangkan kelas kontrol


(44)

25 sumber belajar. Kedua kelas tersebut diberi pretest di awal pembelajaran dan

posttest di akhir pembelajaran. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan antara keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

Struktur desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan : I = Kelas eksperimen II = Kelas kontrol O1 = Pretest O2 = Posttest

X = Perlakuan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

C = Perlakuan tanpa pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

Gambar 2. Desain pretes-postes kelompok non ekuivalen (dimodifikasi dari Riyanto, 2001: 43)

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian adalah sebagai berikut : a. Menetapkan waktu penelitian;

b. Mengurus surat penelitian pendahuluan (observasi) ke fakultas untuk sekolah yang diteliti;

c. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti;

I O1 X O2


(45)

26 d. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol;

e. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS); f. Membuat instrumen evaluasi yaitu soal pretes/postes untuk setiap

pertemuan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa. 2. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti mengadakan kegiatan

pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar untuk kelas eksperimen dan metode diskusi untuk kelas kontrol. Penelitian ini direncanakan sebanyak tiga kali pertemuan, pertemuan pertama membahas tentang satuan-satuan dalam ekosistem dan komponen penyusun ekosistem, pertemuan kedua tentang aliran energi dalam

ekosistem, dan pertemuan ketiga tentang pola interaksi antarorganisme. Langkah-langkah pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebagai berikut:

a. Kelas eksperimen Pendahuluan

1) Guru memberikan pretes pada pertemuan I berupa soal uraian mengenai satuan-satuan dalam ekosistem dan komponen penyusun ekosistem, aliran energi dalam ekosistem, dan pola interaksi antarorganisme.


(46)

27 3) Guru memberikan apersepsi dengan cara mengajukanpertanyaan :

Pertemuan I : “Pernahkah kalian jalan-jalan di taman? Apa saja yang dapat kalian temukan disana selain rumput? Pertemuan II : “Organisme apa saja yang pernah kalian temukan

di sawah?” Apa peran dari masing-masing

organisme tersebut?”

Pertemuan III : “Pernahkah kalian melihat kupu-kupu hinggap pada tanaman bunga? Adakah manfaat kupu-kupu tersebut bagi tanaman bunga? Disebut apakah hubungan antara bunga dengan kupu-kupu?” 4) Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan cara:

Pertemuan I : “Kita hidup di suatu lingkungan bersama organisme-organisme lain dan saling membutuhkan dan mempengaruhi. Contohnya manusia dan hewan membutuhkan udara untuk bernapas, air untuk minum, tanaman dan daging untuk makan. Tanaman memerlukan air untuk tumbuh dan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Apa yang akan terjadi jika tidak ada interaksi antarkomponen-komponen tersebut?”

Pertemuan II : “Ketika musim panen, biasanya banyak hama tikus yang menyerang tanaman padi. Seringkali petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama tersebut, padahal pestisida tersebut berbahaya bagi organisme lain dan lingkungan. Bagaimana cara mengendalikan hama tikus tanpa menggunakan pestisida sehingga bisa meminimalisir dampak yang ditimbulkan?”


(47)

28 Pertemuan III : “Kupu-kupu adalah hewan yang unik dan indah. Banyak orang yang menangkap dan mengawetkan hewan ini untuk dikoleksi dan dijual. Apa yang akan terjadi jika penangkapan kupu-kupu terus dilakukan?

Kegiatan inti

1) Siswa dibagi menjadi 6 kelompok secara heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang.

2) Siswa diberikan masalah dalam bentuk LKS. LKS dibagikan kepada setiap kelompok dengan topik yang berbeda pada tiap pertemuannya dan harus didiskusikan bersama anggota kelompoknya.

LKS 1 untuk pertemuan I dengan topik: satuan-satuan dalam ekosistem dan komponen penyusun ekosistem.

LKS 2 untuk pertemuan II dengan topik: aliran energi dalam ekosistem.

LKS 3 untuk pertemuan III dengan topik: pola interaksi antarorganisme.

3) Siswa dibimbing untuk melakukan observasi keluar kelas:

Pertemuan I : Siswa melakukan pengamatan tentang satuan-satuan dalam ekosistem dan komponen penyusun ekosistem di sekitar halaman sekolah dan menjawab soal-soal yang ada dalam LKS 1. Pertemuan II : Siswa melakukan pengamatan di sawah dan kebun singkong mengenai aliran energi dalam ekosistem dan menjawab soal-soal yang ada dalam LKS 2.


(48)

29 Pertemuan III : Siswa melakukan pengamatan tentang pola

interaksi antarorganisme di sekitar halaman sekolah dan menjawab soal-soal yang ada dalam LKS 3.

4) Setiap kelompok dibimbing dalam mengerjakan LKS.

5) Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan LKS, siswa mengumpulkan LKS.

6) Setiap kelompok melakukan presentasi hasil diskusi mereka dan kelompok lain dapat memberikan tanggapan.

7) Siswa mendapat penguatan melalui penjelasan materi yang belum dipahami.

Kegiatan penutup

1) Siswa dibimbing untuk memberikan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

2) Siswa melaksanakan evaluasi dengan mengerjakan soal postes di pertemuan III dengan soal yang sama pada soal pretes di pertemuan I.

3) Guru menutup kegiatan pembelajaran. b. Kelas kontrol

Pendahuluan

1) Guru memberikan pretes pada pertemuan I berupa soal uraian mengenai satuan-satuan dalam ekosistem dan komponen penyusun ekosistem, aliran energi dalam ekosistem, dan pola interaksi antarorganisme.


(49)

30 3) Guru memberikan apersepsi dengan cara mengajukanpertanyaan :

Pertemuan I : “Pernahkah kalian jalan-jalan di taman? Apa saja yang dapat kalian temukan disana selain rumput? Pertemuan II : “Organisme apa saja yang pernah kalian temukan

di sawah?” Apa peran dari masing-masing

organisme tersebut?”

4) Pertemuan III : “Pernahkah kalian melihat kupu-kupu hinggap pada tanaman bunga? Adakah manfaat kupu-kupu tersebut bagi tanaman bunga? Disebut apakah hubungan antara bunga dengan kupu-kupu?” 5) Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan cara :

Pertemuan I : “Kita hidup di suatu lingkungan bersama organisme-organisme lain dan saling membutuhkan dan mempengaruhi. Contohnya manusia dan hewan membutuhkankan udara untuk bernapas, air untuk minum, tanaman dan daging untuk makan. Tanaman memerlukan air untuk tumbuh dan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Apa yang akan terjadi jika tidak ada interaksi antarkomponen-komponen tersebut?”

Pertemuan II : “Ketika musim panen, biasanya banyak hama tikus

yang menyerang tanaman padi. Seringkali petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama tersebut, padahal pestisida tersebut berbahaya bagi organisme lain dan lingkungan. Bagaimana cara mengendalikan hama tikus tanpa menggunakan pestisida


(50)

31

Pertemuan III : “Kupu-kupu adalah hewan yang unik dan indah. Banyak orang yang menangkap dan mengawetkan hewan ini untuk dikoleksi dan dijual. Apa yang akan terjadi jika penangkapan kupu-kupu terus dilakukan?”

Kegiatan inti

1) Siswa dibagi menjadi 6 kelompok secara heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang.

2) Siswa dibagikan LKS mengenai satuan-satuan makhluk hidup dalam ekosistem dan komponen penyusun ekosistem (pertemuan I), aliran energi dalam ekosistem (pertemuan II), dan pola interaksi antarorganisme (pertemuan III).

3) Setiap kelompok dibimbing dalam mengerjakan LKS.

4) Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan LKS, siswa mengumpulkan LKS.

5) Setiap kelompok melakukan presentasi hasil diskusi mereka dan kelompok lain dapat memberikan tanggapan.

6) Siswa mendapat penguatan melalui penjelasan materi yang belum dipahami.

Kegiatan penutup

1) Siswa dibimbing untuk memberikan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

2) Siswa melaksanakan evaluasi dengan mengerjakan soal postes di pertemuan III dengan soal yang sama pada soal pretes di pertemuan I.


(51)

32 3) Guru menutup kegiatan pembelajaran.

E. Jenis Data dan Teknik Pengambilan Data

1. Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini adalah: a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu berupa data keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem yang diperoleh dari nilai pretes dan postes.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif berupa data aktivitas siswa yang diperoleh dari lembar observasi dan data angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

2. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Pretes dan Postes

Data keterampilan berpikir kritis berupa nilai pretes dan postes. Nilai pretes diambil di awal pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, sedangkan nilai postes diambil di akhir pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Bentuk soal yang diberikan berupa soal uraian yang mengandung indikator keterampilan berpikir kritis. Indikator berpikir kritis yang diamati yaitu: (1) memberikan argumen, (2) melakukan deduksi, (3) melakukan induksi, (4) melakukan evaluasi. Masing-masing indikator


(52)

33 berpikir kritis memiliki skor yang tertera pada rubrik penilaian soal Pretes dan Postes.

Teknik penskoran nilai pretes dan postes yaitu :

Keterangan : S = Nilai yang diharapkan (dicari);

R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar;

N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto, 2008: 112).

b) Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi semua aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati poin

kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi tanda (√ ) pada lembar

observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Aspek yang diamati yaitu aktivitas siswa melakukan kegiatan diskusi

(mengungkapkan ide atau gagasan), bekerjasama dengan teman, memberikan pertanyaan atau jawaban, dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

c) Angket Tanggapan Siswa

Angket tanggapan siswa berisi tentang semua pendapat mengenai metode pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Angket ini berupa 10 pernyataan, terdiri atas 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Angket ini memiliki 4 pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.


(53)

34 F. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian ini adalah:

a) Data penelitian berupa nilai pretes, postes, dan skor N-gain

Untuk mendapatkan skor N-gain menggunakan rumus Hake (modifikasi dalam Loranz, 2008: 3) sebagai berikut:

100

X Y Z

Y X gain N

Keterangan : = Nilai rata-rata postes = Nilai rata-rata pretes Z = Skor maksimum

Selanjutnya, maka N-gain berpikir kritis siswa dapat dilihat dari kriteria pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria N-gain yang diperoleh dari siswa Nilai rata-rata N-gain (g) Kriteria

g>70 30<g ≤70

g<30

Tinggi Sedang Rendah

Sumber: dimodifikasi dari Hake (dalam Loranz, 2008: 3)

Data penelitian yang berupa nilai pretes, postes, dan skor N-gain pada kelas eksperimen dan kontrol dianalisis menggunakan uji t dengan

program SPSS versi 17, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa: 1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Lilliefors dengan program SPSS versi 17.

a) Hipotesis


(54)

35 H1 : Sampel tidak berdistribusi normal

b) Kriteria Pengujian

Terima H0 jika L hitung < L tabel atau p-value > 0,05, tolak H0 untuk harga yang lainnya (Pratisto, 2004: 10).

2. Uji Homogenitas Data

Apabila masing-masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas dengan menggunakan program SPSS versi 17. a) Hipotesis

H0 : Kedua sampel mempunyai varians sama H1 : Kedua sampel mempunyai varians berbeda b) Kriteria Uji

- Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitasnya > 0,05, maka H0 diterima - Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitasnya < 0,05, maka H0 ditolak (Pratisto, 2004: 18).

3. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan program SPSS versi 17. a. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

1) Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama 2) Kriteria Uji


(55)

36 - Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel , maka H0 ditolak

(Pratisto, 2004: 13). b. Uji Perbedan Dua Rata-rata

1) Hipotesis

H0 = rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol.

H1 = rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol.

2) Kriteria Uji

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka H0 diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak (Pratisto, 2004: 10).

c. Uji Hipotesis dengan Uji U (Uji Mann-Whitney) 1) Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama 2) Kriteria Uji

- Jika –Ztabel < Zhitung < Ztabel atau p-value > 0,05, maka Ho diterima

- Jika Zhitung < -Ztabel atau Zhitung > Ztabel atau p-value < 0,05, maka Ho ditolak (Martono, 2010: 158).

b)Deskripsi data aspek KBK, aktivitas belajar, dan tanggapan siswa 1. Data Aspek KBK


(56)

37 pembelajaran Biologi, maka dilakukan langkah sebagai berikut:

1) Menjumlahkan skor seluruh siswa

2) Menentukan skor tiap indikator keterampilan berpikir kritis dengan menggunakan rumus :

Keterangan : P = Poin yang dicari;

f = Jumlah poin keterampilan berpikir kritis yang diperoleh;

N = Jumlah total poin keterampilan berpikir kritis tiap indikator.

3) Memasukkan skor ke dalam rubrik keterampilan berpikir kritis siswa Tabel 3. Rubrik kriteria keterampilan berpikir kritis siswa

No Nama

Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

F P K

Memberikan Argumen Melakukan Deduksi Melakukan Induksi Melakukan Evaluasi Skor per soal Skor per soal Skor per soal Skor per soal Skor 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 1 2 3 4 5 dst Jumlah (F) Poin (P) Kriteria

Keterangan : K = Kriteria

Catatan : Berilah skor pada setiap item yang sesuai. Skor pada tiap soal keterampilan berpikir kritis tertera pada rubrik penilaian soal di lampiran (dimodifikasi dari Arief, 2009: 9).

4) Setelah data diolah dan diperoleh poinnya, maka keterampilan berpikir kritis siswa tersebut dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:


(57)

38 Tabel 4. Kriteria keterampilan berpikir kritis siswa

Interval Kriteria

80,1 - 100 60,1 - 80 40,1 - 60 20,1 - 40 0,0 - 20

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2010: 245).

2. Data Aktivitas Siswa

Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan indeks aktivitas siswa. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

a) Menghitung rata-rata skor aktivitas dengan menggunakan rumus berikut :

Keterangan: = Rata-rata skor aktivitas siswa; = Jumlah skor yang diperoleh;

n = Jumlah skor maksimun (dimodifikasi dari Sudjana, 2002: 67).

Tabel 5. Lembar observasi aktivitas siswa No. Nama

Aspek yang Diamati

Xi

A B C D

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

2 3 dst

Jumlah (Xi)

Catatan : Berilah tanda checklist (√) pada setiap item yang sesuai (dimodifikasi dari Carolina, 2010: 29).


(58)

39 Kriteria penilaian aktivitas siswa:

A. Mengungkapkan ide atau gagasan 1. Tidak mengungkapkan ide atau gagasan

2. Mengungkapkan ide atau gagasan namun tidak sesuai dengan permasalahan

3. Mengungkapkan ide atau gagasan sesuai dengan permasalahan

B. Bekerjasama dengan teman

1. Tidak bekerjasama dengan teman (diam saja)

2. Bekerjasama tetapi tidak sesuai dengan permasalahan 3. Bekerjasama baik dengan teman

C. Memberikan pertanyaan atau jawaban

1. Tidak mengemukakan pertanyaan atau jawaban 2. Mengemukakan pertanyaan atau jawaban tetapi tidak

mengarah kepada permasalahan

3. Mengemukakan pertanyaan atau jawaban yang mengarah dan sesuai dengan permasalahan

D. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok

1. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan cara yang kurang sistematis, dan tidak dapat menjawab

pertanyaan.

2. Siswa dapat mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan cara yang kurang sistematis, tetapi dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

3. Siswa dapat mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan sistematis dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

b) Menafsirkan atau menentukan kategori indeks aktivitas siswa Setelah memperoleh rata-rata skor aktivitas siswa kemudian

menentukan indeks aktivitas siswa dan menafsirkan kategori indeks aktivitas siswa sesuai klasifikasi pada tabel berikut:


(59)

40 Tabel 6. Klasifikasi indeks aktivitas siswa

Kategori Indeks Aktivitas

Siswa (%) Interpretasi

0,00 - 29,99 30,00 - 54,99 55,00 - 74,99 75,00 - 89,99 90,00 - 100,00

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Sumber: dimodifikasi dari Hake (dalam Coletta dan Phillips, 2005: 5).

3. Data Angket Tanggapan Siswa

Data tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dikumpulkan melalui penyebaran angket. Angket berisi 10 pernyataan yang terdiri dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Pernyataan disajikan sebagai berikut.

a) Membuat pernyataan angket tanggapan siswa

Tabel 7. Pernyataan angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

No. Pernyataan-pernyataan SS S TS STS 1.

Saya senang mempelajari materi pokok ekosistem melalui

pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru.

2.

Saya lebih mudah memahami materi yang dipelajari melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru.

3.

Saya bingung dalam

menyelesaikan masalah melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru.


(60)

41

4.

Saya lebih mudah mengerjakan soal-soal setelah belajar melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru.

5.

Saya merasa bosan dalam proses belajar melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru.

6.

Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru tidak meningkatkan keterampilan berpikir kritis saya.

7.

Saya menemukan fakta konkrit dalam pembelajaran melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

8.

Saya merasa sulit berinteraksi dengan teman dalam proses pembelajaran yang berlangsung.

9.

Saya merasa sulit mengerjakan tugas melalui pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang diterapkan oleh guru.

10.

Saya mendapatkan pengalaman yang bermakna setelah

pembelajaran melalui

pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.


(61)

42 Tabel 8. Skor tipe pernyataan tanggapan siswa terhadap pemanfaatan

lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

No. Soal Sifat Pernyataan Skor Per Soal Angket

3 2 1 0

1 Positif SS S TS STS

2 Positif SS S TS STS

3 Negatif STS TS S SS

4 Positif SS S TS STS

5 Negatif STS TS S SS

6 Negatif STS TS S SS

7 Positif SS S TS STS

8 Negatif STS TS S SS

9 Negatif STS TS S SS

10 Positif SS S TS STS

Keterangan : SS = Sangat setuju; S = Setuju; TS = Tidak Setuju; STS = Sangat Tidak Setuju (dimodifikasi dari Rahayu, 2010: 29).

c) Melakukan penskoran angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

Tabel 9. Penskoran angket tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

No. Responden

(siswa)

Skor Angket Per Item Soal Skor Total

No. Soal 1 No. Soal 2 dst 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 1 2 3 4 5 Dst

Sumber: dimodifikasi dari Rahayu (2010: 30).

d) Menghitung persentase skor angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(62)

43 Keterangan: = Persentase jawaban siswa; = Jumlah skor

jawaban; = Skor maksimum (30) yang diharapkan (Sudjana, 2002: 69).

e) Melakukan tabulasi data temuan pada angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan angket Tabel 10. Tabulasi data angket tanggapan siswa terhadap

pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar No.

Pertanyaan Angket

Pilihan Jawaban

No. Responden (siswa) Ket. Frekuensi 1 2 3 4 5 dst

1 SS S TS STS 2 SS S TS STS 3 SS S TS STS Dst SS S TS STS

Sumber: dimodifikasi dari Rahayu (2010: 31).

f) Menafsirkan persentase angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar Tabel 11. Tafsiran persentase jawaban angket

Persentase Kriteria

75,1% - 100% 50,1% - 75% 25,1% - 50% 0,0% - 25%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2010: 245).


(63)

61

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem.

2. Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok ekosistem. 3. Sebagian besar (±65%) siswa memberikan tanggapan positif terhadap

pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian, maka penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber

belajar harus mempertimbangkan efisiensi waktu yang digunakan, sehingga pembelajaran berlangsung efektif.

2. Guru hendaknya memberikan penghargaan berupa hadiah kepada kelompok yang dapat menyelesaikan LKS tepat waktu, sehingga siswa akan termotivasi untuk mengerjakan LKS dengan sungguh-sungguh dan bekerjasama dengan baik.


(64)

62 3. Guru harus lebih cermat dalam memberikan penilaian atau skor terhadap

jawaban siswa pada LKS.

4. Guru hendaknya memberikan komentar terhadap jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat pada LKS.


(65)

63

DAFTAR PUSTAKA

Afrizon, R. 2012. Peningkatan Perilaku Berkarakter Dan Keterampilan

Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang Pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1 (2012). Universitas Negeri Padang. Padang.

Ahmad dan Sudjana. 2009. Media Pembelajaran. PT. Widyadara. Jakarta. Aqib, Z. 2013. Model-Model Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual.

Yrama Widya. Bandung.

Arief, A. 2009. Kecakapan Hidup Life Skill Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Lus. SIC. Surabaya.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Bono, E.D. 2007. Revolusi Berpikir. Kaifa PT Mizan Pustaka. Bandung. Carolina, H.S. 2010. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri

Terpimpin Pada Materi Pokok Ekosistem Terhadap kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Universitas Lampung. Bandarlampung.

Colleta, V.P. dan J.A Phillips. 2005. Interpreting FCI scores: Normalized gain, preinstruction scores, and scientific reasoning ability. Department of Physics, Loyola Marymount University. California.

Cornbleth, C., R.K. Jantz., K. Klawitter., J.S. Leming., J.L. Nelson., J.P. Shaver., dan J.J. White. 1991. Tinjauan Tentang Penelitian dalam Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. Airlangga University Press. Surabaya.

Dalyono, M. 2012. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Husamah. 2013. Pembelajaran Luar Kelas. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Herry, A.H. 1998. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (PGSD4407) Modul 7. Universitas Terbuka. Jakarta.


(66)

64 Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching Learning. Mizan Learning Center

(MLC). Bandung.

Khoiriyah, R. 2012. Pengaruh Penggunaan Lingkungan Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar Dengan Model Inkuiri Terbimbing Terhadap

Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Pokok Ekosistem. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Komalasari, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT. Refika Aditama. Bandung.

Loranz, D. 2008. Gain Score. Online.http://www.tmcc.edu/vp/acstu/

assessment/downloads/documents/reports/archives/discipline/0708/SLOA PHYS Disciplin Rep0708.pdf.

Mahkota, S.P. 2014. Pengaruh Penggunaan Lingkungan Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandarlampung.

Martono, N. 2010. Statistik Sosial. Grava Media.Yogyakarta.

Maryam. 2013. Pemanfaatan Lingkungan Sekolah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X-3 MAN Binjai Pada Pelajaran Biologi. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas 2013. Unimed. Medan.

Millah, A.U.I. 2011. Pengaruh Penggunaan Media Maket Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Ekosistem. Skripsi Universitas Lampung. Bandarlampung.

Mulyanto, H.R. 2007. Ilmu Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo.

Yogyakarta.

Permendiknas. 2006. No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Pendidikan. SIC. Jakarta.


(67)

65 Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga. Jakarta. Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Sudjana. 2002. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.

Suryabrata, S. 2007. Psikologi Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Wade, C. dan C. Tavris. 2008. Psikologi. Erlangga. Jakarta.


(1)

43

Keterangan: = Persentase jawaban siswa; = Jumlah skor jawaban; = Skor maksimum (30) yang diharapkan (Sudjana, 2002: 69).

e) Melakukan tabulasi data temuan pada angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan angket Tabel 10. Tabulasi data angket tanggapan siswa terhadap

pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar No.

Pertanyaan Angket

Pilihan Jawaban

No. Responden (siswa) Ket. Frekuensi 1 2 3 4 5 dst

1 SS S TS STS 2 SS S TS STS 3 SS S TS STS Dst SS S TS STS

Sumber: dimodifikasi dari Rahayu (2010: 31).

f) Menafsirkan persentase angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar Tabel 11. Tafsiran persentase jawaban angket

Persentase Kriteria 75,1% - 100%

50,1% - 75% 25,1% - 50% 0,0% - 25%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2010: 245).


(2)

61

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi pokok ekosistem.

2. Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok ekosistem. 3. Sebagian besar (±65%) siswa memberikan tanggapan positif terhadap

pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian, maka penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber

belajar harus mempertimbangkan efisiensi waktu yang digunakan, sehingga pembelajaran berlangsung efektif.

2. Guru hendaknya memberikan penghargaan berupa hadiah kepada kelompok yang dapat menyelesaikan LKS tepat waktu, sehingga siswa akan termotivasi untuk mengerjakan LKS dengan sungguh-sungguh dan bekerjasama dengan baik.


(3)

62

3. Guru harus lebih cermat dalam memberikan penilaian atau skor terhadap jawaban siswa pada LKS.

4. Guru hendaknya memberikan komentar terhadap jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat pada LKS.


(4)

63

DAFTAR PUSTAKA

Afrizon, R. 2012. Peningkatan Perilaku Berkarakter Dan Keterampilan

Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang Pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1 (2012). Universitas Negeri Padang. Padang.

Ahmad dan Sudjana. 2009. Media Pembelajaran. PT. Widyadara. Jakarta. Aqib, Z. 2013. Model-Model Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual.

Yrama Widya. Bandung.

Arief, A. 2009. Kecakapan Hidup Life Skill Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Lus. SIC. Surabaya.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Bono, E.D. 2007. Revolusi Berpikir. Kaifa PT Mizan Pustaka. Bandung. Carolina, H.S. 2010. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri

Terpimpin Pada Materi Pokok Ekosistem Terhadap kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Universitas Lampung. Bandarlampung.

Colleta, V.P. dan J.A Phillips. 2005. Interpreting FCI scores: Normalized gain, preinstruction scores, and scientific reasoning ability. Department of Physics, Loyola Marymount University. California.

Cornbleth, C., R.K. Jantz., K. Klawitter., J.S. Leming., J.L. Nelson., J.P. Shaver., dan J.J. White. 1991. Tinjauan Tentang Penelitian dalam Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. Airlangga University Press. Surabaya.

Dalyono, M. 2012. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Husamah. 2013. Pembelajaran Luar Kelas. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Herry, A.H. 1998. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (PGSD4407) Modul 7. Universitas Terbuka. Jakarta.


(5)

64

Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching Learning. Mizan Learning Center (MLC). Bandung.

Khoiriyah, R. 2012. Pengaruh Penggunaan Lingkungan Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar Dengan Model Inkuiri Terbimbing Terhadap

Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Pokok Ekosistem. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Komalasari, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT. Refika Aditama. Bandung.

Loranz, D. 2008. Gain Score. Online.http://www.tmcc.edu/vp/acstu/

assessment/downloads/documents/reports/archives/discipline/0708/SLOA PHYS Disciplin Rep0708.pdf.

Mahkota, S.P. 2014. Pengaruh Penggunaan Lingkungan Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandarlampung.

Martono, N. 2010. Statistik Sosial. Grava Media.Yogyakarta.

Maryam. 2013. Pemanfaatan Lingkungan Sekolah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X-3 MAN Binjai Pada Pelajaran Biologi. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas 2013. Unimed. Medan.

Millah, A.U.I. 2011. Pengaruh Penggunaan Media Maket Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Ekosistem. Skripsi Universitas Lampung. Bandarlampung.

Mulyanto, H.R. 2007. Ilmu Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo.

Yogyakarta.

Permendiknas. 2006. No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Pendidikan. SIC. Jakarta.


(6)

65

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga. Jakarta. Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Sudjana. 2002. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.

Suryabrata, S. 2007. Psikologi Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Wade, C. dan C. Tavris. 2008. Psikologi. Erlangga. Jakarta.