mengalami degradasi pemaknaan karena konsep mesale yang dipahami orang-orang saat ini hanya sebatas mewalo bukan lagi mesale kondisi ini dimungkinkan terjadi karena
jenis pekerjaan menjadi semakin bervariasi, ditambah lagi masuknya teknologi pertanian atau perladangan modern yang memungkinkan pengolahan yang tadinya membutuhkan
banyak tenaga menjadi hanya beberapa orang saja. Selain itu pertambahan penduduk dengan kondisi tanah sawah yang tidak seluas kondisi mula-mula memaksa para ahli
waris penduduk yang hidup saat ini melakukan mekanisasi pertanian seperti tindakan intensifikasi pertanian untuk pertumbuhan padi yang identik dengan membeli produk-
produk seperti pupuk dan obat-obatan yang menunjang program intesifikasi tadi. Hal ini juga berlaku pada jenis tanaman ladang yang umumnya bersifat tahunan
9
dimana keuntungan hasil tanaman bukan untuk dimakan melainkan untuk dijual.
4.2.4.2 Mesale dalam kelompok kerja
Menurut hasil wawancara penulis dengan beberapa informan ditemukan sebuah rangkaian peristiwa yang membawa tradisi mesale kesebuah tindakan organisasi dalam
bekerja. Awal mulanya kegiatan mesale merupakan aktifitas sosial yang berorientasi pada pertanian dan perkebunan yang terjadi diantara satu rumah besar dengan rumah besar
lainnya dalam suatu pemukiman. Aktifitas ini kemudian dikenal dengan isitilah meroro. Meroro dapat dipahami sebagai kegiatan mesale dalam skala besar dengan melibatkan
seluruh penduduk disuatu pemukiman atau desa, tujuan utama dari meroro ini biasanya untuk pekerjaan-pekerjaan berat dan dengan area kerja yang luas misalnya membuka
hutan untuk wilayah perkebunan. Kegiatan meroro terpaksa dilaksanakan karena sebuah
9
Jenis t anaman Coklat cacao, Cengkeh, Vanili dan lain sebagainya.
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
sombori tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut seperti terlihat pada gambar berikut ini
Baik tradisi mesale atau meroro setiap anggota sub sombori dalam suatu sombori rumah besar harus bekerja atau memiliki perwakilan utusan yang mengatasnamakan sub
sombori masing-masing. Perwakilan-perwakilan sub kemudian dikoordinir oleh seorang tadulako pemimpin yang biasanya berasal dari sub sombori dengan latarbelakang
kabose. Pada tradisi meroro setiap tadulako dari masing-masing sombori rumah besar akan mengikuti instruksi dari kepala suku, atau kepala desa dipemukiman yang kemudian
diteruskan pada anggota anggota sub masing-masing. Pada akhir tahun 60an atau awal tahun 70an istilah mesale sebagai sebuah aktifitas
kerja berubah nama menjadi paratei. Perbedaan paratei dan mesale dilihat dari pelakunya. Jika pada kelompok mesale pekerja sebagian besar adalah orang-orang
dewasa yang kuat atau merupakan perwakilan terbaik dari suatu sub sombori dengan jenis pekerjaan perkebunan dan padi ladang, selain itu umumnya aktifitas pekerjaan pada
mesale mula-mula bersifat sukarela. Pada kelompok paratei setiap anggota dari sub sombori memiliki dapat berpartisipasi dalam pekerjaan dibidang pertanian. Anggota-
anggota kelompoknya tidak harus berasal dari satu sombori besar, atau dengan kata lain anggota dari sub sombori A dapat bergabung dengan anggota sub sombori B,C,D dan
seterusnya. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena dua hal: Pertama, tradisi kabose telah dihapus dari sombori rumah besar sehingga anggota sub sombori bebas melakukan
hubungan kerja dengan anggota sub sombori lain tanpa harus meminta ijin dari kabose. Kedua, Mekanisasi pertanian menyebabkan muncul lapangan kerja baru misalnya jenis
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
tanaman yang dahulunya hanya berpusat pada tanaman padi ladang bertambah dengan hadirnya jenis tanaman padi sawah.
Karena pertumbuhan penduduk semakin meningkat menyebabkan kondisi hidup disatu rumah besar tidak dimungkinkan lagi. Akibatnya sub-sub sombori dari suatu
rumah besar memilih untuk berpisah dari induk somborinya membentuk sombori baru. Akan tetapi lokasi sombori-sombori baru cenderung berdekatan dengan sombori induk.
Sub-sub sombori inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya dusun-dusun disebuah perkampungan di dalam masyarakat Suku Pamona mula-mula dan umumnya suatu dusun
didominasi oleh satu atau dua sombori besar. Akan tetapi dalam perkembangannya nilai- nilai khas dalam mo sintuwu mengalami “pemudaran” seiring dengan masuknya nilai-
nilai baru yang dibawah oleh pihak luar seperti Gereja, LSM, dan Negara. Masuknya pengaruh Gereja khususnya Gereja Kristen Sulawesi Tengah GKST
menyebabkan individu-individu dari sombori-sombori disuatu dusun diklasifikasikan menjadi kelompok pelayanan Gereja. Di Desa Tonusu sendiri pasca perpindahan dari
kampung tua ke kampung baru Desa Tonusu saat ini pada tahun 80an sudah memiliki 3 lokasi pelayanan Gereja. Dimana lokasi penelitian penulis saat ini dahulunya masuk
dalam kelompok pelayanan 1. Selain pengaruh Gereja kebijakan pemerintahan pusat menyebabkan kelompok pelayanan juga disebut rukun tetangga RT. Bahkan masuknya
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM juga turun menambah jenis nama dari RT, misalnya kelompok bangun pagi, kelompok binaan dan lain lain.
Selain menambah ragam nama dari kelompok komunitas sub-sub sombori yang memisahkan diri dari induk sombori sebelumnya, rupanya LSM turut mempengaruhi
Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
aktifitas pekerjaan dimana yang dahulunya hanya seputar pekerjaan bersifat fisik, berubah menjadi pekerjaan yang lebih terorganisasi misalnya munculnya kegiatan usaha
bersama UB dengan basis memberdayakan anggota kelompoknya, baik melalui ketrampilan pengelolaan sistim pertanian dan pemukiman maupun pengenalan cara
memberdayakan uang dengan metode usaha simpan pinjam, bahkan Desa Tonusu sendiri pihak LSM YAKKUM pernah mengirim 4 stakeholder dari desa tersebut untuk
mengadakan pelatihan langsung di Solo, Jawa tengah pada tahun 1970an Usaha simpan pinjam itu sendiri dalam perkembangannya menjadi beberapa nama
seperti Kelompok Simpan Pinjam KSP yang menjadi obyek amatan penelitian. Bahkan KSP itu sendiri berganti nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam KSP setelah memiliki
badan hukum.
4.2.4.3 Nilai Norma masyarakat pedesaan dan cikal bakal KSP