2.2 7 Citra Budaya
Iris Varner dan Linda Beamer, dalam Intercultural Communication in the Global Workplace
, mengartikan bahwa kebudayaan sebagai pandangan yang koheran tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi, atau yang dipertukarkan
sekelompok orang. Pandangan itu berisi apa yang mendasari kehidupan, apa yang menjadi derajat kepentingan, tentang sikap mereka yang tepat terhadap sesuatu,
gambaran suatu perilaku yang harus diterima oleh sesama atau yang berkaitan dengan orang lain Liliweri, 2001:8.
Kebudayaan adalah komunikasi simbolis, simbolisme itu adalah keterampilan kelompok, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif. Makna dari simbol-
simbol itu dipelajari dan disebarluaskan dalam masyarakat melalui institusi Liliweri, 2001:8.
Menurut Levo-Henrikson 1994, kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup-apa pun bentuknya-baik itu
mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat Liliweri, 2001:9 Di dalam konteks komunikasi antar budaya perlu disadari bahwa manusia
selalu berkomunikasi sesamanya melintasi ruang dan waktu konteks. Konteks itu acapkali memang ada dalam benak manusia, namun perlu dipahami bahwa
konteks itu merupakan kombinasi yang melibatkan para peserta komunikasi yang mengisi ‘ruang dan waktu’ komunikasi.
Sebagaimana kita membayangkan sebuah teknologi komunikasi yang menghasilakan alat-alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan manusia
dari suatu ruang dan waktu ke ruang dan waktu yang lain, dari lokal sampai ke global maka itulah konteks komunikasi antarbudaya. Oleh karena itu, salah satu
kunci untuk menentukan komunikasi antarbudaya yang efektif adalah pengakuan terhadap faktor-faktor pembeda yang mempengaruhi peserta komunikasi apakah
itu etnik, ras, atau kelompok kategori yang memiliki kebudayaan tersendiri.Kesimpulannya, kita perlu memahami situasi dan kondisi di mana
proses komunikasi antarbudaya itu beroperasi. Dengan kata lain, kita harus menjawab pertanyaan: In what and what context, contact, interaction, or
communication.
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga karakteristik penting dari kebudayaan, yaitu.1 kebudayaan itu dapat dipelajari, 2 kebudayaan itu dapat dipertukarkan, dan 3 kebudayaan itu
tumbuh serta berubah Liliweri, 2001:57. Kita sebuat kebudayaan itu dapat dipelajari karena interaksi antarmanusia
ditentukan oleh penggunaan simbol, bahasa verbal maupun nonverbal. Tradisi Budaya, nilai-nilai, kepercayaan, dan standar perilaku semuanya diciptakan oleh
kreasi manusia dan bukan sekedar diwarisi secara instink, melalui proses pendidikan dengan cara-cara tertentu menurut kebudayaan. Perlu diketahui bahwa
setiap manusia lahir dalam suatu keluarga, kelompok sosial terntentu yang telah memiliki nilai, kepercayaan, dan standar perilaku yang ditransmisikan melalui
interaksi di antara mereka. Jika kebudayaan itu tak dapat dipelajari maka tak mungkinlah manusia yang hidup kini dapat menciptakan barang-barang material,
seperti pakaian, makanan, rumah, dan alat-alat rumah tangga baik baik dalam lingkungan kebudayaan sendiri maupun diketahui oleh lingkungan kebudayaan
orang lain. Hanya melalui sosialisasi maka kita dapat mempelajari nilai, agama, norma, bahasa, dan kepercayaan yang bersifat abstrak, dan dengan itulah manusia
terus menjalani kehidupan mereka. Disamping dipelajari, kebudayaan itu juga dipertukarkan. Istilah
pertukaran merujuk pada kebiasaan individu atau kelompok untuk menunjukkan kualitas kelompok budayanya. Dalam interaksi dan pergaulan antar manusia
setiap orang mewakili kelompoknya lalu menunjukkan kelebihan-kelebihan budayanya dan membiarkan orang lain mempelajarinya. Proses pertukaran
budaya, terutama budaya material, dilakukan melalui mekanisme ‘belajar budaya’ yang mengakibatkan para ibu yang berasal dari Sunda dan jawa dapat belajar
memasak jagung bose masakan jagung yang bercampur santan kelapa dan sebaliknya para ibu dari Timor dan Flores belajar membuat oncom dan bajigur
dari sunda. Setiap kebudayaan terus ditumbuhkembangkan oleh para pemilik
kebudayaanya, oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akumulatif maka yang dimaksudkan adalah dia cendrung tumbuh, berkembang
menjadi luas, dan bertambah. Oleh karena itu, kita menyebut kebudayaan itu
Universitas Sumatera Utara
berubah semakin rinci kompleks dan kemudian dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi lain. Tenun ikat dari Ende dan Lio di Flores mula-mula
ditenun dengan benang yang dicelupkan ke dalam nila. Akibat perkembangan teknologi industri maka lama kelamaan nila mulai ditinggalkan dan para
penennun memakai benang sutera sehingga dapat menghasilkan tenun ikat berkualtas ekspor.
2.2 8 Semiotika