56
paling banyak didatangi oleh orang-orang trans. Sebab daerah tersebut kondisi lahannya sangat memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit. Luasnya wilayah
kabupaten Melawi dan masih banyak tersedianya lahan kosong menjadikan kelapa sawit sekarang ini sangat berkembang pesat yang pada awal tahun 2007 pertama
kali perusahaan kelapa sawit masuk ke daerah Batu Buil dan daerah sekitarnya. Pada saat ini perkebunan kelapa sawit sudah masuk sampai ke kecamatan bagian
pedalaman. Banyak pro dan kontra yang terjadi dari kalangan masyarakat sekitarnya. Tetapi, perkebunan karet masih menjadi yang pertama di daerah
Melawi.
IV.2. Masyarakat Tionghoa di Kabupaten Melawi
Awal kedatangan masyarakat Tionghoa di kabupaten Melawi kurang lebih pada abad 19, jauh sebelumnya di Kalimantan Barat khususnya kota Singkawang
sudah ada masyarakat Tionghoa yang tinggal dan menetap disana. Banyak sekali masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat dan penyebaran mereka pun bisa
dikatakan merata ke setiap daerah di Kalimantan Barat. Di setiap kecamata- kecamatan biasanya pasti ada masyarakat Tionghoa yang membuka usaha
penjualan barang-barang sembako. Hal ini menjadi unik, karena masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat hampir sebagian besar dari mereka yang
mendirikan usaha dan menjadi pedagang sembako. Penerimaan dari masyarakat Melawi terhadap mereka sangatlah baik. Hal
ini sangat tampak dengan adanya hubungan kerjasama yang telah terjalin sejak awal kedatangan mereka di kabupaten Melawi. Penerimaan ini tidak hanya
57
semata-mata untuk mendapatkan tempat di daerah masyarakat Dayak. Ini menjadi sutau kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Tionghoa, karena masyarakat Dayak
dikenal sebagai masyarakat yang tidak mudah untuk didekati dan diajak berinteraksi dengan bangsa atau suku lain. Hal ini membuktikan bahwa mereka
merasakan adanya kemiripan diantara kedua suku ini seperti mata sipit, bentuk wajah, dan yang membedakan hanya warna kulitnya saja.
Pada awal kedatangan masyarakat Tionghoa ini memang hanya sedikit saja dan hanya sub suku-suku tertentu saja yang berada di Melawi. Pada
perkembangannya hampir semua sub suku masyarakat Tionghoa sudah berada di kabupaten Melawi. Mulai dari sub suku yang pekerjaannya bukan sebagai
pedagang melainkan sebagai buruh dipertambangan dan perkebunan sampai yang menjadi pedagang juga datang untuk mengadu nasib di tanah rantau atau mengadu
nasib di negeri orang yang sama sekali belum pernah mereka kenal. Adanya ketakutan dan kekhawatiran juga turut menyelimuti mereka pada awal kedatangan
mereka di kabupaten Melawi. Pada kenyataannya penerimaan terhadap mereka sangatlah baik bahkan
ada diantara mereka yang menikah dengan masyarakat Melawi dan sampai sekarang telah banyak masyarakat Tionghoa yang sudah menikah dengan
masyarakat Dayak dan Melayu. Biasanya mereka menikah dengan masyarakat dari perdesaan sehingga hal inilah yang menyebabkan banyaknya masyarakat
Tionghoa di kecamatan bagian pedalaman kabupaten Melawi. Mata pencaharian masyarakat Tionghoa yang berada di kabupaten Melawi
adalah sebagai pedagang sembako dan pemilik modal usaha. Karena ketekunan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
mereka dalam mengerjakan sesuatu dan pasti membuahkan hasil yang bisa dikatakan melebihi dari apa yang telah mereka perkirakan. Misalkan dibidang
perdagangan sembako, mereka rela menghabiskan modal sekian puluh bahkan ratusan juta untuk modal usaha yang mereka tekuni dengan harapan akan
mendapatkan hasil yang bisa melebihi dari modal awal. Dengan tekun dan rajin mereka setiap hari membuka toko untuk menjual barang-barang dagangan
mereka. Ada juga yang berjualan menggunakan sepeda motor yang diberi keranjang sayur dengan maksud agar bisa membawa barang dagangan mereka ke
setiap kecamatan-kecamatan kecil di setiap desa dan bisa dalam satu hari mereka bolak balik dari kecamatan ke kabupaten untuk mengantarkan barang-barang
sembako yang dipesan oleh masyarakat tempat mereka biasa berjualan. Hal tersebut rela mereka lakukan demi menjalin relasi dengan masyarakat Dayak
secara umumnya. Sebagai perantau di negeri orang pasti memiliki hambatan tersendiri, hal
ini juga dirasakan oleh masyarakat Tionghoa yang berada di kabupaten Melawi. Pada awal kedatangan mereka rasa takut akan terjadinya sesuatu yang tidak
mereka inginkan selalu menjadi ancaman bagi mereka. Sulitnya berbicara bahasa indonesia dan bahasa daerah setempat menjadi salah satu kendala mereka dalam
berkomunikasi dengan masyarakat di Melawi. Pada tahun-tahun berikutnya penggunaan bahasa indonesia dan bahasa
daerah setempat walaupun masih sedikit baku setidaknya masyarakat Tionghoa sudah bisa berkomunikasi dengan masyarakat Melawi. Sampai saat ini
penggunaan bahasa indonesia dan bahasa daerah sudah lancar, dan terkadang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
tidak sedikit dari para orang tua yang menggunakan bahasa indonesia dan bahasa daerah dengan mencampurkan nadalogat khas bahasa cina. Masyarakat di
kabupaten Melawi bukan hanya terdiri dari satu atau dua suku saja, melainkan banyak sekali suku-suku yang lain seperti Dayak, Melayu dan beberapa suku
pendatang lainnya. Suku Dayak sendiri terdiri dari berbagai macam sub-suku sehingga di daerah yang satu dengan daerah lainnya suku Dayaknya bisa saja
berbeda dan bahasa yang digunakan pun juga berbeda. Tidak sedikit dari mereka yang mengerti dan paham penggunaan bahasa Indonesia. Menariknya masyarakat
Tionghoa yang berada di Melawi bisa menyesuaikan dengan cepat bagaimana penggunaan bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat
setempat, dan mereka dapat dengan cepat menggunakan bahasa setempat juga walaupun masih banyak yang salah dalam pengucapannya.
IV.3. Relasi Masyarakat Melawi Dengan Masyarakat Tionghoa