TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN RETAIL TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN

(1)

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN RETAIL TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Nama : Muhamad Saleh NIM : 20120610312 HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN RETAIL TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Nama : Muhamad Saleh NIM : 20120610312 HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

HALAMAN PERNYATAAN Bismillahirahmanirrahim

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Muhamad Saleh

NIM : 20120610312

Judul Skripsi : TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN RETAIL TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN

Menyatakan dengan sebenar benarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian serta pemaparan murni dari diri saya sendiri tanpa adanya plagiat. Apabila terdapat karya orang lain dalam penulisan skripsi saya ini, saya akan mencantumkan sumber yang jelas dan saya belum menggunakan penulisan karya ilmiah ini untuk mendapatkan gelar yang lain. Jika nantinya terdapat penyimpangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dan berlaku di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta 29 Juli 2016 Yang menyatakan

Muhamad Saleh


(4)

“Sesungguhnya dibalik kesusahan pasti ada kemudahan” ( QS . Al Insyirah : 5-6 )

“Percayalah bahwa setiap hal yang terjadi pada diri kita baik hari ini ataupun dimasa mendatang merupakan kehendak dari Allah SWT, kita hanya harus berusaha menjalani semua itu dengan penuh keikhlasan dan yakin semua yang kita lakukan akan mendapat ridho serta balasan yang baik dari Allah SWT “


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah skripsi ini saya persembahkan untuk :

 Bapak Sutrisno dan Ibu Suharyatmi

 Kakak saya Kus Harjanti,Sri Maryati,Wahyu.A, Hari Subagyo

 Adik saya Lina Adila dan Farida N.H


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan ... iv

Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... viii

Abstrak ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Pengertian Konsumen ... 8

2. Hak Dan Kewajiban Konsumen... 10

3. Kewajiban Konsumen ... 11

4. Pengertian Perlindungan Konsumen ... 11

5. Azas Perlindungan Konsumen ... 15

6. Tentang YLKI ... 16


(7)

8. Hak Pelaku Usaha ... 20

9. Kewajiban Pelaku Usaha ... 21

10.Perbuatan Yang Dilarang Pelaku Usaha ... 22

11.Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 29

12.Perjanjian Jual Beli Menurut KUHPerdata ... 34

B. TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB HUKUM 1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum ... 37

C. TINJAUAN UMUM TENTANG RETAIL 1. Pengertian Retail ... 41

2. Peran Usaha Retail ... 42

3. Fungsi Usaha Retail ... 43

BAB III . METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 44

B. Pendekatan Penelitian ... 44

C. Bahan Penelitian ... 44

D. Lokasi Penelitian ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Pengolahan Data ... 46

G. Analisis Data ... 46

BAB IV. PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Retail Terhadap Kerugian Konsumen 47 B. Upaya Konsumen & YLKI Untuk Melindungi Hak-Hak Konsumen 57 BAB V.PENUTUP A. Kesimpulan ... 71


(8)

B. Saran ... 73


(9)

(10)

i ABSTRAK

Semakin berkembangnya sistem perekonomian diIndonesia dan berdampak pada pesatnya perkembangan persaingan usaha, mendorong banyak berdirinya penyedia barang kebutuhan pokok bagi masyarakat diIndonesia. Perusahaan retail yang belakangan ini menjamur diseluruh wilayah dIndonesia mempermudah konsumen diIndonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus berhubungan langsung dengan produsen. Seiring telah berkembangnya sistem jual/beli barang kepada konsumen tak lantas membuat pemerintah, lembaga terkait serta pelaku usaha meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dengan menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan konsumen. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih banyak kasus beredarnya produk dan atau barang/jasa yang membahayakan keamanan dan keselamatan konsumen diIndonesia. Dizaman yang serba modern ini masyarakat masih harus dihantui perasaan cemas akan suatu produk yang mengancam keselamatan jiwa.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang bersumber dari permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan, kemudian menghubungkanya dengan teori hukum, ilmu hukum, peraturan perundang-undangan, serta beberapa narasumber yang ahli dalam hukum bisnis dengan melihat isu hukum yang sedang diteliti.

Demi mengetahui tanggung jawab perusahaan retail yang merupakan pelaku usaha yang menjual barang dagangannya secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir, peneliti tergugah untuk mengangkat permasalahan mengenai tanggung hukum perusahaan retail terhadap kerugian konsumen. Hal ini didasari masih tingginya angka kerugian konsumen akibat kurangnya pelayanan dari perusahaan retail terhadap konsumen, banyak kasus konsumen yang dirugikan mulai dari produk yang cacat, produk kadaluarsa dan produk yang mengandung zat-zat berbahaya. Perusahaan retail sebagai penyedia barang harus menjamin produknya bermutu dan aman bagi konsumen. Perusahaan retail juga harus bertanggung jawab apabila konsumen mengalami kerugian akibat produk cacat, produk kadaluarsa dan produk mengandung zat berbahaya. Tanggung jawab tersebut bisa berupa penggantian barang maupun pengembalian uang, dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Retail atau biasa disebut pengecer merupakan pelaku usaha yang menjual kebutuhan pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, keluarga atau rumah tangga dan bukan bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pula sebagai pengecer.1

Bisnis retail merupakan aktivitas bisnis yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir.2 Pada perkembangannya, kini bisnis retail di Indonesia mulai bertransformasi dari bisnis retail tradisional menuju bisnis ritel modern. Perkembangan bisnis retail modern di Indonesia sudah semakin menjamur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya toko retailer modern yang membuka cabang di berbagai wilayah di Indonesia. Perusahaan retail dapat dikategorikan berdasarkan ciri – ciri tertentu, antara lain :

1. Discount stores, merupakan jenis retail yang menjual sejumlah besar variasi produk dengan menggunakan layanan terbatas dan harga murah. Discount stores menjual barang menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri.3

2. Speciality stores, merupakan toko eceran yang menjual barang-barang jenis lini produk tertentu saja yang bersifat spesifik.

1

Christina Widya Utami, 2008, Bisnis Retail, Malang, Bayu Media Publishing,hal 8 2

Ibid 3Ibid.


(12)

3. Departemen stores adalah suatu toko eceran berskala besar yang pengelolaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen-departemen yang menjual macam barang yang berbeda - beda.

4. Convenience stores, adalah toko pengecer yang menjual jenis item produk yang terbatas, bertempat ditempat yang nyaman dan jam buka yang panjang.

5. Catalog stores, merupakan suatu jenis toko yang banyak memberikan informasi produk melalui media katalog yang dibagikan kepada para konsumen potensial.

6. Chain stores, adalah toko pengecer yang memiliki lebih dari satu gerai dan dimiliki oleh perusahaan yang sama.

7. Supermarket, adalah toko eceran yang menjual berbagai macam produk makanan dan juga sejumlah kecil produk non-makanan dengan sistem konsumen melayani dirinya sendiri (swalayan).

8. Hypermarket, adalah toko eceran yang menjual jenis barang dalam jumlah yang sangat besar atau lebih dari 50.000 item dan mencakup banyak jenis produk. Hypermarket merupakan gabungan antara retailer toko diskon dengan hypermarket.

9. Minimarket merupakan semacam toko kelontong yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak sebesar dan selengkap supermarket. Minimarket menerapkan sistem swalayan. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik secara langsung ataupun melalui grosir dan didistribusikan langsung oleh distributor, untuk kemudian dijual kembali dalam jumlah kecil.

Retail menjadi pelaku usaha dalam bidang perdagangan yang berhubungan langsung dengan konsumen, karena retail menjual barang daganganya langsung kepada konsumen akhir.


(13)

Artinya retail menjadi pihak pertama yang harus bertanggung jawab atas kualitas dari produk atau barang yang dia perjualbelikan, dengan kata lain bila terjadi kerugian terhadap konsumen yang memakai atau mengkonsumsi produk yang dia perjualbelikan maka retail harus bertanggung jawab terhadap keluhan yang ditujukan konsumen kepadanya.

Konsumen retail harus mendapatkan hak-haknya, konsumen berhak mendapatkan informasi harga yang wajar, seperti diskon, obral dan sebagainya. Konsumen juga berhak mencoba produk atau barang yang akan dibeli, berhak mengembalikan barang bila terdapat cacat yang yang tersembunyi, berhak mendapatkan pengembalian uang dengan alat tukar yang sah (uang), berhak menolak donasi yang ditawarkan pihak retail dan berhak mendapatkan produk yang halal. Dalam prakteknya perusahaan retail masih belum memperhatikan hak- hak konsumen, masih banyak konsumen yang merasa dirugikan oleh retail, diantara permasalahan yang ada yang paling sering adalah konsumen mendapatkan produk yang telah kadaluarsa, sehingga produk sudah tidak layak dikonsumsi, jika makanan yang telah kadaluarsa itu dikonsumsi oleh manusia maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang dapat membahayakan jiwa konsumen.

Penjelasan diatas juga sesuai dengan yang terjadi dilapangan, bahwa hak-hak konsumen telah diabaikan oleh perusahaan retail terbukti dengan beberapa contoh kasus berikut ini dimana dalam razia yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam razia rutin menjelang Natal dan Tahun Baru 2016 masih banyak ditemukan produk makanan dan minuman yang telah kadaluarsa atau sudah tidak layak konsumsi dan masih banyak juga ditemukan makanan yang tak berlabel halal masih diperdagangkan oleh perusahaan retail. Sehubungan dengan seringnya konsumen menjadi pihak yang dirugikan dalam jual beli


(14)

membuat Negara tergugah untuk melindungi kepentingan konsumen, yang termuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.4

Undang-undang tersebut menyebabkan konsumen dilindungi hak-haknya oleh Negara. Munculnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tak lepas dari banyaknya keluhan konsumen terhadap pelayanan yang kurang maksimal dari para pelaku usaha, karena sering terjadi kerugian bagi konsumen, baik itu kerugian fisik maupun materi. Konsumen bagi retail adalah raja, karena konsumen retail merupakan eksekutor atau konsumen akhir yang memutuskan akan membeli atau tidak suatu produk, sehingga konsumen adalah penentu hidup matinya retail, pada saat ini konsumen menuntut produk yang sehat, praktis dan bergaya. Baik buruknya retail dalam melayani konsumen akan menjadi buah bibir dimedia dan dimata konsumen, oleh karena itu retail harus menjamin konsumen mendapatkan produk yang sehat dan layak untuk digunakan atau dikonsumsi. Retail harus mengutamakan kepuasan pelanggan serta menjamin barang tidak kadaluarsa, produk sesuai standar dan regulasi, peduli pada kelestarian lingkungan dan selalu menyediakan produk yang sehat dan berkualitas.

Retail tidak boleh mencurangi konsumen demi mencari keuntungan semata, konsumen harus dilindungi tidak hanya oleh Negara serta Undang–undang tetapi juga oleh produsen dan para pelaku usaha, khususnya retail karena retail menjadi pihak penjual terakhir kepada konsumen, sehingga tanggung jawab akan kualitas produk yang dijual harus diberikan serta dijamin oleh retail.5 Perlindungan konsumen pada dasarnya bertujuan untuk mendorong konsumen cerdas serta mampu melindungi diri serta lingkunganya. Pelaku usaha yang

4 http://jogja.tribunnews.com/2015/05/27/belasan-makanan-kadaluarsa-ditemukan-masih-dijual-di-pasar-ngentakrejo,diunduh tanggal 9 Mei 2016 Jam 22.19 WIB

5

http://www.neraca.co.id/article/51857/hak-konsumen-ritel-wajib-dipenuhi, diunduh tanggal 20 Mei 2016, Jam 11.33 WIB


(15)

bertanggung jawab terhadap produk yang mereka jual kepada konsumen harus memenuhi aspek keamanan, keselamatan dan kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka beberapa masalah yang akan dikaji lebih mendalam dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana tanggung jawab hukum perusahaan retail terhadap kerugian konsumen ? 2. Bagaimana upaya konsumen serta YLKI untuk melindungi hak-hak konsumen ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan yang akan dilaksanakan antara lain yaitu : 1. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan retail terhadap kerugian konsumen.

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya konsumen serta YLKI dalam melindungi hak-hak konsumen.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Melalui penelitian yang akan dilakukan, diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai hukum perlindungan konsumen secara umum dan khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha retail berdasarkan Undang–undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.


(16)

2. Praktis

a. Masyarakat

Dengan penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan serta pemikiran mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen oleh pelaku usaha retail, sehingga perlindungan hukum yang ada pada konsumen bisa diberikan secara maksimal serta pelaku usaha retail semakin memperbaiki pelayanannya terhadap konsumen.

b. Aparat

Penelitian yang dilakukan diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan baru bagi para penegak hukum mengenai permasalahan dalam perjanjian jual beli.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang–undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.1 Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UUPK,

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan.”2

Amerika Serikat mengemukakan pengertian

”konsumen” yang berasal dari consumer berati ” pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai ” korban pemakaian produk cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai.3

Para ahli hukum memberikan batasan batasan bagi konsumen sebagai setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang/jasa untuk suatu kegunaan. Konsumen adalah pemakai akhir dari barang dan /jasa untuk diri sendiri atau keluarganya. Setiap orang pada suatu waktu dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk/jasa tertentu.

Dalam bagian penjelasan disebutkan “Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen

1

Az Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen, Daya Widya, Jakarta, hal 15

2

Pasal 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


(18)

akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/ rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).4 Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir. Dari ketentuan dalam Undang-undang tersebut secara tersurat nampaknya hanya menitik beratkan pada pengertian konsumen sebagai konsumen akhir yang mana hal tersebut bukan merupakan objek pembahasan dalam tulisan ini, namun secara tersirat juga mengandung pengertian konsumen dalam arti luas. 5

Hal tersebut nampak pada penggunakan kata “pemakai”. Istilah “pemakai” dalam hal

ini tepat digunakan dalam rumusan konsumen untuk mendukung pengertian konsumen akhir, namun sekaligus juga menunjukkan bahwa barang dan/jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari suatu transaksi jual beli. Artinya sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/jasa tersebut. Dengan kata lain dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract )6

2. Hak Konsumen

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

4

Az Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Yogyakarta, hal 13

5

Sri Redjeki, 2000, Hukum Ekonomi, Bandung, Mandar Maju, hal 80


(19)

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.7

3. Kewajiban Konsumen

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.

4. Pengertian Perlindungan Konsumen Indonesia


(20)

Pengertian perlindungan konsumen Indonesia menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang berbunyi “perlindungan konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

8

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi konsumen. 9

Pengertian perlindungan konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum salah satunya Az. Nasution, Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup.10

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.

8

Undang – undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

9

Ahmadi Miru, 2011, Prinsip – prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Indonesia, Rajawali Press, Jakarta hal 23

10


(21)

Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. 11

Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memproduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang, sebab masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formil makin terasa sangat penting, mengingat makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka konsumen yang pada umumnya merasakan dampaknya.12

Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur.13

11

Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen. Hal 182

12 ibid 13ibid


(22)

Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana konsumen dapat memilih barang atau jasa karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen.14

Lahirnya Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen dan tentunya perlindungan konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.15

Pasal 3 Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, tujuan dari perlindungan konsumen adalah :

14

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati,2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, hal 33


(23)

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akibat negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

b. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

c. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.16

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

e. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.17

5. Azas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Penting pula untuk mengetahui landasan perlindungan konsumen berupa azas- azas yang terkandung dalam perlindungan konsumen yakni :

a. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

16

Ahamadi Miru, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta, Raja Grafindo Persada,hal 37


(24)

c. Asas keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil.18

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. 19

6. Tentang YLKI

a. Pengertian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Adalah organisasi non pemerintah dan nirlaba yang didirikan diJakarta pada tanggal 11 mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkunganya. Pada awalnya YLKI berdiri karena keprihatinan ibu-ibu akan kegemaran konsumen Indonesia pada produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam negeri.20

b. Kedudukan YLKI

Berdasarkan Pasal 1 bab 9 UU Perlindungan Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga non-pemerintah yang

18

http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html, diunduh tanggal 17 Mei 2016 pukul 19.15 WIB

19

Yusuf Shofie, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, hal 24


(25)

terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

c. Tugas Dan Wewenang YLKI

Tugasnya meliputi kegiatan [Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen]:

1) Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. 2) Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

3) Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen.

4) Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

d. Visi Dan Misi YLKI

Visi YLKI adalah tatanan masyarakat yang adil dan konsumen berani memperjuangkan hak-haknya secara individual dan berkelompok.

Misi :

1) Melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen. 2) Memfasilitasi terbentuknya kelompok-kelompok konsumen

3) Mendorong keterlibatan masyarakat sebagai pengawas kebijakan public 4) Mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen. e. Strategi dan Kegiatan YLKI


(26)

Mempengaruhi para pengambil keputusan di sektor industri dan pemerintahan agar memenuhi kewajibannya terhadap konsumen, pada tingkat lokal dan nasional.

2) Penggalangan Solidaritas

Meningkatkan kepedulian kritis konsumen melalui penggalangan solidaritas antar konsumen, serta melalui prasarana kegiatan berbagai kelompok konsumen.

3) Pengembangan Jaringan

Memperkuat kerjasama antar organisasi konsumen dan juga dengan organisasi kemasyarakatan lainnya pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.

4) Penyebaran Informasi yang Tidak Memihak

Mengimbangi informasi yang telah ada dengan informasi dan data objektif lainnya yang diperoleh berdasarkan kajian dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.21

7. Tentang Pelaku Usaha

Pengertian Pelaku Usaha

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penjelasan Undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, BUMN, koperasi, importir, produsen, distributor dan lain-lain: Pengertian pelaku usaha/ produsen menurut Abdul Halim Barkatullah dalam bukunya mendefinisikan produsen yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang atau jasa dari

21ibid


(27)

barang atau jasa lainnya. Mereka dapat terdiri dari perorangan, badan usaha yang memproduksi sandang dan pangan atau usaha yang berkaitan dengan angkutan, asuransi dan perbankan serta usaha yang berkaitan dengan obat-obatan dan sebagainya.22

Distributor menurut Abdul Halim Barkatullah yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang atau jasa tersebut kepada masyarakat seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima,warung,kedai, supermarket, hypermarket, rumah sakit, dan sebagainya. Secara prinsip kegiatan pelaku usaha produsen dengan distributor adalah berbeda, namun Undang-undang tidak membedakan kewajiban yang harus dipenuhi dan larangan yang dikenakan bagi kedua pelaku usaha tersebut. Perbedaanya adalah pertanggungjawaban terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh masing-masing usaha terhadap para konsumen yang mempergunakan barang yang dihasilkan atau jasa yang diberikan.23

8. Hak & Kewajiban Pelaku Usaha

a. Hak Pelaku Usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi

dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

22

Abdul Halim Barkatullah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Nusa Media, Bandung, hal 111


(28)

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 24

9. Kewajiban Pelaku Usaha

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa

yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


(29)

10. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha Menurut UUPK Pasal 8

a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut,

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan

yang paling baik atas barang tersebut;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;


(30)

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

k. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. l. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat

atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.

m.Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

25

Pasal 9

a. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang

dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru; barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu; barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; barang dan/atau jasa tersebut tersedia;


(31)

barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; barang tersebut rnerupakan kelengkapan dari barang tertentu; barang tersebut berasal dari daerah tertentu; secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain; menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping, tanpa keterangan yang lengkap, menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk diperdagangkan. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut. 26

Pasal 10

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. Bahwa penggunaan barang dan/atau jasa. 27 Pasal 11

1. Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:

26

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


(32)

a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;

d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12

1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang

dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.


(33)

2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 14

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk

diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk: a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan; 28

e. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

Pasal 16

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk: a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian

sesuai dengan yang dijanjikan;

b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Pasal 17

1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;


(34)

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai

periklanan.

g. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat 1. 29

Pasal 18

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha.

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.

Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

d. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;


(35)

e. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.

f. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

g. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli olch konsumen secara angsuran.

h. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

i. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.

j. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

Undang-undang ini. 30

11. Tanggung jawab Pelaku Usaha

Pelaku usaha wajib bertanggung jawab dan melakukan pengawasan terhadap produk yang dihasilkannya. Pengawasan ini senantiasa harus selalu dilakukan secara teliti dan berkala. Jika tidak, maka sebagai pihak yang menghasilkan produk dapat dianggap lalai, dan kelalaian ini kalau kemudian menyebabkan sakit, cedera atau bahkan menyebabkan


(36)

meninggalnya konsumen karena pemakai produk yang dihasilkannya, maka produsen harus mempertanggung jawabkannya.

Pertanggung jawaban ini diatur dalam Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata, yaitu mewajibkan pelaku usaha sebagai pihak yang menghasilkan produk untuk menanggung segala kerugian yang mungkin timbul dari pemakaian suatu barang yang dihasilkannya.31

Pasal 7 huruf (f) UUPK menyebutkan, bahwa “Pelaku usaha diwajibkan memberikan

kompensasi, ganti rugi, dan/atau pergantian barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”.

Lebih lanjut tanggung jawab pelaku usaha disebutkan dalam Pasal 19 sampai Pasal 28 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.32

Pasal 19

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

31

Pasal 1367 ayat 1 KUHPerdata


(37)

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21

1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.

2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dari tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.


(38)

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Pasal 24

1. Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:

a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut;

b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.

2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 25

1. Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.


(39)

2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat l bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:

a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan; b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:

1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan unluk diedarkan;

2. Cacat barang timbul pada kemudian hari;

3. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; 4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

5. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.


(40)

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

12. Perjanjian Jual Beli Menurut KUHPerdata

Pasal 1457

Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibentuk karena pihak yang satu telah mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak kebendaan dan pihak yang lain bersedia untuk membayar harga yang diperjanjikan.33

Pasal 1474

Penjual mempunyai dua kewajiban utama yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.

Pasal 1504

Penjual harus menanggung barang itu terhadap cacat tersembunyi, yang sedemikian rupa, sehingga barang itu tidak dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksud atau yang demikian mengurangi pemakaian, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membelinya atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.34

Pasal 1505

33

Pasal 1457 dan Pasal 1474 KUHPerdata


(41)

Penjual tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri oleh pembeli.

Pasal 1506

Penjual harus menjamin barang terhadap cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu, kecuali jika dalam hal demikian ia telah meminta diperjanjikan bahwa ia tidak wajib menanggung sesuatu apapun.

Pasal 1507

Dalam hal-hal yang tersebut dalam pasal 1504-1505, pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian sebagaimana ditentukan oleh hakim setelah mendengar ahli tentang itu.

Pasal 1508

Jika penjual telah mengetahui cacat-cacat barang itu, maka selain wajib mengembalikan uang harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga wajib mengganti sega biaya kerugian dan bunga.

Pasal 1509

Jika penjual tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka ia hanya wajib mengembalikan uang harga pembelian dan mengganti biaya untuk menyelenggarakan pembelian dan penyerahan barang, sekedar itu dibayar pembeli.


(42)

Pasal 1510

Jika barang yang mengandung cacat-cacat tersembunyi itu musnah karena cacat-cacat itu, maka kerugian dipikul oleh penjual yang terhadap wajib mengembalikan uang harga peembelian dan mengganti segala kerugian lain yang disebut dalam kedua pasal yang lalu, tetapi kerugian yang disebabkan kejadian yang tidak disengaja harus dipikul oleh pembeli.

Pasal 1511

Tuntutan yang didasarkan atas cacat yang dapat menyebabkan pembatalan pembelian, harus diajukan oleh pembeli dalam waktu yang pendek, menurut sifat cacat itu dan dengan mengindahkan kebiasaan-kebiasaan ditempat persetujuan pembelian dibuat.

Pasal 1513

Kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat yang ditetapkan dalam persetujuan.

B. Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab Hukum 1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab hukum menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang


(43)

disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.35

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan. 36

Pengertian tanggung jawab hukum menurut hukum perdata tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.37

35 Abdul Halim Barkatullah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Nusa Media, Bandung, hal 41 36

http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-tanggung-jawab-hukum-menurut.html, diunduh tanggal 15 Agustus 2016 jam 16.36 WIB


(44)

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian) c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:

1) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: “tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

2) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat

dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk

kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

3) Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam pasal 1367 KUHPerdata yaitu:

a) Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya;


(45)

b) Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua dan wali;

c) Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum, KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasi. Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) maka dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggung jawab hukum perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubungan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum.38

C. Tinjauan Umum Tentang Retail 1. Pengertian Retail/Ritel

Kata Retail berasal dari bahasa perancis, ‘retailler’, yang berarti memotong atau memecahkan sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eceran berarti secara satu-satu; sedikit-sedikit (tentang penjualan atau pembelian barang); ketengan. Usaha eceran/retail adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan atau pembelian barang, jasa ataupun keduanya secara sedikit-sedikit atau satu-satu langsung kepada konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi, keluarga, ataupun rumah tangga dan bukan untuk keperluan bisnis (dijual kembali). Usaha eceran atau ritel tidak hanya terbatas pada


(46)

penjualan barang, seperti sabun, minuman, ataupun deterjen, tetapi juga layanan jasa seperti jasa potong rambut, ataupun penyewaan mobil.39

Usaha eceran/retail pun tidak harus selalu di lakukan di toko, tapi juga bisa dilakukan melalui telepon atau internet, disebut juga dengan eceran/ritel non-toko. Secara garis besar, usaha retail yang berfokus pada penjualan barang sehari-hari terbagi dua, yaitu usaha ritel tradisional dan usaha retail modern. Ciri-ciri usaha retail tradisional adalah sederhana, tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya, sistem pengelolaan / manajemennya masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar-menawar harga dengan pedagang, serta produk yang dijual tidak dipajang secara terbuka sehingga pelanggan tidak mengetahui apakah peritel memiliki barang yang dicari atau tidak.

Sedangkan usaha retail modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja, harga jual sudah tetap ( fixed price ) sehingga tidak ada proses tawar-menawar dan adanya sistem swalayan/pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa melihat, memilih, bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.

2. Peran Usaha Retail

Usaha retail memberikan kebutuhan ekonomis bagi pelanggan melalui 5 cara:

a. Memberikan suplai/pasokan barang dan jasa pada saat dan ketika dibutuhkan konsumen/pelanggan dengan sedikit atau tanpa penundaan.


(47)

b. Memudahkan konsumen/pelanggan dalam memilih atau membandingkan bentuk, kualitas dan barang serta jasa yang ditawarkan.

c. Menjaga harga jual tetap rendah agar mampu bersaing dalam memuaskan pelanggan.

d. Membantu meningkatkan standar hidup masyarakat.

e. Adanya usaha ritel juga memungkinkan dilakukannya produksi besar-besaran

(produksi massal).40

3. Fungsi Usaha Retail

a. Melakukan kegiatan usahanya di lokasi yang nyaman dan mudah diakses pelanggan

b. Memberikan beragam produk sehingga memungkinkan pelanggan bisa memilih

produk yang diinginkan

c. Membagi jumlah produk yang besar sehingga dapat dijual dalam kemasan/ukuran yang kecil

d. Mengubah produk menjadi bentuk yang lebih menarik.

e. Menyimpan produk agar tetap tersedia pada harga yang relatif tetap

f. Membantu terjadinya perubahan (perpindahan) kepemilikan barang dari produsen ke konsumen

g. Mengakibatkan perpindahan barang melalui sistem distribusi

h. Memberikan informasi, tidak hanya ke pelanggan, tapi juga ke pemasok

i. Memberikan jaminan produk layanan purna jual, dan turut menangani keluhan pelanggan

j. Memberikan fasilitas kredit dan sewa.41

40

https://lukmanuddin.wordpress.com/2014/06/05/pengertian-retail/,diunduh tanggal 17 Mei 2016 pukul 19.58 WIB


(48)

41 Bob Foster, 2008, Manajemen Retail, Alfabeta, Bandung


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup tentang asas-asas hukum, sistematika hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 1

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan ataupun yurisprudensi terkait isu hukum yang diteliti.2

C. Bahan Penelitian

1. Primer, yaitu bahan penelitian yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian: 2. Undang-undang Dasar 1945

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

4. Sekunder, yaitu bahan-bahan penelitian yang memberikan penjelasan lebih mengenai hal-hal yang telah melalui proses penelitian, yaitu:

a. Buku-buku mengenai hukum dagang di indonesia. b. Buku-buku tentang perlindungan konsumen di indonesia.

c. Berbagai jurnal-jurnal, makalah-makalah, surat kabar, dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.3

1 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penulisan Hukum, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas

Muhamadiyah Yogyakarta, hal 222

2 Ibid


(50)

5. Tersier, yaitu bahan-bahan penelitian yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum, ensiklopedia serta petunjuk lain yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.4

D. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Prayogo swalayan dan toserba yang merupakan salah satu perusahaan retail diwilayah Yogyakarta. Penelitian dilakukan kepada pemilik swalayan prayogo yang merupakan direktur dari perusahaan retail tersebut dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan hukum yang berupa perundang-undangan atau studi penelaahan terhadap karya tulis, baik dari buku-buku, jurnal-jurnal, atau surat kabar serta bahan lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

2. Data lapangan, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara secara langsung dengan responden guna memperoleh kejelasan dan data yang akurat, wawancara ini dilakukan dengan menggunakan bantuan daftar pertanyaan terstruktur.

F. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengumpulan data ini disusun secara sistematis dan logis guna mendapatkan gambaran luas dan jelas mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap konsumen yang dirugikan oleh perusahaan retail.5

G. Analisis Data

4

ibid 5ibid


(51)

Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis perspektif, dari semua data yang telah dikumpulkan lalu penulis memberikan argumentasi mengenai benar atau salah apa yang seharusnya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.6

6Ibid


(52)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Retail Terhadap Kerugian Konsumen

Semakin banyaknya konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha, semakin banyaknya berita dimedia dimana banyak temuan produk atau barang yang tidak layak jual, mengandung zat-zat yang membahayakan yang dapat mengancam keselamatan jiwa konsumen.1 Konsumen memiliki resiko yang lebih besar daripada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan, disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah, sehingga hak- hak konsumen riskan untuk dilanggar oleh pelaku usaha. Kita dapat melihat bahwa perilaku pelaku usaha belakangan ini tengah mendapat sorotan dari masyarakat terkait pelayanan terhadap konsumen dan yang paling mendapat perhatian adalah pengecer/retail, karena mereka dirasa kurang dalam melakukan pengawasan terhadap produk yang mereka jual.

Perusahaan retail merupakan pelaku usaha yang menjual produk atau barang langsung kepada konsumen akhir atau pemakai barang. Pada hakikatnya perusahaan retail hanya bertindak sebagai penyalur barang atau produk dari produsen kepada konsumen, untuk memudahkan konsumen dalam memperoleh barang dari pihak produsen yang biasanya hanya bisa diperoleh dengan pembelian dalam jumlah besar. Walaupun hanya sebagai perantara antara produsen dengan konsumen seharusnya perusahaan retail tidak bertanggung jawab secara penuh terhadap produk yang dia jual, apalagi kesalahan ada pada saat proses produksi, namun dalam prakteknya konsumen selalu meminta pertanggungjawaban kepada retail atau pengecer yang statusnya hanya sebagai penyalur barang dari produsen kepada


(53)

konsumen atau penyedia barang, sebab konsumen merasa ada tanggung jawab pada retail atau pengecer tempat dimana dia membeli barang, amun menurut Undang-undang konsumen hanya bisa menggugat retail jika terdapat unsur kesalahan dari pihak retail.

Tanggung jawab perusahaan retail terhadap kerugian konsumen menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak disebutkan dengan jelas mengenai retail, tetapi pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tersebut mencakup semua pelaku usaha, yaitu pedagang, perusahaan, distributor, koperasi, importir dan pelaku usaha lainnya baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Karena pengertian pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 bermakna luas memudahkan konsumen untuk menuntut kerugian, karena banyak pihak yang dapat digugat baik itu produsen, distributor maupun retail tempat dimana konsumen memperoleh barang atau produk.

Tanggung jawab pelaku usaha menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur khusus dalam satu bab, yaitu bab VI dari pasal 19 sampai dengan pasal 28. Menurut Pasal 19 disebutkan bahwa :

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.2 Pasal 19 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab pelaku usaha sebagai berikut :

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.


(54)

2) Ganti rugi yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-undang.

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi. 4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan

kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan dan tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan adanya kesalahan pada konsumen.

Tanggung jawab pelaku usaha menurut pasal 24 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :

1. Pelaku usaha yang menjual barang dan/jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/ atau gugatan konsumen apabila :

1. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut.

2. Pelaku usaha lain didalam bertransaksi tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha (produsen) atau tidak sesuai contoh, mutu dan komposisi.

3. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.3


(55)

Berdasarkan ketentuan pasal 19 dan 24 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen kita dapat mengetahui tanggung jawab pelaku usaha, namun peneliti merumuskan bahwa perusahaan retail bertanggung jawab atas segala kerugian konsumen apabila terdapat unsur kesalahan yang dilakukan retail, baik itu kesalahan pada saat proses penyimpanan maupun penjualan, sebab bila cacat produk terjadi pada saat proses produksi terjadi maka pihak produsen yang harus bertanggung jawab, tetapi apabila produk cacat terjadi saat proses distribusi atau pengangkutan maka pihak distributor yang harus bertanggung jawab atas kerugian konsumen. Jika diperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha tersebut meliputi tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan kerugian konsumen akibat mengkonsumsi produk yang diperdagangkan. Hal ini terlihat bahwa tanggung jawab pelaku usaha itu meliputi semua kerugian yang dialami konsumen. Pihak retail bertanggung jawab mutlak atas kerugian konsumen apabila :

1. Produk telah kadaluarsa

2. Produk/ barang telah rusak atau cacat dan tak layak konsumsi/pakai

Hal tersebut dikarenakan semua pelaku usaha atau retail harus menjamin produk barang dan atau jasa yang mereka edarkan bermutu dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen, maka ketika konsumen mendapat produk kadaluarsa atau rusak bahkan menyebabkan keracunan, maka pihak retail harus bertanggung jawab, kecuali kewajiabn penarikan barang adalah hak produsen atau distributor maka retail bias lepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab pelaku usaha juga diatur dalam KUHPerdata, yang mengatur mengenai produk cacat dan terdapat dalam pasal 1504 sampai pasal 1512. Pasal 1504 KUHPerdata menentukan bahwa penjual selalu diharuskan untuk bertanggung jawab


(56)

atas cacat tersembunyi. Maka apabila pembeli mendapatkan produk yang cacat tersembunyi maka terhadapnya diberi dua pilihan berdasar pasal 1507 KUHPerdata yaitu :4

a. Mengembalikan barang yang dibeli dengan menerima pengembalian harga (refund). b. Tetap memiliki barang yang dibeli dengan menerima ganti rugi dari penjual.5

Prinsip tanggung jawab yang harus diterapkan oleh retail adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dan prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi

1) Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan adalah suatu tanggung jawab yang didasarkan adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak (privity contract).

Teori ini merupakan prinsip tanggung jawab yang paling merugikan konsumen, karena gugatan konsumen dapat diajukan apabila telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen.6

2) Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (breach of warranty) adalah prinsip tanggung jawab produsen berdasarkan kontrak, dengan demikian ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya pertama-tama melihat isi kontrak dan atau perjanjian atau jaminan yang merupakan isi kontrak, baik tertulis maupun lisan, keuntungan prinsip ini bagi konsumen adalah gugatan berdasarkan prinsip ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak (strict obligation) yaitu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya, itu berarti apabila penjual telah berupaya memenuhi janjinya, tetapi konsumen tetap mengalami kerugian, maka penjual tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian konsumen.7

4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1504-1512 5

ibid 6

Abdul Halim Barkatullah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Nusa Media, Bandung, hal 53


(57)

Pada prinsipnya perlindungan terhadap kerugian konsumen telah dijamin oleh Undang-undang namun terkadang penerapanya dilapangan tidak sesuai dengan dasar hukum serta prinsip-prinsip yang telah diatur oleh Undang-undang baik itu dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan beberapa teori hukum diIndonesia. Dengan adanya peraturan hukum mengenai pelaku usaha dan konsumen, maka apa yang menjadi hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha dan bagaimana tanggung jawab yang harus dilakukan pelaku usaha dapat diketahui oleh konsumen serta pelaku usaha.

Hal itu tentu memudahkan konsumen dalam melakukan pembelaan terkait hak-haknya yang telah dilanggar oleh pelaku usaha, dan pelaku usaha juga mengetahui sejauh apa kewajiban serta tanggung jawab mereka terhadap produk atau barang dan jasa yang mereka jual terkait kegiatan usahanya.8 Dalam hal jual beli antar penjual dan pembeli keduanya harus mengedepankan itikad baik, hal itu yang akan memudahkan konsumen serta pelaku usaha terkait adanya sengketa atas kerugian konsumen, karena kebanyakan pelaku usaha akan berkelit dan lari dari tanggung jawab.

Untuk memperkuat jawaban dari karya ilmiah ini penulis melakukan penelitian lapangan diPrayogo Swalayan yang merupakan salah satu perusahaan retail diYogyakarta. Dalam wawancara yang peneliti lakukan kepada penanggung jawab dari perusahaan retail Prayogo Swalayan & Toserba, Bapak Toni mengatakan bahwa perlindungan terhadap konsumen adalah hal yang harus diutamakan oleh setiap pelaku usaha tak terkecuali perusahaan retail, sebab retail menjual barang langsung kepada konsumen akhir yang berati efek baik buruknya produk yang digunakan konsumen sepenuhuhnya menjadi tanggung

8ibid


(58)

jawab retail karena apabila konsumen mengalami kerugian pasti keluhan akan diarahkan pada pihak retail dimana konsumen mendapatkan barang.

Prayogo Swalayan & Toserba sangat berhati-hati atas produk yang dijual mengingat banyaknya produk yang membahayakan konsumen, sebelum barang/produk dijual telah dilakukan pengecekan dan penelitian terhadap produk atau barang, jadi sebelum toko menerima konsumen para karyawan melakukan pengecekan terhadap kelayakan produk baik itu dari segi fisik produk, waktu kadaluarsa dan label, karena Prayogo Swalayan & Toserba telah menerapkan regulasi dengan melakukan penarikan produk (retur) 3 bulan sebelum tanggal kadaluarsa dan jika produk sudah tampak cacat fisik seperti penyok atau terbuka atau rusak maka akan ditarik dari counter atau display. Prayogo Swalayan sendiri sering mengajukan diri kepada BPOM, YLKI serta DISPERINDAG agar tempat usahanya diberikan pengawasan atau dilakukan evaluasi atas kinerja yang telah dilakukan selama ini. Karena sidak atau pengawasan dari dinas atau lembaga terkait memang sangat dibutuhkan oleh retail sebagai evaluasi kinerja atas produk yang diedarkan atau dijual, guna meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dan masyarakat, serta sebagai pengawasan terhadap barang dan produk yang membahayakan konsumen.

Bapak Toni mengatakan bahwa perusahaanya bertanggung jawab terhadap semua kerugian konsumen, baik itu kerugian akibat produk kadaluarsa, produk rusak / cacat maupun kerugian konsumen akibat kelalaian produsen dan distributor. Konsumen kebanyakan dirugikan oleh kelalaian produsen, misalnya isi produk atau barang yang telah tidak layak konsumsi yang kemungkinan disebabkan akibat proses produksi atau pendistribusian, kalau barang kadaluarsa ataupun rusak secara fisik itu tidak akan terjadi, sebab regulasi pemeriksaan barang dan penarikan barang 3 bulan sebelum tanggal


(59)

kadaluarsa sangat efektif untuk keamanan konsumen dan untuk menjaga citra perusahaan, kecuali cacat itu tersembunyi.9

Tanggung jawab yang diberikan pihak Prayogo Swalayan adalah dengan memberi opsi penggantian barang, pengembalian uang maupun biaya perawatan apabila terjadi keracunan terhadap konsumen. Pihak retail berusaha agar konsumen tidak sampai melakukan tuntutan hukum, sebab akan memakan proses yang lama dan merugikan kedua belah pihak serta merusak citra perusahaan. Berdasarkan jawaban yang peneliti dapatkan dari penelitian, jika mengacu pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pihak Prayogo telah salah dalam menerapkan prinsip tanggung jawab, pihak retail Prayogo berpedoman pada prinsip tanggung jawab mutlak atas kerugian konsumen, hal tersebut dilakukan berdasarkan kebijakan perusahaan.

Pihak retail seharusnya hanya bertanggung jawab jika produk yang dia jual telah rusak saat proses penyimpanan atau karena adanya unsur kesalahan dari pihak retail, karena selama tidak melakukan perubahan atas barang yang dijual serta tidak adanya unsur kesalahan maka pihak retail dibebaskan dari tanggung jawab dan tanggung jawab dibebankan kepada produsen sebagai pihak yang memproduksi produk atau barang dan sebagai pihak yang mengetahui komposisi serta mutu bahan pembuat produk/barang, kecuali kerugian konsumen disebabkan oleh barang yang telah kadaluarsa atau produk rusak atau cacat pihak retail bisa dikenakan tanggung jawab terkait kelalaian menjual produk yang sudah tidak layak edar.10 Dalam beberapa kasus kerugian konsumen yang mengakibatkan keracunan konsumen, pihak kepolisian memanggil semua pihak termasuk produsen,

9

Wawancara dengan Bapak Toni, Penanggung Jawab Prayogo Swalayan


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tanggung jawab hukum perusahaan retail terhadap kerugian konsumen secara normatif telah diatur dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 19 disebutkan Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan dan menurut pasal 24 disebutkan bahwa pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan atau jasa menjual lagi kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan atau jasa tersebut.

Jadi selama tidak ada unsur kesalahan dan melakukan perubahan atas barang atau jasa yang dijual pihak retail dibebaskan dari tanggung jawab. Namun dalam penelitian yang peneliti lakukan dilapangan, pihak Prayogo swalayan telah berlebihan dalam menerapkan prinsip tanggung jawabnya. Pihak Prayogo swalayan menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak, sehingga mereka mau bertanggung jawab atas semua kerugian konsumen, hal tersebut dilakukan demi menjamin kepercayaan konsumen dan untuk menarik simpati masyarakat. Seharusnya pihak retail hanya bertanggung jawab apabila ada unsur kesalahan saja.

2. Upaya yang dilakukan konsumen dan YLKI untuk melindungi hak-hak konsumen yaitu : Konsumen


(2)

a. Teliti dan berhati-hati pada saat memilih barang b. Kritis terhadap pelaku usaha

c. Berani melakukan aduan dan menuntut haknya apabila terjadi pelanggaran hak oleh pelaku usaha

YLKI

a. Meminta kepada pemerintah untuk secara konsisten dan sungguh-sungguh membuat kebijakan yang tidak mengesampingkan hak-hak konsumen

b. Meminta kepada pemerintah dan penegak hukum menindak tegas pelaku usaha yang terbukti melanggar hak-hak konsumen dengan sanksi dan hukuman yang menjerakan.

c. Mendorong badan-badan seperti BPOM, Kementrian Perdagangan, Dinas Perdagangan dan Industri serta instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan peredaran barang dan jasa khususnya retail.

B. Saran

Konsumen sebagai pihak yang kedudukanya lebih lemah dibanding dengan produsen atau pelaku usaha lainnya harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan lembaga terkait mengenai perlindungan terhadap konsumen. Hak-hak konsumen harus senantiasa dilindungi oleh para pelaku usaha, mereka tidak boleh hanya semata mata mencari


(3)

keuntungan dalam melakukan usahanya. Pelaku usaha harus memperhatikan kenyamanan dan keselamatan konsumen. Pemerintah dan lembaga terkait seperti BPOM dan YLKI harus lebih efisien dalam melakukan pengawasan terhadap para pelaku usaha dan dalam hal ini retail atau pengecer harus mendapat pengawasan serius, karena mereka menjual langsung barang kepada konsumen akhir. Pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada para pelaku usaha yang kedapatan menjual barang yang membahayakan keselamatan konsumen dan masyarakat. Pemerintah harus memberikan sanksi yang dapat memberi efek jera bagi pelaku usaha yang nakal atau tidak teliti, agar dikemudian hari pelaku usaha lebih berhati-hati dalam menjual barang dan tidak ada lagi konsumen yang dirugikan. Pemerintah serta lembaga terkait harus menerapkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Disamping peran pemerintah dan lembaga terkait konsumen juga harus teliti dan berhati–hati dalam memilih barang atau produk yang akan mereka beli. Konsumen dan pelaku usaha juga harus belajar mengenai apa yang menjadi hak dan kewajibannya dan selalu mengedepankan itikad baik.


(4)

Daftar Pustaka

Buku:

Ahmadi Miru, 2013 , Prinsip – Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada.

Abdul Halim Barakatullah, 2010 , Hak – Hak Konsumen , Nusa Media , Bandung

Abdul Halim Bsarakatullah, 2008 , Hukum Perlindungan Konsumen , Nusa Media ,Bandung. Az Nasution.1999, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Daya Widya

Az Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media,Yogyakarta Bob Foster, 2008, Manajemen Retail, Alfabeta, Bandung

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika ,Jakarta. Christina Widya Utami, 2008, Bisnis Retail, Bayu Media Publishing, Malang.

Eli Wuria Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, Graha Ilmu, Jakarta.

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, 2000, Hukum Perlindungan konsumen, Mandar Maju, Bandung.

Kurniawan, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, UB Pres, Malang.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Shidarta, 2006, Hukum Perlidungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).

Sri Redjeki, 2000, Hukum Ekonomi, Bandung, Mandar Maju.

Yusuf Shofie, S.H., M.H, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Citra Aditya Bakti Bandung.

Zulham,S.Hi.,M,Hum, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana, Jakarta.


(5)

http://ylki.or.id/profil/visi-misi. Diunduh Tanggal 22 Juni 2016 Pukul 20 34 WIB

http://www.neraca.co.id/article/51857/hak-konsumen-ritel-wajib-dipenuh. Diunduh Pada Tanggal 20 Mei 2016 Pukul 11.33 WIB

http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html. Diunduh Tanggal 17 Mei 2016 Pukul 19.15 WIB

https://lukmanuddin.wordpress.com/2014/06/05/pengertian-retail/. Diunduh Tanggal 17 Mei 2016 Pukul 19.58 WIB

http://jogja.tribunnews.com/2015/05/27/belasan-makanan-kadaluarsa-ditemukan-masih-dijual-di-pasar-ngentakrejo. Diunduh Tanggal 9 Mei 2016 Pukul 22.19 WIB

http://www.krjogja.com/web/news/read/234817/duh_temuan_obat_dan_makanan_berbahaya_ma sih_tinggi

https://lukmanuddin.wordpress.com.,diunduh pada hari selasa 17 Mei 2016 Pukul 19.40 WIB.

http://sangkoeno.blogspot.co.id/2013/09/hak-dan-kewajiban-konsumen-serta-pelaku.html. Diunduh Tanggal 25 Mei 2016 Pukul 16.32 WIB

http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-pelaku-usaha-definisi.html. Diunduh Tanggal 27 Juli 2016 Pukul 11.23 WIB

http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-tanggung-jawab-hukum-menurut.html. Diunduh Tanggal 15 Agustus 2016 Pukul 16.36 WIB

https://andiayu.wordpress.com/2010/05/16/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha-terhadap-konsumen/

http://ekakeropooh.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-konsumen-ciri-ciri-konsumen.html. Diunduh Tanggal 27 Juni 2016 Jam 21.55 WIB

Wawancara:

Wawancara dengan pemilik sekaligus penanggung jawab Prayogo Swalayan dan Toserba Ibu Avi dan Bapak Toni pada tanggal 28 Juni 2016. Jl.Godean Ngijon Sleman Yogyakarta. Wawancara dengan para konsumen Prayogo Swalayan dan Toserba.

Wawancara dengan penanggung jawab Lembaga Konsumen Yogyakarta Bapak Widjiantoro pada tanggal 21 Juni 2016. Jl.Sriti No 20 G Demangan Yogyakarta .


(6)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Kitab Undang-undang Hukum Perdata