PENGARUH PENGGUNAAN TELEMEDICINE TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENGGUNAAN

TELEMEDICINE

TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh NINDY ELLENA

20130310042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENGGUNAAN

TELEMEDICINE

TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh NINDY ELLENA

20130310042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

PENGARUH PENGGUNAAN

TELEMEDICINE

TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT

PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun oleh : NINDY ELLENA

20130310042

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 7 November 2016

Dosen Pembimbing

dr. Denny Anggoro Prakoso, M.Sc. NIP : 19810621 200710 173076

Dosen Penguji

Dr. dr. H. Kusbaryanto, M.Kes. NIP : 19650807 199701 173022

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes. NIP : 19711028 199709 173027


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Nindy Ellena NIM : 20130310042 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 7 November 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Sempurna, yang telah memberikan hidayah dan anugerah-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabat, tabiin, tabi’it tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Telemedicine

terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” ini diajukan sebagai rancangan untuk melanjutkan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, ijinkan penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terimakasih kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Denny Anggoro Prakoso, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan penelitian.


(6)

v

3. Orang tua tercinta, Bapak Dr. Nano Prawoto, S.E., M.Si dan Ibu Masamah serta adik-adik tersayang Nando Alhasanain dan Nino Alhusenain yang selalu memberikan dukungan dan senantiasa mendoakan.

4. Teman-teman satu kelompok bimbingan Tiara Kusuma Dewi, Nafi’atus Syarifah, dan Novihani Hidayati.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik segi isi maupun penulisannya, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dikemudian hari penulis dapat mempersembahkan suatu hasil yang memenihi syarat dan lebih baik.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu kedokteran. Terimakasih.

Yogyakarta , 7 November 2016 Penulis


(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

ABSTRACT... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

A. Tinjauan Pustaka... 10

B. Kerangka Teori... 26

C. Kerangka Konsep... 27

D. Hipotesis... 28

BAB III METODE PENELITIAN... 29

A. Desain Penelitian... 29

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 29

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

D. Variabel dan Definisi Operasional... 33

E. Instrumen Penelitian... 36

F. Jalannya Penelitian... 36

G. Cara Pengumpulan Data... 37


(8)

vii

I. Analisis Data... 39

J. Etika Penelitian... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 42

A. Hasil Penelitian... 43

B. Pembahasan... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA... 61


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian... 8 Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)... 18 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2016... 44 Tabel 4.2. Frekuensi Tingkat Kepatuhan Minum Obat Responden... 45 Tabel 4.3. Perbedaan Rerata Pretest dan Posttest Tingkat Kepatuhan

Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Kelompok

Kontrol dan Kelompok Perlakuan... 46 Tabel 4.4. Hasil Uji Beda Selisih Skor Tingkat Kepatuhan Minum Obat

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pretest dan Posttest antara


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian “Pengaruh Penggunaan

Telemedicine Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”... 26 Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian “Pengaruh Penggunaan

Telemedicine Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”... 27


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Analisis Data SPSS

Lampiran 4. Data Kelompok Perlakuan dan Kontrol Lampiran 5. Kelayakan Etika Penelitian

Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian


(12)

(13)

Nindy Ellena1, Denny Anggoro Prakoso2 1

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Kedokteran Keluarga dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Angka insiden dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia cenderung mengalami peningkatan. International Diabetes Federation (IDF) memprediksi Indonesia mengalami kenaikan jumlah pasien dari 10 juta penduduk pada tahun 2015 menjadi sekitar 16,2 juta penduduk pada tahun 2040. Kepatuhan pasien dengan pengobatan penyakit kronis seperti diabetes melitus umumnya rendah. Telemedicine meliputi pemberian informasi dan edukasi berupa pesan multimedia yaitu video animasi melalui aplikasi pesan berbasis internet pada smartphone. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) terhadap kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Metode Penelitian : Desain penelitian ini adalah Quasi Experiment pretest-posttest with control group design. Subjek penelitian adalah 56 pasien diabetes melitus tipe 2 yang menjalani kontrol rutin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, terdiri dari 28 pasien untuk masing-masing kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Perlakuan diberikan sebanyak 8 kali yaitu 2 kali setiap minggu selama 1 bulan. Kuesioner yang digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan minum obat adalah Morisky Medication Adherence Scales (MMAS8). Analisis data yang digunakan adalah Wilcoxon test dan Mann-Whitney test.

Hasil analisis: Hasil uji beda Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai signifikansi 0,539 pada kelompok perlakuan dan 0,071 pada kelompok kontrol. Hasil perhitungan 2 sampel Mann-Whitney test diperoleh nilai mean rank

kelompok perlakuan 31,95 dan kelompok kontrol 25,05 dengan nilai p 0,098. Kesimpulan: Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) dapat meningkatkan kepatuhan minum obat pada kelompok perlakuan pasien diabetes tipe 2 namun tidak bermakna secara statistik.


(14)

Nindy Ellena1, Denny Anggoro Prakoso2 1

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Kedokteran Keluarga dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: The incidence in prevalence of diabetes mellitus type 2 increased in the whole world. International Diabetes Federation (IDF) predicts that Indonesia has increasing of amount of diabetic patient 10 million in 2015 to be 16,2 million in 2040. The adherence of patients with treatment of chronic disease like diabetes melitus mostly was poor. Telemedicine contains giving information and education such as multimedia messaging specifically animation video using messages application internet-based on smartphone. The research has purpose to know the influence of Telemedicine (messages application internet-based) on the adherence of medication in patient with type 2 diabetes melitus.

Methods: The design of this research was a Quasi-Experiment pretest and

posttest with control group design. The subjects were 56 patient with type 2 diabetes melitus that routinely check up in PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Hospital, each consisting of 28 patients in intervention group and the control group. Interventions was administered for 8 times and twice per week for one month. The adherence of medication score was evaluated with Morisky Medication Adherence Scales(MMAS8). The data was analyzed by Wilcoxon test and Mann-Whitney test.

Results: The result of Wilcoxon Signed Rank Test obtained significance value 0,539 for intervention group and 0,071 for control group. The results of 2 samples Mann-Whitney test calculation of mean rank values for intervention group is 31,95 and 25,05 for control group with p value 0,098.

Conclusions: Telemedicine (messages application internet-based) can improve the adherence of medication in intervention group patient with type 2 diabetes melitus but not statistically significant.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut International Diabetes Federation (IDF), diabetes adalah suatu kondisi kronis yang terjadi dimana tubuh tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin, dan didiagnosis dengan mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah. Dampak dari tingginya glukosa dalam darah (dikenal sebagai hiperglikemia) menyebabkan kerusakan di berbagai jaringan dalam tubuh, mengarah ke berkembangnya kecacatan dan komplikasi kesehatan yang mengancam jiwa (IDF, 2015).

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. Diabetes melitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk diabetes melitus telah mencapai 465 miliar USD. IDF memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun (IDF, 2011).

Menurut penelitian epidemiologi yang dilakukan World Health Organization (WHO) menunjukkan pada tahun 2014 prevalensi global


(16)

diabetes melitus diperkirakan 9% di antara penduduk berusia diatas 18 tahun. Pada tahun 2012, sekitar 1,5 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes melitus. Lebih dari 80% kematian akibat diabetes melitus terjadi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO memprediksikan bahwa diabetes melitus akan menjadi 7 penyebab kematian terkemuka pada tahun 2030. Menurut data yang ada 90% dari pasien diabetes melitus adalah pasien diabetes melitus tipe 2 (WHO, 2014). Data dari International Diabetic Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke 7 dari 10 negara di dunia dengan penduduk yang menderita diabetes melitus terbanyak, yaitu sebanyak 10 juta penduduk dan diprediksi akan meningkat menjadi peringkat ke 6 dengan 16,2 juta penduduk menderita diabetes melitus pada tahun 2040 (IDF, 2015).

Prevalensi diabetes melitus dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federal) memperkirakan penduduk Indonesia diatas usia 20 tahun sebesar 125 juta dengan asumsi prevalensi diabetes melitus sebesar 4,6% dan akan diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah menjadi 5,6 juta. Dengan pola pertambahan penduduk yang seperti ini dapat diperkirakan pada tahun 2020 akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes melitus sebesar 4,6% dan akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes melitus (Soegondo, 2009).

Orang dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan berbagai kecacatan dan masalah kesehatan yang mengancam jiwa dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes. Kadar


(17)

glukosa darah yang konsisten tinggi dapat menyebabkan penyakit serius yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf. Orang dengan diabetes juga meningkatkan risiko mengembangkan suatu penyakit infeksi. Di hampir semua negara berpenghasilan tinggi, diabetes adalah penyebab utama dari penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi anggota tubuh bawah. Pertumbuhan prevalensi diabetes tipe 2 di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang berarti tanpa menggunakan strategi yang efektif untuk mendukung manajemen yang lebih baik untuk diabetes, ada kemungkinan bahwa akan ada peningkatan yang lebih tinggi dalam tingkat komplikasi diabetes. Komplikasi diabetes dapat dicegah atau ditunda dengan menjaga kadar glukosa darah, tekanan darah dan kadar kolesterol dalam kadar yang senormal mungkin. Dengan menggunakan program skrining, banyak komplikasi yang ditemukan pada tahap awal, memungkinkan dilakukan pengobatan untuk mencegah komplikasi menjadi lebih serius (IDF, 2015)

Melihat bahwa Diabetes Melitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat diperlukan program pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2. Diabetes Melitus Tipe 2 bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau dihilangkan dengan mengendalikan faktor resiko (Kemenkes, 2010).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70%


(18)

pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009). Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Asti, 2006).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia tahun 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2011).

Secara umum telemedicine adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang digabungkan dengan kepakaran medis untuk memberikan layanan kesehatan, mulai dari konsultasi, diagnosa dan tindakan medis, tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan dari jarak jauh. Untuk dapat berjalan dengan baik, sistem ini membutuhkan teknologi komunikasi yang memungkinkan transfer data berupa video, suara, dan gambar secara interaktif yang dilakukan secara real time dengan mengintegrasikannya ke dalam teknologi pendukung video-conference. Perkembangan teknologi

telemedicine dalam menganalisis citra medis semakin hari semakin meningkat karena kemajuan di bidang multimedia, imaging, komputer, sistem informasi dan telekomunikasi (Jamil dkk., 2015).


(19)

Banyak penderita diabetes melitus yang berputus asa dengan penyakitnya yang menyebabkan ketidakpatuhan minum obat. Namun Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuk senantiasa berusaha dan tidak mudah putus asa dalam menjalani cobaan hidup termasuk cobaan berupa sakit. Penelitian ini terinspirasi oleh surat Al-Quran, surat Ar-ra’du ayat 11:

َ هَ هنإ ۗ هَ رْ أ ْن هن ظفْحي هفْ خ ْن هْي ي نْيب ْن تابِقع هل

قب هَ دارأ ا إ ۗ ْ سفْنأب ا ا رِيغي ٰىهتح ْ قب ا رِيغي

َف اء س ْ

لا ْن هن د ْن ْ ل ا ۚ هل هدر

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Mengingat bahwa prevalensi penderita diabetes melitus yang semakin meningkat jumlahnya dari tiap periode dan hal ini dapat berpengaruh pada jumlah kecacatan dan tingkat kematian yang diakibatkan oleh penyakit diabetes melitus, serta adanya kemajuan di bidang teknologi yang semakin pesat, maka peneliti ingin mengkaji pengaruh penggunaan telemedicine


(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh penggunaan

telemedicine terhadap kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penggunaan telemedicine terhadap kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus. b. Mengetahui pengaruh penggunaan telemedicine terhadap kemudahan

mengakses informasi mengenai diabetes melitus tipe 2. D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan teoritis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pelayanan pasien diabetes melitus tipe 2 yang berkaitan dengan masalah kepatuhan minum obat.


(21)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti serta merupakan pengalaman berharga dalam melakukan sebuah penelitian tentang pengaruh penggunaan telemedicine terhadap kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus tipe 2.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan manfaat dalam penyampaian materi kuliah mengenai peranan telemedicine terhadap kepatuhan minum obat pada pasien diebetes melitus tipe 2.

d. Bagi Tenaga Kesehatan

Memberikan informasi dan masukan dalam rangka meningkatkan kepatuhan minum obat dan menurunkan angka kejadian komplikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 menggunakan media

telemedicine.

e. Bagi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Memberikan pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus tipe 2 dan memberi motivasi minum obat melalui pemanfaatan penggunaan

telemedicine agar kadar gula darah pasien menjadi terkontrol dan terhindar dari berbagai macam komplikasi.


(22)

f. Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan dalam rangka meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

No. Peneliti Judul Desain Variabel Hasil

1. Setiawan (2009) Hubungan Antara Fungsi Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Studi observasional cross sectional Variabel terikat: Kepatuhan Minum Obat Variabel bebas: Fungsi keluarga Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara fungsi keluarga dengan

kepatuhan minum obat pasien DM di Poliklinik Penyakit Dalam RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan signifikansi 0,103 (p>0,05). 2. Hidayati

(2013)

Pengaruh

Penggunaan Short Message Service

(SMS) Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Kestabilan Glukosa Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Quasi eksperimen-tal dengan rancangan pre test-post test kontrol grup desain Variabel terikat: Kepatuhan Minum Obat dan Kestabilan Glukosa Darah Sewaktu Variabel bebas: Penggunaan Short Message Service (SMS) Hasil penelitian ini menyatakan penggunaan SMS sebagai pengingat minum obat efektif untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan menjaga

kestabilan glukosa darah pada pasien diabetes melitus.


(23)

Dari tabel di atas dapat dilihat dua penelitian sebelumnya yang hampir mirip dengan penelitian ini. Persamaan antara kedua penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel terikat yaitu, kepatuhan minum obat terhadap pasien diabetes melitus. Adapun beberapa perbedaan dengan kedua penelitian di atas, yaitu terletak pada variabel bebas, dimana pada penelitian ini peneliti ingin meneliti pengaruh penggunaan telemedicine

terhadap kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2, sedangkan pada dua penelitian sebelumnya meneliti mengenai hubungan fungsi keluarga dan pengaruh penggunaan short message service (SMS) terhadap kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus. Selain itu, perbedaan juga terletak pada desain penelitian, dimana penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental dengan rancangan pre test-post test

kontrol grup desain, sedangkan pada penelitian sebelumnya milik Muhamad Sandi Setiawan menggunakan desain studi observasional cross sectional. Begitu pula dengan sampel yang digunakan pada penelitian ini akan berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya.


(24)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus

a. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ADA, 2010). Insulin adalah hormon yang diproduksi di pankreas yang diperlukan untuk mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh di mana insulin tersebut digunakan sebagai energi. Dengan berkurangnya atau ketidakefektifan insulin pada orang dengan diabetes menandakan glukosa yang masih beredar dalam darah (IDF, 2015). Hiperglikemia kronis pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2010).

Diabetes melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi


(25)

peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah atau hiperglikemia (Kemenkes, 2014).

b. Epidemiologi

Diabetes menunjukkan peningkatan yang terus menerus pada sebagian besar wilayah. Di wilayah padat Barat Pasifik memiliki 153 juta orang dewasa dengan diabetes; secara substansial lebih tinggi dibanding daerah lain. Namun, di Amerika Utara dan Karibia yang memiliki prevalensi tertinggi per kapita, memiliki satu dari delapan orang dewasa dengan diabetes. Eropa memiliki jumlah tertinggi anak-anak dengan diabetes tipe 1; sekitar 140.000, dan memperlihatkan peningkatan sekitar 21.600 kasus baru per tahun. Di Asia Tenggara 24,2% dari semua kelahiran hidup terpengaruh oleh glukosa darah tinggi selama masa kehamilan. Di Timur Tengah dan Afrika Utara, dua dari lima orang dewasa dengan diabetes terdiagnosis. Di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, jumlah penderita diabetes akan meningkat 65% pada tahun 2040.

Hal ini terutama menantang untuk memperkirakan total jumlah penderita diabetes di wilayah Afrika, karena lebih dari tiga perempat dari negara di Afrika, data nasionalnya kurang. Dengan demikian, menghasilkan perkiraan wilayah dengan menggunakan data dari 12 negara yang memiliki data untuk memperkirakan jumlah orang dengan diabetes di 37 negara lain yang tidak memiliki data. Pada 2015, diperkirakan bahwa antara 9,5 juta dan 29,3 juta orang


(26)

hidup dengan diabetes di wilayah Afrika. Dari jumlah tersebut, tiga perempat diperkirakan terdiagnosis diabetes. Perkiraan global, individu dewasa dengan diabetes diperkirakan berkisar dari 7,2% hingga 11,4% atau 339-536 juta jiwa (IDF, 2015).

Proporsi dan perkiraan jumlah Diabetes Melitus (DM), Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), Gula Darah Puasa (GDP) Terganggu pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil yaitu penderita DM sekitar 12 juta, TGT sekitar 52 juta, dan GDP terganggu sekitar 64 juta penduduk (Kemenkes, 2014).

c. Etiologi

Penyebab diabetes melitus adalah kurang aktifnya produksi hormon insulin dari sel kelenjar Langerhans pada organ pankreas. Berhentinya produksi ini bisa dikarenakan menyusutnya jumlah sel penghasil hormon insulin sejak seseorang dilahirkan (bawaan atau keturuan), serangan virus, penyakit degeneratif, bahkan akibat penyakit autoimun. Reaksi tubuh mengoksidasi glukosa menjadi energi juga menyebabkan seseorang menderita diabetes melitus meski insulin dalam tubuhnya cukup. Diabetes melitus tipe 2 merupakan yang tidak tergantung insulin, diagnosisnya sering terlambat karena awalnya pasien tidak mempunya keluhan (Mahendra dkk., 2008).


(27)

Perkembangan diabetes melibatkan beberapa proses patogenik. Mencakup kerusakan autoimun dari sel β pankreas dengan defisiensi insulin akibat kelainan yang mengakibatkan resistensi terhadap aksi insulin. Akibat dari kekurangan aksi insulin pada jaringan target, menyebabkan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada diabetes. Kekurangan aksi oleh insulin disebabkan karena sekresi insulin tidak memadai dan/atau respon jaringan berkurang terhadap insulin. Penurunan sekresi insulin dan kerusakan pada aksi insulin sering terdapat pada pasien yang sama, dan hal ini sering tidak jelas dimana letak abnormalitasnya (ADA, 2010).

d. Faktor Risiko

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014), faktor risiko diabetes melitus dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram).

2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat badan lebih,


(28)

obesitas abdominal/sentral, kurang aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), atau riwayat Glukosa Darag Puasa Terganggu (GDPT), dan merokok (Kemenkes, 2014).

e. Klasifikasi

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:

1) Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM DM tipe 1, terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.

2) Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus/NIDDM. Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan


(29)

mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

3) Diabetes Melitus Tipe Lain, DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

4) Diabetes Melitus Gestasional, DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.


(30)

f. Penegakkan Diagnosis

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus adalah sebagai berikut:

1) Hasil Anamnesis (Subjective):

a) Keluhan khas : polifagia, poliuri, polidipsi, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya.

b) Keluhan tidak khas : lemah, kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas), gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita, luka yang sulit sembuh. 2) Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana

(Objective):

a) Pemeriksaan fisik patognomonis

b) Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya c) Faktor predisposisi, berupa: usia > 45 tahun, diet tinggi

kalori dan lemak, aktifitas fisik yang kurang, hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg), riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme, dislipidemia

d) Pemeriksaan penunjang, menggunakan: Gula Darah Puasa (GDP), Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD2PP), HbA1C.


(31)

3) Diagnosis Klinis

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:

a) Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. ATAU

b) Gejala Klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU

c) Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa terganggu (TTGO) > 200 mg/dL (11.1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air. ATAU d) HbA1C Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1C ≥ 6.5% belum dapat digunakan secara nasional di Indonesia, mengingat standarisasi pemeriksaan yang masih belum baik.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai penyaring dan diagnosis DM dapat dilihat pada tabel 2.1. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT


(32)

tergantung dari hasil yang diperoleh Kriteria gangguan toleransi glukosa:

a) GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100–125 mg/dl (5.6–6.9 mmol/l) b) TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar

glukosa plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram (7.8 -11.1 mmol/L)

c) HbA1C 5.7 -6.4%. Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1C ≥ 6.5 % belum dapat digunakan secara nasional di Indonesia, mengingat standarisasi pemeriksaan yang masih belum baik (Permenkes, 2014).

Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

Bukan DM Belum

pasti DM DM Gula Darah

Sewaktu (GDS)

Vena <100 100-199 ≥200 Kapiler <90 90-199 ≥200 Gula Darah

Puasa (GDP)

Vena <100 100-125 ≥126 Kapiler <90 90-99 ≥100 Sumber: Konsensus PERMENKI, 2006

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaa diabetes melitus didasarkan pada rencana diet, latihan fisik, dan pengaturan aktifitas fisik, agen-agen hipoglikemik oral, terapi insulin, pengawasan glukosa di rumah, dan pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri (Price & Wilson, 2006). Diabetes melitus adalah penyakit kronis, dan pasien perlu


(33)

menguasai pengobatan dan belajar bagaimana menyesuaikan agar tercapai kontrol metabolik yang optimal. Pasien diabetes tipe 1dalam terapinya selalu membutuhkan insulin. Pada pasien diabete tipe 2 terdapat resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa insulin. Rencana diet pada pasien diabetes melitus dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Latihan fisik mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin (Price & Wilson, 2006).

h. Komplikasi

Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Beberapa konsekuensi dari diabetes yang sering terjadi adalah:

1) Meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke.

2) Neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi, dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.

3) Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan, terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.


(34)

5) Risiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan penderita diabetes (Kemenkes, 2014).

2. Telemedicine

a. Definisi

Kata “tele” dalam bahasa Yunani berarti jauh, pada suatu jarak, sehingga telemedika dapat diartikan sebagai pelayanan kedokteran, meskipun dipisahkan oleh jarak (Anwar, 2013). Secara umum

telemedicine adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang digabungkan dengan kepakaran medis untuk memberikan layanan kesehatan, mulai dari konsultasi, diagnosa dan tindakan medis, tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan dari jarak jauh. Untuk dapat berjalan dengan baik, sistem ini membutuhkan teknologi komunikasi yang memungkinkan transfer data berupa video, suara, dan gambar secara interaktif yang dilakukan secara real time dengan mengintegrasikannya ke dalam teknologi pendukung video-conference. Termasuk sebagai teknologi pendukung telemedicine

adalah teknologi pengolahan citra untuk menganalisis citra medis (Anwar, 2013).

Telemedicine adalah konsep umum yang menerapkan teknologi komunikasi elektronik atau teknologi telekomunkasi yang dapat mengirimkan informasi tentang daftar segala jenis penyakit.


(35)

termasuk e-learning dan tele-information bagi seorang pasien (Supono, 2006).

Kebutuhan yang digunakan pada sistem Telemedicine adalah penggunaan fax, pesawat telepon untuk bertukar informasi melewati transmisi dan mengevaluasi citra seperti radiographs atau gambar dari luka atau penyakit dalam pengambaran video conference secara interaktif, yang sangat mudah dan sudah tidak asing lagi bagi semua pasien dan juga penempatan atau lokasi alat komunikasi yang mudah terdapat dimana-mana (Supono, 2006).

b. Manfaat Telemedicine

Beberapa manfaat Telemedicine yaitu efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pelayanan keperawatan tanpa batas geografis, telemedicine dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa hari rawat di Rumah Sakit, dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi serta dapat dimanfatkan sebagai bidang pendidikan keperawatan berbasis informatika kesehatan. Disamping itu, Telemedicine mempunyai nilai pelayanan yang tidak dapat diganti dengan pelayanan kesehatan konvensional, bahkan ada nilai ekonomis yang perlu didorong sehingga pendapatan negara dari TIK dapat meningkat (Masa, 2014).

Perluasan manfaat telemedicine bisa menjangkau daerah-daerah bencana, penerbangan jarak jauh, dan bagi wisatawan asing yang sedang berada di daerah wisata (Anwar, 2013).


(36)

c. Jenis-jenis Telemedicine

Menurut Anwar (2013), jenis-jenis telemedicine dalam pelaksanaannya diterapkan dalam dua konsep yaitu real time

(synchronous) dan store-and-forword (asynchronous).

1) Real time telemedicine (synchronous telemedicine) bisa berbentuk sederhana seperti penggunaan telepon atau bentuk yang lebih kompleks seperti penggunaan robot bedah.

Synchronous telemedicine memerlukan kehadiran kedua pihak pada waktu yang sama, untuk itu diperlukan media penghubung antara kedua belah pihak yang dapat menawarkan interaksi real time sehingga salah satu pihak bisa melakukan penanganan kesehatan. Bentuk lain dalam Synchronous telemedicine adalah penggunaan peralatan kesehatan yang dihubungkan ke komputer sehingga dapat dilakukan inspeksi kesehatan secara interaktif. Contoh penggunaan teknologi ini adalah tele-otoscope yang memberikan fasilitas untuk seorang dokter melihat kedalam pendengaran seorang pasien dari jarak jauh. Contoh yang lain adalah tele-stethoscope yang membuat seorang dokter mendengarkan detak jantung pasien dari jarak jauh.

2) Store-and-forword telemedicine (asynchronous telemedicine) mencakup pengumpulan data medis dan pengiriman data ini ke seorang dokter (specialist) pada waktu yang tepat untuk evaluasi secara offline. Jenis telemedicine ini tidak memerlukan


(37)

kehadiran kedua belah pihak dalam waktu yang sama. Dermatolog, radiolog, dan patalog adalah spesialis yang biasanya menggunakan asynchronous telemedicine ini.

3. Kepatuhan Minum Obat a. Definisi

Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku sesorang individu melalui pemberian nasihat lewat media atau pelayanan kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada resep (Siregar, 2006).

Kepatuhan dalam mengonsumsi obat harian adalah perilaku untuk mentaati saran-saran atau prosedur dari dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien dengan dokter sebagai penyedia jasa kesehatan.

Beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian adalah frekuensi, jumlah pil/obat lain, kontinuitas, metabolisme dalam tubuh, aspek biologis dalam darah, serta perubahan fisiologis dalam tubuh. Sedangkan faktor-faktor penentu munculnya kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian diantaranya adalah: persepsi dan perilaku pasien, interaksi antara pasien dan dokter, dan komunikasi medis antara kedua belah pihak, kebijakan dan praktek pengobatan di publik yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berbagai intervensi yang dilakukan agar kepatuhan dalam mengkonsumsi obat terjadi (Lailatushifah, 2012).


(38)

Kepatuhan minum obat pada pasien Diabetes Melitus merupakan hal penting dalam mencapai sasaran pengobatan dan efektif dalam mencegah beberapa komplikasi pada penyakit Diabetes Melitus, dimana terapi pengobatan yang baik dan benar akan sangat menguntungkan bagi pasien, baik dari segi kesehatan atau kesembuhan penyakit yang diderita yaitu dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat tersebut terutama bagi pasien yang harus mengkonsumsi obat dalam waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya pada penyakit diabetes melitus (Sasmito, 2007).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Menurut Sarwono (2007), secara umum faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang adalah:

1) Pengetahuan dan keahlian mengenai isu-isu yang ada

2) Motivasi yang menyangkut tentang perilaku apa yang dilakukan, bagaimana perilaku tersebut dilakukan

3) Sikap, yaitu stimulus dan dorongan untuk mentaati anjuran yang ada, evaluasi dan seleksi dari pilihan-pilihan perilaku berupa pernyataan yang menunjukkan rasa suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Individu dapat menjadi optimal dimana individu mulai berfikir dan merasakan bahwa perilaku baru akan dianjurkan.

Menurut Dhewi dkk. (2012), faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obat adalah:


(39)

1) Faktor predisposing, meliputi pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, sikap.

2) Faktor enabling, meliputi ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan.

3) Faktor reinforcing, yaitu dukungan keluarga dan sikap petugas. 4) Faktor pengetahuan dalam ranah kognitif, mempunyai 6

tingkatan, yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

5) Faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan, yaitu sikap juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, seperti senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya.


(40)

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian “Pengaruh Penggunaan Telemedicine

Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Komponen :

Tele-education

Tele-information

Transfer data, berupa:  Video

Audio atau suara  Gambar interaktif Jenis-jenis :

Real time telemedicineStore-and-forword telemedicine Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diebetes Melitus Faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan :  Faktor predisposing

 Faktor enabling

 Faktor reinforcing

 Faktor pengetahuan

 Faktor pendapat dan emosi

Dinilai menggunakan form atau kuesioner kepatuhan minum

obat Diabetes Melitus

Faktor resiko :  Tidak dapat dimodifikasi  Dapat

dimodifikasi

Klasifikasi :  DM tipe 1  DM tipe 2  DM Gestasional  DM tipe lain

Penatalaksanaan :  Diet

 Latihan fisik dan pengaturan aktifitas fisik

 Anti Diabetik oral  Terapi insulin

 Pengawasan glukosa di rumah

 Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri

Komplikasi :  Penyakit jantung

dan stroke  Neuropati  Retinopati

diabetikum  Gagal ginjal  Resiko kematian


(41)

C. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel lain

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian “Pengaruh Penggunaan

Telemedicine Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”

Penggunaan

Telemedicine

Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1. Pengetahuan

2. Kepercayaan

3. Ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan 4. Dukungan keluarga dan

sikap petugas

5. Faktor pendapat dan emosi

Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2

Kadar Gula Darah Terkontrol Mempengaruhi

Pengetahuan dan Sikap Pasien Diabetes Melitus


(42)

D. Hipotesis

H0 : Penggunaan Telemedicine tidak berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2.

H1 : Penggunaan Telemedicine berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2.


(43)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pre-post test with control group design yang menggunakan 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Quasi eksperimental adalah studi berjenis eksperimen namun tanpa adanya pengacakkan, dalam studi ini, satu kelompok subjek dilakukan pre-test yaitu tes pada awalnya untuk melihat kemampuannya dalam satu hal atau variabel, lalu kepada subjek ini diberikan suatu perlakuan dalam rentang waktu tertentu, di akhir perlakuan dilakuan tes lagi yaitu post-tes, kemudian hasil

post-test dibandingkan dengan pre-test untuk melihat perbedaannya (Djiwandono, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok eksperimental yang mendapatkan intervensi.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis diabetes melitus tipe 2 yang menjalani kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


(44)

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling, yaitu pemilihan anggota sampel yang didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti sehingga tujuan dari peneliti dapat terpenuhi (Basuki & Prawoto, 2014). Setelah sampel penelitian sudah terpilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dan sesuai dengan kriteria inklusi maupun eksklusi, sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, pembagian sampel penelitian pada tiap kelompok dilakukan dengan cara randomisasi yaitu dengan teknik simple random sampling yang bertujuan untuk mengurangi bias peneliti.

Perkiraan besar sampel dengan merujuk rumus besar sampel penelitian analitis numerik berpasangan menurut Dahlan (2010), sebagai berikut:

[ ] Keterangan :

Zα = derivat baku alfa Zβ = derivat baku beta

S = simpangan baku dari selisih nilai antarkelompok X1 - X2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna Kesalahan tipe I ditetapkan 5%, sehingga Zα = 1,64.

Kesalahan tipe II ditetapkan 10%, sehingga Zβ = 1,28. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa:


(45)

X1 = 5,73 dan X2 = 3,2 sehingga X1 - X2 = 2,53. Dan S = 4,09 Sehingga, perhitungan besar sampel sebagai berikut:

[ ] [ ] [ ]

orang

Untuk menghindari kemungkinan drop out, maka perhitungan jumlah sampel menjadi:

Keterangan:

N = besar sampel yang dihitung F = perkiraan drop out = 20%

Dari hasil perhitungan tersebut, kemudian peneliti mengelompokkan sampel penelitian menjadi 2 kelompok, yaitu:


(46)

a. Kelompok kontrol, yaitu 22 pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Kelompok perlakuan, yaitu 22 pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang diberikan perlakuan menggunakan telemedicine sebanyak 2 kali setiap minggu selama 1 bulan.

Sampel pada penelitian ini memiliki beberapa kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi:

1) Pasien yang telah didiagnosis diabetes melitus tipe 2 yang melakukan kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 2) Sedang mengonsumsi obat-obatan anti diabetes

3) Bersedia menjadi responden penelitian dengan mengisi informed consent

4) Tinggal di wilayah Yogyakarta

5) Pasien atau anggota keluarga pasien atau orang terdekat yang merawat pasien memiliki handphone dengan fasilitas jaringan internet yang memadai dan mampu mengoperasikan fasilitas pesan berbasis internet dengan baik

b. Kriteria Eksklusi:

1) Pasien diabetes melitus dengan kondisi komplikasi atau penyakit fisik berat atau terminal


(47)

c. Kriteria Drop Out:

1) Pasien tidak bersedia melanjutkan program telemedicine

2) Selama proses penelitian, pasien tiba-tiba putus kontak atau tidak ada respon

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengambil data sampel di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Waktu

Proses pengambilan data penelitian ini berlangsung selama 1 bulan. D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Dalam penelitian ini memiliki variabel sebagai berikut: a. Variabel bebas yaitu penggunaan telemedicine

b. Variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat

c. Variabel penggangu yaitu faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien, antara lain faktor

predisposing (pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, sikap), faktor enabling (ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan), faktor reinforcing (dukungan keluarga dan sikap petugas), faktor pengetahuan dalam ranah kognitif, faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (sikap juga respon tertutup seseorang terhadap


(48)

stimulus atau objek tertentu, seperti senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-setuju-tidak baik, dan sebagainya).

2. Definisi Operasional

a. Pasien diabetes melitus tipe 2

Pasien diabetes melitus tipe 2 adalah pasien yang telah didiagnosis diabetes melitus tipe 2 oleh dokter dan telah menjalani pengobatan atau telah mengonsumsi obat-obatan anti diabetes yang menjalani kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Telemedicine

Telemedicine adalah pemberian informasi dan edukasi berupa pesan

multimedia melalui fasilitas aplikasi pesan berbasis internet pada

smartphone, yaitu whatsapp, line, dan blackberry messenger. Konten yang diberikan meliputi berbagai informasi mengenai diabetes melitus hingga penatalaksanaan dan beberapa cara perawatan diri pada pasien diabetes melitus yang bertujuan meningkatkan kepatuhan minum obat sehingga menurunkan angka komplikasi pada pasien. Pengiriman mutlimedia dilakukan sebanyak 2 kali dalam seminggu selama 1 bulan. Jumlah pengiriman multimedia yang dikirim per sampel adalah 2 x 4 minggu = 8 kali. Untuk mengkonfirmasi bahwa responden telah membuka dan memahami konten yang telah dikirim, dilakukan pengiriman Short Message Service (SMS) berisi pertanyaan yang berkaitan dengan konten yang ada pada multimedia yang telah dikirim sebelumnya, SMS akan


(49)

dikirim setiap setelah pengiriman konten multimedia dengan meminta reponden untuk membalas SMS tersebut. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

c. Kepatuhan Minum Obat

Beberapa ahli telah memberikan pendapat tentang cara mengukur kepatuhan berobat, antara lain pengukuran kepatuhan berobat dapat diketahui melalui 7 cara, yaitu: keputusan dokter yang didasarkan pada hasil pemeriksaan, pengamatan terhadap jadwal pengobatan, penilaian pada tujuan pengobatan, perhitungan jumlah tablet/pil pada akhir pengobatan, pengukuran kadar obat dalam darah dan urin, wawancara pada pasien dan pengisian formulir khusus. Berdasarkan teori tersebut, peneliti mengambil cara berupa pengisian formulir khusus (kuesioner) yang dihitung menggunakan skor kepatuhan minum obat. Kuesioner yang digunakan peneliti yaitu kuesioner

Morisky Medication Adherence Scales (MMAS‐8) kepada pasien yang melakukan kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan menghitung skor total dari kuesioner tersebut dan mengklasifikasikannya dalam 3 tingkat, yaitu kepatuhan tinggi (skor 0), kepatuhan sedang (skor 1-2), dan kepatuhan rendah (skor 3-8). Skala yang digunakan adalah skala ordinal.


(50)

E. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner

a. Data demografi pasien, meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, usia, jenis kelamin, alamat, nomor handphone, pendidikan terakhir, pekerjan, status pernikahan.

b. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scales

(MMAS‐8) yang terdiri atas 8 pertanyaan yang yang dijawab dengan “ya” atau “tidak”, dengan interpretasi skor MMAS-8 yaitu 0 (kepatuhan tinggi), 1-2 (kepatuhan sedang), dan 3-8 (kepatuhan rendah).

2. Alat-alat penelitian: a. Satu unit handphone

b. Satu unit laptop

c. Satu unit printer

d. Kuesioner Morisky Medication Adherence Scales (MMAS‐8) e. Formulir persetujuan (informed consent)

3. Bahan penelitian:

a. Kartu perdana SIM dengan pulsa dan paket internet b. Kertas

F. Jalannya Penelitian


(51)

1. Perijinan, dilakukan antara pihak peneliti dengan pasien diabetes melitus tipe 2 atau calon responden yang melakukan kontrol di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Pengelompokkan sampel penelitian yang termasuk dalam kriteria inklusi sampel menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

3. Penandatanganan persetujuan (informed consent) oleh pasien dan pengisian kuesioner pre test kepatuhan minum obat yang akan diisi oleh pasien sendiri.

4. Pemberian perlakuan dengan penggunaan telemedicine berupa pengiriman informasi dan edukasi tentang diabetes melitus melalui aplikasi pesan berbasis internet pada handphone pada kelompok perlakuan sebanyak 2 kali dalam tiap minggu selama 1 bulan.

5. Pengambilan data dengan kuesioner post test kepatuhan minum obat dilakukan setelah selesai pemberian perlakuan selama 1 bulan.

G. Cara Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer melalui kuesioner yang dilakukan oleh peneliti atau self administrated. Alur pengumpulan data sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan meliputi pembuatan izin penelitian pendahuluan yang ditujukan kepada Kepala RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, melakukan survey lokasi pendahuluan di RS PKU


(52)

Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat pengambilan sampel dalam penelitian, menetapkan sampel penelitian, melakukan perizinan kepada Kepala RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, memeriksa kelengkapan instrumen.

2. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah meminta informed consent

kepada pasien diabetes melitus tipe 2 yang masuk dalam kriteria inklusi sampel penelitian, membagi sampel penelitian menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, melakukan pre test dengan menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scales

(MMAS‐8) kepada kedua kelompok penelitian baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan sebelum dilakukannya perlakuan, memberikan perlakuan berupa penggunaan telemedicine kepada kelompok perlakuan yang dilakukan sebanyak 8 kali yaitu setiap 2 kali pada tiap minggunya selama satu bulan, melakukan post test kepada kedua kelompok penelitian baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dengan kuesioner Morisky Medication Adherence Scales

(MMAS‐8) setelah selesai pemberian perlakuan pada kelompok perlakuan.

3. Tahap Akhir

Menganalisis data, membuat kesimpulan hasil penelitian, dan seminar hasil penelitian.


(53)

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen untuk menilai kepatuhan minum obat yaitu kuesioner Morisky Medication Adherence Scales

(MMAS‐8). Dari beberapa penelitian sebelumnya, hasil uji validitas dan reliabilitas untuk kuesioner Morisky Medication Adherence Scales

(MMAS‐8) menunjukkan valid dan reliabel.

Menurut Mulyani dkk. (2012), nilai corrected item total correlation (r hitung) antara pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner lebih tinggi dari nilai r tabel yang artinya nilai ini sudah memenuhi rule of thumb validitas item, dengan demikian semua item skala MMAS-8 adalah valid. Nilai uji reliabilitas cronbach’s alpha dari kuesioner MMAS-8 adalah 0,783 yang menunjukkan bahwa kuesioner sudah reliabel karena melampaui nilai 0,60 yang disyaratkan. Hasil uji validitas dan reliabilitas dari kuesioner MMAS-8 tersebut menyatakan bahwa kuesioner MMAS-8 dapat digunakan sebagai instrumen kepatuhan.

I. Analisis Data

Untuk menganalisis dan mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian, peneliti menggunakan program analisis statistika komputer. Analisis yang digunakan meliputi:

1. Analisis univariat

Analisis data univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan gambaran karekteristik responden. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak


(54)

dengan menggunakan Shapiro-Wilk apabila sampel ≤ 50 dan menggunakan Kolmogorov-Smirnov apabila sampel > 50. Data terdistribusi normal apabila diperoleh nilai signifikan/kemaknaan (p) > 0,05. Analisis data karakteristik responden dinyatakan dengan frekuensi dan presentase karakteristik demografi subjek, sehingga diketahui gambaran karakteristik responden yang dinyatakan dalam mean, modus dan median.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui perubahan skor kepatuhan minum obat menggunakan analisis data pre test dan post test

untuk masing-masing kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan Paired Sample t Test bila terdistribusi normal dan

Wilcoxon Signed Rank Test bila data tidak terdistribusi normal.

Analisis untuk mengetahui perbedaan skor kepatuhan minum obat saat pre test dan post test antara kelompok perlakuan dan kontrol menggunakan Independent t Test bila data terdistribusi normal dan apabila data tidak terdistribusi normal maka menggunakan Mann Whitney Test. Dari hasil uji statistik akan didapatkan nilai signifikasi. Bila nilai sig > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sebaliknya, bila nilai sig <0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.


(55)

J. Etika Penelitian 1. Ethical Clearance

Meminta ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Yogyakarta sebagai persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan.

2. Informed Consent

Setiap calon reponden yang akan ikut dalam penelitian ini diberi lembar persetujuan agar calon responden mengetahui maksud, tujuan, dan manfaat penelitian. Apabila pasien diabetes melitus tipe 2 bersedia menjadi responden maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan, dan apabila pasien menolak untuk menjadi responden penelitian maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak pasien.

3. Confidentiality

Dalam penelitian ini, peneliti menjaga kerahasiaan data respondennya. Informasi yang diberikan responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ilmiah dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain.

4. Benefit

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memaksimalkan manfaat penelitian dan meminimalkan kerugian yang dapat timbul akibat penelitian ini.


(56)

5. Justice

Semua responden yang ikut dalam penelitian ini diperlakukan adil


(57)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Responden penelitian ini melibatkan 56 pasien diabetes melitus yang melakukan kontrol rutin di poli penyakit dalam di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di Yogyakarta agar memudahkan dalam pemberian perlakuan untuk kelompok eksperimen dan memudahkan dalam proses pengambilan data

posttest. Responden penelitian melibatkan 56 pasien yang terdiri dari 30 pasien perempuan dan 26 pasien laki-laki. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen sebanyak 28 sampel dan kelompok kontrol sebanyak 28 sampel. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan berupa Telemedicine sebanyak 8 kali selama 1 bulan, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Hal yang dinilai pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus. Hasil tentang karekteristik responden dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum subjek penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Adapun hasilnya dapat dilihat dalam tabel 4.1.


(58)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2016

Karakteristik

Kelompok Perlakuan

Kelompok

Kontrol p value

N % N %

1.Usia

30-50 tahun 7 25,0 8 28,6

0,657 51-70 tahun 18 64,3 15 53,6

71-90 tahun 3 10,7 5 17,9

2.Jenis Kelamin

Laki-laki 12 42,9 14 50,0 0,592

Perempuan 16 57,1 14 50,0

3.Pendidikan

SD 2 7,1 3 10,7

0,141

SMP 3 10,7 8 28,6

SMA 8 28,6 10 35,7

S1 9 32,1 6 21,4

S2 5 17,9 - 0

S3 1 3,6 1 3,6

4.Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga 8 28,6 7 25,0

0,219 Pegawai Swasta 5 17,9 4 14,3

Pensiunan 5 17,9 11 39,3

PNS 2 7,1 - 0

POLRI 1 3,6 3 10,7

Wiraswasta 7 25,0 3 10,7

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden pada kelompok perlakuan dan kontrol mayoritas berusia 51-70 tahun yaitu 18 orang (64,3%) untuk kelompok perlakuan dan 15 orang (53,6%) untuk kelompok kontrol. Karakteristik jenis kelamin pada kelompok perlakuan didominasi oleh perempuan yaitu 16 orang (57,1%), sedangkan karakteristik jenis kelamin seimbang antara laki-laki dan perempuan untuk kelompok kontrol yaitu 14 orang (50,0%). Karakteristik pendidikan responden untuk kelompok perlakuan didominasi pendidikan terakhir jenjang S1 yaitu 9 orang (32,1%) dan karakteristik pendidikan


(59)

responden untuk kelompok kontrol adalah SMA yaitu 10 orang (35,7%). Sedangkan untuk karakteristik pekerjaan responden didominasi oleh ibu rumah tangga yaitu 8 orang (28,6%) untuk kelompok perlakuan dan pensiunan yaitu 11 orang (39,3%) untuk kelompok kontrol.

Uji homogenitas berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan didapatkan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pada kedua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan karakteristik usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan responden kelompok kontrol dan perlakuan adalah homogen. 2. Distribusi frekuensi tingkat kepatuhan minum obat kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan

Hasil pengukuran dengan menggunakan kuesioner pada kelompok kontrol dan perlakuan berdasarkan Morisky Medication Adherence Scales (MMAS‐8) pada tabel 4.2 menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.

Tabel 4.2. Frekuensi Tingkat Kepatuhan Minum Obat Responden Tingkat

Kepatuhan Minum Obat

Frekuensi

Pretest Posttest

N % N %

Perlakuan

Rendah 10 35,7 6 21,4

Sedang 18 64,3 22 78,6

Kontrol

Rendah 11 39,3 13 46,4


(60)

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh skor kepatuhan minum obat responden kelompok perlakuan sebelum diberikan perlakuan adalah tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang sebanyak 18 orang (64,3%) sedangkan setelah diberikan perlakuan tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang sebanyak 22 orang (78,6%). Untuk kelompok kontrol, sebelum diberikan perlakuan tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang yaitu sebanyak 17 orang (60,7%) sedangkan setelah diberikan perlakuan tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang sebanyak 15 orang (53,6%).

3. Pengaruh Telemedicine terhadap skor tingkat kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2

Tabel 4.3. Perbedaan Rerata Pretest dan Posttest TingkatKepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan

Kelompok Hasil Analisa Wilcoxon signed rank test

Keterangan N Mean + SD P

Perlakuan Pretest 28 2,43 + 1,501 0,539 Posttest 28 1,89 + 1,031

Kontrol Pretest 28 2,36 + 1,789 0,071 Posttest 28 2,46 + 1,621

Berdasarkan tabel 4.3 dengan uji Wilcoxon signed rank test

menunjukkan pada kelompok perlakuan terdapat penurunan skor tingkat kepatuhan minum obat yang tidak bermakna antara pretest dan posttest setelah diberikan perlakuan telemedicine dengan nilai p>0,05. Dimana semakin kecil skor menandakan tingkat kepatuhan minum obat yang


(61)

semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan terdapat peningkatan kepatuhan minum obat pada responden kelompok perlakuan, hanya tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat peningkatan skor tingkat kepatuhan minum obat yang tidak bermakna antara pretest dan postest setelah diberikan perlakuan telemedicine dengan nilai p>0,05. Dimana semakin besar skor menandakan tingkat kepatuhan minum obat yang semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan terdapat penurunan kepatuhan minum obat pada responden kelompok kontrol, hanya tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Kepatuhan tinggi dengan nilai skor 0, kepatuhan sedang dengan skor 1-2, dan kepatuhan rendah dengan nilai skor skor 3-8.

Tabel 4.4. Hasil Uji Beda Selisih Skor Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pretest dan Posttest antara Kelompok

Kontrol dan Perlakuan

Keterangan Kelompok Mann-Whitney Test p value

Mean Rank Z Selisih skor tingkat

kepatuhan minum obat pasien diabetes

melitus tipe 2

pretest dan posttest

Perlakuan 31,95

-1.656 0,098 Kontrol 25,05

Berdasarkan tabel 4.4 dengan uji Mann-Whitney Test menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna antara pengaruh penggunaan

Telemedicine terhadap skor tingkat kepatuhan minum obat antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (p>0,05), dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.


(62)

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Responden yang tidak mengikuti penelitian sesuai kriteria maka dinyatakan dropout. Jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk kelompok kontrol adalah 28 orang dan kelompok perlakuan adalah 28 orang. Seluruh responden menyelesaikan penelitian secara lengkap. Karakteristik responden dalam penelitian ini yang digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

Hasil penelitian berdasarkan usia, responden pada kelompok perlakuan dan kontrol mayoritas berusia 51-70 tahun yaitu 18 orang (64,3%) untuk kelompok perlakuan dan 15 orang (53,6%) untuk kelompok kontrol. Seperti yang diketahui bahwa lansia merupakan populasi yang rentan terhadap gangguan metabolisme karbohidrat yang dapat muncul sebagai Diabetes Melitus (DM). Dan pada saat ini, jumlah usia lanjut di dunia diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat dengan sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa (Kurniawan, 2010).


(63)

Jenis kelamin responden pada penelitian ini didominasi oleh perempuan untuk kelompok perlakuan yaitu 16 orang (57,1%) sedangkan pada kelompok kontrol seimbang antara laki-laki dan perempuan yaitu 14 orang (50,0%). Dalam hal menjaga kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan kesehatanya dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan sifat-sifat dari perempuan yang lebih memperhatikan kesehatan bagi dirinya dibandingkan laki-laki (Depkes RI, 2013). Perbedaan pola perilaku sakit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan dengan laki-laki, sehingga akan lebih banyak perempuan yang datang berobat dibandingkan laki-laki (Notoatmodjo, 2010).

Karakteristik pendidikan responden untuk kelompok perlakuan adalah S1 yaitu 9 orang (32,1%) dan karakteristik pendidikan responden untuk kelompok kontrol adalah SMA yaitu 10 orang (35,7%). Tingkat pendidikan mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani terapinya yaitu dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, maka kesadarannya untuk menjaga kesehatan semakin tinggi yang berbanding lurus dengan tingkat kepatuhannya dalam menjalani pengobatan (Pradana, 2015).

Data pekerjaan pada responden didominasi oleh ibu rumah tangga yaitu 8 orang (28,6%) untuk kelompok perlakuan dan pensiunan yaitu 11 orang (39,3%) untuk kelompok kontrol. Hal ini berkaitan dengan usia responden yang sebagian besar didominasi oleh lanjut usia dimana


(64)

sebagian besar dari mereka memang sudah tidak bekerja atau pensiun dari pekerjaannya, begitu pula dengan responden perempuan yang juga didominasi oleh lanjut usia kebanyakan dari mereka hanya bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, akibat diabetes melitus tipe 2 yang diderita responden juga berdampak terhadap berbagai aktivitas fisiknya, dimana aktifitas fisik responden menjadi banyak berkurang dibanding dengan sebelumnya.

Berdasarkan uji homogenitas pada karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan didapatkan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pada kedua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan karakteristik usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan responden kelompok kontrol dan perlakuan adalah homogen.

2. Perbedaan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pretest dan Posttest

pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Hasil pretest dari kedua kelompok responden yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap tingkat kepatuhan minum obat sebelum diberikan perlakuan berupa penggunaan Telemedicine diperoleh skor tingkat kepatuhan minum obat responden kelompok perlakuan adalah tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang sebanyak 18 orang


(1)

Karakteristik jenis kelamin didominasi oleh perempuan pada kelompok perlakuan yaitu 16 orang (57,1%) sedangkan untuk kelompok kontrol berimbang anatara laki-laki dan perempuan yaitu 14 orang (50%). Dalam hal menjaga kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan kesehatanya dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan sifat-sifat dari perempuan yang lebih memperhatikan kesehatan bagi dirinya dibandingkan laki-laki8.

Karakteristik pendidikan responden untuk kelompok perlakuan adalah S1 yaitu 9 orang (32,1%) dan untuk kelompok kontrol adalah SMA yaitu 10 orang (35,7%). Tingkat pendidikan mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani terapinya yaitu dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, maka kesadarannya untuk menjaga kesehatan semakin tinggi yang berbanding lurus dengan tingkat kepatuhannya dalam menjalani pengobatan9.

Data pekerjaan pada responden pada kelompok perlakuan didominasi oleh ibu rumah tangga

yaitu 8 orang (28,6%) sedangkan pada kelompok kontrol didominasi oleh pensiunan yaitu 11 orang (39,3%). Berkaitan dengan usia responden yang sebagian besar didominasi oleh lanjut usia dimana sebagian besar dari mereka memang sudah tidak bekerja atau pensiun dari pekerjaannya, begitu pula dengan responden perempuan yang juga didominasi oleh lanjut usia yang kebanyakan dari mereka hanya bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga. Akibat diabetes melitus tipe 2 yang diderita responden juga berdampak terhadap berbagai aktivitas fisiknya, dimana aktifitas fisik responden menjadi banyak berkurang dibanding dengan sebelumnya.

Hasil pretest responden dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap tingkat kepatuhan minum obat sebelum diberikan perlakuan Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) diperoleh skor kepatuhan minum obat responden kelompok perlakuan adalah tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang sebanyak 18 orang (64,3%). Untuk kelompok kontrol,


(2)

tingkat kepatuhan minum obat kategori sedang yaitu sebanyak 17 orang (60,7%).

Tingkat kepatuhan minum obat pada kedua kelompok responden dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mendukung kepatuhan yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang tidak perlu rangsangan dari luar, berasal dari diri sendiri, seperti motivasi, pendidikan, dan pemahaman terhadap instruksi dari tenaga kesehatan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang perlu rangsangan dari luar, yang terdiri dari dukungan sosial dan dukungan dari professional kesehatan10.

Mayoritas tingkat kepatuhan minum obat pada pretest kedua kelompok responden berada pada tingkat kepatuhan kategori sedang, sedangkan untuk kategori rendah hanya sedikit, hal ini dapat disebabkan pasien diabetes melitus tipe 2 di RS PKU Muhammadaiyah Yogyakarta memang memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang cukup baik, sebab responden dalam penelitian ini diambil dari

pasien-pasien poli penyakit dalam yang memang datang ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan kontrol rutin setiap bulannya, dalam kontrol rutin tersebut pasien sudah mendapatkan arahan pengobatan langsung dari dokter dan mendapatkan resep obat yang diresepkan hanya untuk waktu satu bulan, sehingga pada bulan berikutnya pasien pasti datang untuk kontrol dan juga untuk mendapatkan resep obat satu bulan berikutnya, itulah yang menyebabkan tingkat kepatuhan minum obat responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta cukup baik. .

Hasil posttest dari responden kelompok perlakuan setelah dilakukan perlakuan menggunakan Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) sebanyak 8 kali pengiriman pesan multimedia dalam kurun waktu 1 bulan didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan minum obat yang sebelumnya didominasi oleh tingkat kepatuhan kategori sedang sebanyak 18 orang (64,3%) dan kemudian responden dengan tingkat kepatuhan kategori sedang mengalami peningkatan menjadi


(3)

sebanyak 22 orang (78,6%) dan responden dengan kepatuhan kategori rendah mengalami penurunan menjadi hanya 6 orang (21,4%) setelah diberi Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet). Dan untuk kelompok kontrol, setelah ditunggu tanpa diberikan perlakuan apapun selama 1 bulan didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan minum obat yang sebelumnya didominasi oleh tingkat kepatuhan kategori sedang sebanyak 17 orang (60,7%) dan kemudian responden dengan tingkat kepatuhan kategori sedang justru menurun menjadi sebanyak 15 orang (53,6%) dan responden dengan kepatuhan kategori rendah justru meningkat menjadi 13 orang (46,4%).

Hasil uji beda Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan perbedaan rerata skor tingkat kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus tipe 2 saat pretest dan posttest pada kelompok perlakuan dengan skor rerata mean + SD nilai pretest sebesar 2,43 + 1,501 dan nilai posttest sebesar 1,89 + 1,031 dengan nilai signifikansi sebesar 0,539. Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik antara skor pretest dan posttest kelompok perlakuan setelah diberikan Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet).

Berdasarkan hasil uji beda Wilcoxon Signed Rank Test untuk kelompok kontrol didapatkan skor rerata mean + SD nilai pretest sebesar 2,36 + 1,789 dan nilai posttest sebesar 2,46 + 1,621 dengan nilai signifikansi sebesar 0,071. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa juga terdapat perbedaan yang tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik antara skor pretest dan posttest kelompok kontrol setelah diberikan Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet).

Berdasarkan uji Mann Whitney Test terdapat perbedaan skor selisih tingkat kepatuhan minum obat pretest dan posttest antara kelompok kontrol dan perlakuan, didapatkan nilai mean rank kelompok perlakuan sebesar 31.95 sedangkan kelompok kontrol sebesar 25.05 dengan nilai signifikansi yaitu sebesar 0,098. Hasil tersebut dapat disimpulkan


(4)

bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna atau tidak signifikan pada selisih skor pretest dan posttest pada kelompok perlakuan setelah diberikan Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) ini menjadi kurang berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2, salah satunya yaitu pada kebanyakan masyarakat di negara berkembang masih sangat jarang menggunakan fasilitas kemajuan teknologi informasi khususnya pada pengobatan jarak jauh yang lebih dikenal dengan Telemedicine. Selain karena tingkat kehidupan yang rendah, masih sangat kurangnya kepercayaan pada informasi yang diberikan secara online11.

Faktor lain yang menyebabkan kurang efektifnya Telemedicine dalam peningkatan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 juga bisa akibat adanya suatu proses persepsi

pada diri seseorang terhadap informasi yang didapatnya sesuai dengan predisposisi psikologinya, yaitu menerima atau menolak informasi tersebut12.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Telemedicine (aplikasi pesan berbasis internet) tidak berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 pada kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol dengan nilai signifikansi yaitu 0,098.

Saran

1. Penelitian yang sama bisa dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak lagi dan waktu penelitian yang lebih lama.

2. Penelitian ini dapat dikembangan dengan menggunakan variabel lain yang lebih inovatif dan lebih baik untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien.


(5)

Referensi

1. International Diabetes Federation. (2015). IDF

diabetes atlas (7th ed.) 2015.

International Diabetes Federation. Diunduh 18 Maret 2016, dari http://www.diabetesatlas.org/

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus. Jakarta.

3. Basuki, E. (2009). Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 59 Nomor 2 Februari 2009.

4. Jamil, M., Khairan, A., & Fuad, A. (2015). Implementasi Aplikasi Telemedicine Berbasis

Jejaring Sosial dengan Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing. Jurnal Edukasi dan Penelitian Informatika (JEPIN), 1(1).

5. Morisky, D.E., Green, L.W., Levine, D.M. (1986). Concurrent and Predictive Validity of a Self-reported Measure of Medication Adherence. Med Care, 24:67–74.

6. Mulyani, R., Andayani, M. T., Pramantara, P. D. I. (2012). Kepatuhan Terapi Berbasis Insulin pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Endokrinologi

RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 85.

7. Kurniawan, Indra. (2010). Diabetes Melitus Tipe 2 pada usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 60 Nomor 12 Desember 2010.

8. Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak menular.

9. Pradana, I. P A. (2015). Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tingkat Kepatuhan dalam Menjalani Terapi Diabetes Melitus di Puskesmas Tembuku 1 Kabupaten Bangli Bali 2015. ISM, Vol 8 Nomor 1 Januari-Maret 2015.

10. Irwanto, dkk. (2000). Psikologi Umum. PT Sramedik: Jakarta.

11. Supono, A. R. (2006). Penerapan Teknologi Informasi Pada Dunia

Kedokteran: Peluang dan Hambatan Penerapan Pengobatan Jarak Jauh Berbasis Internet di Negara Berkembang. Bandung:

Informatika.

12. Emilia, O. (2008). Promosi Kesehatan Dalam Lingkup Kesehatan Reproduksi.


(6)

Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.

13. Hidayati, A. K. (2013). Pengaruh Penggunaan Short Message Service (SMS) Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Kestabilan Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Diabetes Melitus. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

14. Setiawan, M. S. (2009). Hubungan Antara Fungsi Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSU PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah strata

satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Yogyakarta.

15. World Health Organization. (2014). Global Status Report

on Noncommunicable Diseases 2014. World Health

Organization. Geneva. Diakses 18 Maret 2016, dari http://www.who.int/mediacen tre/factsheets/fs312/en/